Dasar Teori berdasarkan taksonominya adalah sebagai berikut:
10
kandungan senyawa metabolit sekunder golongan triterpenoid merupakan komponen utama biji pepaya Tika pangesti, dkk., 2013: 158.
Niken N. Paramesti 2014: 5 mengatakan bahwa papain dapat ditemukan pada hampir seluruh bagian dari pepaya kecuali akarnya. Enzim
protease pengurai protein yaitu papain dan kimopapain. Papain merupakan satu dari enzim paling kuat yang dihasilkan oleh seluruh bagian tanaman
pepaya. Enzim proteolitik merupakan kelompok hidrolase yang berperan pada hidrolisa sekelompok protein menjadi protein
– protein tunggal Dongoran dan Daniel S, 2004: 31.
2. Fitoestrogen
Fitoestrogen adalah senyawa yang terdapat pada kelompok tanaman bibi-bijian, kacang-kacangan, sayuran, dan buah-buahan yang memiliki
khasiat hampir sama dengan hormon estrogen endogen atau dapat juga berinteraksi reseptor estrogen endogen. Fitoestrogen memiliki dua gugus
hidroksil OH, sama persis dengan estrogen. Gugus OH inilah yang menjadi struktur pokok suatu substrat agar mempunyai efek estrogenik, sehingga
mampu berikatan dengan reseptor estrogen Achadiat, 2003. Fitoestrogen dapat diserap ke dalam tubuh dan mengalami berbagai perubahan dengan cara
diekskresikan atau dipecah menjadi komponen-komponen lain yang berbeda di dalam tubuh dan masih mengandung khasiat seperti estrogen endogen.
Aktivitas dari khasiat yang mirip dengan estrogen endogen ini hanya beberapa saat, dan pada umumnya tidak dapat disimpan oleh jaringan tubuh
dalam waktu yang lama Biben, 2012: 1-2.
11
Struktur kimia berupa 2 penilnaptalen yang terdapat pada fitoestrogen menyerupai rumus bangun hormon estrogen endogen. Fitoestrogen, estradiol,
dan dietilstilbesrol memiliki gugus OH yang merupakan salah satu persyaratan untuk terjadinya aktivitas estrogenik Biben, 2012: 2.
Fitoestrogen yang terdapat di dalam biji pepaya salah satunya adalah flavonoid, oleh karena itu fitoestrogen tersebut memiliki fungsi estrogenik.
Biji pepaya juga terdapat salah satu bentuk fitoestrogen, yaitu flavonoid. Flavonoid merupakan salah satu kelompok senyawa metabolit
sekunder yang paling banyak ditemukan di dalam jaringan tanaman. Flavonoid termasuk dalam golongan senyawa phenolik dengan struktur kimia
C6-C3-C6. Kerangka flavonoid terdiri atas satu cincin aromatik A, satu cincin aromatik B, dan cincin tengah berupa heterosiklik yang mengandung oksigen
dan bentuk teroksidasi cincin ini dijadikan dasar pembagian flavonoid ke dalam sub-sub kelompoknya. Sistem penomoran digunakan untuk
membedakan posisi karbon di sekitar molekulnya Redha, 2010: 197.
Gambar 1. Kerangka C6-C3-C6 Flavonoid Hardianzah, R. 2009: 43
12
3. Asam Amino
Niken N. Paramesti 2014: 5 mengatakan bahwa papain dapat ditemukan pada hampir seluruh bagian dari pepaya kecuali akarnya. Enzim
protease pengurai protein yaitu papain dan kimopapain. Papain merupakan satu dari enzim paling kuat yang dihasilkan oleh seluruh bagian tanaman
pepaya. Enzim proteolitik merupakan kelompok hidrolase yang berperan pada hidrolisa sekelompok protein menjadi protein
– protein tunggal Dongoran dan Daniel S, 2004: 31.
Asam amino dapat diperoleh dari protein yang kita makan atau dari hasil degradasi protein di dalam tubuh kita. Protein yang terdapat dalam
makanan di cerna dalam lambung dan usus menjadi asam-asam amino yang diabsorpsi dan di bawa oleh darah ke hati. Asam amino yang terdapat dalam
darah berasal dari tiga sumber yaitu absorpsi melalui dinding usus, hasil penguraian protein dalam sel dan hasil sintesis asam amino dalam sel Tedy
Mulyadi, 2015: 1. Asam amino yang berperan dalam pembentukan sel darah diantaranya
seperti Isoleusin, Alanin, Arginin, Asam aspartat, Glutamin, Glisin, Histidin, Serin, Treonin. Dari beberapa jenis asam amino tersebut berperan dalam
pembentukan sel darah merah, dan pembentukan antibodi Tedy Mulyadi, 2015: 4.
13
4. Transport Dan Penyimpanan Asam Amino
a. Asam Amino Darah
Konsentrasi normal asam amino di dalam darah antara 35 dan 65 mgdl. Konsentrasi ini adalah rata-rata dari sekitar 2 mgdl untuk setiap 20
asam amino, walaupun pada beberapa orang ditemukan konsentrasi yang lebih besar dari pada orang lain. Karena asam amino adalah asam yang relatif
kuat, asam amino terdapat dalam darah terutama dalam bentuk ionisasi dan menambah 2 sampai 3 miliekuivalen ion negatif dalam darah. Distribusi
sebenarnya dari berbagai asam amino dalam darah sampai batas tertentu bergantung pada tipe protein yang dicerna, tetapi sedikitnya konsentrasi asam
amino tunggal diatur oleh sintesis selektif dalam berbagai sel Guyton dan Hall, 2007: 1095.
1 Asam Amino Yang Diabsorbsi Dari Saluran Pencernaan
Hasil akhir pencernaan protein dan absorbsi protein dalam saluran pencernaan hampir seluruhnya dalam bentuk asam amino dan hanya sedikit
skali polipeptida atau seluruh molekul protein diabsorbsi dari saluran pencrnaan masuk ke dalam darah. Segera setelah makan, konsentrasi asam
amino dalam darah meningkat, tetapi peningkatan biasanya hanya beberapa mgdl karena dua alasan: pertama, pencernaan dan absorbsi protein biasanya
berlangsung lebih dari 2-3 jam, sehingga hanya sedikit asam amino diabsorbsi pada saat yang sama. Kedua, setelah memasuki darah, kelebihan
asam amino diabsorbsi dalam waktu 5-10 menit oleh sel di seluruh tubuh, terutama oleh hati. Oleh karena itu hampir tidak pernah konsentrasi asam
14
amino yang tingi berkumpul dalam darah. Namun, kecepatan penggantian asam amino begitu cepat sehingga banyak gram protein dapat dibawa dari
satu bagian tubuh ke tempat lain dalam bentuk asam amino tiap jam Guyton dan Hall, 2007: 1095.
2 Transport Aktif Asam Amino ke Dalam Sel
Pada dasarnya semua molekul asam amino terlalu besar untuk berdifusi melalui pori-pori membran sel. Oleh karena itu jumlah asam amino
yang bermakna dapat ditransport melalui membran hanya dengan transpor pasif atau transpor aktif yang menggunakan mekanisme carrier. Namun sifat
asli beberapa mekanisme carrier masih sangat sediki yang diketahui Guyton dan Hall, 2007: 1095.
5. Uterus
Uterus merupakan tempat implantasi konseptus zigot yang telah berkembang menjadi embrio. Uterus selanjutnya mengalami serangkaian
perubahan selama birahi estrus dan daur reproduksi Dellmann dan Brown, 1992: 491-496.
a. Struktur Anatomi
Uterus merupakan salah satu organ reproduksi betina yang berfungsi sebagai penerima dan tempat perkembangan janin. Dinding uterus terdiri dari
tiga lapisan utama, yaitu lapisan endometrium, miometrium dan perimetrium. Lapisan endometrium merupakan lapisan yang responsif terhadap perubahan
hormon reproduksi, sehingga perubahan lapisan ini bervariasi sepanjang
15
siklus estrus dan dapat dijadikan indikator terjadinya fluktuasi hormon yang sedang terjadi pada hewan tersebut Sitasiwi, 2008: 40.
Uterus tikus memiliki tiga bagian yang melebar disebut korpus bikormal, di bagian atas berbentuk bulat yang melintang di atas tuba uterina
disebut fundus, servik atau leher rahim merupakan bagian bawah yang silindris dan bermuara ke dalam vagina Soewolo, dkk., 2015: 341- 342.
b. Struktur Histologi
Dinding uterus terdiri dari tiga lapis, yaitu mukosa-submukosa atau endometrium, tunika muskularis atau miometrium, dan tunika serosa atau
perimetrium Sugiyanto, 1996: 10. Endometrium adalah suatu struktur glandular yang terdiri dari lapisan
epitel yang membatasi rongga uterus, lapisan glandular, dan jaringan ikat. Variasi tebal dan vaskularis endometrium tergantung pada perubahan-
perubahan hormonal ovarial dan kebuntingan Feradis, 2010: 51. Lapisan endometrium uterus terdiri dari tiga daerah fungsional, yaitu
stratum basalis, stratum spongiosum dan stratum kompaktum. Stratum spongiosum dan kompaktum disebut juga stratum fungsional. Stratum
fungsional dilapisi oleh epitel berbentuk kubus selapis tunggal. Stratum fungsional mampu mengalami degenerasi sebagian atau seluruhnya secara
periodik selama siklus estrus berlangsung sedangkan stratum basalis relatif akan tetap dan bertindak sebagai pembentuk stratum fungsional yang
mengalami degenerasi. Endometrium uterus dilengkapi oleh kelenjar dan pembuluh darah Sitasiwi, 2009: 4. Kelenjar endometrium merupakan
16
kelenjar yang tersusun atas epitel kolumnar dengan nuklei di bagian bawah. Sel kolumner mengelilingi seluruh permukaan endometrium yang membatasi
antara lumen uterus, lapisan kelenjar, dan jaringan ikat longgar Sugiyanto, 1996: 7. Kelenjar ini melebar dan terbuka pada permukaan endometrium.
Terdapat dua pembuluh darah dalam endometrium, yaitu spiral dan lurus. Sepanjang siklus estrus kelenjar dan pembuluh darah mengalami perubahan
struktur. Peningkatan hormon estrogen yang terjadi dari fase proestrus sampai fase estrus menyebabkan pertumbuhan serta percabangan kelenjar, sedangkan
kenaikan progesteron setelah fase estrus menyebabkan peningkatan aktivitas sekresi kelenjar endometrium. Perkembangan struktur kelenjar sepanjang
siklus estrus berjalan seiring dengan pertambahan tebal endometrium uterus. Peningkatan kandungan estrogen dapat merangsang pertumbuhan
serta percabangan kelenjar endometrium, tetapi uliran serta ekskresi kelenjar tersebut tidak dapat terjadi sebelum ada rangsangan dari progesteron
Dellmann dan Brown, 1992: 514. Miometrium terdiri dari lapis otot dalam yang tebal umumnya
tersusun secara melingkar, dan lapis luar dapat memanjang terdiri dari sel-sel otot polos yang mampu meningkatkan jumlah serta ukurannya selama
kebuntingan berlangsung. Di antara kedua lapis tersebut, atau bagian dalam dari lapis dalam, terdapat lapis vascular yang mengandung arteri besar, vena,
dan pembuluh limfe. Pembuluh darah tersebut memberikan darah pada endometrium Dellmann dan Brown, 1992:515. Selama kebuntingan, jumlah
17
jaringan otot yang terdapat pada dinding uterus bertambah banyak karena pembesaran sel dan penambahan jumlah sel Feradis, 2010: 51.
Perimetrium atau tunika serosa, terdiri dari jaringan ikat yang longgar yang dibalut dengan mesotel atau peritoneum. Sel-sel otot polos terdapat pada
perimetrium. Pada lapisan ini banyak terdapat pembuluh darah, pembuluh limfe, dan saraf Dellmann dan Brown, 1992: 515.
Gambar 2. Struktur Histologi Endometrium,A: kelenjar endometrium; B:edometrium; C: miometrium; D: perimetrium. Dokumen penelitian: 2017.
c. Pengaruh Hormon Pada Endometrium
Perubahan secara siklik pada endometrium diatur oleh hormon- hormon hipotalamus-hipofisis-gonad. Aktifitas dari hipotalamus tersebut
dipengaruhi oleh kadar estrogen di dalam sirkulasi darah dan rangsangan lingkungan luar.
Skala 100µm
B
D C
A
18
Ovarium adalah tempat produksi utama hormon betina. Pada seksualitas betina hormon yang bekerja adalah progesteron dan estrogen.
Estrogen bekerja dalam merangsang pertumbuhan miometrium dan endometrium. Peningkatan dalam sintesis reseptor progesteron didalam
endometrium dipengaruhi oleh hormon estrogen sehingga progesteron mampu merangsang endometrium tetapi setelah endometrium tersebut
dirangsang oleh estrogen. Adanya rangsangan hormon yang disekresikan oleh hipotalamus sehinngga dalam proses tersebut menghasilkan hormon-hormon,
yaitu FSH-RF dan LH-RF. FSH-RF Follicle Stimulating Hormone-Releasing Factor
bertugas untuk merangsang hipofisa dalam mensekresi FSH Follicle Stimulating Hormon
, sedangkan LH-RF Luteinizing Hormone-Releasing Factor
bertugas untuk merangsang pengeluaran dari LH Luteinizing Hormon
Irianto, 2014: 129. Dellman dan Brown 1992: 486 menyatakan bahwa estrogen
merupakan salah satu hormon reproduksi pada hewan betina. Hormon ini terutama disekresi oleh sel-sel granulosa penyusun folikel ovarium. Struktur
hormon estrogen tersusun atas 18 atom C, gugus –OH fenolik pada C-3, sifat
aromatik cincin A dan tidak mempunyai gugus metil pada C-10. Bentuk hormon estrogen dalam tubuh hewan betina berupa estradiol 17-
β, estron dan estriol, namun hormon estrogen yang sering dijumpai dengan jumlah yang
cukup tinggi dan paling sesuai dalam tubuh adalah estradiol 17- β.
19
Gambar 3. Struktur Kimia Estrogen Junqueira, 2007: 4 Estrogen terbentuk oleh sel-sel granulosa dalam folikel ovarium
melalui serangkaian reaksi enzimatis. Substrat utama sebagai pembentuk estrogen adalah kolesterol. Kolesterol mengalami perubahan secara berurutan
menjadi pregnenolon, progesteron, 17 α-hidroksi progesteron, androstenedion
dan testoteron. Peningkatan sintesis hormon estrogen seiring dengan perkembangan folikel dalam ovarium Dellman dan Brown, 1992: 486.
Kerja estrogen terhadap endometrium yaitu dimulai dari hipotalamus akan
menyekresikan hormon
gonadotropin. Hormon
gonadotropin merangsang kelenjar pituitari untuk menghasilkan hormon FSH. Hormon
FSH merangsang pertumbuhan dan pematangan folikel di dalam ovarium. Pematangan folikel ini merangsang kelenjar ovarium mensekresikan hormon
estrogen. Hormon estrogen yang berfungsi untuk membantu pembentukan kelamin sekunder, selain itu estrogen juga membantu pertumbuhan lapisan
endometrium. Pertumbuhan endometrium memberikan tanda untuk kelenjar pituitari agar menghentikan hormon FSH dan berganti dengan sekresi hormon
LH. Oleh stimulasi hormon LH, folikel yang sudah matang pecah menjadi
20
korpus luteum. Saat seperti ini ovum akan keluar dari folikel dan ovarium menuju uterus terjadi ovulasi. Korpus luteum yang terbentuk segera
menyekresikan hormon progesteron. Progesteron berfungsi menjaga pertumbuhan endometrium seperti pembesaran pembuluh darah dan
pertumbuhan kelenjar endometrium yang akan menyekresikan cairan bernutrisi bagi janin. Namun apabila ovum pada uterus tidak dibuahi, hormon
estrogen akan berhenti. Berikutnya skresi hormon LH oleh kelenjar pituitari juga berhenti. Akibatnya korpus luteum tidak bisa melangsungkan sekresi
hormon progesteron. Karena hormon progesteron tidak ada, maka dinding rahim sedikit demi sedikit meluruh bersama darah Irianto, 2014: 129.
d. Mekanisme Intrasel Dasar Dari Kerja Estrogen
Efek estrogen pada uterus yaitu mempengaruhi perubahan pada endometrium, estrogen menyebabkan terjadinya poliferasi yang nyata pada
stroma endometrium dan sangat meningkatkan perkembangan yang nyata pada kelenjar endometrium, yang nantinya akan membantu memberi nutrisu
pada ovum yang berimplantasi Guyton dan Hall, 2007: 1070. Mekanisme intrasel dasar dari kerja estrogen diawali dari kelenjar ovarium, estrogen
memasuki sel ovarium dalam waktu beberapa menit setelah disekresikan. Kemudian kebanyakan estrogen ini seringkali diubah dibawah pengaruh
enzim intrasel 5- α-reduktase menjadi estradiol, dan zat ini lalu berikatan
dengan sebuah “protein reseptor” di sitoplasma. Kemudian penggabungan ini bermigrasi ke nukleus, tempat terjadinya pengikatan dengan suatu protein dan
menginduksi transkripsi DNA-RNA. Dalam waktu 30 menit, RNA-
21
polimerase telah menjadi aktif dan konsentrasi RNA mulai meningkat di sel ovarium, keadaan ini akan diikuti oleh penambahan yang progresif dari
protein sel. Setelah beberapa hari, jumlah DNA dikelenjar ovarium juga meningkat dan bersama dengan itu juga terdapat peningkatan jumkah sel-sel
ovarium Guyton dan Hall, 2007: 1058.
6. Komposisi Darah
Darah terdiri atas komponen cairan plasma dan komponen seluler sel-sel darah. Sel-sel darah terdiri dari eritrosit sel darah merah, Lekosit
sel darah putih dan trombosit keping darah, yang diedarkan ke seluruh tubuh melalui sistem sirkulasi tertutup Muhamad, 2008: 7-8. Sel dan plasma
darah mempunyai peranan fisiologis yang sangat penting.
a. Plasma Darah
Plasma darah adalah suatu cairan jernih yang mengandung mineral terlarut, hasil absorpsi dari pencernaan makanan, buangan hasil metabolisme,
serta gas terlarut Muhamad, 2008: 7-8. b.
Sel Darah Merah Eritrosit Eritrosit atau disebut juga sel darah merah, di dalam tubuh bergerak
melalui sirkulasi atau memiliki gerak pasif. Eritrosit yang normal memiliki bentuk cakram bikonkaf dengan diameter 7,5
μm dengan pinggiran sirkuler dan pusat yang tipis. Bentuk cakram bikonkaf dapat meningkatkan area
permukaan eritrosit. Permukaan area yang luas tersebut memperlancar pertukaran gas dari dalam dan dari luar eritrosit. Eritrosit memiliki fungsi
yang spesifik untuk mengangkut oksigen dari paru-paru ke jaringan dan
22
mengangkut karbondioksida dari jaringan ke paru-paru Murray, dkk., 2003: 254. Fungsi ini berlangsung karena adanya kandungan hemoglobin di dalam
eritrosit. Eritrosit atau sel darah merah merupakan salah satu komponen sel
yang terdapat dalam darah, fungsi utamanya adalah sebagai pengangkut hemoglobin yang akan membawa oksigen dari paru-paru ke jaringan.
Eritrosit merupakan suatu sel yang kompleks, membrannya terdiri dari lipid dan protein, sedangkan bagian dalam sel merupakan mekanisme yang
mempertahankan sel selama 120 hari masa hidupnya serta menjaga fungsi hemoglobin selama masa hidup sel tersebut Muhamad, 2008: 7-8.
c. Sel Darah Putih Lekosit
Lekosit adalah sel darah yang mengandung inti, disebut juga sel darah putih. Rata-rata jumlah lekosit dalam darah manusia normal adalah 5000-
9000mm
3
, bila jumlahnya lebih dari 10.000mm
3
, keadaan ini disebut lekositosis, bila kurang dari 5000mm
3
disebut leukopenia Effendi, 2003: 1. Lekosit terdiri dari dua golongan utama, yaitu agranular dan granular.
Lekosit agranular mempunyai sitoplasma yang tampak homogen, dan intinya berbentuk bulat atau berbentuk ginjal. Lekosit granular mengandung granula
spesifik yang dalam keadaan hidup berupa tetesan setengah cair dalam sitoplasmanya dan mempunyai inti yang memperlihatkan banyak variasi
dalam bentuknya. Terdapat 2 jenis lekosit agranular yaitu; limfosit yang terdiri dari sel-sel kecil dengan sitoplasma sedikit, dan monosit yang terdiri
dari sel-sel yang agak besar dan mengandung sitoplasma lebih banyak.
23
Terdapat 3 jenis lekosit granular yaitu neutrofil, basofil, dan asidofil eosinofil Effendi, 2003: 1.
Lekosit mempunyai peranan dalam pertahanan seluler dan humoral organisme terhadap zat-zat asingan. Lekosit dapat melakukan gerakan
amuboid dan melalui proses diapedesis lekosit dapat meninggalkan kapiler dengan menerobos antara sel-sel endotel dan menembus kedalam jaringan
penyambung. Lekosit dan turunannya merupakan sel dan struktur dalam tubuh manusia yang didistribusikan keseluruh tubuh dengan fungsi utamanya
melindungi organisme terhadap invasi dan pengrusakan oleh mikro organisme dan benda asing lainnya Effendi, 2003: 1.
Jumlah lekosit per mikroliter darah, pada orang dewasa normal adalah 5000-9000mm
3
, waktu lahir 15000-25000mm
3
, dan menjelang hari ke empat turun sampai 12000, pada usia 4 tahun sesuai jumlah normal Effendi,
2003: 1. 1. Jenis-Jenis Sel Darah Putih
a. Bergranula 1. Neutrofil
Neutrofil Polimorf, sel ini berdiameter 12 –15 μm memilliki inti yang
khas padat terdiri atas sitoplasma pucat di antara 2 hingga 5 lobus dengan rangka tidak teratur dan mengandung banyak granula merah jambu
azuropilik atau merah lembayung. Granula terbagi menjadi granula primer yang muncul pada stadium promielosit, dan sekunder yang muncul pada
stadium mielosit dan terbanyak pada neutrofil matang. Kedua granula berasal
24
dari lisosom, yang primer mengandung mieloperoksidase, fosfatase asam dan hidrolase asam lain, yang sekunder mengandung fosfatase lindi dan lisosom
Hoffbrand dan Pettit, 1996 dalam Effendi, 2003: 2. 2. Eosinofil
Sel ini serupa dengan neutrofil kecuali granula sitoplasmanya lebih kasar dan berwarna lebih merah gelap karena mengandung protein basa dan
jarang terdapat lebih dari tiga lobus inti. Mielosit eosinofil dapat dikenali tetapi stadium sebelumnya tidak dapat dibedakan dari prekursor neutrofil.
Waktu perjalanan dalam darah untuk eosinofil lebih lama daripada untuk neutropil. Eosinofil memasuki eksudat peradangan dan nyata memainkan
peranan istimewa pada respon alergi, pada pertahanan melawan parasit dan dalam pengeluaran fibrin yang terbentuk selama peradangan Hoffbrand dan
Pettit, 1996 dalam Effendi, 2003: 2. 3. Basofil
Basofil hanya terlihat kadang-kadang dalam darah tepi normal. Diameter basofil lebih kecil dari neutrofil yaitu sekitar 9-
10 μm. Jumlahnya 1 dari total sel darah putih. Basofil memiliki banyak granula sitoplasma
yang menutupi inti dan mengandung heparin dan histamin. Dalam jaringan, basofil menjadi “mast cells”. Basofil memiliki tempat-tempat perlekatan IgG
dan degranulasinya dikaitan dengan pelepasan histamin. Fungsinya berperan dalam respon alergi Hoffbrand dan Pettit, 1996 dalam Effendi, 2003: 2.
25
b. Tidak Bergranula 1. Monosit
Rupa monosit bermacam-macam, dimana ia biasanya lebih besar daripada lekosit darah tepi yaitu diameter 16-
20 μm dan memiliki inti besar di tengah oval atau berlekuk dengan kromatin mengelompok. Sitoplasma yang
melimpah berwarna biru pucat dan mengandung banyak vakuola halus sehingga memberi rupa seperti kaca. Granula sitoplasma juga sering ada.
Prekursor monosit dalam sumsum tulang monoblas dan promonosit sukar dibedakan dari mieloblas dan monosit Hoffbrand dan Pettit, 1996 dalam
Effendi, 2003: 3. 2. Limfosit
Sebagian besar limfosit yang terdapat dalam darah tepi merupakan sel kecil yang berdiameter kecil dari 10μm. Intinya yang gelap berbentuk bundar
atau agak berlekuk dengan kelompok kromatin kasar dan tidak berbatas tegas. Nukleoli normal terlihat. Sitoplasmanya berwarna biru-langit dan dalam
kebanyakan sel, terlihat seperti bingkai halus sekitar inti. Kira-kira 10 limfosit yang beredar merupakan sel yang lebih besar dengan diameter 12-
16μm dengan sitoplasma yang banyak yang mengandung sedikit granula azuropilik. Bentuk yang lebih besar ini dipercaya telah dirangsang oleh
antigen, misalnya virus atau protein asing Hoffbrand dan Pettit, 1996 dalam Effendi, 2003: 3.
Tubuh manusia memiliki suatu sistem yang disebut sistem imun yang memberikan respon dan melindungi tubuh terhadap unsur-unsur patogen
26
misalnya bakteri, virus, jamur, protozoa, parasit dan radikal bebas yang dapat menyebabkan infeksi pada manusia Effendi, 2003: 4.
Sistem imun terpapar zat yang dianggap asing, maka ada dua jenis respon imun, yaitu respon imun non-spesifik dan respon imun spesifik.
Respon imun non-spesifik merupakan imunitas alamiah atau bawaan, sedangkan respon imun spesifik merupakan mekanisme pertahanan utama
dan pertama pada invasi mikroorganisme. Pada respon imun non-spesifik, mekanisme yang terjadi adalah proses fagositosis mikroorganisme oleh sel
fagosit seperti neutrofil, eusinofil, basofil, monosit dan makrofag Effendi, 2003: 4.
Makrofag adalah sel fagosit terpenting dalam sistem imun yang berasal dari sel monosit dewasa yang menetap di jaringan. Makrofag memliki
dua fungsi utama yaitu menghancurkan antigen dan menyajikannya kepada limfosit Effendi, 2003: 5.
Proses fagositosis diawali dengan penempelan sel fagosit dengan mikroorganisme atau zat asing. Sebelumnya, makrofag akan bergerak ke arah
antigen dimana pergerakan tersebut dimungkinkan berkat dilepaskannya zat atau mediator yang disebut faktor kemotaktik. Selanjutnya, partikel patogen
masuk ke dalam sel dengan cara endositosis dan oleh proses pembentukan fagosom ia terperangkap dalam kantung fagosom seolah-olah ditelan untuk
kemudian dihancurkan Effendi, 2003: 5.
27
7. Tikus Putih Rattus Norvegicus
Tikus merupakan hewan mamalia yang paling umum digunakan sebagai hewan percobaan pada laboratorium, dikarenakan banyak keunggulan
yang dimiliki oleh tikus sebagai hewan percobaan, yaitu memiliki kesamaan fisiologis dengan manusia, siklus hidup yang relatif pendek, jumlah anak per
kelahiran banyak, variasi sifat-sifatnya tinggi dan mudah dalam penanganan Priyambodo, 1995: 55. Tikus Rattus norvegicus memiliki beberapa galur
yang merupakan hasil persilangan sesama jenis, namun galur yang akan digunakan untuk penelitian ini adalah Wistar.
Rattus norvegicus merupakan salah satu jenis hewan yang biasa
digunakan untuk keperluan uji laboratorium. Rattus norvegicus mudah ditemukan secara liar maupun ditangkar.
Gambar 4. Tikus Putih Betina Dokumen Penelitian, 2017.
Klasifikasi tikus putih menurut Priyambodo, 1995: 55 :
Kingdom : Animalia
Filum : Chordata
Sub Filum : Vertebrata
Kelas : Mamalia
28
Sub Kelas : Theria
Ordo : Rodentia
Sub Ordo : Myomorpha
Family : Muridae
Genus : Rattus
Spesies : Rattus norvegicus
8. Siklus Reproduksi Mamalia Betina
a.
Siklus Estrus
Periode birahi atau estrus adalah suatu periode yang secara psikologis maupun fisologis bersedia menerima pejantan untuk melakukan perkawinan.
Siklus estrus adalah suatu periode masa dari permulaan periode birahi ke
permulaan perode berikutnya sampai akhir periode Nalbandov, 1990: 140.
Tikus dan mencit siklus estrusnya termasuk poliestrus, hanya saja ketika hewan tersebut menyusui maka aktivitas seksual seolah-olah juga
berhenti dan pada waktu itu disebut lactational diestrus Sugiyanto, 1996:
22.
Menurut Sugiyanto 1996:22 siklus estrus dapat dibedakan menjadi 4
fase, yaitu :
1 Proestrus
: terdapat sel epitel biasa 2
Estrus : terdapat banyak sel epitel menanduk
3 Diestrus
: terdapat sel epitel biasa dan banyak lekosit 4
Metestrus : terdapat banyak sel epitel menanduk, sel epitel biasa dan
lekosit Yatim,1982: 103.
29
Perubahan-perubahan yang terjadi dalam ovarium dan vagina ditunjukkan oleh preparat vaginal smear menurut Priyambodo,1995: 55
adalah sebagi berikut: 1
Proestrus Proestrus adalah fase persiapan dan biasanya berlangsung dalam
waktu yang relatif pendek. Pada fase ini juga mulai terlihat perubahan pada alat kelamin betina.
Gambar 5. Fase proestrus. A; eritrosit. B; epitel Dellman dan Brown, 1992: 524.
2 Estrus
Estrus merupakan fase yang terpenting dalam siklus estrus, karena dalam fase ini hewan betina menunjukkan perilaku mau menerima hewan
jantan untuk melakukan kopulasi. Gambaran preparat vaginal smear pada fase ini ditandai dengan ditemukannya banyak sel-sel superfisial.
Fase estrus merupakan periode birahi dan kopulasi hanya dimungkinkan padasaat ini. Keadaan ini pada tikus berakhir 9 sampai 15 jam
dan ditandai dengan aktifitas berlari-lari yang sangat tinggi. B
A
30
Gambar 6. Fase Estrus. A; epitel bertanduk. B; lekosit heterofil Dellman dan Brown, 1992: 524.
3 Metestrus
Metestrus adalah fase dalam siklus estrus yang terjadi segera setelah estrus berakhir.
Gambar 7. Fase Metestrus. A; epitel. B; lekosit terdapat banyak lekosit Dellman dan Brown, 1992: 524.
4 Diestrus
Diestrus adalah fase dalam siklus estrus yang ditandai tidak adanya kebuntingan, tidak adanya aktivitas kelamin dan hewan menjadi tenang.
B A
A
B
31
Gambar 8. Fase Diestrus. A; leksit terdapat banyak lekosit Dellman dan Brown, 1992: 524.
9. Kerangka Berfikir
Estrogen alami tidak hanya ditemukan pada hewan maupun manusia, akan tetapi senyawa yang mirip dengan estrogen juga ditemukan pada
tanaman salah satunya tanaman pepaya. Biji dari tanaman pepaya ini mengndung senyawa yang disebut flavonoid yang termasuk dalam salah satu
jenis fitoestrogen. Estrogen merupakan salah satu hormon yang berperan dalam reproduksi hewan betina, dan organ yang dipengaruhi yaitu uterus dan
ovarium. Fitoestrogen di dalam tubuh dapat berikatan dengan reseptor hormon estrogen endogen meskipun memiliki efek yang lebih rendah
daripada estrogen endogen.
Pemberian fitoestrogen yang memiliki struktur yang mirip dengan estrogen diharapkan mampu memberikan efek yang berbeda pada lapisan
endometrium pada organ betina tikus putih. Pengaruh fitoestrogen dapat dilihat pada uterus, karena pada uterus terdapat reseptor estrogen. Efek dari
A
32
keberadaan fitoestrogen ini dapat dilihat pada jumlah kelenjar yang terdapat di dalam lapisan tersebut.
Enzim protease pengurai protein yaitu papain dan kimopapain. Papain merupakan satu dari enzim paling kuat yang dihasilkan oleh seluruh
bagian tanaman pepaya. Enzim proteolitik merupakan kelompok hidrolase yang berperan pada hidrolisa sekelompok protein menjadi protein
–protein tunggal. Papain akan mempercepat penguraian protein dari makanan yang
dicerna di dalam sistem pencernaan menjadi asam amino, asam amino diperlukan untuk pembentukan sel termasuk sel darah Dongoran dan Daniel
S, 2004: 31.
33
Gambar 9. Skema Kerangka Berfikir Pengaruh Ekstrak Biji Pepaya Terhadap Jumlah Kelenjar Endometrium Tikus Putih
Flavonoid Fitoestrogen
Organ Reproduksi
Betina
Sifat Kelamin Sekunder
Epitel Vagina
Uterus
Ovarium
Jumlah Kelenjar Endometrium
Biji papaya memiliki
kandungan yang bersifat
estrogenik fitoestrogen
Strukturnya mirip dengan Estrogen
Endogen yang dapat berkaitan
dengan reseptor estrogen endogen
34
Gambar 10. Skema Kerangka Berfikir Pengaruh Ekstrak Biji Pepaya Terhadap Jumlah Eritrosit Dan Lekosit Tikus Putih Betina.
10. Hipotesis
Ekstrak biji pepaya Carica pepaya, L. dapat mempengaruhi jumlah kelenjar endometrium, jumlah eritrosit, dan lekosit tikus putih Rattus
norvegicus betina.
Mempercepat pengurai protein
menjadi asam amino
Enzim papain enzim protease
pengurai protein Biji Papaya
Jumlah eritrosit dan lekosit Asam amino
Pembentukan organel sel
Pembentukan Sel darah
Untuk produksi
pelepasan hormon
arginin Sintesis
DNA glutamin
Dsb.
35