Butir 23 Ketepatan bahasa
Deskripsi
Ilustrasi yang digunakan dapat menjelaskan materi dalam setiap bab atau subbab relevan dengan pesan .Selain itu merangsang peserta didik mempertanyakan yang disajikan dalam
buku teks tersebut.
C. KERUNTUTAN DAN KESATUAN GAGASAN Butir 24
Keruntutan dan keterpaduan bab
Deskripsi
Penyampaian pesan antara satu bab dengan bab lain yang berdekatan mencerminkan hubungan logis.
Penyampaian pesan antarbab yang berdekatan mencerminkan kekohesian, kekoherensian, dan keterkaitan isi.
Butir 25 Keruntutan dan keterpaduan paragraf
Deskripsi
Penyampaian pesan antarkalimat dalam satu paragraf mencerminkan kekohesian, kekoherensian, dan keterkaitan isi.
INSTRUMEN 1 PENILAIAN BUKU TEKS PELAJARAN BAHASA JAWA
SEKOLAH MENENGAH PERTAMATSANAWIYAH
KODE BUKU:
Telaah Buku Teks 36
I. KELAYAKAN ISI
SUBKOMPONEN BUTIR
SKOR ALASAN PENILAIAN
1 2
3 4
A. KESESUAIAN URAIAN MATERI
DENGAN SK DAN KD 1. Kelengkapan materi
2. Kedalaman materi Rangkuman Kualitatif:
B. KEAKURATAN MATERI
3. Keakuratan dalam pemilihan wacana 4. Keakuratan dalam konsep dan teori
5. Keakuratan dalam pemilihan contoh 6. Keakuratan dalam pelatihan
Rangkuman Kualitatif:
C. PENDUKUNG MATERI
PEMBELAJARAN 7. Kesesuaian dengan perkembangan ilmu
8. Kesesuaianfiturcontohlatihanrujukan 9. Pengembangan wawasan kebinekaan
10. Pengembangan wawasan kebangsaan dan integrasi bangsa
Rangkuman kualitatif:
II. KELAYAKAN PENYAJIAN
A. TEKNIK PENYAJIAN
11. Konsistensi sistematika penyajian 12. Keruntutan konsep
13. Keseimbangan antarbab Rangkuman kualitatif
14. Keterpusatan pada peserta didik
Telaah Buku Teks 37
B. PENYAJIAN PEMBELAJARAN
15. Merangsang metakognisi peserta didik 16. Merangsang daya imajinasi, kreasi,
dan berpikir kritis peserta didik
Rangkuman kualitatif
C. PENDUKUNG PENYAJIAN
MATERI 17. Bagian pendahulu
18. Bagian isi 19. Bagian penyudah
Rangkuman kualitatif
II. KELAYAKAN BAHASA
A. KESESUAIAN DENGAN
TINGKAT PERKEMBANGA
N PESERTA DIDIK
20. Kesesuaian dengan tingkat perkem-bangan intelektual peserta didik
21. Kesesuaian dengan tingkat perkem-bangan sosial emosional peserta didik
Rangkuman Kualitatif:
B. KEKOMUNIKA
TIFAN 22 Keterbacaan teks
23. Ketepatan bahasa
Rangkuman Kualitatif:
C. KERUNTUTAN DAN KESATUAN
GAGASAN 24. Keruntutan dan keterpaduan bab
25. Keruntutan dan keterpaduan paragraf
Rangkuman kualitatif:
PENILAI:
Telaah Buku Teks 38
PENILAIAN BUKU TAHUN 2005
Tabel: Aspek Materi
Sub Aspek Kriteria
Indikator 1.Kesesuaian
materi dgn kurikulum
1 Keco
cokan bahan
pembelajaran dengan materi pokok yang
ter-cantum dalam
kurikulum Materi kemampuan berbahasa dan
kemampuan bersastra dimuat secara proposional SD dan atau SMP dan atau SMU
2.Keterpaduan materi Materi kemampuan berbahasa dan
kemampuan bersastra dikembangkan secara terpadu SD dan atau SMP dan atau SMA
Materi kemampuan berbahasa dan kemampuan bersastra diarahkan pada
proses pembelajaran, bukan pada pengetahuan SD dan atau SMP dan atau
SMA 3.Kesesuaian pengaya-
an materi dengan kurikulum
Pengayaan materi adalah berupa:
penambahan materi yang sejenis
penyediaan konteks, seperti kontek sosial budaya, serta
perincian materi pokok, seperti
definisi, uraian, dan contoh 2.Kesesuaian
materi dengan tujuan
pendidikan Kesesuaian
penggunaan katakalimat wacana
dengan tujuan
pendidikan Penggunaan
katakalimatwacana menimbulkan dorongan dan penghargaan
terhadap salah satu tujuan pendidikan: Kebhinekaan
dan kebersamaan
Pengembangan budaya bangsa Pengembangan ilmu, teknologi, dan seni,
serta Pengembangan kcerdan berpikir, kehalusan perasaan, dan kesantunan sosial
3.Kebenaran materi dilihat
dari segi ilmu bahasa dan
sastra baik sebagai satu
mata pelajaran
maupun sebagai dua
mata 1.Kebenaran dalam
menerapkan prinsip kemampuan
berbahasa berdasarkan
teori berbahasa
Prinsip berbahasa diterapkan secara benar disertai contoh-contoh dan mengarah pada
peningkatan kemampuan berbahasa
2. Kebenaran dalam menerapkan prinsip
kemampuan bersastra berdasarkan
teori bersastra
Prinsip bersastra diterapkan secara benar disertai contoh-contoh dan mengarah pada
peningkatan kemampuan
bersastra apresiasi, ekspresi, dan kreasi
Telaah Buku Teks 39
pelajaran terpisah
3.Kebenaran dalam menerapkan prinsip
kebahasaan berdasarkan
ilmu bahasa
Prinsip kebahasaan diterapkan secara benar disertai contoh-contoh dan mengarah pada
peningkatan kemampuan berbahasa
4.Kebenaran dalam menerapkan prinsip
kesastraan berdasarkan
ilmu sastra
Prinsip kesastraan diterapkan secara benar disertai contoh-contoh dan mengarah pada
peningkatan kemampuan
bersastra apresiasi, ekspresi, dan kreasi
5.Ketepatan penggunaan wacana
berdasarkan konteks pembelajaran
Wacana yang digunaklan sesuai dengan ciri- ciri jenis wacana contoh: wacana
percakapan sesuai dengan konteks
percakapan, wacana puisi sesuai dengan hakikat puisi, dan lain-lain
4.Kesesuaian materi
dengan perkembanga
n kognisi
siswa 1.Struktur
kebahasaan dan
kesastraan sesuai
dengan perkembangan kognisi
siswa Struktur kebahasaan dan kesastraan yang
tersaji sesuai dengan pikiran, perasaan, dan etika para siswa SD dan atau SMP dan atau
SMA 2.Materi mengandung
unsure edukatif Bahan pembelajaran m,enggunakan laras
edukatif:
penggunaan bahasa mendorong siswa ke arah perbuatan baik.
penggunaan bahasa mendorong siswa
ke arah berpikir jernih dan berdaya cipta
penggunaan
bahasa tidak
mengandung hal-hal
yang bertentangan dengan nilai-nilai yang
dijunjung oleh masyarakat yang beradab
Tabel : Penyajian Materi
Sub Aspek Kriteria
Indikator 1.Tujuan
pembelajaran Tujuan pembelajaran
dikemukakan secara eksplisist
Pencatuman tujuan pembelajaran Rumusan tujuan pembelajaran mudah
dibaca dan dipahami siswa Kesesuaian tujuan dengan materi,
penyajian materi, latihan, serta soal
Telaah Buku Teks 40
2.Penahapan pembelajaran
Penahapan pembelajaran
dilakukan berdasarkan
kerumitan materi Tahap-tahap belajar didasarkan atas
Kerumitan kata, dan
Kerumitan kalimat
3.Penyajian yang menarik
minat dan
perhatian siswa
Penyajian materi
mem-bangkitkan minat dan perhatian
siswa Materi kemampuan berbahasa disajikan
dengan melibatkan siswa ke dalam kegiatan berbahsa secara konkret berupa
aaktifitas fisik dan psikis Materi kemampuan bersastra disajikan
dengan melibatkan siswa ke dalam
kegiatan bersastra secara konkret berupa aaktifitas apresiasi, ekspresi, dan kreasi
Materi kebahasaan diarahkan pada kegiatan berbhasa secara konkret berupa
katifitas fisik dan psikis yang sesuai dengan perkembangan kognitif diri siswa
Materi kesastraan diarakan pada kegiatan bersastra secara konkret, berupa aktifitas
apresiasi, ekspresi, dan kreasi 4.Kemudahan
bahan untuk dipahami siswa
Penyajian mudah
dipahami siswa Materi disajikan dengan memperhatikan
kemudahan pemahaman siswa dalam berikut ini:
Penjelasan, penggambaran, dan
pengorganisasian disusun secara sistematis
Pengungkapan dilakukan secara
lugas
Ungkapan diberi penjelasan dan atu contoh
Penggunaan kata dan istilah dalam
bahasa Indonesia atau asing dihindari
5.Keaktifan siswa
Penyajian mendorong keaktifan siswa untuk
berpikir dan belajar Penyajian mendorong keaktifan sisiwa
untuk berpikir dan belajar dengan cara sebagai berikut:
Bervariasi missal: ilustrasi, kuis, dll
Menantang siswa untuk mencari
sumber-sumber balajar lain;
Diikuti dengan sumber rujukan yang lengkap
Ada daftar pustaka
Telaah Buku Teks 41
6.Hubungan antarbahan
Bahan kajian yang berkaitan
dihubungkan satu sama lain sehingga
saling memperkuat Bahan kajian yang berkaitan dihubungkan
satu sama lain secara terpadu, baik intrapelajaran, maupun interpelajaran
contoh, wacana sastra digunakan untuk menjelaskan karangan, jenis karangan,
ragam bahasa, dll Penempatan pelajaran dalam keseluruhan
buku dilakukan secara tepat
7.Latihan
8.Soal Latihan diusun pada
setiap kompetensi dasar
Soal disusun pada setiap akhir pelajaran
Ada latihan Latihan harus proposional dilihat dari segi
konsep yang dibahas:
gradasi kerumitan,
kognisi siswa, dan
keragaman dilihat dari egi bentuk dan jenisnya
Latihan harus benar dilihat dari sudut konsep keilmuan
Ada soal Soal harus proposional dilihat dari segi
konsep yang dibahas:
gradasi kerumitan,
kognisi siswa, dan
keragaman dilihat dari segi bentuk dan jenisnya
Soal harus benar dilihat dari sudut konsep keilmuan
Tabel: Bahasa dan Keterbacaan
Sub Aspek Kriteria
Indikator 1.Penggunaan
bhs Jawa yang baik dan benar
Penyampaian bahan pembelajaran
menggunakan bahasa Jawa yang baik dan
benar Bahasa yang digunakan:
baik, yakni sesuai dengan keperluan
komunikasi dalam
kegiatan pembelajaran;
benar, yakni sesuai dengan kaidah
kebahasaan;
bahasa ragam formal sesuai dengan suasana pembelajaran
2.Penggunaan bahasa yang
dapat meningkatkan
daya nalar dan daya
cipta siswa
Penggunaan bahasa laras keilmuan
Bahasa jawa laras keilmuan digunakan dengan cara:
kata, kalimat, dan wacana tidak
ambigu
kata, kalimat, dan wacana berhubungan secara logis
wacana bersifat analitis dan
eksplisit sehingga siswa dapat melakukan sintesis dan inferensi
Telaah Buku Teks 42
3.Penggunaan struktur
kalimat yang sesuai dengan
tingkat penguasaan
bahasa siswa dan tingkat
perkem- bangan
kognitif siswa 1.Penggunaan
kalimat dipertimbangkan dari
segi gradasi kerumitan kalimat
Penyampaian bahan pembelajaran
menggunakan kalimat
yang dipertimbangkan dari segi gradasi
kerumitan kalimat bagi siswa:
kalimat sederhana
kalimat tunggal
kalimat majemuk setara
kalimat yang pendek
kalimat lengkap
kalimat biasa 2.Isi
pikiran, pendapat, perasaan,
dsg yang terkandung dalam kalimat sesuai
dengan tingkat
perkembangan kognitif siswa
Isi yang terkandung dalam kalimat sesuai dengan tingkat perkembangan pikiran,
perasaan, dan etika siswa
4.Penggunaan paragraf
Paragraf yang
dikembang-kan efektif Penggunaan paragraph yang baik: koheren
dan kohesi
5.Ilustrasi visual
Kesesuaian ilustrasi visual
Ilustrasi visual sesuai:
dengan informasi wacana
dengan materi keilmuan
dengan kebenaran faktua Kejelasan
ilustrasi visual
Ilustrasi visual berukuran besar dan sesuai dengan perkembangan siswa.
Ilustrasi visual ditunjang foto nyata alamiah dengan ukuran yang sesuai dan
jelas
Lampiran PENGGUNAAN FORMULAFORMULA KETERBACAAN
Untuk mengukur bahan bacaan di kelaskelas rendah, formula yang lazim
Telaah Buku Teks 43
dipakai ialah formula keterbacaan dari spache formula tersebut dibuat pada tahun 1953. Dua faktor utama yang menjadi dasar dari penggunaan formula
tersebut ialah panjang ratarata kalimat dan persentase katakata sulit. Melalui berbagai pengkajian, formulaformula itu telah dibuktikan keabsahan
dan keterpercayaannya untuk memperkirakan tingkat keterbacaan wacana. Akan tetapi, formula spache itu kompleks dan penggunaannya memakai
banyak waktu.
Rumusrumus yang sering digunakan di kelaskelas empat sampai kelas enam adalah rumus yang dibuat oleh Dale dan Chall. Rumus ini mulamula
diperkenalkan pada tahun 1947. Sama halnya dengan rumus Spache, rumus DaleChall pun menggunakan panjang kalimat dan ini pun cukup kompleks
dan memakan banyak waktu.
Grafik Fry merupakan hasil upaya untuk menyederhanakan dan mengefiesienkan teknik penentuan tingkat keterbacaan wacana. Kesukaran
kata diperkirakan dengan cara melihat jumlah suku katanya. Dijelaskan oleh Fry bahwa formula keterbacaan yang dikembangkannya itu grafik fry dan
formula spache berkorelasi 0.90, sedangkan dengan formula DaleChall berkorelasi 0,94.
Formula Keterbacaan Fry: Grafik Fry
Telaah Buku Teks 44
Grafik keterbacaan yang diperkenalkan Edward Fry ini merupakan formula yang dianggap relatif baru dan mulai dipublikasikan pada tahun 1977 dalam
majalah “Journal of Reading”. Grafik yang asli dibuat pada tahun 1968.
Formula ini mendasarkan formula keterbacaannya pada dua faktor utama, yakni
panjangpendeknya kata dan tingkat kesulitan kata yang ditandai oleh jumlah banyaksedikitnya suku kata yang membentuk setiap kata dalam
wacana tersebut.
Di bagian atas grafik kita dapati deretan angkaangka seperti berikut: 108,112, 116, 120, dan seterusnya. Angkaangka dimaksud menunjukkan data
jumlah suku kata perseratus perkata, yakni jumlah kata dari wacana.
Pertimbangan penghitungan suku kata pada grafik ini merupakan cerminan dari pertimbangan faktor kata sulit, yang dalam formula ini merupakan salah
satu dari 2 faktor utama yang menjadi landasan terbentuknya formula keterbacaan dimaksud. Di bagian samping kiri grafik kita dapati seeprti
angka 25.0, 20, 18.7, 14.3 dan seterusnya menunjukkan data ratarata jumlah kalimat perseratus perkataan. Hal ini merupakan perwujudan dari landasan
lain dari faktor penentu formula keterbacaan ini, yakni faktor panjangpendek kalimat.
Angkaangka yang berderet di bagian tengah grafik dan berada di antara
garisgaris penyekat dari grafik tersebut menunjukkan perkiraan peringkat keterbacaan wacana yang diukur. Angka 1 menunjukkan 1, artinya wacana
tersebut cocok untuk pembaca dengan level peringkat baca 1; angka 2 untuk peringkat baca 2, angka 3 untuk peringkat baca 3, dan seterusnya hingga
universitas.
Telaah Buku Teks 45
Daerah yang diarsir pada grafik yang terletak di sudut kanan atas dan di sudut kiri bawah grafik merupakan wilayah invalid, maksudnya jika hasil
pengukuran keterbacaan wacana jatuh pada wilayah gelap tersebut, maka wacana tersebut kurang baik karena tidak memiliki peringkat baca untuk
peringkat manapun. Oleh karena itu, wacana yang demikian sebaiknya tidak digunakan dan diganti dengan wacana lain.
Prosedur Pengukuran Keterbacaan dengan Grafik Fry
1.
Pilih penggalan yang representatif dari wacana yang hendak diukur tingkat keterbacaannya dengan mengambil 100 buah perkataan. Yang
dimaksudkan dengan kata adalah sekelompok lambang yang di kiri dan
kanannya berpembatas. Dengan demikian Budi, IKIP, 2000 masing masing dianggap kata. Yang dimaksudkan dengan representatif dalam
pemilihan wacana ialah pemilihan wacana sampel yang benarbenar mencerminkan teks bacaan. Wacana tabel diselingi dengan gambar,
kekosongan halaman, tabel, dan atau rumusrumus yang mengandung banyak angkaangka dipandang tidak representataif untuk dijadikan
wacana sampel.
2.
Hitung jumlah kalimat dari seratus buah perkataan hingga persepuluhan terdekat. Maksudnya, jika kata yang ke100 wacana
sampel tidak jatuh diujung kalimat, perhitungan kalimat tidak selalu
utuh, melainkan akan ada sisa. Sisanya itu tentu berupa sejumlah kata yang merupakan bagian dari deretan katakata yang membentuk
kalimat. Karena keharusan pengambilan sampel wacana berpatokan pada angka 100, maka sisa kata yang termsuk hitungan keseratus itu
diperhitungkan dalam bentuk desimal persepuluhan. Misalnya, jika wacana sampel itu terdiri atas 13 kalimat, dan kalimat terakhir yaitu
kalimat ke13 terdiri dari 16 kata dan kata ke100 jatuh pada kata ke8,
Telaah Buku Teks 46
kalimat itu dihitung sebagai 816 atau 0,5. Sehingga jumlah seluruh kalimat dari wacana sampel adalah 12 + 0,5 atau 12,5 kalimat.
3.
Hitung jumlah sukukata dari wacana sampel hingga kata ke100. Misalnya, sampel wacana hingga kata keseratus terdiri atas 228 suku
kata.
4.
Untuk wacana bahasa Indonesia, Penggunaan Grafik Fry masih harus ditambah satu langkah, yakni mengalikan hasil peghitungan suku kata
dengan angka 0,6 Harjasujana, 19961997:123. Karena itu, angka 228
x 0,6 = 136,8 dibulatkan menjadi 137 suku kata.
5.
Plotkan angkaangka itu ke dalam Grafik Fry. Kolom tegak lurus menunjukkan jumlah suku kata per seratus kata dan baris mendatar
menunjukkan jumlah kalimat per seratus kata.
6.
Tingkat keterbacaan ini bersfat perkiraan. Penyimpangan mungkin terjadi, baik ke atas maupun ke bawah. Oleh karena itu, peringkat
keterbacaan wacana hendaknya ditambah satu tingkat dan dikurangi satu tingkat. Sebagai contoh, jika titik pertemuan dari persilangan
baris vertikal untuk data suku kata dan baris horizontal untuk data jumlah kalimat jatuh di wilayah 6, maka peringkat keterbacaan wacana
yang diukur tersebut harus diperkirakan denga tingkat keterbacaan yang cocok untuk peringkat 5 yakni 6 1, 6, dan 7 6 + 1.
Untuk mengukur tingkat keeterbacaan sebuah buku yang biasanya relatif banyak jumlah halamannya, pengukuran keterbacaan hendaknya sekurang
kurangnya dilakukan tiga kali percobaan dengan pemilihan sampel yang berbedabeda, misalnya wacana bagian awal, tengah, dan akhir buku.
Dalam mengukur tingkat keterbacaan sebuah buku, selanjutnya hitunglah hasil rtaratanya. Data hasil ratarta inilah yang kemudian akan dijadikan
Telaah Buku Teks 47
dasar untuk menentukan tingkat kertebacaan wacana buku tersebut Harjasujana, 19961997:121.
Formula Keterbacaan Raygor: Grafik Raygor
Grafik Raygor diperkenalkan oleh Alton Raygon. Formula ini tampaknya mendekati kecocokan untuk bahasabahasa yang menggunakan huruf latin.
Grafik Raygor seperti tampak terbalik jika dibandingkan dengan grafik Fry. Garisgaris penyekat peringkat kelas dalam grafik Raygor tampak memancar
menghadap ke atas. Posisi yang demikian itu sesuai dengan penempatan
urutan data jumlah kalimat yang berlawanan pula sisi tempat jumlah suku
Telaah Buku Teks 48
kata digunakan untuk menunjukkan katakata panjang yang dinyatakan “jumlah kata sulit”, yakni kata yang dibentuk oleh enam buah huruf atau
lebih.
Petunjuk Penggunaan Grafik Raygor
Langkahlangkah yang harus ditempuh meliputi:
1. Menghitung 100 buah perkataan dari wacana yang hendak diukur tingkat keterbacaan itu sebagai sample.
2. Menghitung jumlah kalimat sample pada persepuluh terdekat. 3. Menghitung jumlah katakata sulit, yakni katakata yang dibentuk oleh 6
huruf atau lebih. 4. Hasil yang diperoleh dari langkah 2 dan 3 itu dapat diplotkan ke dalam
grafik Raygor untuk menentukan peringkat keterbacaan wacananya.
Kelebihan dari penggunaan grafik Raygor, yakni dalam hal efisiensi waktu, pengukuran keterbacaan wacana dengan grafik Raygor ternyata jauh lebih
cepat daripada melakukan pengukuran keterbacaan dengan menggunakan grafik Fry.
Telaah Buku Teks 49
PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL
REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2008
TENTANG BUKU
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL
Menimbang :
a. bahwa buku berperan penting dan strategis dalam upaya me-
ningkatkan mutu pendidikan, sehingga perlu ada kebijakan pemerintah mengenai buku bagi peserta didik;
b. bahwa berdasarkan pertimbangan pada huruf a, perlu mene-
tapkan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional tentang buku;
Mengingat :
1. Undang-undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan
Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 33,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3817;
2. Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta
Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 85, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4220;
3. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Ne-
gara Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 47, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
4286;
4. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendi-
dikan Nasional Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
Telaah Buku Teks 50
2003 Nomor 78, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4301; 5.
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2001 tentang Pemerintah Daerah Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2001
Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437;
6. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan
Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 126,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4438;
7. Undang-Undang Nomor 43 Tahun 2007 tentang Perpustakaan
Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 129, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4774;
8. Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar
Nasional Pendidikan Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 41, Tambahan Lembaran Negara Nomor
4496;
9. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 2005
tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Kewenangan, Susunan Or- ganisasi dan Tata Kerja Departemen sebagaimana telah diubah
terakhir dengan Peraturan Presiden Nomor 94 Tahun 2006;
10. Keputusan Presiden Nomor 187M Tahun 2004 mengenai Kabinet Indonesia Bersatu sebagaimanan telah diubah terakhir
dengan Keputusan Presiden Nomor 31P Tahun 2007;
MEMUTUSKAN :
Menetapkan :
PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL TEN- TANG BUKU
BAB I KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional ini yang dimaksud dengan : 1.
Menteri Pendidikan Nasional yang selanjutnya disebut Menteri adalah menteri yang menangani urusan pemerintahan di bidang pendidikan.
2. Departemen Pendidikan Nasional yang selanjutnya disebut Departemen adalah De-
Telaah Buku Teks 51