Kebijakan Perberasan Indonesia Subsidi Pupuk

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Kebijakan Perberasan Indonesia

Kebijakan mengenai perberasan di Indonesia telah dilakukan sejak tahun 19691970. Kebijakan tersebut tahun 19691970 sd 1998 mencakup kebijakan harga dasar gabah HDG atau dikenal dengan nama floor price policy dan pembelian beras oleh pemerintah. Pada tahun 19691970, HDG berada pada harga Rp 20,90kg dan pada tahun 1997 HDG berada pada harga Rp 525,00 perkembangan harga terlampir. Pelaksanaan pembelian gabah dan beras oleh pemerintah dilakukan oleh Koperasi Unit Desa KUD yang membeli dengan harga di atas HDP. Hal ini dilakukan dengan tujuan untuk membantu petani dalam peningkatan pendapatannya Badan Bimas Ketahanan Pangan, 2005. Kebijakan perberasan dalam Inpres No. 9 Tahun 2002 Deputi Setnet Bidang Hukum dan Perundang-Undangan, 2002 dan Inpres No. 2 Tahun 2005 Deputi Setnet Bidang Hukum dan Perundang-Undangan, 2005 dilaksanakan dengan mengimplementasikan kebijakan harga pembelian pemerintah HPP atau dikenal dengan nama procurement price policy. Dengan kebijakan HPP, pemerintah melalui Perum Bulog membeli gabah petani yang bertujuan untuk memberikan insentif harga kepada petani pada harga yang relatif tinggi dibanding harga pasar, dengan maksud untuk “mengangkat” harga gabah di tingkat petani terutama pada saat panen raya. Dalam Inpres No. 9 Tahun 2002 dan Inpres No. 2 Tahun 2005 juga menetapkan kebijakan impor beras. Menurut Inpres No. 2 Tahun 2005 kebijakan impor dengan melaksanakan kebijakan pelarangan impor beras pada musim panen raya, yaitu satu bulan sebelum panen raya dan dua bulan sesudah panen raya Januari – Juni untuk melindungi petani dari rendahnya harga beras. Bahkan pada tahun 2005 ini kalau memungkinkan pelarangan impor beras akan berlanjut sampai bulan Desember 2005.

2.2. Subsidi Pupuk

Dalam rangka mendukung ketahanan pangan, pemerintah telah melakukan kebijakan subsidi pupuk. Pemberian subsidi pupuk oleh pemerintah dapat dilihat dari sejarah perkembangan subsidi pupuk sebagai berikut Ditjen Bina Sarana Pertanian, 2004: 1. Pemberian subsidi pupuk untuk sektor pertanian dimulai pada tahun 1979 dan berakhir Desember 1998. 2. Periode tahun 1998 – 2000, subsidi dan tataniaga pupuk dicabut dan distribusi pupuk diserahkan pada mekanisme pasar. 3. Periode tahun 2001 – 2002, pemerintah mengalokasikan subsudi pupuk dalam bentuk insentif gas domestic IGD untuk pupuk Urea. 4. Periode tahun 2003 – 2004, pemerintah mengalokasikan subsidi pupuk melalui subsidi gas untuk pupuk Urea dan subsidi harga untuk pupuk non Urea SP-36, ZA dan NPK. Pada periode 1979 – 1997, subsidi pupuk memberikan kontribusi pada produktivitas sehingga dicapai swasembada beras pada tahun 1984. Pada akhir Desember 1998 sampai tahun 2000, subsidi pupuk dicabut dan berakibat pada penurunan produktivitas 4.38 ton.ha menjadi 4.22 tonha. Pada tahun 2001 – 2002, pemerintah memberikan subsidi pupuk melalui Insentif Gas Domestik IGD. Pada tahun 2003 – 2004, pemerintah memberikan subsidi pupuk Urea melalui penetapan harga gas dan pupuk non Urea melalui subsidi harga, sehingga terjadi peningkatan produktivitas dari 4.22 tonha menjadi 4.43 tonha. Dampak subsidi pupuk terhadap produktivitas padi, sejak tahun 1979 sampai dengan 2003, dapat dilihat pada Gambar 1, di bawah ini: Dampak Subsidi Pupuk 4.1 4.15 4.2 4.25 4.3 4.35 4.4 4.45 1979-1997 1998-2000 2001-2003 Tahun P roduk ti v it a s ton ha Produktivitas Sumber: Ditjen Bina Sarana Pertanian, 2004 Gambar 1. Dampak Subsidi Pupuk terhadap Produktivitas Padi Tahun 1979 – 1997, 1998 – 2000, dan Tahun 2001 – 2003

2.3. Penggunaan Pupuk dalam Menekan Biaya Produksi Padi