Faktor Kondisi Mortalitas dan Laju Eksploitasi

Panjang ikan dapat ditentukan dengan mudah dan cepat dalam investigasi di lapangan, karena panjang ikan dari umur yang sama cenderung membentuk suatu distribusi normal sehingga umur bisa ditentukan dari distribusi frekuensi panjang melalui analisis kelompok umur. Kelompok umur bisa diketahui dengan mengelompokkan ikan dalam kelas-kelas panjang dan menggunakan modus panjang kelas tersebut untuk mewakili panjang kelompok umur. Hasil identifikasi kelompok umur dapat digunakan untuk menghitung pertumbuhan dan laju pertumbuhan Busacker et al. in Schreck Moyle 1990. Ketika suatu contoh besar yang tidak bisa diambil dari suatu stok ikan atau invertebrata, panjang masing- masing individu bisa diukur dan digambarkan sebagai diagram frekuensi panjang. Jika pemijahan terjadi sebagai suatu peristiwa diskret, hal ini akan menghasilkan kelompok ukuran atau kelas yang berbeda yang dibuktikan dengan puncak atau modus pada distribusi frekuensi panjang King 1995.

2.4. Faktor Kondisi

Menurut Lagler 1977 in Effendie 1997 faktor kondisi merupakan keadaan atau komontokan ikan yang dinyatakan dalam angka-angka berdasarkan pada data panjang dan berat. Faktor kondisi menunjukkan keadaan ikan dilihat dari kapasitas fisik untuk kelangsungan hidup dan reproduksi dan dari segi komersil berupa kualitas dan kuantitas daging ikan untuk dikonsumsi. Effendie 1997 menyatakan bahwa nilai faktor kondisi suatu jenis ikan dipengaruhi oleh umur, makanan, jenis kelamin, dan tingkat kematangan gonad TKG. Tercapainya kematangan gonad untuk pertama kali akan menyebabkan terjadinya penurunan kecepatan pertumbuhan karena sebagian dari makanan digunakan untuk perkembangan gonad. Ikan dapat mengalami peningkatan atau penurunan faktor kondisi dalam daur hidupnya. Keadaan ini mengindikasikan adanya musim pemijahan bagi ikan betina. Menurut Effendie 1997, peningkatan faktor kondisi diakibatkan oleh perkembangan gonad yang akan mencapai puncaknya sebelum pemijahan. Ikan yang cenderung menggunakan cadangan lemaknya sebagai sumber tenaga selama proses pemijahan, pada umumnya akan mengalami penurunan faktor kondisi Effendie 1997.

2.5. Aspek Reproduksi

Reproduksi adalah kemampuan individu untuk menghasilkan keturunan sebagai upaya untuk melestarikan jenis atau kelompoknya. Reproduksi merupakan aspek yang penting dalam pengelolaan suatu sumberdaya perairan. Keberhasilan suatu spesies ikan dalam daur hidupnya ditentukan oleh kemampuan ikan tersebut untuk bereproduksi di lingkungan yang berfluktuasi guna menjaga keberadaan populasinya Moyle Cech 1988. Ikan ekor kuning merupakan jenis hewan ovipar, yakni jenis yang menghasilkan telur dan membuahinya diluar tubuh, dengan jumlah telur yang banyak, berukuran kecil, dan mengapung www.fishbase.com. Beberapa aspek biologi reproduksi dapat memberi keterangan yang berarti mengenai frekuensi pemijahan, keberhasilan pemijahan, lama pemijahan, dan ukuran ikan pertama kali matang gonad. Aspek reproduksi tersebut meliputi rasio kelamin, tingkat kematangan gonad TKG, indeks kematangan gonad IKG, ukuran pertama kali matang gonad, fekunditas, diameter telur, dan pola pemijahan Nikolsky 1963. Biologi reproduksi dapat memberikan gambaran tentang aspek biologi yang terkait dengan proses reproduksi, mulai dari diferensiasi seksual hingga dihasilkannya individu baru atau larva Affandi Tang 2002. Penyatuan gamet jantan sperma dan gamet betina telur akan membentuk zigot yang selanjutnya berkembang menjadi generasi baru Fujaya 2004. Pada umumnya proses reproduksi pada ikan dapat dibagi dalam tiga tahap, yakni tahap pra-spawning, spawning, dan post-spawning Sjafei et al. 1992. Pada ikan, perkembangan awal daur hidup juga terbagi lagi menjadi lima periode perkembangan utama, yaitu periode telur, larva, juvenile, dewasa dan periode tua senescent Balon 1975 in Sjafei et al. 1992.

2.5.1. Rasio kelamin

Rasio kelamin, atau biasa disebut juga dengan nisbah kelamin, merupakan perbandingan antara ikan jantan dan betina dalam suatu populasi. Kondisi nisbah kelamin yang ideal di perairan adalah dengan rasio 1:1 Nababan 1994 in Makmur Prasetyo 2006. Rasio kelamin penting diketahui karena berpengaruh terhadap kestabilan populasi ikan. Perbandingan 1:1 ini sering kali menyimpang, antara lain disebabkan oleh perbedaan pola tingkah laku ikan jantan dan ikan betina, perbedaan laju mortalitas, terjadi perubahan nisbah jantan dan betina secara teatur, yaitu pada awal pemijahan didominasi oleh ikan jantan kemudian seimbang pada saat terjadi pemijahan dan didominasi oleh betina sampai pemijahan selesai Nikolsky 1963

2.5.2. Tingkat kematangan gonad

Tingkat kematangan gonad TKG merupakan salah satu pengetahuan dasar dari biologi reproduksi pada suatu stok ikan. Tingkat kematangan gonad juga merupakan tahap tertentu perkembangan gonad sebelum dan sesudah ikan itu berpijah. Perkembangan gonad yang semakin matang merupakan bagian dari reproduksi ikan sebelum terjadi pemijahan. Selama itu sebagian besar hasil metabolisme tertuju pada perkembangan gonad Effendie 1997. Pencatatan perubahan kematangan gonad diperlukan untuk mengetahui perbandingan ikan-ikan yang akan melakukan reproduksi atau tidak. Dari pengamatan perkembangan tingkat kematangan gonad ini juga didapatkan informasi kapan ikan tersebut akan memijah, baru akan memijah, atau sudah selesai memijah Effendie 1997. Tiap-tiap spesies ikan pada waktu pertama kali gonadnya menjadi masak tidak sama ukurannya. Demikian pula ikan yang sama spesiesnya. Untuk ikan di daerah tropis, faktor suhu secara relatif perubahannya tidak besar dan umumnya gonad dapat masak lebih cepat Effendie 1997. Pengamatan kematangan gonad dilakukan dengan dua cara, yakni secara histologis dan morfologis. Pengamatan secara histologis dilakukan di laboratorium untuk mengetahui anatomi perkembangan gonad tadi lebih jelas dan mendetail. Sedangkan pengamatan secara morfologis dapat dilakukan langsung di lapang dengan Effendie 1997.

2.5.3. Indeks kematangan gonad

Indeks kematangan gonad yaitu suatu nilai dalam persen sebagai hasil dari perbandingan berat gonad dengan berat tubuh ikan termasuk gonad dikalikan dengan 100. Sejalan dengan perkembangan gonad, maka bobot gonad semakin bertambah dan semakin besar sampai mencapai maksimum ketika ikan mencapai memijah. Perubahan nilai IKG berhubungan erat dengan tahap perkembangan telur. Dengan memantau perubahan IKG dari waktu ke waktu, maka dapat diketahui ukuran ikan waktu memijah Effendie 1997. Pada TKG yang sama, IKG ikan jantan akan berbeda dengan ikan betina. Umumnya kisaran IKG ikan betina lebih besar dibandingkan dengan kisaran IKG ikan jantan. Hal ini disebabkan oleh perbedaan ukuran gonad antara ikan jantan dan betina. Biasanya ovarium pada ikan betina akan lebih berat daripada testis pada ikan jantan Effendie 1997.

2.5.4. Fekunditas

Fekunditas adalah jumlah telur masak sebelum dikeluarkan pada saat ikan memijah. Fekunditas terdiri dari dua istilah, yaitu fekunditas individu dan fekunditas relatif. Fekunditas individu atau fekunditas mutlak adalah jumlah telur masak sebelum dikeluarkan pada waktu ikan memijah. Sedangkan fekunditas relatif atau fekunditas nisbi adalah jumlah telur per satuan berat atau panjang ikan. Fekunditas lebih sering dihubungkan dengan panjang daripada berat, karena panjang penyusutannya relatif kecil dan panjang akan cepat mengalami perubahan pada waktu musim pemijahan Effendie 1997. Umumnya ikan teleostei perairan laut memiliki tingkat fekunditas tinggi, mencapai ribuan sampai jutaan setiap ikan betinanya pertahun. Jumlah telur yang dihasilkan akan meningkat sejalan dengan perkembangan ukuran tubuh. Fekunditas meningkat lebih cepat dengan pertambahan ukuran panjang dibanding dengan pertambahan berat ikan Jennings et al. 2001. Beberapa faktor yang mempengaruhi jumlah telur yang dihasilkan oleh ikan betina antara lain fertilitas, frekuensi pemijahan, perlindungan induk parental care , ukuran telur, kondisi lingkungan, dan kepadatan populasi Moyle Cech 1988. Spesies ikan yang mempunyai fekunditas besar pada umumnya memijah di daerah permukaan, sedangkan spesies yang fekunditasnya kecil umumnya melindungi telurnya dari pemangsa atau menempelkan telurnya pada tanaman atau habitat lainnya Nikolsky 1963.

2.5.5. Ukuran ikan pertama kali matang gonad

Ukuran ikan pertama kali matang gonad berhubungan dengan pertumbuhan ikan dan pengaruh lingkungan terhadap pertumbuhan serta strategi reproduksinya. Tiap spesies ikan tidak sama ukuran dan umur pertama kali matang gonad, bahkan ikan-ikan pada spesies yang sama juga akan berbeda bila berada pada kondisi dan letak geografis yang berbeda Nasution 2004. Umumnya ikan akan terus menerus memijah setelah pertama kali matang gonad, namun bergantung kepada daur pemijahannya, ada yang satu tahun sekali, beberapa kali dalam satu tahun, dan sebagainya Reay 1984 in Nasution 2004. Dikatakan pula bahwa beberapa faktor yang mempengaruhi dan menentukan daur reproduksi antara lain adalah suhu, oksigen terlarut dalam perairan dan hormon yang berperan dalam reproduksi yang dapat memacu organ-organ reproduksi untuk berfungsi Nasution 2004. Ukuran ikan pada waktu pertama kali matang gonad berhubungan dengan pertumbuhan ikan dan faktor lingkungan yang mempengaruhinya Affandi Tang 2002. Setiap spesies ikan pada waktu pertama kali matang gonad memiliki ukuran yang tidak sama walaupun ikan tersebut masih satu spesies. Hal tersebut diakibatkan karena adanya perbedaan kondisi ekologis perairan Blay Egeson 1980 in Makmur Prasetyo 2006. Umur pada awal reproduksi bervariasi terhadap jenis kelamin. Bagi ikan jantan maupun betina, umur pertama kali memijah bergantung kepada kondisi lingkungan yang sesuai. Pada lingkungan yang tidak sesuai untuk tumbuh dan mempertahankan sintasan, ikan-ikan cenderung akan menangguhkan pemijahan, karena akan menurunkan tingkat pertumbuhan dan sintasan, sehingga reproduksi cenderung akan berlangsung pada umur lebih muda Nasution 2004.

2.5.6. Diamater telur dan pola pemijahan

Menurut Effendie 1997, diameter telur adalah garis tengah atau ukuran panjang dari suatu telur yang diukur dengan mikrometer berskala yang sudah ditera dan dilihat dibawah mikroskop. Semakin meningkat TKG, maka garis tengah telur yang ada dalam ovarium semakin besar. Komposisi telur yang dikandung dalam gonad ikan betina tidak selalu homogen seragam dalam satu tingkat kematangan gonad TKG, melainkan terdiri dari beberapa macam ukuran telur. Hal tersebut berhubungan dengan frekuensi dan lama musim pemijahan. Frekuensi pemijahan dapat diduga dari penyebaran diameter telur ikan pada gonad yang sudah matang, yaitu dengan melihat modus penyebarannya. Sedangkan lama pemijahan dapat diduga dari frekuensi ukuran diameter telur. Ovarium yang mengandung telur masak berukuran sama semua menunjukkan waktu pemijahannya pendek, sebaliknya waktu pemijahan yang panjang dan terus menerus ditandai dengan banyaknya ukuran telur yang berbeda di dalam ovarium Effendie 1997. Pola pemijahan setiap spesies ikan berbeda-beda, ada yang berlangsung singkat total spawning, dan ada pula yang berlangsung dalam waktu yang panjang partial spawning.

2.6. Mortalitas dan Laju Eksploitasi

Mortalitas alami adalah mortalitas yang terjadi karena berbagai sebab selain penangkapan seperti pemangsaan, penyakit, stress pemijahan, kelaparan dan usia tua Sparre Venema 1999. Laju mortalitas total Z adalah penjumlahan laju mortalitas penangkapan F dan laju mortalitas alami M. Nilai laju mortalitas alami berkaitan dengan nilai parameter pertumbuhan Von Bartanffy K dan L ∞ . Ikan yang pertumbuhannya cepat nilai K tinggi mempunyai nilai M tinggi dan sebaliknya. Nilai M berkaitan dengan nilai L ∞ karena pemangsa ikan besar lebih sedikit dari ikan kecil. Mortalitas penangkapan adalah mortalitas yang terjadi akibat adanya aktivitas penangkapan Sparre Venema 1999. Mortalitas alami dipengaruhi oleh predator, penyakit dan usia. Selain itu menurut Pauly 1980 in Sparre Venema 1999 bahwa faktor lingkungan yang mempengaruhi laju mortalitas alami yaitu suhu rata-rata perairan, panjang maksimum L ∞ dan laju pertumbuhan K. Laju eksploitasi E merupakan bagian suatu kelompok umur yang akan ditangkap selama ikan tersebut hidup. Selain itu, laju eksploitasi juga dapat diartikan sebagai jumlah ikan yang ditangkap dibandingkan dengan jumlah total ikan yang mati karena semua faktor baik faktor alam maupun faktor penangkapan Pauly 1984. Gulland 1971 in Pauly 1984 menduga bahwa stok yang dieksploitasi optimal maka laju mortalitas penangkapan F akan sama dengan laju mortalitas alami M atau laju eksploitasi E sama dengan 0,5 F optimum = M atau E optimum = 0,5. 2.7. Kondisi Wilayah Kepulauan Seribu Topografi Perairan Kepulauan Seribu rata-rata landai 0-15 dengan ketinggian 0-2 meter di bawah permukaan laut. Luas daratan masing-masing pulau dipengaruhi oleh adanya pasang surut yang mencapai 1-15 meter di atas Pelabuhan Tanjung Priok. Pada umumnya keadaan geologi di Kepulauan Seribu terbentuk dari batuan kapur, karangpasir, dan sedimen yang berasal dari Pulau Jawa dan Laut Jawa, terdiri atas susunan bebatuan malihanmetamorfosa dan batuan beku, di atas batuan dasar diendapkan sedimen epiklastik, batu gamping, batu lempung yang menjadi dasar pertumbuhan gamping terumbu Kepulauan Seribu www.kepulauanseribu.net. Secara umum keadaan laut di wilayah Kepulauan Seribu mempunyai kedalaman yang berbeda-beda, yaitu berkisar antara 0-40 meter. Di Kepulauan Seribu tidak terdapat sumber hidrologi permukaan, seperti sungai, dan mata air. Kondisi air tanah di wilayah Kepulauan Seribu sangat tergantung pada kepadatan vegetasinya. Pulau-pulau yang mempunyai vegetasi padat dan mempunyai lapisan tanah yang cukup tebal, maka kondisi air tanah akan mempunyai kualitas air tawar yang baik. Hal tersebut karena vegetasi dan lapisan tanah tersebut dapat menyimpan air tanah yang berasal dari hujan www.kepulauanseribu.net. Keadaan angin di Kepulauan Seribu sangat dipengaruhi oleh angin monsoon yang secara garis besar dapat dibagi menjadi angin musim barat Desember-Maret dan angin musim timur Juni-September. Musim pancaroba terjadi antara bulan April-Mei dan Oktober-November. Kecepatan angin pada musim barat bervariasi antara 7-20 knot, biasanya terjadi pada bulan Desember- Februari. Pada musim timur kecepatan angin berkisar antara 7-15 knot yang bertiup dari arah Timur Laut sampai tenggara www.kepulauanseribu.net. Musim hujan di Kepulauan Seribu biasanya terjadi antara bulan November- April dengan hari hujan antar 10-20 haribulan. Curah hujan terbesar terjadi pada bulan Januari. Musim kemarau terkadang juga terdapat hujan dengan jumlah hari pada saat hujan berkisar antara 4-10 hari perbulannya. Biasanya curah hujan terkecil terjadi pada bulan Agustus. Curah hujan tahun 2008 tercatat mencapai 169,4 mm sedangkan pada saat bulan-bulan kering yaitu bulan Juni sampai dengan bulan September. Curah hujan bermusim yang dominan di wilayah Kepulauan Seribu yaitu musim barat musim angin barat disertai hujan lebat dan musim timur musim angin timur serta kering. Musim-musim tersebut mempunyai pengaruh besar bagi kehidupan penduduk maupun bagi kegiatan-kegiatan lainnya serta kondisi wilayah. Hal tersebut mempengaruhi kegiatan nelayan yang akan sangat terganggu pada saat musim angin barat www.kepulauanseribu.net. Tipe iklimnya adalah tropika panas dengan suhu rata-rata berkisar antara 26,5°-28,5°C, sedangkan suhu permukaan air pada saat musim barat berkisar antara 28,5°-30°C dan musim timur suhu permukaan berkisar antara 28,5°-31°C. Salinitas permukaan berkisar antara 30- 34‰ baik pada musim barat dan musim timur Pemprov DKI Jakarta 2008 dan untuk bagian dasar berkisar antara 32,3-33,35 ‰.

3. METODE PENELITIAN

3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian

Penelitian ini dibagi menjadi dua tahap, yakni pengambilan data primer di lapang dan analisis laboratorium. Kedua tahap ini dilakukan selama bulan April sampai dengan Juli 2010. Pengambilan data primer di lapang dilaksanakan di wilayah perairan Taman Nasional Laut TNL Kepulauan Seribu Gambar 2 sebanyak enam kali dengan interval dua minggu. Sedangkan untuk analisis laboratorium dilakukan di Laboratorium Bio Makro I, Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Gambar 2. Peta lokasi penelitian, wilayah perairan Taman Nasional Laut TNL Kepulauan Seribu

P. Pramuka