14
Aspek sosial pada anak tunarungu tidaklah gampang, anak tunarungu perlu penyesuaian yang lama terhadap benda atau orang baru. Anak
tunarungu juga memiliki emosi yang tinggi seperti mudah marah dan berprasangka buruk. Untuk mengembangkan aspek emosi dan sosial
pada anak tunarungu, maka perlu adanya pembelajaran di luar kelas seperti berinteraksi dengan masyarakat luas supaya anak tunarungu
tidak merasa iri dengan anak normal lainnya.
3. Klasifikasi Anak Tunarungu
Menurut Haenudin 2013:57 berikut adalah klasifikasi anak tunarungu:
a. 0 dB : Menunjukkan pendengaran optimal.
b. 0-28 dB : Menunjukkan seseorang masih mempunyai pendengaran
normal. c.
27- 40 dB : Mempunyai kesulitan mendengar bunyi-bunyi yang jauh, membutuhkan tempat duduk yang strategis letaknya, dan
memerlukan terapi bicara tergolong tunarungu ringan. d.
41- 45 dB : Mengerti bahasa percakapan, tidak dapat mengikuti diskusi kelas, membutuhkan alat bantu dengar dan terapi bicara
tergolong tunarungu sedang e.
56- 70 dB : Hanya bisa mendengar suara dari jarak yang dekat, masih ada sisa pendengaran untuk belajar bahasa dan bicara dengan
menggunakan alat bantu mendengar dengan cara khusus tergolong tunarungu agak berat.
f. 71- 90 dB : Hanya bisa mendengar bunyi yang sangat dekat,
kadang-kadang dianggap tuli, membutuhkan pendidikan khusus yang intensif, membutuhkan alat bantu dengar. Dan latihan bicara
secara khusus tergolong tunarungu berat.
g. 91 dB keatas : Mungkin sadar akan adanya bunyi atau suara, dan
getaran, banyak bergantung pada penglihatan dari pada pendengaran untuk proses menerima informasi dan yang
bersangkutan dianggap tulis tergolong tunarungu sangat berat.
15
Klasifikasi pada
anak tunarungu
dapat diketahui
menggunakan tes audiometris. Tes audiometris berfungsi untuk mengetahui tingkat ketunaan . Menurut Sutjihati Soemantri 2006:95
sebagai berikut: a.
Tingkat I, berkisar antara 35 sampai 54 dB b.
Tingkat II, berkisar antara 55 sampai 69 dB Pada tingkat I dan II dikatakan mengalami ketulian dari dalam
kehidupan sehari-hari diperlukan, latihan berbicara, mendengar, berbahasa dan memerlukan pelayanan khusus.
c. Tingkat III, berkisar antara 70 sampai 89 dB keatas
d. Tingkat IV, berkisar antara 90 dB keatas
Pada tingkat III dan IV hakikatnya memerlukan pelayanan khusus sesuai dengan sisa kemampuan yang dimiliki. Layanan
yang diberikan
untuk mendukung
perkembangan kemampuannya dalam bermasyarakat.
Berdasarkan pemaparan tentang klasifikasi anak tunarungu diatas, tingkat ketunaan dapat diketahui melalui tes audiometris.
Prinsip pemeriksaannya adalah frekuensi dan intensitas suara dB. Derajat ketulian yang diperoleh maka layanan yang diberikan berbeda-
beda. Subjek penelitian adalah memiliki derajat ketulian yang berbeda- beda, anak tunarungu mengalami ketulian tingkat ringan, sedang
hingga berat. Bagi anak yang mengalami derajat ketunarunguan tingkat sedang hingga berat dianjurkan memakai ABM alat bantu
dengar, fungsi ABM adalah mengoptimalkan sisa pendengaran yang masih dimiliki oleh anak tunarungu tersebut. Anak tunarungu
diberikan layanan latihan membaca bibir untuk memaksimalkan komunikasi dengan orang nomal. Tingkat ketulian yang anak
tunarungu miliki akan berdampak pada kemampuan bahasa. Oleh
16
karena itu, perlu adanya upaya pemberian layanan khusus dalam mengoptimalkan bahasa lisan maupun tulis pada anak tunarungu.
4. Dampak Ketunarunguan