melalui induksi katelisidin dan defensin yang merupakan peptida antimikroba pada imunitas bawaan,.
3,7,8
Dari paparan di atas dapat disimpulkan bahwa penelitian mengenai kadar vitamin D serum pada pasien VB masih terbatas dan belum pernah
dilakukan di Indonesia sehingga peneliti berminat untuk melakukan penelitian tentang perbandingan kadar vitamin D serum antara pasien VB
dengan bukan pasien VB di RSUP H. Adam Malik Medan.
1.2 Rumusan Masalah
Bagaimana perbandingan kadar vitamin D serum antara pasien VB dengan bukan pasien VB ?
.
1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan umum
Untuk mengetahui perbandingan kadar vitamin D serum antara pasien
VB dengan bukan pasien VB . 1.3.2 Tujuan khusus
1. Mengetahui kadar vitamin D serum pada pasien VB. 2. Mengetahui kadar vitamin D serum pada bukan pasien VB.
Universitas Sumatera Utara
1.4 Manfaat Penelitian
1. Untuk bidang akademikilmiah Membuka wawasan mengenai peranan vitamin D serum sebagai faktor
resiko dalam terjadinya VB. 2. Untuk pelayanan masyarakat
Menjadi landasan untuk pendekatan terapi VB di masa yang akan datang terutama mengenai penggunaan suplemen vitamin D terhadap
pasien VB. 3. Untuk pengembangan penelitian
Hasil penelitian ini dapat menjadi landasan teori bagi penelitian – penelitian selanjutnya.
Universitas Sumatera Utara
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Vaginosis Bakterial 2.1.1. Definisi
Vaginosis bakterial merupakan salah satu keadaan yang berkaitan dengan adanya keputihan yang tidak normal pada wanita usia reproduksi. VB
merupakan sindrom polimikroba , yang mana laktobasilus vagina normal, khususnya yang menghasilkan hidrogen peroksidase digantikan oleh berbagai
bakteri anaerob dan mikoplasma. Bakteri yang sering ada pada VB adalah G. vaginalis, Mobiluncus sp, Bacteroides sp dan M. hominis.
1-3,14,15
2.1.2 Epidemiologi Menentukan prevalensi VB sulit karena sepertiga sampai seperempat
wanita yang terinfeksi bersifat asimptomatik. VB merupakan infeksi vagina yang paling sering pada wanita yang aktif melakukan hubungan seksual,
penyakit ini dialami pada 15 wanita yang mendatangi klinik ginekologi, 10- 25 wanita hamil dan 33-37 wanita yang mendatangi klinik IMS.
11,12
Prevalensi VB juga sangat bervariasi, dikarenakan kriteria diagnostik yang berbeda serta perbedaan dalam sampel populasi klinik, beberapa penelitian
nasional telah dilakukan di Amerika serikat, prevalensi VB yang dilaporkan oleh National Health and Nutrition Survey NHAES yang menegakkan VB
melalui kriteria Nuggent menemukan dari 12.000 pasien yang dikumpulkan, prevalensi VB sebesar 29, 2 dan ditemukan prevalensi 3,13 kali lebih tinggi
pada Afro Amerika, Afrika dan Afro karibia dibandingkan dengan kulit
5
Universitas Sumatera Utara
putih.
11,12,15
Penelitian yang dilakukan Bhalla dan kawan- kawan 2007 menyatakan prevalensi VB pada wanita di New Delhi India sebesar 17,
sedangkan penelitian yang dilakukan oleh Ocviyanti dan kawan – kawan 2010 menyatakan prevalensi VB di Indonesia sebesar 30, 7.
2.1.3. Faktor – faktor resiko Beberapa faktor diketahui merupakan faktor resiko terjadinya VB,
yaitu : 1. Aktivitas seksual
Dikatakan VB lebih jarang pada wanita paskapubertas tanpa pengalaman seksual dibandingkan yang mempunyai pengalaman seksual.
Amsel dan kawan- kawan menemukan pada wanita tanpa pengalaman seksual tidak menderita VB dari 18 orang yang diperiksa, sedangkan pada wanita
yang mempunyai pengalaman seksual didapatkan sebanyak 69 24 menderita VB.
11
Studi kohort longitudinal memberikan bukti bahwa wanita yang memiliki banyak pasangan seksual pria pasangan seksual pria dalam 12
bulan terakhir berkaitan dengan terjadinya vaginosis bakterial.
11,14,17
VB juga meningkat pada wanita yang melakukan hubungan seksual dengan wanita
women sex womenWSW dan berkaitan dengan wanita yang memiliki satu atau lebih pasangan seksual wanita dalam 12 bulan terakhir Studi pada
lesbian memberikan bukti lebih jauh tentang peranan hubungan seksual dalam penularan VB. Sekitar 101 lesbian yang mengunjungi klinik ginekologi
sebesar 29 menderita VB begitu juga pasangan seksualnya. Kemungkinan wanita menderita VB hampir 20 kali, jika pasangannya juga menderita
Universitas Sumatera Utara
VB.
2,4,14,17
Patogenesis terjadinya VB pada WSW ini masih belum jelas. Salah satu penjelasan yang mungkin adalah adanya persamaan antara bakteri
anaerob yang berkaitan dengan gingivitis dan VB.
17
Kebiasaan seksual melalui anus dikatakan juga memegang peranan dalam terjadinya VB, transfer
perineal atau bakteri pada rektum ke vagina, telah diketahui menjadi konsekuensi pada hubungan seksual melalui anal. Bakteri yang sering, yaitu
Echerria coli dan Streptococcus , dan hal ini memungkinkan bahwa VB dapat
ditimbulkan atau dicetuskan oleh hubungan seksual yang tidak terlindungi , sehingga terjadi translokasi bakteri dari rektum ke vagina.
11
2. Douching
Faktor epidemiologi lain juga penting dalam terjadinya VB. Studi kohort terbaru dari 182 wanita menunjukkan terjadinya VB tidak hanya
berhubungan dengan pasangan seksual baru, tetapi juga berhubungan dengan penggunaan douching vagina. Pemakaian douching vagina yang merupakan
produk untuk menjaga hiegene wanita bisa menyebabkan VB.
4,11,12
Kebiasaan douching
dikatakan dapat merubah ekologi vagina, penelitian yang dilakukan oleh Onderdonk dan kawan – kawan menyatakan douches yang mengandung
povidon iodine lebih mepunyai efek penghambatan terhadap laktobasilus vagina dibandingkan yang mengandung air garam atau asam asetat.
4
3. Merokok Merokok dikatakan berkaitan dengan VB dan penyakit IMS lainnya,
dari penelitian yang dilakukan di Inggris dan Swedia, dikatakan merokok dapat menekan sistem imun, sehingga memudahkan terjadinya infeksi serta
Universitas Sumatera Utara
dapat menekan pertumbuhan laktobasilus yang menghasilkan hidrogen peroksidase.
14,15
Mekanisme lain yang menghubungkan antara merokok dan VB adalah, dikatakan rokok mengandung berbagai zat kimia, nikotin, kotinin,
dan benzopirenediolepoxide, yang mana zat – zat kimia ini ada pada cairan mukosa servik perokok dan secara langsung dapat merubah mikroflora vagina
atau merusak sel langerhan pada epitel servik yang menyebabkan terjadinya imunosupresi lokal.
17
Penelitian yang dilakukan oleh Smart dan kawan – kawan 2003 menyatakan resiko terjadinya VB sebanding dengan jumlah rokok yang
dihisap tiap hari, yang mana jika jumlah rokok yang dihisap makin banyak 20 batangperhari maka resiko terkena VB juga makin besar.
16,17
4. Pengunaan AKDR Amsel dkk, dan Holst dkk menemukan VB lebih sering ditemukan
pada wanita yang menggunakan AKDR dibandingkan yang tidak menggunakannya 18,8 vs 5,4 dengan p 0,0001 dan 35 vs 16
dengan p 0,03.
11,12
Pada studi retrospektif yang dilakukan oleh Avonts dan kawan –kawan melaporkan BV meningkat diantara pengguna AKDR
dibandingkan kontrasepsi oral hal ini mungkin disebabkan oleh bagian ekor dari AKDR yang ada pada endoservik atau vagina menyebabkan lingkungan
untuk berkembangnya bakteri anaerob dan G.vaginalis , yang mungkin memegang peranan dalam terjadinya VB pada wanita yang menggunakan
AKDR.
2,11,14,18
2.1.4 Etiologi
Universitas Sumatera Utara
Ekosistem vagina normal sangat komplek, laktobasilus merupakan spesies bakteri yang dominan flora normal pada vagina wanita usia subur,
tetapi ada juga bakteri lain yaitu bakteri aerob dan anaerob. Pada saat VB muncul, terdapat pertumbuhan berlebihan dari beberapa spesies bakteri,
dimana dalam keadaan normal ditemukan dalam konsentrasi rendah. Oleh karena itu VB dikategorikan sebagai salah satu infeksi endogen saluran
reproduksi wanita. Diketahui ada 4 kategori dari bakteri vagina yang berkaitan dengan VB, yaitu : G.vaginalis, bakteri anaerob, M. hominis dan
mikroorganisme lainnya.
11,12,14-16,19,20
1. G. vaginalis G. vaginalis
merupakan bakteri berbentuk batang gram negatif, tidak berkapsul dan nonmotile. Selama 30 tahun terakhir, berbagai literatur
menyatakan G. vaginalis berkaitan dengan VB. Dengan media kultur yang lebih sensitif G. vaginalis dapat diisolasi pada wanita tanpa tanda- tanda
infeksi vagina. G.vaginalis diisolasi sekitar 90 pada wanita dengan VB. Saat ini dipercaya G.vaginalis berinteraksi dengan bakteri anaerob dan
M.hominis menyebabkan VB. Gardner dan Duke juga mengisolasi organisme
lain dan berkesimpulan bahwa G.vaginalis bukan merupakan penyebab satu – satunya VB.
11-15,19
2. Bakteri anaerob Kuman batang dan kokus anaerob pertama kali diisolasi dari vagina
pada tahun 1897 dan dianggap berkaitan dengan sekret vagina oleh Curtis. Pada tahun 1980, Spiegel menganalisis cairan vagina dari 53 wanita dengan
Universitas Sumatera Utara
VB menggunakan kultur kuantitatif anaerob dan gas liquid chromatografi untuk mendeteksi metabolisme asam organik rantai pendek dari flora vagina.
Ditemukan bacteroides sp sekarang disebut provotella dan prophyromonas sebesar 75 dan peptococcus sekarang peptostreptococcus sebesar 36
dari wanita dengan VB. Penemuan spesies anaerob berkaitan langsung dengan penurunan laktat dan peningkatan suksinat dan asetat pada cairan
vagina. Spiegel menyimpulkan bahwa mikroorganisme anaerob berinteraksi dengan G.vaginalis dalam menyebabkan VB.
11,12
Mikroorganisme anaerob lain yang dikatakan juga memiliki peranan dalam VB adalah Mobiluncus.
Mobiluncus selalu terdapat bersamaan dengan mikroorganisme lain yang
berhubungan dengan VB.
11,12,14
3. Mycoplasma genital Tylor – Robinson dan McCormack 1980 yang pertama kali
berpendapat bahwa M.hominis berperan pada VB, bersimbiosis dengan G.vaginalis
maupun organisme patogen lainnya. Pheifer dan dan kawan – kawan mendukung hipotesis ini dengan penemuan M. hominis pada 63
wanita dengan VB dan 10 pada wanita normal. Paavonen 1982 juga melaporkan hubungan dari VB dengan M.hominis dan G.vaginalis pada
cairan vagina.
15
4. Mikroorganisme lainnya Wanita dengan VB tidak mempunyai peningkatan streptokokus grup
B, stafilokokus koagulase negatif, tetapi mempunyai peningkatan yang bermakna dari bakteri yang merupakan karier vagina yaitu kelompok spesies
Universitas Sumatera Utara
streptococcus viridians, streptococcus asidominimus, dan stresptocccus
morbilorum . Suatu analisis multivariat menemukan hubungan antara VB
dengan empat kategori bakteri vagina yaitu ; Mobiluncus spesies, kuman batang gram negatif anaerob, G.vaginalis dan M.hominis. Prevalensi masing
– masing mikroorganisme meningkat pada wanita dengan VB. Selain itu organisme – organisme tersebut ditemukan pada konsentrasi 100 – 1000
lebih besar pada wanita dengan VB dibandingkan pada wanita normal, sedangkan konsentrasi laktobasilus menurun pada wanita pasien VB.
11,12
2.1.5 Patogenesis Pada lingkungan mikrobiologi vagina, secara alami terdapat bakteri
yang berperan sebagai penjaga ekosistem vagina dan mencegah gangguan dari lingkungan luar yang dapat mempengaruhi lingkungan vagina. Flora
normal vagina ini didominasi oleh laktobasilus yang menghasilkan hidrogen peroksidase, yaitu Lactobaciluss crispatus, Lactobasilus acidofilus serta
Lactobasilus rhamnosus .
15
Laktobasilus penghasil hidrogen dapat ditemukan sebesar 96 pada vagina normal dan hanya 6 pada wanita dengan VB.
11,15
Laktobasilus penghasil hidrogen ini juga memiliki kemampuan untuk menghasilkan asam organik asam laktat sehingga menjaga ph vagina 4,7
dengan menggunakan glikogen pada epitel vagina sebagai substrat, selain itu laktobasilus juga menghasilkan bakteriosin, suatu protein yang dapat
menghambat spesies bakteri lainnya. Laktobasilus yang tidak menghasilkan
Universitas Sumatera Utara
hidogen ditemukan sebesar 4 pada wanita normal dan sebesar 36 pada wanita dengan VB.
11,12,15
VB ditandai dengan hilangnyanya laktobasilus penghasil hidrogen peroksidase dan pertumbuhan pesat spesies anaerob. Tidak diketahui secara
pasti mana peristiwa yang mendahului, apakah terdapat faktor yang dapat menyebabkan kematian laktobasilus sehingga bakteri anaerob ini berkembang
secara pesat atau bakteri anaerob yang sangat banyak jumlahnya menyebabkan laktobasilus menghilang. Pertanyaan dasar yang merupakan
patogenesis VB ini masih belum dapat terjawab sampai sekarang.
15,19
Sejumlah perubahan biokimia juga telah dijelaskan, epitel vagina
normal dilapisi oleh lapisan musin tipis.
21-23
Pada VB lapisan pelindung ini digantikan oleh biofilm yang dihasilkan G.vaginalis.
21
β defensin -1 dan konsentrasi secretory leukosit protease inhibitor juga berkurang pada VB.
Interleukin IL 1 α, 1β dan reseptor 1 agonis meningkat, IL8 sitokin leukotaktik primer berkurang.
22
Terjadi peningkatan pada protein 70 kD heat shock,
enzim lytic sialidase, matriks metaloproteinase 8 dan fosfolidase A2, nitrit oksida dan endotoksin juga ditemukan pada vagina dengan VB.
23
Kesemuanya ini dapat menghilangkan mekanisme proteksi normal dan meningkatkan terjadinya proses inflamasi.
21-23
2.1.6 Gambaran klinik Gejala klasik dari VB adalah bau yang biasanya dideskripsikan
sebagai fishy odor yang disebabkan oleh produksi amin trimetalamin, putresin dan kadaverin oleh bakteri anaerob. Volatilasi amin ini meningkat
Universitas Sumatera Utara
dengan peningkatan pH , sehingga pasien sering merasa keluhan ini makin memburuk jika terjadi peningkatan alkanin, misalnya setelah berhubungan
seksual karena adanya cairan sperma atau selama menstruasi. Hampir semua wanita dengan VB memiliki ph vagina 4,5 jika diukur menggunakan
kertas indikator pH. Meskipun pemeriksaan pH ini membantu dalam pemeriksaan klinis tetapi tidak spesifik untuk VB. Peningkatan sekret vagina
sering tetapi bukan merupakan gejala yang spesifik pada VB. Keluhan ini ditemukan sekitar 73 – 92 pada pasien VB.
11,12,15,24
Pemeriksaan mikroskopis cairan vagina dengan pembesaran 400 x memperlihatkan
Clue cells pada 81 pasien VB dibandingkan bukan pasien VB sebesar 6.
Clue cell s merupakan sel epitel yang ditempeli oleh bakteri sehingga tepinya
tidak rata. Pada pasien VB tidak tampak inflamasi vulva atau vagina.
6,11-15,24
2.1.7 Diagnosis Diagnosis VB ditegakkan berdasarkan gejala klinis dan didukung oleh
pemeriksaan laboratorium.
1,5,15,16
1. Kriteria Amsel Amsel dan kawan –kawan menganjurkan dasar diagnosis VB
berdasarkan adanya paling tidak tiga tanda – tanda berikut : sekret vagina berwarna putih yang homogen, pH cairan vagina 4,5. adanya fishy odor
dari cairan vagina yang ditetesi KOH 10 whiff test , serta pada pemeriksaan mikroskop ditemukan Clue cells
,1,2-4,6,11-15,24
Universitas Sumatera Utara
a. Sekret vagina Sekret vagina pada VB berwarna putih , melekat pada dinding
vagina, jumlahnya meningkat sedikit sampai sedang dibandingkan wanita normal.
11,12,19
b. pH cairan vagina pH normal vagina berkisar antara 3,8- 4,1, sedangkan pH pada
pasien VB biasanya 4,7 – 5,5.
19
Pemeriksaan pH vagina memerlukan kertas indikator pH rentang yang sesuai yaitu antara 4,0 sampai
dengan 6,0. Pengambilan spesimen untuk pemeriksaan pH vagina paling baik dilakukan pada bagian lateral atau posterior fornik vagina
dan langsung diperiksaditempatkan pada kertas pH.
12
pH vagina mempunyai sensitifitas yang paling tinggi pada VB tetapi mempunyai
spesifisitas yang paling rendah.
11,12
c. Malodor vagina whiff test Malodor pada vagina merupakan gejala yang paling sering terjadi
pada wanita dengan VB, untuk dapat membantu membantu deteksi malodor bagi klinisi dapat dilakukan tes Whiff, hasilnya positif jika
tercium aroma yang khas berupa fishy odor setelah ditetesi KOH 10.
11,12,19
d. Pemeriksaan Clue Cells Clue cell
s merupakan sel epitel skuamous vagina yang tertutup banyak bakteri sehingga memberikan gambaran tepi yang tidak rata.
Universitas Sumatera Utara
Tepi yang tidak rata ini akibat melekatnya bakteri termasuk Gardnerella
dan Mobiluncus. Clue Cells merupakan kriteria terbaik untuk diagnosis VB.
11,12,15
2. Kultur Kultur G. vaginalis hanya memberikan sedikit keuntungan
untuk mendiagnosis VB karena G.vaginalis merupakan flora vagina sehingga didapatkan juga pada cairan vagina normal , meskipun dalam
konsentrasi rendah.
11,12,15,19
3.Pewarnaan gram Dengan tujuan untuk mendiagnosis VB secara objektif ,
Spiegel dan kawan – kawan memperkenalkan pewarnaan gram untuk diagnosis VB. Sistem skoring pewarnaan gram dipakai untuk metode
standar untuk diagnosis VB berdasarkan tiga morfotipe , yaitu kuman batang gram positif besar laktobasilus, kuman batang gram negatif
kecil atau bervariasi Gardnerella dan kuman batang anaerob Mobiluncus.
11,12,15,19
Selanjutnya, Nugent dan kawan – kawan memformulasikan sistem skoring untuk pewarnaan gram, yang mana jika terdapat banyak laktobasilus
nilai skor akan kecil, sedangkan jika terdapat banyak morfotipe Gardnerella dan bakteroides nilai skor akan tinggi, dan akan ditambahkan satu atau dua
poin jika terdapat Mobiluncus. Skor 0-3 dianggap normal, skor 4- 6 dianggap intermediat dan skor 7 – 10 didiagnosis dengan VB.
11-16,24
Universitas Sumatera Utara
2.1.8 Diagnosis banding VB dapat didiagnosis banding dengan trikomoniasis dan kandidiasis.
Pada trikomoniasis, pemeriksaan hapusan vagina hampir menyerupai hapusan vagina VB, namun Mobilluncus dan clue cells tidak pernah dijumpai.
Pemeriksaan mikroskopik menunjukkan peningkatan sel polimorfonuklear dan dengan preparat basah ditemukan protozoa. Whiff test dapat positif pada
trikomoniasis.
12
Pada kandidiasis, pemeriksaan mikroskop sekret vagina ditambah KOH 10 berguna untuk mendeteksi hifa dan spora kandida. Keluhan yang
sering terjadi pada kandidiasis adalah gatal dan iritasi pada vagina. Sekret vagina biasanya putih dan tebal, tanpa bau dan pH normal.
12
2.1.9 Pengobatan Pengobatan direkomendasikan pada wanita yang memiliki gejala VB.
Tujuan pengobatan pada wanita tidak hamil ialah untuk menghilangkan tanda dan gejala infeksi vagina, dan mengurangi resiko untuk terkena penyakit ,
yaitu Chlamidia trachomatis, Neissseria gonorhoea, HIV dan penyakit IMS lainnya.
11,12,20
Berdasarkan Centre for Disease Control and Prevention CDC tahun 2010 regimen pengobatan yang direkomendasikan untuk VB pada
wanita tidak hamil ialah metronidazol 500 mg yang diberikan dua kali sehari selama 7 hari, atau metronidazol 0,75 intravagina yang diberikan satu kali
sehari selama 5 hari, atau klindamisin krim 2 intravagina yang diberikan pada malam hari selama 7 hari.
11,12,16,20
Atau regimen alternatif , yaitu tinidazol 2 gram, yang diberikan satu kali sehari selama dua hari, atau
Universitas Sumatera Utara
tinidazol 1 gram yang diberikan satu kali sehari selama 5 hari atau klindamisin 300 mg, yang diberikan dua kali sehari selama lima hari atau
klindamisin ovula 100 mg satu kali sehari pada malam hari selama tiga hari.
20
sedangkan pada wanita hamil , berdasarkan CDC tahun 2010 pengobatan yang
direkomendasikan ialah ; metronidazol 500 mg yang diberikan dua kali sehari selama 7 hari, atau metronidazol 250 mg yang diberikan tiga kali sehari
selama 7 hari atau klindamisin 300 mg yang diberikan dua kali sehari selama 7 hari. Dari beberapa penelitian dan metaanalisis dikatakan pemberian
metronidazol pada wanita hamil tidak berkaitan dengan efek teratogenik dan mutagenik pada bayi.
11,20
Dokter harus mempertimbangkan pilihan pasien, efek samping yang mungkin terjadi , serta interaksi obat. Pasien harus
diberitahukan untuk tidak berhubungan seksual atau selalu memakai kondom dengan tepat selama masa pengobatan.
12
2.1.10 Komplikasi VB paling banyak dihubungkan dengan komplikasi pada obstetri dan
ginekologi yaitu dalam kaitan kesehatan reproduksi. VB merupakan faktor resiko gangguan pada kehamilan, resiko kelahiran prematur dan berat badan
lahir rendah.
9-12
Selain itu VB juga merupakan faktor resiko mempermudah mendapat penyakit IMS lain, yaitu gonore, klamidia, trikomoniasis, herpes
genital dan HIV.
11-15
VB meningkatkan kerentanan terhadap infeksi HIV melalui mekanisme diantaranya karena pH vagina yang meningkat,
menyebabkan berkurangnya jumlah Lactobacillus penghasil hidrogen peroksidase dan produksi enzim oleh flora VB yang menghambat imunitas
Universitas Sumatera Utara
terhadap HIV.
1,2,11,12,24
Selain itu VB dikatakan juga dapat menyebabkan infertilitas tuba, dimana dua penelitian yang dilakukan di Glasgow dan Bristol
menemukan rerata infertilitas tuba lebih tinggi pada pasien VB dibandingkan yang tidak menderita VB. VB disertai peningkatan resiko infeksi traktus
urinarius dan infeksi traktus genitalis bagian atas. Konsentrasi tinggi mikrorganisme pada suatu tempat cenderung meningkatkan frekuensi infeksi
ditempat yang berdekatan.
12,25
2.2 Vitamin D