2.2.5 Praanggapan, Implikatur, dan Perikutan
Makna pragmatik sebuah tuturan tidaklah selalu sama dengan yang tersurat tetapi terkadang makna tersebut bersifat tersirat. Penutur dan mitra tutur
harus memperhatikan konteks untuk mengetahui maksud tuturan makna tersirat tersebut dalam kajian pragmatik dapat diklarifikasikan menjadi tiga, yaitu
praanggapan, implikatur dan perikutan.
2.2.5.1 Praanggapan
Praanggapan sebagai salah satu aspek kajian pragmatik dapat dijadikan alat interpretasi wacana. Praanggapan dalam kajian pragmatik didefinisikan
sebagai pengetahuan latar belakang yang dapat membuat suatu tindakan dalam peristiwa berbahasa. Disisi lain praanggapan dapat didefinisikan sebagai
hubungan antara pembicara dan kewajaran suatu kalimat dalam konteks tertentu. Dalam hal ini yang dimaksud dengan pengetahuan prasyarat merupakan
pengetahuan bersama antara pembicara dalam suatu peristiwa berbahasa Suyono, 1990:16.
Brown dalam Pranowo, 1993:5 mendefinisikan praanggapan adalah sesuatu yang telah diketahui oleh pesapa dan penyapa atau antara penutur dan
mitra tutur. Dengan demikian praanggapan merupakan dasar pemahaman bersama antara penutur dan mitra tutur yang tidak perlu dinyatakan, seperti pada tuturan:
1 Kompas terbit setiap hari. 2 Ada surat kabar Kompas
Penalaran yang diajukan berhubungan dengan pendapat itu adalah apakah ada surat kabar Kompas, tuturan 2 dapat dinilai kebenaran atau tidak kebenarannya.
Sebaliknya jika tidak ada surat kabar Kompas tidak dapat dinilai benar salahnya. Sementara itu, pada kenyataannya terdapat surat kabar Kompas yaitu koran
masyarakat Indonesia. Dengan demikian tuturan 1 merupakan tuturan yang benar dengan praanggapan antara penutur dan mitra tutur pada tuturan 2.
2.2.5.2 Implikatur
Didalam penuturan yang sesungguhnya, penutur dan mitra tutur dapat secara lancar berkomunikasi karena mereka berdua memiliki semacam kesamaan
latar belakang pengetahuan tentang sesuatu yang dipertuturkan itu. Diantara penutur dan mitra tutur terdapat semacam kontrak percakapan tidak tertulis bahwa
apa yang sedang dipertuturkan itu saling dimengerti. Grice 1975 didalam artikelnya yang berjudul “Logic and
Conversation” menyatakan bahwa sebuah tuturan dapat mengimplikasikan proposisi yang bukan merupakan bagian dari tuturan tersebut. Proposisi yang
diimplikasikan itu dapat disebut dengan implikatur. Teori implikatur dikemukakannya sebagai jalan keluar untuk menjelaskan makna bahasa yang
tidak dapat diselesaikan melalui teori semantik, ,menghubungkan ekspresi, makna penutur, dan implikasi tuturan. Beliau berusaha menggambarkan perbedaan apa
yang dituturkan oleh penutur didalam suatu situasi, dengan apa yang tersirat atau implikasinya.
Menurut Suyono 1990:14 implikatur adalah sesuatu yang tersirat, sementara itu Pranowo 1993:5 mendefinisikan implikatur adalah sesuatu
dinyatakan secara tersirat dalam suatu percakapan maka jelaslah implikatur merupakan tuturan tidak langsung karena memerlukan penjelasan yang lebih
kongkrit, karena didalamnya mengandung maksud ujaran. Seperti pada tuturan: 3 Bapak datang, jangan menangis.
Maksud tuturan 3 tidak hanya bermaksud memberi informasi bahwa sang ayah sudah datang dari tempat tertentu. Penutur bermaksud mengingatkan mitra tutur
bahwa sang ayang bersifat keras dan kejam itu akan melakukan sesuatu terhadapnya apabila ia masih terus menangis. Tuturan itu mengimplikasikan
bahwa sang ayah seorang yang keras dan kejam, sering marah-marah pada anaknya yang sedang menangis Kunjana, 2005:43.
2.2.5.3 Perikutan