KERUNTUTAN DAN KESATUAN GAGASAN Butir 24

Butir 23 Ketepatan bahasa Deskripsi Ilustrasi yang digunakan dapat menjelaskan materi dalam setiap bab atau subbab relevan dengan pesan .Selain itu merangsang peserta didik mempertanyakan yang disajikan dalam buku teks tersebut.

C. KERUNTUTAN DAN KESATUAN GAGASAN Butir 24

Keruntutan dan keterpaduan bab Deskripsi Penyampaian pesan antara satu bab dengan bab lain yang berdekatan mencerminkan hubungan logis. Penyampaian pesan antarbab yang berdekatan mencerminkan kekohesian, kekoherensian, dan keterkaitan isi. Butir 25 Keruntutan dan keterpaduan paragraf Deskripsi Penyampaian pesan antarkalimat dalam satu paragraf mencerminkan kekohesian, kekoherensian, dan keterkaitan isi. INSTRUMEN 1 PENILAIAN BUKU TEKS PELAJARAN BAHASA JAWA SEKOLAH MENENGAH PERTAMATSANAWIYAH KODE BUKU: Telaah Buku Teks 36

I. KELAYAKAN ISI

SUBKOMPONEN BUTIR SKOR ALASAN PENILAIAN 1 2 3 4 A. KESESUAIAN URAIAN MATERI DENGAN SK DAN KD 1. Kelengkapan materi 2. Kedalaman materi Rangkuman Kualitatif: B. KEAKURATAN MATERI 3. Keakuratan dalam pemilihan wacana 4. Keakuratan dalam konsep dan teori 5. Keakuratan dalam pemilihan contoh 6. Keakuratan dalam pelatihan Rangkuman Kualitatif: C. PENDUKUNG MATERI PEMBELAJARAN 7. Kesesuaian dengan perkembangan ilmu 8. Kesesuaianfiturcontohlatihanrujukan 9. Pengembangan wawasan kebinekaan 10. Pengembangan wawasan kebangsaan dan integrasi bangsa Rangkuman kualitatif:

II. KELAYAKAN PENYAJIAN

A. TEKNIK PENYAJIAN 11. Konsistensi sistematika penyajian 12. Keruntutan konsep 13. Keseimbangan antarbab Rangkuman kualitatif 14. Keterpusatan pada peserta didik Telaah Buku Teks 37 B. PENYAJIAN PEMBELAJARAN 15. Merangsang metakognisi peserta didik 16. Merangsang daya imajinasi, kreasi, dan berpikir kritis peserta didik Rangkuman kualitatif C. PENDUKUNG PENYAJIAN MATERI 17. Bagian pendahulu 18. Bagian isi 19. Bagian penyudah Rangkuman kualitatif

II. KELAYAKAN BAHASA

A. KESESUAIAN DENGAN TINGKAT PERKEMBANGA N PESERTA DIDIK 20. Kesesuaian dengan tingkat perkem-bangan intelektual peserta didik 21. Kesesuaian dengan tingkat perkem-bangan sosial emosional peserta didik Rangkuman Kualitatif: B. KEKOMUNIKA TIFAN 22 Keterbacaan teks 23. Ketepatan bahasa Rangkuman Kualitatif: C. KERUNTUTAN DAN KESATUAN GAGASAN 24. Keruntutan dan keterpaduan bab 25. Keruntutan dan keterpaduan paragraf Rangkuman kualitatif: PENILAI: Telaah Buku Teks 38 PENILAIAN BUKU TAHUN 2005 Tabel: Aspek Materi Sub Aspek Kriteria Indikator 1.Kesesuaian materi dgn kurikulum 1 Keco cokan bahan pembelajaran dengan materi pokok yang ter-cantum dalam kurikulum Materi kemampuan berbahasa dan kemampuan bersastra dimuat secara proposional SD dan atau SMP dan atau SMU 2.Keterpaduan materi Materi kemampuan berbahasa dan kemampuan bersastra dikembangkan secara terpadu SD dan atau SMP dan atau SMA Materi kemampuan berbahasa dan kemampuan bersastra diarahkan pada proses pembelajaran, bukan pada pengetahuan SD dan atau SMP dan atau SMA 3.Kesesuaian pengaya- an materi dengan kurikulum Pengayaan materi adalah berupa:  penambahan materi yang sejenis  penyediaan konteks, seperti kontek sosial budaya, serta  perincian materi pokok, seperti definisi, uraian, dan contoh 2.Kesesuaian materi dengan tujuan pendidikan Kesesuaian penggunaan katakalimat wacana dengan tujuan pendidikan Penggunaan katakalimatwacana menimbulkan dorongan dan penghargaan terhadap salah satu tujuan pendidikan: Kebhinekaan dan kebersamaan Pengembangan budaya bangsa Pengembangan ilmu, teknologi, dan seni, serta Pengembangan kcerdan berpikir, kehalusan perasaan, dan kesantunan sosial 3.Kebenaran materi dilihat dari segi ilmu bahasa dan sastra baik sebagai satu mata pelajaran maupun sebagai dua mata 1.Kebenaran dalam menerapkan prinsip kemampuan berbahasa berdasarkan teori berbahasa Prinsip berbahasa diterapkan secara benar disertai contoh-contoh dan mengarah pada peningkatan kemampuan berbahasa 2. Kebenaran dalam menerapkan prinsip kemampuan bersastra berdasarkan teori bersastra Prinsip bersastra diterapkan secara benar disertai contoh-contoh dan mengarah pada peningkatan kemampuan bersastra apresiasi, ekspresi, dan kreasi Telaah Buku Teks 39 pelajaran terpisah 3.Kebenaran dalam menerapkan prinsip kebahasaan berdasarkan ilmu bahasa Prinsip kebahasaan diterapkan secara benar disertai contoh-contoh dan mengarah pada peningkatan kemampuan berbahasa 4.Kebenaran dalam menerapkan prinsip kesastraan berdasarkan ilmu sastra Prinsip kesastraan diterapkan secara benar disertai contoh-contoh dan mengarah pada peningkatan kemampuan bersastra apresiasi, ekspresi, dan kreasi 5.Ketepatan penggunaan wacana berdasarkan konteks pembelajaran Wacana yang digunaklan sesuai dengan ciri- ciri jenis wacana contoh: wacana percakapan sesuai dengan konteks percakapan, wacana puisi sesuai dengan hakikat puisi, dan lain-lain 4.Kesesuaian materi dengan perkembanga n kognisi siswa 1.Struktur kebahasaan dan kesastraan sesuai dengan perkembangan kognisi siswa Struktur kebahasaan dan kesastraan yang tersaji sesuai dengan pikiran, perasaan, dan etika para siswa SD dan atau SMP dan atau SMA 2.Materi mengandung unsure edukatif Bahan pembelajaran m,enggunakan laras edukatif:  penggunaan bahasa mendorong siswa ke arah perbuatan baik.  penggunaan bahasa mendorong siswa ke arah berpikir jernih dan berdaya cipta  penggunaan bahasa tidak mengandung hal-hal yang bertentangan dengan nilai-nilai yang dijunjung oleh masyarakat yang beradab Tabel : Penyajian Materi Sub Aspek Kriteria Indikator 1.Tujuan pembelajaran Tujuan pembelajaran dikemukakan secara eksplisist Pencatuman tujuan pembelajaran Rumusan tujuan pembelajaran mudah dibaca dan dipahami siswa Kesesuaian tujuan dengan materi, penyajian materi, latihan, serta soal Telaah Buku Teks 40 2.Penahapan pembelajaran Penahapan pembelajaran dilakukan berdasarkan kerumitan materi Tahap-tahap belajar didasarkan atas  Kerumitan kata, dan  Kerumitan kalimat 3.Penyajian yang menarik minat dan perhatian siswa Penyajian materi mem-bangkitkan minat dan perhatian siswa Materi kemampuan berbahasa disajikan dengan melibatkan siswa ke dalam kegiatan berbahsa secara konkret berupa aaktifitas fisik dan psikis Materi kemampuan bersastra disajikan dengan melibatkan siswa ke dalam kegiatan bersastra secara konkret berupa aaktifitas apresiasi, ekspresi, dan kreasi Materi kebahasaan diarahkan pada kegiatan berbhasa secara konkret berupa katifitas fisik dan psikis yang sesuai dengan perkembangan kognitif diri siswa Materi kesastraan diarakan pada kegiatan bersastra secara konkret, berupa aktifitas apresiasi, ekspresi, dan kreasi 4.Kemudahan bahan untuk dipahami siswa Penyajian mudah dipahami siswa Materi disajikan dengan memperhatikan kemudahan pemahaman siswa dalam berikut ini:  Penjelasan, penggambaran, dan pengorganisasian disusun secara sistematis  Pengungkapan dilakukan secara lugas  Ungkapan diberi penjelasan dan atu contoh  Penggunaan kata dan istilah dalam bahasa Indonesia atau asing dihindari 5.Keaktifan siswa Penyajian mendorong keaktifan siswa untuk berpikir dan belajar Penyajian mendorong keaktifan sisiwa untuk berpikir dan belajar dengan cara sebagai berikut:  Bervariasi missal: ilustrasi, kuis, dll  Menantang siswa untuk mencari sumber-sumber balajar lain;  Diikuti dengan sumber rujukan yang lengkap Ada daftar pustaka Telaah Buku Teks 41 6.Hubungan antarbahan Bahan kajian yang berkaitan dihubungkan satu sama lain sehingga saling memperkuat Bahan kajian yang berkaitan dihubungkan satu sama lain secara terpadu, baik intrapelajaran, maupun interpelajaran contoh, wacana sastra digunakan untuk menjelaskan karangan, jenis karangan, ragam bahasa, dll Penempatan pelajaran dalam keseluruhan buku dilakukan secara tepat 7.Latihan 8.Soal Latihan diusun pada setiap kompetensi dasar Soal disusun pada setiap akhir pelajaran Ada latihan Latihan harus proposional dilihat dari segi konsep yang dibahas:  gradasi kerumitan,  kognisi siswa, dan  keragaman dilihat dari egi bentuk dan jenisnya Latihan harus benar dilihat dari sudut konsep keilmuan Ada soal Soal harus proposional dilihat dari segi konsep yang dibahas:  gradasi kerumitan,  kognisi siswa, dan  keragaman dilihat dari segi bentuk dan jenisnya Soal harus benar dilihat dari sudut konsep keilmuan Tabel: Bahasa dan Keterbacaan Sub Aspek Kriteria Indikator 1.Penggunaan bhs Jawa yang baik dan benar Penyampaian bahan pembelajaran menggunakan bahasa Jawa yang baik dan benar Bahasa yang digunakan:  baik, yakni sesuai dengan keperluan komunikasi dalam kegiatan pembelajaran;  benar, yakni sesuai dengan kaidah kebahasaan;  bahasa ragam formal sesuai dengan suasana pembelajaran 2.Penggunaan bahasa yang dapat meningkatkan daya nalar dan daya cipta siswa Penggunaan bahasa laras keilmuan Bahasa jawa laras keilmuan digunakan dengan cara:  kata, kalimat, dan wacana tidak ambigu  kata, kalimat, dan wacana berhubungan secara logis  wacana bersifat analitis dan eksplisit sehingga siswa dapat melakukan sintesis dan inferensi Telaah Buku Teks 42 3.Penggunaan struktur kalimat yang sesuai dengan tingkat penguasaan bahasa siswa dan tingkat perkem- bangan kognitif siswa 1.Penggunaan kalimat dipertimbangkan dari segi gradasi kerumitan kalimat Penyampaian bahan pembelajaran menggunakan kalimat yang dipertimbangkan dari segi gradasi kerumitan kalimat bagi siswa:  kalimat sederhana  kalimat tunggal  kalimat majemuk setara  kalimat yang pendek  kalimat lengkap  kalimat biasa 2.Isi pikiran, pendapat, perasaan, dsg yang terkandung dalam kalimat sesuai dengan tingkat perkembangan kognitif siswa Isi yang terkandung dalam kalimat sesuai dengan tingkat perkembangan pikiran, perasaan, dan etika siswa 4.Penggunaan paragraf Paragraf yang dikembang-kan efektif Penggunaan paragraph yang baik: koheren dan kohesi 5.Ilustrasi visual Kesesuaian ilustrasi visual Ilustrasi visual sesuai:  dengan informasi wacana  dengan materi keilmuan  dengan kebenaran faktua Kejelasan ilustrasi visual Ilustrasi visual berukuran besar dan sesuai dengan perkembangan siswa. Ilustrasi visual ditunjang foto nyata alamiah dengan ukuran yang sesuai dan jelas Lampiran PENGGUNAAN FORMULA­FORMULA KETERBACAAN Untuk mengukur bahan bacaan di kelas­kelas rendah, formula yang lazim Telaah Buku Teks 43 dipakai ialah formula keterbacaan dari spache formula tersebut dibuat pada tahun 1953. Dua faktor utama yang menjadi dasar dari penggunaan formula tersebut ialah panjang rata­rata kalimat dan persentase kata­kata sulit. Melalui berbagai pengkajian, formula­formula itu telah dibuktikan keabsahan dan keterpercayaan­nya untuk memperkirakan tingkat keterbacaan wacana. Akan tetapi, formula spache itu kompleks dan penggunaannya memakai banyak waktu. Rumus­rumus yang sering digunakan di kelas­kelas empat sampai kelas enam adalah rumus yang dibuat oleh Dale dan Chall. Rumus ini mula­mula diperkenalkan pada tahun 1947. Sama halnya dengan rumus Spache, rumus Dale­Chall pun menggunakan panjang kalimat dan ini pun cukup kompleks dan memakan banyak waktu. Grafik Fry merupakan hasil upaya untuk menyederhanakan dan mengefiesienkan teknik penentuan tingkat keterbacaan wacana. Kesukaran kata diperkirakan dengan cara melihat jumlah suku katanya. Dijelaskan oleh Fry bahwa formula keterbacaan yang dikembangkannya itu grafik fry dan formula spache berkorelasi 0.90, sedangkan dengan formula Dale­Chall berkorelasi 0,94. Formula Keterbacaan Fry: Grafik Fry Telaah Buku Teks 44 Grafik keterbacaan yang diperkenalkan Edward Fry ini merupakan formula yang dianggap relatif baru dan mulai dipublikasikan pada tahun 1977 dalam majalah “Journal of Reading”. Grafik yang asli dibuat pada tahun 1968. Formula ini mendasarkan formula keterbacaannya pada dua faktor utama, yakni panjang­pendeknya kata dan tingkat kesulitan kata yang ditandai oleh jumlah banyak­sedikitnya suku kata yang membentuk setiap kata dalam wacana tersebut. Di bagian atas grafik kita dapati deretan angka­angka seperti berikut: 108,112, 116, 120, dan seterusnya. Angka­angka dimaksud menunjukkan data jumlah suku kata perseratus perkata, yakni jumlah kata dari wacana. Pertimbangan penghitungan suku kata pada grafik ini merupakan cerminan dari pertimbangan faktor kata sulit, yang dalam formula ini merupakan salah satu dari 2 faktor utama yang menjadi landasan terbentuknya formula keterbacaan dimaksud. Di bagian samping kiri grafik kita dapati seeprti angka 25.0, 20, 18.7, 14.3 dan seterusnya menunjukkan data rata­rata jumlah kalimat perseratus perkataan. Hal ini merupakan perwujudan dari landasan lain dari faktor penentu formula keterbacaan ini, yakni faktor panjang­pendek kalimat. Angka­angka yang berderet di bagian tengah grafik dan berada di antara garis­garis penyekat dari grafik tersebut menunjukkan perkiraan peringkat keterbacaan wacana yang diukur. Angka 1 menunjukkan 1, artinya wacana tersebut cocok untuk pembaca dengan level peringkat baca 1; angka 2 untuk peringkat baca 2, angka 3 untuk peringkat baca 3, dan seterusnya hingga universitas. Telaah Buku Teks 45 Daerah yang diarsir pada grafik yang terletak di sudut kanan atas dan di sudut kiri bawah grafik merupakan wilayah invalid, maksudnya jika hasil pengukuran keterbacaan wacana jatuh pada wilayah gelap tersebut, maka wacana tersebut kurang baik karena tidak memiliki peringkat baca untuk peringkat manapun. Oleh karena itu, wacana yang demikian sebaiknya tidak digunakan dan diganti dengan wacana lain. Prosedur Pengukuran Keterbacaan dengan Grafik Fry 1. Pilih penggalan yang representatif dari wacana yang hendak diukur tingkat keterbacaannya dengan mengambil 100 buah perkataan. Yang dimaksudkan dengan kata adalah sekelompok lambang yang di kiri dan kanannya berpembatas. Dengan demikian Budi, IKIP, 2000 masing­ masing dianggap kata. Yang dimaksudkan dengan representatif dalam pemilihan wacana ialah pemilihan wacana sampel yang benar­benar mencerminkan teks bacaan. Wacana tabel diselingi dengan gambar, kekosongan halaman, tabel, dan atau rumus­rumus yang mengandung banyak angka­angka dipandang tidak representataif untuk dijadikan wacana sampel. 2. Hitung jumlah kalimat dari seratus buah perkataan hingga persepuluhan terdekat. Maksudnya, jika kata yang ke­100 wacana sampel tidak jatuh diujung kalimat, perhitungan kalimat tidak selalu utuh, melainkan akan ada sisa. Sisanya itu tentu berupa sejumlah kata yang merupakan bagian dari deretan kata­kata yang membentuk kalimat. Karena keharusan pengambilan sampel wacana berpatokan pada angka 100, maka sisa kata yang termsuk hitungan keseratus itu diperhitungkan dalam bentuk desimal persepuluhan. Misalnya, jika wacana sampel itu terdiri atas 13 kalimat, dan kalimat terakhir yaitu kalimat ke­13 terdiri dari 16 kata dan kata ke­100 jatuh pada kata ke­8, Telaah Buku Teks 46 kalimat itu dihitung sebagai 816 atau 0,5. Sehingga jumlah seluruh kalimat dari wacana sampel adalah 12 + 0,5 atau 12,5 kalimat. 3. Hitung jumlah sukukata dari wacana sampel hingga kata ke­100. Misalnya, sampel wacana hingga kata keseratus terdiri atas 228 suku kata. 4. Untuk wacana bahasa Indonesia, Penggunaan Grafik Fry masih harus ditambah satu langkah, yakni mengalikan hasil peghitungan suku kata dengan angka 0,6 Harjasujana, 19961997:123. Karena itu, angka 228 x 0,6 = 136,8 dibulatkan menjadi 137 suku kata. 5. Plotkan angka­angka itu ke dalam Grafik Fry. Kolom tegak lurus menunjukkan jumlah suku kata per seratus kata dan baris mendatar menunjukkan jumlah kalimat per seratus kata. 6. Tingkat keterbacaan ini bersfat perkiraan. Penyimpangan mungkin terjadi, baik ke atas maupun ke bawah. Oleh karena itu, peringkat keterbacaan wacana hendaknya ditambah satu tingkat dan dikurangi satu tingkat. Sebagai contoh, jika titik pertemuan dari persilangan baris vertikal untuk data suku kata dan baris horizontal untuk data jumlah kalimat jatuh di wilayah 6, maka peringkat keterbacaan wacana yang diukur tersebut harus diperkirakan denga tingkat keterbacaan yang cocok untuk peringkat 5 yakni 6 ­ 1, 6, dan 7 6 + 1. Untuk mengukur tingkat keeterbacaan sebuah buku yang biasanya relatif banyak jumlah halamannya, pengukuran keterbacaan hendaknya sekurang­ kurangnya dilakukan tiga kali percobaan dengan pemilihan sampel yang berbeda­beda, misalnya wacana bagian awal, tengah, dan akhir buku. Dalam mengukur tingkat keterbacaan sebuah buku, selanjutnya hitunglah hasil rta­ratanya. Data hasil rata­rta inilah yang kemudian akan dijadikan Telaah Buku Teks 47 dasar untuk menentukan tingkat kertebacaan wacana buku tersebut Harjasujana, 19961997:121. Formula Keterbacaan Raygor: Grafik Raygor Grafik Raygor diperkenalkan oleh Alton Raygon. Formula ini tampaknya mendekati kecocokan untuk bahasa­bahasa yang menggunakan huruf latin. Grafik Raygor seperti tampak terbalik jika dibandingkan dengan grafik Fry. Garis­garis penyekat peringkat kelas dalam grafik Raygor tampak memancar menghadap ke atas. Posisi yang demikian itu sesuai dengan penempatan urutan data jumlah kalimat yang berlawanan pula sisi tempat jumlah suku Telaah Buku Teks 48 kata digunakan untuk menunjukkan kata­kata panjang yang dinyatakan “jumlah kata sulit”, yakni kata yang dibentuk oleh enam buah huruf atau lebih. Petunjuk Penggunaan Grafik Raygor Langkah­langkah yang harus ditempuh meliputi: 1. Menghitung 100 buah perkataan dari wacana yang hendak diukur tingkat keterbacaan itu sebagai sample. 2. Menghitung jumlah kalimat sample pada persepuluh terdekat. 3. Menghitung jumlah kata­kata sulit, yakni kata­kata yang dibentuk oleh 6 huruf atau lebih. 4. Hasil yang diperoleh dari langkah 2 dan 3 itu dapat diplotkan ke dalam grafik Raygor untuk menentukan peringkat keterbacaan wacananya. Kelebihan dari penggunaan grafik Raygor, yakni dalam hal efisiensi waktu, pengukuran keterbacaan wacana dengan grafik Raygor ternyata jauh lebih cepat daripada melakukan pengukuran keterbacaan dengan menggunakan grafik Fry. Telaah Buku Teks 49 PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2008 TENTANG BUKU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL Menimbang : a. bahwa buku berperan penting dan strategis dalam upaya me- ningkatkan mutu pendidikan, sehingga perlu ada kebijakan pemerintah mengenai buku bagi peserta didik; b. bahwa berdasarkan pertimbangan pada huruf a, perlu mene- tapkan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional tentang buku; Mengingat : 1. Undang-undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 33, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3817; 2. Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 85, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4220; 3. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Ne- gara Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 47, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4286; 4. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendi- dikan Nasional Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun Telaah Buku Teks 50 2003 Nomor 78, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4301; 5. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2001 tentang Pemerintah Daerah Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2001 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437; 6. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 126, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4438; 7. Undang-Undang Nomor 43 Tahun 2007 tentang Perpustakaan Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 129, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4774; 8. Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 41, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4496; 9. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 2005 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Kewenangan, Susunan Or- ganisasi dan Tata Kerja Departemen sebagaimana telah diubah terakhir dengan Peraturan Presiden Nomor 94 Tahun 2006; 10. Keputusan Presiden Nomor 187M Tahun 2004 mengenai Kabinet Indonesia Bersatu sebagaimanan telah diubah terakhir dengan Keputusan Presiden Nomor 31P Tahun 2007; MEMUTUSKAN : Menetapkan : PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL TEN- TANG BUKU

BAB I KETENTUAN UMUM

Pasal 1 Dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional ini yang dimaksud dengan : 1. Menteri Pendidikan Nasional yang selanjutnya disebut Menteri adalah menteri yang menangani urusan pemerintahan di bidang pendidikan. 2. Departemen Pendidikan Nasional yang selanjutnya disebut Departemen adalah De- Telaah Buku Teks 51