Hubungan Indeks Massa Tubuh Dengan Ketahanan Otot Pada Pemain Bola Basket di Universitas Sumatera Utara
I. Data Pribadi
Nama : Juswandy Ivanco Manurung
Tempat/Tanggal Lahir : Bukit Lima, 27 Juni 1995
Jenis Kelamin : Laki – laki
Agama : Kristen Protestan
Alamat : Jl. Abdul Hakim No. 48, Medan
Selayang 20131
Telepon : 08126303334
II. Riwayat Pendidikan
1. Tahun 1999 – 2001 : TK Nazaret P. Siantar 2. Tahun 2001 – 2007 : SD Negeri 122374 P. Siantar 3. Tahun 2007 – 2010 : SMP Negeri 1 P. Siantar 4. Tahun 2010 – 2013 : SMA Sultan Agung P. Siantar 5. Tahun 2013 – sekarang : Fakultas Kedokteran
Universitas Sumatera Utara
III. Riwayat Organisasi
1. Anggota Panitia Seksi Basket Porseni FK USU 2014 2. Anggota Panitia Seksi Basket Porseni FK USU 2015 3. Anggota Panitia Seksi Pubdok Paskah FK USU 2014 4. Anggota Panitia Seksi Pubdok Natal FK USU 2015
5. Koordinator Panitia Seksi Pubdok Pengabdian Masyarakat Mahasiswa Kristen FK USU 2016
(2)
43
PENJELASAN MENGENAI PENELITIAN
LEMBAR PENJELASAN KEPADA CALON SUBJEK PENELITIAN
Selamat pagi/sore Abang/Saudara sekalian nama saya Juswandy yang akan melakukan penelitian dengan judul: Hubungan Indeks Massa Tubuh dengan Ketahanan Ototpada Pemain Bola Basket di Universitas Sumatera Utara.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah ada hubungan antara indeks massa tubuh dengan Ketahanan otot pada pemain bola basket di Universitas Sumatera Utara.
Dengan diketahuinya Hubungan antara indeks massa tubuh dengan ketahanan otot, maka peneliti mengharapkan hasil penelitian ini dapat menjadi masukan dan informasi bagi pemain dan klub yang diteliti agar dapat meningkatkan prestasi atlet kedepannya.
Jika Abang/Saudara bersedia mengikuti penelitian ini dan penelitian lainnya yang terkait maka akan dilakukan pemeriksaan dengan cara melakukan wawancara dan melakukan beberapa test terkait dengan ketahanan otot nantinya. Saya sangat mengharapkan keikutsertaan Abang/Saudara dalam penelitian ini, karena selain bermanfaat untuk diri sendiri, juga bermanfaat untuk orang lain.
Selama penelitian ini, Abang/Saudara tidak dibebankan biaya apapun. Semua data/keterangan juga bersifat rahasia dan tidak diketahui orang lain. Apabila keberatan, Abang/Saudara dapat menolak untuk mengikuti penelitian ini.
Jika sudah mengerti dan bersedia mengikuti penelitian ini maka Abang/Saudara dapat mengisi lembar persetujuan (Informed Consent).
Tes Ketahanan otot yang akan dilakukan di atas pada lazimnya tidak akan menimbulkan hal yang berbahaya bagi Abang/Saudara sekalian, namun bila terjadi hal-hal yang tidak diinginkan yang disebabkan oleh perlakuan penelitian ini, maka Abang/Saudara dapat menghubungi saya.
(3)
Nama : Juswandy Ivanco Manurung
Alamat kantor : Jl. Dr. T. Mansur No.5, Medan 20155
Telp : (061) 8211045
Alamat rumah : Jl. Abdul Hakim No.48, Medan Selayang
Telp : 08126303334
Demikian penjelasan ini saya sampaikan, kiranya hasil dari penelitian ini bermanfaat bagi kita semua.
Medan, 2016
Peneliti,
(4)
45
LEMBAR PERSETUJUAN SETELAH PENJELASAN (INFORMED CONSENT)
Saya yang bertanda tangan di bawah ini:
Nama :
Umur :
Alamat :
No.Telp./ HP :
Setelah mempelajari dan mendapatkan penjelasan yang sejelas-jelasnya mengenai penelitian yang berjudul Hubungan Indeks Massa Tubuh dengan Ketahanan Otot pada Pemain Bola Basket di Universitas Sumatera Utara, dan setelah mengetahui dan menyadari sepenuhnya risiko yang mungkin terjadi, dengan ini saya menyatakan bahwa saya bersedia dengan sukarela menjadi subjek penelitian tersebut dan patuh akan ketentuan-ketentuan yang dibuat peneliti. Jika sewaktu-waktu ingin berhenti, saya berhak untuk tidak melanjutkan mengikuti penelitian ini tanpa ada sanksi apapun.
Yang menyatakan, Peneliti
(5)
HASIL OUTPUT SPSS
A. Distribusi Frekuensi Karakteristik Subjek Penelitian Berdasarkan Umur
Statistics
umur
N Valid 60
Missing 0
Mean 21.13
Std. Deviation 1.186
Minimum 20
Maximum 24
B. Distribusi Frekuensi Karakteristik Subjek Penelitian Berdasarkan Berat Badan, Tinggi Badan, Indeks Massa Tubuh, Jumlah Push-up, dan
Jumlah Curl-up
Statistics
BB
N Valid 60
Missing 0
Mean 70.58
Std. Deviation 14.880
Minimum 50
Maximum 128
Umur
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative Percent
Valid 20 25 41.7 41.7 41.7
21 12 20.0 20.0 61.7
22 16 26.7 26.7 88.3
23 4 6.7 6.7 95.0
24 3 5.0 5.0 100.0
(6)
47
Bbkel
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative Percent
Valid 50-70 40 66.7 66.7 66.7
71-90 14 23.3 23.3 90.0
91-110 5 8.3 8.3 98.3
111-130 1 1.7 1.7 100.0
Total 60 100.0 100.0
Statistics
TB
N Valid 60
Missing 0
Mean 172.27
Std. Deviation 5.656
Minimum 160
Maximum 185
Tbkel
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative Percent
Valid 160-170 24 40.0 40.0 40.0
171-180 32 53.3 53.3 93.3
181-190 4 6.7 6.7 100.0
Total 60 100.0 100.0
Statistics
IMT
N Valid 60
Missing 0
Mean 23.6495
Std. Deviation 4.58116
Minimum 16.57
(7)
imt1
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative Percent
Valid bbkurang 4 6.7 6.7 6.7
bbnormal 29 48.3 48.3 55.0
bbberesiko 8 13.3 13.3 68.3
obesitas1 13 21.7 21.7 90.0
obesitas2 6 10.0 10.0 100.0
Total 60 100.0 100.0
Pushupkel
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative Percent
Valid Luar Biasa 9 15.0 15.0 15.0
Sangat Baik 5 8.3 8.3 23.3
Baik 13 21.7 21.7 45.0
Cukup 4 6.7 6.7 51.7
Kurang 12 20.0 20.0 71.7
Sangat Kurang 17 28.3 28.3 100.0
Total 60 100.0 100.0
Curlupkel
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative Percent
Valid Luar Biasa 49 81.7 81.7 81.7
Sangat Baik 1 1.7 1.7 83.3
Baik 5 8.3 8.3 91.7
Cukup 1 1.7 1.7 93.3
Kurang 3 5.0 5.0 98.3
Sangat Kurang 1 1.7 1.7 100.0
(8)
49
C. Hubungan Indeks Massa Tubuh Dengan Ketahanan Otot
Correlations
imt1 Pushupkel
Spearman's rho imt1 Correlation Coefficient 1.000 .520**
Sig. (2-tailed) . .000
N 60 60
Pushupkel Correlation Coefficient .520** 1.000
Sig. (2-tailed) .000 .
N 60 60
**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
Correlations
imt1 Curlupkel
Spearman's rho imt1 Correlation Coefficient 1.000 .346**
Sig. (2-tailed) . .007
N 60 60
Curlupkel Correlation Coefficient .346** 1.000
Sig. (2-tailed) .007 .
N 60 60
(9)
(10)
51
SURAT PERSETUJUAN KOMISI ETIK TENTANG PELAKSANAAN PENELITIAN BIDANG KESEHATAN
(11)
TABEL DATA INDUK
Nama
Umur
(tahun) BB (Kg) TB (cm)
IMT (Kg/m2)
Push-up (kali)
Curl-up (Kali)
A 21 74 174 24.44 38 50
B 20 75 176 24.21 30 30
C 20 66 180 20.37 31 60
D 20 99 173 33.07 10 20
E 21 60 171 20.51 30 40
F 20 69 177 22.02 50 120
G 20 55 179 17.16 40 45
H 21 82 170 28.37 10 25
I 21 85 180 26.23 30 30
J 20 68 164 25.28 20 50
K 20 80 177 25.53 40 45
L 22 128 179 39.94 3 10
M 20 94 185 27.46 20 20
N 22 89 174 29.39 11 25
O 22 70 172 23.66 25 25
P 21 63 181 19.23 17 25
Q 22 86 164 31.97 10 20
R 22 58 170 20.06 16 25
S 20 100 176 32.28 16 30
T 22 103 185 30.09 2 23
U 22 64 172 21.69 12 50
V 22 56 165 20.56 51 110
W 22 69 174 22.79 20 10
X 22 66 174 21.79 50 50
Y 22 65 168 23.03 20 25
Z 22 82 175 26.77 10 15
AA 24 83 172 28.05 15 25
BB 21 58 160 22.05 32 27
CC 20 64 174 21.13 22 37
DD 21 73 170 25.25 13 36
EE 24 83 175 27.10 17 20
FF 20 52 163 16.57 26 10
GG 20 71 172 23.99 25 30
HH 20 102 170 35.29 14 8
II 20 63 168 22.32 30 30
(12)
53
KK 20 61 170 21.10 21 52
LL 20 55 170 19.03 20 25
MM 20 63 167 22.56 70 20
NN 23 70 171 23.79 12 27
OO 24 73 170 25.25 15 37
PP 21 61 164 22.67 20 30
QQ 21 69 182 20.06 30 34
RR 23 65 167 23.30 30 39
SS 20 60 166 21.77 35 32
TT 22 65 172 21.97 27 29
UU 22 57 172 19.26 35 28
VV 21 69 169 24.15 30 33
WW 23 64 174 21.13 53 26
XX 22 64 179 19.97 17 31
YY 23 65 180 20.06 19 36
ZZ 20 52 163 19.57 23 27
AAA 20 65 174 21.46 30 37
BBB 20 69 174 22.79 34 41
CCC 21 56 174 18.39 14 29
DDD 20 58 175 18.93 36 30
EEE 20 69 166 25.03 7 32
FFF 21 50 167 17.92 25 29
GGG 22 65 179 20.28 13 39
(13)
DAFTAR PUSTAKA
1. Hapsari A, Dwikusworo E.P, dan Hidayah T. Status Keterampilan Bermain Bola Basket pada Club NBC (Ngaliyan Basketball Center) Kota Semarang. Journal of Sport Sciences and Fitness 2013; 2(1): 6-10
2. Pojskic H, Sevarovic V, Muratovic M, Uzicanin E. The Relationship Between Physical Fitness and Shooting Accuracy of Professional Basketball Players. University of Tuzla, Bosnia and Herzegovina. Motriz, Rio Claro 2014; vol.20 no.4 p:408-417, Oct/Dec 2014.
3. Pramono F.E. Tingkat Kesegaran Jasmani Anak Yang Ikut Dalam Sekolah Sepakbola Handayani di Gunung Kidul Daerah Istimewa Yogyakarta.
Yogyakarta: Fakultas Ilmu Keolahragaan Universitas Negeri Yogyakarta; 2012: 1-40.
4. Sumintarsih. Kebugaran Jasmani Untuk Lanjut Usia. Majalah Ilmiah 2010; 16(1): 1-19.
5. Parmo. Hubungan Tingkat Kebugaran Jasmani dengan Prestasi Belajar Siswa SMA Negeri 1 Ujan Mas Kecamatan Ujan Mas Kabupaten Kepahiang. Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Bengkulu; 2014: 1-24.
6. Utari A. Hubungan Indeks Massa Tubuh Dengan Tingkat Kesegaran Jasmani pada Anak Usia 12-14 Tahun. Semarang: Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro; 2007: 60-79.
7. Hopson J.L, Donatelle R.J, dan Littrell T.R. Get Fit, Stay Well! 1st ed. USA: Benjamin Cummings; 2008
8. Arisandi D. Analisis Penggunaan Kalori Atlet Bola Basket Universitas Pendidikan Indonesia; 2014 : 1-7.
9. Lubis H.M, Sulastri D, dan Afriwardi. Hubungan Indeks Massa Tubuh dengan Ketahanan Kardiorespirasi, Kekuatan dan Ketahanan Otot dan Fleksibelitas pada Mahasiswa Laki-Laki Jurusan Pendidikan Dokter Universitas Andalas Angkatan 2013. Jurnal Kesehatan Andalas 2015; (4): 142-150.
(14)
40
10.Setiawan D.A, dan Setiowati A. Hubungan Indeks Massa Tubuh (IMT) Terhadap Kekuatan Otot pada Lansia di Panti Wredha Rindang Asih III Kecamatan Boja. Journal of Sport Sciences and Fitness 2014; 3: 30-35 11.Sherwood L. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem. Edisi 6. Jakarta: EGC;
2012.
12.Sarifin G. Kontraksi Otot Dan Kelelahan. Jurnal ILARA 2010; 1(2): 58-60. 13.Martini F.H. Fundamentals of Anatomy & Physiology. 9th ed. USA:
Benjamin Cummings; 2012.
14.Barrett K.E, Barman S.M, Boitano S, Brooks, H.L. Ganong’s Review of
Medical Physiology. 24th ed. New York: McGraw-Hill; 2012.
15.Tortora G.J, Derrickson B. Principles of Anatomi & Physiology. 13th ed. United States of America: John Wiley & Sons; 2009.
16.Sudoyo A.W, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M.K, Setiati S. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi V Jilid III. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2009.
17.World Health Organization. BMI Classification. Geneva: Worlh Health Organization; 2011.
Available from: http://apps.who.int/bmi/index.jsp?introPage=intro_3.html. [Diakses 9 Mei 2015]
18.World Health Organization. BMI Classification. Geneva: Worlh Health Organization; 2004.
Available from: http://apps.who.int/bmi/index.jsp?introPage=intro_3.html. [Diakses 9 Mei 2015]
19.Penggalih M.H.S.T. dan Huriyati E. Gaya Hidup, Status Gizi dan Stamina Atlet pada Sebuah Klub Sepakbola. Berita Kedokteran Masyarakat 2007; 23(4): 192-199.
20.Pralhadrao U, Satyanarayana P, Shisode-Lad S, Chaitanya C, Kumari N.R. A Study on the Correlation Between the Body Mass Index (BMI), the Body Fat Percentage, the Handgrip Strength and the Handgrip Endurance; 2013.
(15)
21.Setiowati A. Hubungan Indeks Massa Tubuh, Persen Lemak Tubuh, Asupan Zat Gizi dengan Kekuatan Otot. Jurnal Media Ilmu Keolahragaan Indonesia 2014; 4(1): 33-38.
22.Utoro B.F. Pengaruh Penerapan Carbohydrate Loading Modifikasi Terhadap Kesegaran Jasmani. Semarang: Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro; 2011.
(16)
BAB 3
KERANGKA KONSEP, KERANGKA TEORI DAN HIPOTESIS
3.1 Kerangka TeoriBerdasarkan tujuan penelitian yang telah dibahas, maka kerangka konsep dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
Gambar 3.1 Kerangka Teori Penelitian
3.2 Kerangka Konsep
Variabel Independen Variabel dependen
Gambar 3.2 Kerangka Konsep Penelitian
Berat Badan
Tinggi Badan
Indeks Massa Tubuh
Pemain bola basket
Intensitas Latihan
Ketahanan Otot
Kesegaran Jasmani
Komponen Kesehatan
Aktifitas fisik
Nutrisi
Jenis Kelamin
(17)
3.3 Hipotesis
Terdapat hubungan antara Indeks Massa Tubuh dengan Ketahanan otot pada pemain basket di Universitas Sumatera Utara.
(18)
BAB 4
METODE PENELITIAN
4.1 Jenis PenelitianJenis penelitian ini adalah penelitian analitik dengan desain penelitian
cross sectional study (studi potong lintang), dimana penelitian akan menggambarkan hubungan antara IMT dengan ketahanan otot pada pemain basket di Universitas Sumatera Utara.
4.2 Tempat dan Waktu Penelitian 4.2.1 Tempat Penelitian
Penelitian ini dilakukan di beberapa klub bola basket fakultas di Universitas Sumatera Utara. Lokasi yang dipilih adalah tempat berlatih pemain bola basket masing-masing Fakultas.
4.2.2 Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan sesuai dengan waktu yang telah ditetapkan oleh Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.
Tabel 4.1 Waktu Penelitian
Kegiatan Maret - Juni Juli - September Oktober - Desember
Penyusunan Proposal
Pengumpulan Data
Pengolahan,
Analisa data, dan Penulisan Laporan
(19)
4.3 Populasi dan Sampel Penelitian 4.3.1 Populasi
Populasi penelitian ini adalah 4 klub bola basket fakultas di Universitas Sumatera Utara diantaranya Fakultas Kedokteran, Fakultas Hukum, Fakultas Ekonomi dan Bisnis, dan Fakultas MIPA yang terdiri dari 60 orang pemain.
4.3.2 Sampel
Sampel dalam penelitian ini adalah subjek yang diambil dari populasi di beberapa klub bola basket fakultas di Uneversitas Sumatera Utara. Selain itu, sampel yang akan diambil harus memenuhi kriteria inklusi serta tidak termasuk dalam kriteria eksklusi selama penelitian berlangsung.
Adapun kriteria inklusi dan eksklusi dalam pemilihan sampel penelitian ini adalah:
1. Kriteria Inklusi
a. Sehat secara fisik, mental, maupun sosial b. Menjalani latihan rutin bersama klubnya
c. Bermain minimal 2 tahun sebagai pemain bola basket d. Laki – laki berusia antara 20-29 tahun
e. Tidak merokok maupun meminum alkohol pada saat pengambilan data f. Bersedia menjadi subjek penelitian dengan menandatangani lembar
persetujuan setelah penjelasan (informed consent). 2. Kriteria Eksklusi
a. Mengalami sakit atau cedera yang berat yang membutuhkan perawatan di rumah sakit saat pengambilan data
Teknik pengambilan sampel pada penelitian ini adalah total sampling
yaitu melibatkan seluruh pemain dari 4 klub bola basket fakultas yaitu Fakultas Kedokteran, Fakultas Hukum, Fakultas Ekonomi dan Bisnis, dan Fakultas MIPA yang terdiri dari 60 orang pemain.
(20)
24
4.4 Metode Pengumpulan Data 4.4.1 Data Primer
Data primer dalam penelitian ini adalah data yang diperoleh langsung dari sumber data. Pengumpulan data dilakukan dengan pengamatan langsung terhadap subjek penelitian yang melakukan push-up dan curl-up.
4.4.2 Data Sekunder
Data sekunder dalam penelitian ini adalah data mengenai jumlah pemain bola basket di tiap-tiap klub bola basket fakultas.
4.4.3 Instrumen Penelitian
Instrumen yang digunakan untuk penelitian ini adalah timbangan digital,
microtoise, informed consent, stopwatch, alas empuk atau matras, kertas pengamatan dan alat tulis.
4.5 Defenisi Operasional 4.5.1 Indeks Massa Tubuh
1. Indeks Massa Tubuh adalah perhitungan Berat Badan (BB) dalam kilogram dibagi dengan Tinggi Badan (TB) kuadrat dalam meter (Kg/m2).
BB(Kg) 2. Cara Ukur : Dengan menggunakan rumus IMT=
TB2(m2) 3. Alat Ukur : Berat badan diukur dengan menggunakan
timbangan digital yang sudah di standarisasi, sementara Tinggi Badan diukur dengan menggunakan microtoise yang sudah distandarisasi.
4. Hasil Ukur : Berat Badan dalam kilogram dan Tinggi Badan dalam meter. Kemudian interpretasi dalam tabel IMT menurut Kriteria Asia Pasifik.
IMT: BB kurang (<18,5), BB normal (18,5-22,9), BB berlebih (>23), BB berisiko (23-24,9), Obes I (25-29,9), dan Obes II (>30).
(21)
5. Skala Ukur : Ordinal
4.5.2 Ketahanan Otot
1. Ketahanan otot adalah kemampuan otot untuk berkontraksi berulang-ulang sampai dengan beban submaksimal.
2. Cara Ukur : Hitung jumlah Push-up dan Curl-up.
3. Hasil Ukur : Push-up dan Curl-up dalam kali.
Push up: Luar biasa (>36 kali), sangat baik (31-36 kali), baik (24-30 kali), cukup (21-23 kali), kurang (16-20 kali), dan sangat kurang (<16 kali).
Curl up: Luar biasa (>25 kali), sangat baik (22-25 kali), baik (16-20 kali), cukup (13-15 kali), kurang (10-12 kali), dan sangat kurang (<10 kali).
4. Skala Ukur : Ordinal
4.6 Metode Pengolahan dan Analisa Data 4.6.1 Pengolahan Data
Pengolahan data dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut: (1)
editing, dilakukan untuk memeriksa ketepatan dan kelengkapan data; (2) coding,
data yang telah terkumpul dikoreksi, kemudian diberi kode oleh peneliti secara manual sebelum diolah dengan komputer; (3) entry, data tersebut dimasukkan kedalam program komputer; (4) cleaning data, pemeriksaan semua data yang telah dimasukkan kedalam komputer guna menghindari terjadinya kesalahan dalam pemasukan data; (5) saving, penyimpanan data untuk siap dianalisis; dan (6) analisis data.
4.6.2 Analisis Data
Data kemudian diolah dengan menggunakan program komputer SPSS (Statistical Product and Service Solution) dan disajikan dalam bentuk tabel dengan tujuan penelitian yaitu untuk mengetahui hubungan antara indeks massa tubuh dan ketahanan otot pada pemain bola basket di Universitas Sumatera Utara.
(22)
26
Analisa ini dilakukan untuk melihat dua variabel dengan uji korelasi Spearman dengan nilai korelasi atau r (rho) yang berkisar diantara -1 sampai dengan +1. Jika angka korelasi semakin mendekati 1, maka hubungan korelasi antara kedua variabel akan semakin kuat, sedangkan jika angka korelasi semakin mendekati 0, maka hubungan korelasi antara kedua variabel semakin lemah. Tanda plus menyatakan bahwa hubungan diantara kedua variabel bersifat searah, sedangkan tanda minus menyatakan hubungan yang bersifat berlawanan arah.
(23)
5.1 Hasil Penelitian
5.1.1 Deskripsi Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di dua lokasi. Pertama, pengambilan data dilakukan di lapangan bola basket Fakultas Kedokteran USU tempat latihan klub bola basket Fakultas Kedokteran USU, Fakultas MIPA USU dan Fakultas Ekonomi dan Bisnis USU yang berlokasi di Jalan Universitas Komplek USU, Kecamatan Padang Bulan, Kota Medan. Kedua, pengambilan data dilakukan di lapangan bola basket Cikal USU tempat latihan klub bola basket Fakultas Hukum USU yang berlokasi di Jalan dr. Mansyur Komplek USU, Kecamatan Padang Bulan, Kota Medan. Jumlah subjek penelitian yang terlibat dalam penelitian ini adalah 60 orang.
5.1.2 Deskripsi Karakteristik Responden
Responden yang ikut serta dalam penelitian ini adalah para pemain bola basket dari empat fakultas yang ada di Universitas Sumatera Utara yaitu Fakultas Kedokteran USU, Fakultas MIPA USU, Fakultas Ekonomi dan Bisnis USU, dan Fakultas Hukum USU. Responden yang terdiri dari 60 orang seluruhnya telah menyetujui untuk berpartisipasi dalam penelitian dan telah memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi.
(24)
28
5.1.2.1 Karakteristik Subjek Penelitian
Berdasarkan umur, didapatkan sebaran subjek penelitian sebagai berikut:
Tabel 5.1 Distribusi Subjek Penelitian Berdasarkan Umur
Umur Frekuensi (orang) Persentase (%)
20 25 41,7%
21 12 20,0%
22 16 26,7%
23 4 6,7%
24 3 5,0%
Total 60 100%
Berdasarkan tabel diatas, subjek penelitian dengan umur 20 tahun memiliki frekuensi dan persentase terbesar yaitu 25 orang dengan 41,7%. Rata-rata umur dari subjek penelitian ini adalah 21,13 tahun (SD 1,186).
Berdasarkan berat badan, didapatkan sebaran subjek penelitian sebagai berikut:
Tabel 5.2 Distribusi Subjek Penelitian Berdasarkan Berat Badan Berat Badan Frekuensi (orang) Persentase (%)
50-70 40 66,7%
71-90 14 23,3%
91-110 5 8,3%
111-120 1 1,7%
Total 60 100%
Pada tabel di atas didapatkan bahwa mayoritas subjek penelitian (66,7%) memiliki berat badan dalam rentang 50-70 kg. Setelah diolah dengan program SPSS didapatkan rata-rata berat badan pemain bola basket ini 70,58 kg (SD 14,880).
(25)
Berdasarkan tinggi badan, didapatkan sebaran subjek penelitian sebagai berikut:
Tabel 5.3 Distribusi Subjek Penelitian Berdasarkan Tinggi Badan Tinggi Badan Frekuensi (orang) Persentase (%)
160-170 24 40,0%
171-180 32 53,3%
181-190 4 6,7%
Total 60 100%
Pada tabel diatas didapatkan bahwa mayoritas subjek penelitian memiliki tinggi badan dalam rentang 171-180 cm dengan persentase 53,3%. Didapatkan rata-rata tinggi badan pemain bola basket ini adalah 172,27 cm (SD 5,656).
Setiap subjek penelitian yang berpartisipasi diukur berat badan dan tinggi badannya kemudian dihitung indeks massa tubuhnya. Berdasarkan indeks massa tubuh, didapatkan sebaran subjek penelitian sebagai berikut:
Tabel 5.4 Distribusi Subjek Penelitian Berdasarkan IMT
IMT Frekuensi (orang) Persentase (%)
BB Kurang 4 6,7%
BB Normal 29 48,3%
BB Beresiko 8 13,3%
Obesitas 1 13 21,7%
Obesitas 2 6 10,0%
Total 60 100%
Pada tabel diatas didapatkan bahwa subjek penelitian yang memiliki IMT normal ada 29 orang (48,3%), subjek dengan IMT kurang ada 4 orang (6,7%), subjek dengan berat badan beresiko 8 orang (13,3%), subjek dengan obesitas 1 ada 13 orang (21,7%), dan subjek dengan obesitas 2 ada 6 orang (10%). Mayoritas
(26)
30
dari subjek penelitian memiliki IMT yang normal. Setelah diolah dengan program SPSS didapatkan rata-rata IMT pemain bola basket ini adalah 23,6495 (SD 4,58).
Setiap subjek penelitian akan dinilai ketahanan ototnya berdasarkan jumlah push-up dan curl-up yang dapat dilakukannya. Berdasarkan ketahanan otot, didapatkan sebaran subjek penelitian sebagai berikut:
Tabel 5.5 Distribusi Subjek Penelitian Berdasarkan Ketahanan Otot (Jumlah Push-up)
Ketahanan Otot (Push-up)
Frekuensi (Orang)
Persentase (%)
Luar Biasa 9 15,0%
Sangat Baik 5 8,3%
Baik 13 21,7%
Cukup 4 6,7%
Kurang 12 20,0%
Sangat Kurang 17 28,3%
Jumlah 60 100%
Pada tabel diatas dapat dilihat bahwa ketahanan otot yang dihitung dari jumlah push-up yang dapat dilakukan, kelompok kategori sangat kurang memiliki persentase paling besar yaitu sebanyak 17 orang (28,3%), kemudian diikuti oleh kategori luar biasa yaitu sebanyak 9 orang (15%), dan ketahanan otot yang paling sedikit persentasenya merupakan kategori cukup yaitu sebanyak 4 orang (6,7%).
(27)
Tabel 5.6 Distribusi Subjek Penelitian Berdasarkan Ketahanan Otot ( Jumlah Curl-up)
Ketahanan Otot (Curl-up)
Frekuensi (orang)
Persentase (%)
Luar Biasa 49 81,7%
Sangat Baik 1 1,7%
Baik 5 8,3%
Cukup 1 1,7%
Kurang 3 5,0%
Sangat Kurang 1 1,7%
Total 60 100%
Pada tabel diatas dapat dilihat bahwa ketahanan otot yang dihitung dari jumlah curl-up yang dapat dilakukan, kelompok kategori luar biasa memiliki persentase yang paling besar yaitu sebanyak 49 orang (81,7%), kemudian diikuti oleh kategori baik dan kurang yaitu masing-masing sebanyak 5 orang (8,3%) dan 3 orang (5%), dan ketahanan otot yang paling sedikit persentasenya merupakan kategori sangat baik, cukup dan sangat kurang yaitu masing-masing sebanyak 1 orang (1,7%).
5.1.3 Hasil Analisa Data
Peneliti melakukan analisa statistik untuk mengetahui hubungan indeks massa tubuh dengan ketahanan otot pada pemain bola basket di Universitas Sumatera Utara. Untuk mengetahui hubungan kedua variabel tersebut, dilakukan uji korelasi Spearman. Adapun hasil uji korelasi Spearman pada kedua variabel pada penelitian ini dinyatakan dalam tabel berikut ini:
(28)
32
Tabel 5.7 Hubungan IMT dengan Ketahanan Otot (Push Up) Berdasarkan Uji Korelasi Spearman
Ketahanan Otot (Push-up)
Total rho
Luar Biasa
Sangat
Baik Baik Cukup Kurang
Sangat Kurang
BB
Kurang 1 0 2 0 0 1 4
0,520
BB
Normal 6 5 5 4 7 2 29
BB
Beresiko 1 0 5 0 1 1 8
Obesitas
1 1 0 1 0 3 8 13
Obesitas
2 0 0 0 0 1 5 6
Total 9 5 13 4 12 17 60
Penelitian ini menggunakan hipotesis dua arah dengan tingkat kepercayaan 95%, yang berarti jika didapati nilai Sig. < 0,05 maka hipotesis nol penelitian ditolak. Setelah dianalisis, dalam penelitian ini didapati nilai Sig. = 0,000 pada kelompok ketahanan otot (push-up) dan karena 0,000 < 0,05 maka hipotesis nol penelitian ditolak. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa antara indeks massa tubuh, terdapat hubungan yang signifikan dengan ketahanan otot.
Kekuatan hubungan antara kedua variabel dilihat dari nilai korelasi Spearman. Hubungan IMT dengan ketahanan otot (Push Up) yaitu r = 0,520. Tanda positif menyatakan arah hubungan yang searah, yaitu semakin ideal IMT seseorang, maka semakin baik ketahanan ototnya. Sementara itu, angka 0,520 menyatakan besarnya kekuatan hubungan antara IMT dengan ketahanan otot (Push Up) pada pemain bola basket, yaitu adanya kekuatan korelasi yang sedang.
(29)
Tabel 5.8 Hubungan IMT dengan Ketahanan Otot (Curl Up) Berdasarkan Uji Korelasi Spearman
Ketahanan Otot (Curl-up)
Total rho
Luar Biasa
Sangat
Baik Baik Cukup Kurang
Sangat Kurang
BB
Kurang 3 0 0 0 1 0 4
0,346
BB
Normal 27 0 1 0 1 0 29
BB
Beresiko 8 0 0 0 0 0 8
Obesitas
1 10 0 2 1 0 0 13
Obesitas
2 1 1 2 0 1 1 6
Total 49 1 5 1 3 1 60
Penelitian ini menggunakan hipotesis dua arah dengan tingkat kepercayaan 95%, yang berarti jika didapati nilai Sig. < 0,05 maka hipotesis nol penelitian ditolak. Setelah dianalisis, dalam penelitian ini didapati nilai Sig. = 0,007 pada kelompok ketahanan otot (curl-up) dan karena 0,007 < 0,05 maka hipotesis nol penelitian ditolak. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa antara indeks massa tubuh, terdapat hubungan yang signifikan dengan ketahanan otot.
Kekuatan hubungan antara kedua variabel dilihat dari nilai korelasi Spearman. Hubungan IMT dengan ketahanan otot (Curl Up) yaitu r = 0,346. Tanda positif menyatakan arah hubungan yang searah, yaitu semakin ideal IMT seseorang, maka semakin baik ketahanan ototnya. Sementara itu, angka 0,346 menyatakan besarnya kekuatan hubungan antara IMT dengan ketahanan otot (Curl Up) pada pemain bola basket, yaitu adanya kekuatan korelasi yang rendah.
5.2 Pembahasan
5.2.1 Indeks Massa Tubuh
Mayoritas subjek penelitian dengan rentang umur dari 20-24 tahun memiliki nilai IMT normal dengan jumlah sebanyak 29 orang (48,3%). Rata-rata IMT untuk 60 pemain bola basket ini sebesar 23,6495 kg/m2. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Lubis, Sulastri dan Afriwardi (2013)
(30)
34
terhadap 72 responden dimana didapatkan rata-rata IMT responden yaitu 22,08 dengan jumlah responden yang normal 41 orang (56,9%).9 Penelitian yang dilakukan oleh Setiowati (2014) didapatkan rata-rata IMT responden yaitu 21,60 dengan jumlah responden yang normal 10 orang (90,9%).21
Pada penelitian ini juga didapatkan sebanyak 4 orang (6,7%) dari rentang umur 20-29 tahun memiliki IMT yang kurang. Beberapa penelitian menyatakan bahwa peningkatan asupan energy berperan untuk stimulasi peningkatan berat badan dan massa otot.21 Seorang atlet membutuhkan asupan energi yang lebih besar dari orang biasa oleh karena aktivitas yang lebih tinggi meningkatkan pengeluaran energi untuk metabolisme, panas dan sintesis hormon.21
Namun dari distribusi frekuensi data ini masih ditemukan atlet yang IMTnya diatas 23 yaitu sebanyak 27 orang (45%). Hal ini mungkin disebabkan oleh atlet masih belum memperhatikan dengan baik kualitas makanan yang harus dipilih, penambahan jenis makanan tertentu pada saat latihan dan pertandingan, kurangnya pengetahuan untuk memilih makanan yang cocok, dan adanya kesalahan konsep tentang peranan zat gizi spesifik untuk menunjang stamina olahraga.19
5.2.2 Ketahanan Otot
Pada penelitian ini didapatkan hasil persentase atlet sebaran umur 20-29 yang mendapat nilai ketahanan otot kategori Luar biasa, Sangat baik, baik dan cukup dari hasil jumlah push-up dilakukan sebanyak 51,7% lebih banyak dibanding dengan nilai ketahanan otot kategori kurang dan sangat kurang sebanyak 48,3%. Hasil yang sama didapatkan jika dihitung dari jumlah curl-up
yang dilakukan sebanyak 93,3% dengan ketahanan otot luar biasa, sangat baik, baik dan cukup lebih banyak dibanding dengan nilai ketahanan otot kurang dan sangat kurang sebanyak 6,7%. Hasil yang sama juga ditunjukkan oleh penelitian yang dilakukan oleh Utoro (2011) terhadap 25 responden di Semarang yang mengukur tingkat kesegaran jasmani didapati sebanyak 14 subjek (56%) memiliki kategori kesegaran jasmani baik sekali dan 9 subjek (36%) memiliki kategori kesegaran jasmani yang baik.22
(31)
Kemampuan dan ketahanan otot dapat ditingkatkan dengan latihan ketahanan. Latihan ketahanan juga mengacu pada latihan beban dan latihan kekuatan yang dapat diselesaikan dengan mengukur berat badan atau alat ketahanan seperti pita latihan atau bola latihan. Latihan ketahanan menekan sistem muskuloskeletal tubuh dan mampu membesarkan serat-serat otot serta memperbaiki kontrol saraf terhadap fungsi otot yang pada akhirnya akan membesarkan dan meningkatkan kekuatan dan ketahanan otot.7
5.2.3 Hubungan Indeks Massa Tubuh dengan Ketahanan Otot
Pada penelitian ini, hasil uji Spearman didapati nilai Sig. (2-tailed) = 0,000 dan r = 0,520. Nilai sig = 0,000 menunjukkan adanya hubungan yang signifikan antara indeks massa tubuh dengan ketahanan otot (push-up) pada pemain bola basket, walaupun kekuatan hubungan antara keduanya hanya korelasi sedang. Sedangkan, hasil uji Spearman didapati nilai Sig. (2-tailed) = 0,007 dan r
= 0.346. Nilai sig = 0,007 menunjukkan adanya hubungan indeks massa tubuh dengan ketahanan otot (curl-up) pada pemain bola basket, walaupun kekuatan hubungan antara keduanya hanya korelasi rendah. Hasil yang sama diperoleh dari penelitian yang dilakukan oleh Pralhadrao et al. (2013) terhadap 180 subjek yang terdiri dari 90 laki-laki dan 90 perempuan menunjukkan bahwa ada korelasi negatif antara IMT, persentase lemak tubuh dengan ketahanan handgrip, tetapi tidak signifikan pada populasi yang overweight. Pada populasi overweigh, kekuatan absolut handgrip mungkin tidak terganggu, tetapi ketahanan handgrip
akan mulai berkurang dengan meningkatnya persentase lemak tubuh bukan peningkatan massa tubuh.20
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Penggalih & Huriyati (2007), hasil uji regresi linier dari beberapa variabel terhadap stamina atlet, yaitu variabel umur, IMT, dan massa lemak tubuh, secara independen tidak memberikan pengaruh yang signifikan terhadap stamina atlet (P>0,05). Namun demikian, status gizi yang mencakup indikator IMT dan massa lemak tubuh secara bersama-sama memberikan pengaruh yang positif dan signifikan terhadap stamina atlet (p<0,05). Asupan kalori harian, sebelum dan sesudah bertanding memberikan
(32)
36
pengaruh yang positif dan signifikan terhadap stamina atlet (p<0,05). Demikian halnya kebiasaan hidup dan aktifitas fisik memberikan pengaruh yang positif dan signifikan terhadap stamina atlet (p<0,05). Dalam hal ini dapat disimpulkan bahwa tidak hanya satu faktor yaitu IMT yang mempengaruhi ketahanan otot, tetapi ada faktor-faktor lain yang ikut mempengaruhi ketahanan otot diantaranya nutrisi, aktivitas fisik maupun kebiasaan hidup pemain itu sendiri.19
Penelitian ini memiliki keterbatasan pada subjek penelitian dan metode penelitian. Pada subjek penelitian terbatas pada jumlah subjek yang diteliti, sedangkan faktor komposisi tubuh atlet yang lebih baik diukur adalah persentase lemak tubuhnya dibandingkan IMT. Namun pengukuran persentase lemak tubuh membutuhkan alat yang sulit dan tidak tersedia.
(33)
6.1 Kesimpulan
1. Terdapat hubungan yang signifikan antara indeks massa tubuh dengan ketahanan otot yang diukur dari jumlah push-up dengan nilai Sig. (2-tailed) = 0,000 dan r = 0,520, kekuatan hubungan antara keduanya yaitu korelasi sedang. Dengan demikian semakin ideal IMT seseorang maka semakin baik ketahanan ototnya pada gerakan push-up.
2. Terdapat hubungan yang signifikan antara indeks massa tubuh dengan ketahanan otot yang diukur dari jumlah curl-up dengan nilai Sig. (2-tailed) = 0,007 dan r = 0, 346, kekuatan hubungan antara keduanya yaitu korelasi rendah. Dengan demikian semakin ideal IMT seseorang maka semakin baik ketahanan ototnya pada gerakan curl-up.
3. Mayoritas subjek penelitian memiliki berat badan dalam rentang 50-70 kg dengan frekuensi sebanyak 40 orang (66,7%).
4. Mayoritas subjek penelitian memiliki tinggi badan dalam rentang 171-180 cm dengan frekuensi sebanyak 32 orang (53,3%).
5. Mayoritas subjek penelitian memiliki nilai IMT normal sebanyak 29 orang (48,3%).
6. Mayoritas subjek penelitian memiliki ketahanan otot kategori sangat kurang berdasarkan jumlah push-up, dengan frekuensi sebanyak 17 orang (28,3%), sementara itu ketahanan otot kategori cukup memiliki frekuensi paling sedikit yaitu 4 orang (6,7%).
7. Mayoritas subjek penelitian memiliki ketahanan otot kategori luar biasa berdasarkan jumlah curl-up, dengan frekuensi sebanyak 49 orang (81,7%), sementara itu ketahanan otot kategori sangat baik, cukup dan sangat kurang, memiliki frekuensi paling sedikit yaitu masing-masing sebanyak 1 orang (1,7%)
(34)
38
6.2 Saran
Bagi atlet yang memiliki IMT dalam kategori overweight dan obesitas dianjurkan untuk melakukan pemantauan terhadap berat badan dengan menjaga asupan kalori dan melakukan latihan fisik rutin. Bagi atlet dengan nilai ketahanan otot dalam kategori kurang agar terus meningkatkan intensitas latihan dan menjaga kondisi tubuhnya dalam keadaan prima. Bagi atlet dengan nilai ketahanan otot dalam kategori baik agar terus menjaga performa diri malalui latihan fisik rutin dan mempertahankan kondisi tubuhnya.
Bagi pelatih disarankan untuk mencatat data berat dan nilai ketahanan otot pada setiap bulan agar selalu dievaluasi dan diatur program latihannya.
Jika peneliti lain akan melakukan penelitian yang sama maka penelitian ini dapat dijadikan rujukan dalam melakukan penelitian selanjutnya dengan memperluas dan memperhitungkan variabel-variabel lainnya serta mengukur persentase lemak tubuh karena merupakan faktor komposisi tubuh atlet yang lebih baik dibandingkan dengan IMT.
(35)
2.1 Kesegaran Jasmani 2.1.1 Definisi
Kesegaran jasmani adalah kemampuan untuk melakukan kegiatan atau pekerjaan sehari-hari dan adaptasi terhadap pembebanan fisik tanpa menimbulkan kelelahan berlebih dan masih mempunyai cadangan tenaga untuk menikmati waktu senggang maupun pekerjaan yang mendadak serta bebas dari penyakit.6 Menurut Parmo (2014), kesegaran jasmani adalah kemampuan seseorang untuk menjalankan pekerjaan sehari-hari dengan ringan dan mudah, tanpa merasakan kelelahan yang berarti dan masih mempunyai cadangan tenaga untuk melakukan kegiatan yang lain.5
2.1.2 Komponen Kesegaran Jasmani
Menurut Sumintarsi, komponen-komponen kesegaran jasmani terbagi dalam tiga kelompok, yaitu :
1. Kebugaran jasmani yang berhubungan dengan kesehatan. a) Daya tahan kardiovaskuler
Komponen ini menggambarkan kemampuan dan kesanggupan melakukan kerja dalam keadaan aerobik, artinya kemampuan dan kesanggupan sistem peredaran darah pernapasan, mengambil dan mengadakan penyediaan oksigen yang dibutuhkan.
b) Kekuatan otot
Kekuatan otot banyak digunakan dalam kehidupan sehari-hari, terutama untuk tungkai yang harus menahan berat badan.
c) Daya tahan otot
Daya tahan otot adalah kemampuan dan kesanggupan otot untuk kerja berulang-ulang tanpa mengalami kelelahan.
d) Fleksibilitas
(36)
5
e) Komposisi tubuh
Komposisi tubuh berhubungan dengan pendistribusian otot dan lemak di seluruh tubuh dan pengukuran komposisi tubuh ini memegang peranan penting, baik untuk kesehatan tubuh maupun untuk berolahraga. Kelebihan lemak tubuh dapat menyebabkan kegemukan atau obesitas dan meningkatkan resiko untuk menderita berbagai macam penyakit.
2. Kebugaran jasmani yang berhubungan dengan keterampilan. a) Keseimbangan
Keseimbangan berhubungan dengan sikap mempertahankan keadaan keseimbangan ketika sedang diam atau sedang bergerak.
b) Daya ledak
Daya ledak berhubungan dengan laju ketika seseorang melakukan kegiatan atau daya ledak merupakan hasil dari daya X kecepatan. c) Kecepatan
Kecepatan berhubungan dengan kemampuan untuk melakukan gerakan dalam waktu yang singkat.
d) Kelincahan
Kelincahan yang berhubungan dengan kemampuan dengan cara merubah arah posisi tubuh dengan kecepatan dan ketepatan tinggi. e) Koordinasi
Koordinasi yang berhubungan dengan kemampuan untuk menggunakan panca indra seperti penglihatan dan pendengaran, bersama-sama dengan tubuh tertentu di dalam melakukan kegiatan motorik dengan harmonis dan ketepatan tinggi.
3. Kebugaran jasmani yang berhubungan dengan Wellness
Wellness diartikan sebagai suatu tingkat dinamis dan terintegrasi dari fungsi-fungsi organ tubuh yang berorientasi terhadap upaya memaksimalkan potensi yang memiliki ketergantungan pada tanggung jawab diri sendiri.4
(37)
2.1.3 Ketahanan Otot
Ketahanan otot adalah kemampuan otot untuk berkontraksi berulang-ulang sampai waktu tertentu dan menunjukkan seberapa lama seseorang dapat mempertahankan penggunaan ototnya. Salah satu cara profesional untuk mengukur ketahanan otot adalah dengan menentukan berat maksimal yang mampu diangkat seseorang selama 20 kali secara terus menerus.7
Daya tahan otot mencerminkan kemampuan dalam hal bertahan melaksanakan suatu aktivitas. Seseorang telah memiliki tenaga untuk melakukan aktivitas yang berulang-ulang, peningkatan performa akan bergantung pada daya tahan otot.9
Cara yang efektif untuk meningkatkan kekuatan dan daya tahan otot dilakukan dengan cara menggunakan beban, karena dengan latihan beban dapat menambah massa otot sehingga dapat meningkatkan kekuatan dan daya tahan otot. Meningkatnya kekuatan otot dapat mempengaruhi dan meningkatkan beberapa komponen biomotor yang lain seperti: meningkatnya daya tahan otot yang bertujuan untuk meningkatkan kemampuan, agar dapat mengatasi kelelahan selama aktifitas berlangsung.10
2.1.4 Pengukuran Ketahanan Otot
Tes Ketahanan otot menilai kemampuan otot untuk berkontraksi selama periode waktu tertentu. Beberapa tes ini harus dilakukan di ruangan dengan alat berat, sedangkan yang lain hanya membutuhkan berat badan untuk ketahanan dan dapat dilakukan dimana saja. Tes ketahanan otot secara umum terbagi menjadi 2 yaitu: tes 20 RM (repetition maximum) dan tes gerak badan (calisthemic test).7
Tes 20 RM dapat ditentukan dengan menggunakan beberapa latihan angkat beban. Tes ini menentukan jumlah beban maksimal yang dapat diangkat secara tepat sebanyak 20 kali berturut-turut sebelum otot menjadi lelah untuk mengangkat lagi. Tes ini juga terutama bermanfaat untuk mencapai ketahanan otot yang diinginkan dan mengikuti perkembangannya.7
Tes calisthenic adalah latihan yang menggunakan berat badan untuk ketahanan. Tes ini meliputi sit-ups, curl-ups, pull-ups, push-ups, dan flexed arm
(38)
7
support atau hang exercises untuk meningkatkan ketahanan otot. Masing-masing prosedur untuk latihan di atas berbeda-beda.7
Pengukuran dilakukan dengan menghitung jumlah push-up dan curl-up
yang dapat dilakukan dengan cara yang benar. a. Push-up
Tubuh ditopang dengan posisi push-up dari kedua telapak tangan dan ujung jari kaki. Kedua tangan berada disamping bahu, punggung dan kaki dalam posisi lurus. Mulai dari posisi bawah dengan siku 90 derajat, dada diatas lantai dan dagu hampir menyentuh lantai. Angkat badan sampai lengan lurus dan turunkan tubuh sampai ke posisi awal (dihitung 1 kali). Selesaikan push-up
perlahan dan jaga tetap dalam posisi yang benar. Kemudian hitung jumlah push-up yang dilakukan dengan benar semaksimal mungkin tanpa berhenti.7
Hasil pengukuran interpretasi untuk laki-laki kelompok umur 20-29 tahun sebagai berikut:7
1. Luar biasa bila dapat melakukan >36 kali
2. Sangat baik bila dapat melakukan antara 31-36 kali 3. Baik bila dapat melakukan antara 24-30 kali 4. Cukup bila dapat melakukan antara 21-23 kali 5. Kurang bila dapat melakukan 16-20 kali 6. Sangat Kurang bila dapat melakukan <16 kali b. Curl-up
Dua buah strip tape ditempatkan sejajar antara satu sama lain dengan jarak 10 cm. Tubuh peserta berbaring di atas dengan lengan di samping badan, telapak tangan menghadap lantai, siku lurus, dan jari-jari tangan diluruskan, dan menyentuh strip pertama dari tape. Lutut diangkat membentuk sudut 90 derajat. Mulai irama metronom dengan 50bpm (beat per minute) yang sama dengan 3 detik per curl-up, atau 25 curl-up per menit. Jika sudah siap, peserta secara perlahan meratakan punggung bawah mereka dan curl tulang belakang sampai ujung jari menyentuh strip kedua dari tape. Peserta kemudian kembali pada posisi semula dengan bagian belakang kepala menyentuh tangan dari pencatat. Satu curl-up di hitung setiap kali kepala pesera menyentuh tangan dari pencatat dan curl-up
(39)
tidak dihitung jika tidak menyentuh strip tape yang kedua. Peserta sebaiknya menyelesaikan curl-up sebanyak mungkin tanpa berhenti, dengan maksimum 25. Hitung dan catat jumlah curl-up yang dilakukan peserta.7
Kemudian hasil pengukuran diinterpretasikan untuk laki-laki kelompok umur 20-29 tahun sebagai berikut:7
1. Luar biasa bila dapat melakukan >25 kali
2. Sangat baik bila dapat melakukan antara 22-25 kali 3. Baik bila dapat melakukan antara 16-21 kali 4. Cukup bila dapat melakukan antara 13-15 kali 5. Kurang bila dapat melakukan antara 10-12 kali 6. Sangat kurang bila dapat melakukan <10 kali
2.2 Fisiologi Otot
Otot membentuk kelompok jaringan terbesar di tubuh, menghasilkan sekitar separuh dari berat tubuh. Otot rangka saja membentuk 40% berat tubuh dari pria dan 32% pada wanita, dengan otot polos dan otot jantung membentuk 10% lainnya dari berat total. Meskipun ketiga jenis otot secara struktural dan fungsional berbeda, namun mereka dapat diklasifikasikan dalam dua cara berlainan berdasarkan karakteristik umumnya. Pertama, otot dikategorisasikan sebagai lurik atau seran-lintang (otot rangka dan otot jantung) atau polos (otot polos), bergantung pada ada tidaknya pita terang gelap bergantian, atau garis-garis, jika otot dilihat di bawah mikroskop cahaya. Kedua otot dapat dikelompokkan sebagai volunter (otot rangka) atau involunter (otot jantung dan otot polos), masing-masing bergantung pada apakah otot tersebut disarafi oleh sistem saraf somatik dan berada di bawah kontrol kesadaran, atau disarafi oleh sistem saraf otonom dan tidak berada di bawah kontrol kesadaran.11
2.2.1 Struktur Otot Rangka
Satu sel otot rangka, yang dikenal sebagai serat otot, adalah relatif besar, memanjang, dan berbentuk silindris, dengan ukuran garis tengah berkisar dari 100 hingga 100 mikrometer (µm) dan panjang hingga 750.000 µm, atau 2,5 kaki
(40)
9
(75cm), (1 µm = sepersejuta meter). Otot rangka terdiri dari sejumlah serat otot yang terletak sejajar satu sama lain dan disatukan oleh jaringan ikat. Serat-serat biasanya terbentang di keseluruhan panjang otot. Salah satu gambaran mencolok adalah adanya banyak nukleus di sebuah sel otot. Fitur lain adalah banyaknya mitokondria, organel penghasil energi, seperti diharapkan pada jaringan seaktif otot rangka dengan kebutuhan energi yang tinggi.11
Struktur kontraktil didalam serabut otot rangka adalah miofibril terdiri dari dua filamen yaitu filamen tipis dan filamen tebal. Pada gambaran mikroskopis terlihat garis-garis gelap dan terang yaitu pita I, pita A, zona H, dan garis Z. Antara dua garis Z disebut Sarcomere. Pada dasarnya garis gelap akibat adanya filamen tebal dan tipis, gambaran terang oleh karena hanya ada filamen tipis. Filamen tipis tersusun oleh kumpulan molekul actin yang membentuk pilinan ganda, kumpulan molekul tropomyosin juga membentuk pilinan ganda dan troponin molekul.12
2.2.1.1 Pita A dan I
Dilihat dengan mikroskop elektron, sebuah miofibril memperlihatkan pita gelap (pita A) dan pita terang (pita I) bergantian. Pita pada semua miofibril tersusun sejajar satu sama lain yang secara kolektif menghasilkan gambaran seran-lintang atau lurik serat otot rangka seperti terlihat di bawah mikroskop cahaya. Tumpukan filamen tebal dan tipis bergantian yang sedikit tumpang tindih satu sama lain berperan menghasilkan gambaran pita A dan I.11
Pita A dibentuk oleh tumpukan filamen tebal bersama dengan sebagian filamen tipis yang tumpang tindih di kedua ujung filamen tebal. Filamen tebal hanya terletak di dalam pita A dan terbentang di seluruh lebarnya, yaitu kedua ujung filamen tebal di dalam suatu tumpukan mendefinisikan batas luar suatu pita A. Daerah yang lebih terang di tengah pita A, tempat yang tidak dicapai oleh filamen tipis, adalah zona H. Hanya bagian tengah filamen tebal yang ditemukan di bagian ini. Suatu sistem protein penunjang menahan filamen-filamen tebal vertikal di dalam setiap tumpukan. Protein-protein ini dapat dilihat sebagai garis
(41)
M, yang berjalan vertikal di bagian tengah pita A di dalam bagian tengah zona H.11
Pita I terdiri dari bagian filamen tipis sisanya yang tidak menjulur ke dalam pita A. Di bagian tengah setiap pita I terlihat suatu garis vertikal pada garis Z. Daerah antara dua garis Z disebut sarkomer, yaitu unit fungsional otot rangka. Unit fungsional setiap organ adalah komponen terkecil yang dapat melakukan semua fungsi organ tersebut. Karena itu, sarkomer adalah komponen terkecil serat otot yang dapat berkontraksi. Garis Z adalah lempeng sitoskeleton gepeng yang menghubungkan filamen tipis dua sarkomer yang berdekatan. Setiap sarkomer dalam keadaan lemas memiliki lebar sekitar 2,5 µm dan terdiri dari satu pita A utuh dan separuh dari masing-masing dua pita I yang terletak di kedua sisi. Pita MI mengandung hanya filamen tipis dari dua sarkomer yang berdekatan tetapi bukan panjang keseluruhan filamen-filamen ini.11
(42)
11
2.2.1.2 Filamen Tebal dan Filamen Tipis
Setiap filamen tebal memiliki ratusan molekul miosin yang dikemas dalam susunan spesifik. Molekul miosin adalah suatu protein yang terdiri dari dua subunit identik, masing-masing berbentuk seperti stik golf. Bagian ekor protein saling menjalin seperti batang-batang stik golf yang dipilin satu sama lain, dengan dua bagian globural menonjol di satu ujung. Kedua paruh masing-masing filamen tebal adalah bayangan cermin yang dibentuk oleh molekul-molekul miosin yang terletak memanjang dalam susunan bertumpuk teratur dengan ekor mengarah ke bagian tengah filamen dan kepala globular menonjol keluar pada interval teratur. Kepala-kepala ini membentuk jembatan silang antara filamen tebal dan tipis. Setiap jembatan silang memiliki dua tempat penting yang krusial bagi proses kontraksi: (1) suatu tempat untuk mengikat aktin dan (2) suatu tempat miosin ATPase (pengurai ATP).11
Aktin adalah komponen struktural utama filamen tipis yang berbentuk bulat. Filamen tipis terdiri dari tiga protein: aktin, tropomiosin, dan troponin. Tulang pungung filamen tipis dibentuk oleh molekul-molekul aktin yang disatukan menjadi dua untai dan saling berpuntir, seperti dua untai kalung mutiara yang dipilin satu sama lain. Setiap molekul aktin memiliki suatu tempat pengikatan khusus untuk melekatnya jembatan silang miosin. Pengikatan molekul miosin dan aktin di jembatan silang menyebabkan kontraksi serat otot yang memerlukan energi. Karena itu, miosin dan aktin sering disebut protein kontraktil, meskipun, baik miosin maupun aktin, sebenarnya tidak berkontraksi (memendek). Miosin dan aktin tidak khas untuk sel otot tetapi kedua protein ini lebih banyak dan lebih teratur di sel otot.11
2.2.1.3 Jembatan Silang
Dengan sebuah mikroskop elektron, dapat dilihat adanya jembatan silang halus yang terbentang dari masing-masing filamen tebal menuju filamen tipis sekitar di tempat di mana filamen tebal dan tipis bertumpang tindih. Secara tiga dimensi, filamen tipis tersusun secara heksagonal disekitar filamen tebal. Jembatan silang menonjol dari masing-masing filamen tebal keenam arah menuju
(43)
filamen tipis di sekitarnya. Setiap filamen tipis, sebaliknya, dikelilingi oleh tiga filamen tebal.11
2.2.2 Kontraksi Otot Rangka
Proses kontraksi dimulai di NMJ (neuromuscular junction). Asetilkolin dilepas oleh ujung sinaps yang berikatan dengan reseptor di sarcolema. Perubahan pada potensial antar membran serat otot menghasilkan potensial aksi yang menyebar melewati permukaan serat otot dan sampai ke tubulus T. Retikulum sarkoplasma mengeluarkan ion kalsium yang meningkatkan konsentrasi kalsium sarkoplasma baik di dalam maupun sekitar sarkomer. Ion kalsium berikatan dengan troponin menyebabkan perubahan orientasi dari kompleks troponin-tropomiosin yang membuka tempat aktif aktin. Jembatan silang terjadi saat kepala miosin berikatan dengan tempat aktif pada aktin. Kontraksi dimulai sebagai perulangan siklus dari ikatan, putaran, maupun terjadi perlekatan jembatan silang yang dibantu oleh hidrolisis dari ATP. Proses ini mengakibatkan filamen tertarik dan serat otot memendek.13
2.2.3 Jenis Kontraksi Otot Rangka
Dua jenis utama kontraksi yang bergantung pada apakah panjang otot berubah selama berkontraksi adalah isotonik dan isometrik. Pada kontraksi isotonik, tegangan otot tidak berubah sementara panjang otot berubah. Pada kontraksi isometrik, otot tidak dapat memendek sehingga terbentuk tegangan dengan panjang otot tetap. Proses-proses internal yang sama terjadi baik pada kontraksi isotonik maupun isometrik: eksitasi otot mengaktifkan proses kontraktil pembentuk tegangan, jembatan silang mulai bersiklus, dan pergeseran filamen memperpendek sarkomer, yang meregangkan komponen seri elastik untuk menghasilkan gaya di tulang tempat insersi otot.11
Terdapat dua jenis kontraksi isotonik yaitu konsentrik dan eksentrik. Pada keduanya, panjang otot berubah pada tegangan konstan, namun pada kontraksi konsentrik, otot memendek sementara pada kontraksi eksentrik otot memanjang, karena diregangkan oleh suatu gaya eksternal selagi berkontraksi. Pada kontraksi
(44)
13
eksentrik, aktifitas kontraktil menahan peregangan. Salah satu contohnya adalah menurunkan suatu beban ke lantai. Selama tindakan ini, serat-serat otot biseps memanjang tetapi tetap berkontraksi untuk melawan peregangan. Tegangan ini menopang berat badan.11
2.2.4 Sumber Energi Dan Metabolisme
Kontraksi otot membutuhkan energi dan otot disebut sebagai mesin yang engubah energi kimia menjadi kerja mekanik. Sumber energi yang cepat berasal dari ATP dan dibentuk dari metabolisme karbohidrat dan lemak. ATP dibentuk kembali dari ADP dengan menambahkan gugus fosfat. Sebagian energi untuk reaksi endoterm ini berasal dari pemecahan dari glukosa menjadi CO2 dan H2O,
tetapi ada juga dalam otot lain senyawa fosfat berenergi tinggi memberi energi untuk waktu yang singkat. Senyawa ini adalah phosphorylcreatine, yang dihidrolisis menjadi kreatinin dan gugus fosfat yang menghasilkan banyak energi. Saat istirahat, sebagian ATP di mitokondria mengubah fosfat menjadi kreatin sehingga cadangan phosphorycreatine meningkat. Selama aktivitas,
phosphorycreatine dihidrolisis antara penghubung kepala miosin dan aktin, yang membentuk ATP dari ADH dan akhirnya kontraksi dapat berlanjut.14
2.2.5 Jenis Serat Otot Rangka
Otot skeletal terbagi menjadi 3 jenis yaitu oksidatif lambat, serat glikolitik-oksidatif cepat dan serat glikolitik cepat. Serat oksidatif lambat memiliki banyak mitokondria sehingga umumnya menggunakan respirasi selular aerobik. Serat oksidatif lambat disesuaikan untuk kegiatan mempertahankan postur tubuh, olahraga aerobik. Serat glikolitik cepat menghasilkan kontraksi yang paling kuat sehingga serat ini digunakan untuk pergerakan anaerobik seperti angkat beban. Serat glikolitik-oksidatif cepat menghasilkan ATP dengan respirasi selular aerobik dan glikolisis anaerobik. Serat ini disesuaikan untuk kegiatan berjalan dan lari estafet.15
Olahraga yang berbeda dapat mengubah karakteristik serat otot. Olahraga aerobik dapat mengubah serat glikolitik cepat menjadi serat glikolitik-oksidatif
(45)
cepat. Perubahan serat terlihat dari diameter, jumlah mitokondria, suplai darah dan kekuatan. Sebaliknya, pada olahraga yang membutuhkan kekuatan yang besar dalam waktu singkat akan meningkatkan ukuran dan kekuatan serat glikolitik cepat.15
Tabel 2.1 Karakteristik Serat Otot Rangka
KARATERISTIK JENIS SERAT Oksidatif Lambat (Tipe I) Oksidatif Cepat (Tipe IIa) Oksidatif Cepat (Tipe IIx)
Aktifitas ATPase miosin Kecepatan kontraksi Resistensi terhadap kelelahan
Kapasitas fosforilasi oksidatif
Enzim untuk glikolisis anaerob Mitokondria Kapiler Kandungan mioglobulin Warna serat Kandungan glikogen Rendah Lambat Tinggi Tinggi Rendah Banyak Banyak Tinggi Merah Rendah Tinggi Cepat Sedang Tinggi Sedang Banyak Banyak Tinggi Merah Sedang Tinggi Cepat Rendah Rendah Tinggi Sedikit Sedikit Rendah Putih Tinggi
Sumber : Sherwood, 2012
2.2.5.1 Faktor Genetik Pada Tipe Serat Otot
Pada manusia, sebagian besar otot mengandung campuran dari ketiga jenis serat; persentase masing-masing tipe terutama ditentukan oleh jenis aktivitas yang khusus dilakukan oleh otot yang bersangkutan. Karena itu, di otot-otot yang khusus untuk melakukan kontraksi intensitas rendah jangka panjang tanpa mengalami kelelahan, misalnya otot di punggung dan tungkai yang menopang berat tubuh terhadap gravitasi, ditemukan banyak serat oksidatif lambat. Serat
(46)
15
glikolitik cepat banyak ditemukan di otot lengan, yang beradaptasi untuk melakukan gerak cepat kuat misalnya mengangkat benda berat.11
Persentase berbagai tipe serat ini tidak saja berbeda di antara otot-otot pada satu orang tetapi juga sangat bervariasi di antara individu. Atlet yang secara genetis dianugerahi lebih banyak serat otot glikolitik cepat adalah kandidat yang baik untuk jenis olahraga yang mengandalkan kekuatan dan kecepatan, sementara yang memiliki proporsi serat oksidatif lambat lebih banyak lebih besar kemungkinannya berhasil dalam aktivitas yang memerlukan daya tahan misalnya lari maraton.11
2.2.6 Adaptasi Serat Otot
Serat otot banyak beradaptasi sebagai respon terhadap kebutuhan yang dibebankan kepadanya. Berbagai jenis olahraga menimbulkan pola lepas muatan neuron yang berbeda ke otot yang bersangkutan. Di serat otot terjadi perubahan adaptif jangka panjang, bergantung pada pola aktivitas neuron, yang memungkinkan serat berespon lebih efisien terhadap kebutuhan yang dibebankan kepadanya. Karena itu, otot rangka memiliki derajat plastisitas yang tinggi. Dua jenis perubahan yang dapat ditimbulkan pada serat otot: perubahan dalam kemampuan menghasilkan ATP dan perubahan garis tengah.11
2.2.6.1 Perbaikan Kapasitas Oksidatif
Latihan daya tahan aerobik yang teratur, misalnya jogging jarak jauh atau berenang, memicu perubahan-perubahan metabolik di dalam serat oksidatif, yaitu serat yang terutama direkrut selama olahraga aerobik. Sebagai contoh, jumlah mitokondria dan jumlah kapiler yang menyalurkan darah ke serat-serat tersebut meningkat. Otot-otot yang telah beradaptasi dapat menggunakan O2 secara lebih
efisien dan karenanya lebih tahan melakukan aktivitas berkepanjangan tanpa kelelahan. Namun, ukuran otot tidak berubah.11
(47)
2.2.6.2 Hipertrofi Otot
Ukuran sebenarnya otot dapat ditingkatkan dengan latihan-latihan resistensi anaerob berintensitas tinggi dan berdurasi singkat, misalnya angkat beban. Pembesaran otot yang terjadi terutama disebabkan oleh meningkatnya garis tengah (hipertrofi) serat-serat glikolitik cepat yang diaktifkan selama kontraksi-kontraksi kuat tersebut. Sebagian besar penebalan serat disebabkan oleh meningkatnya sintesis filamen aktin dan miosin, yang memungkinkan peningkatan kesempatan interaksi jembatan silang dan selanjutnya terjadi peningkatan kekuatan kontraktil otot. Stres mekanis yang ditimbulkan latihan resistensi pada serat-serat otot memicu protein-protein penyalur sinyal, yang mengaktifkan gen-gen yang mengarahkan sintesis lebih kontraktil ini banyak protein. Latihan beban yang intensif dapat meningkatkan ukuran otot dua atau tiga kali lipat. Otot-otot yang menonjol beradaptasi baik untuk aktivitas yang memerlukan kekuatan intens untuk waktu singkat, tetapi daya tahan tidak berubah.11
2.2.6.3 Pengaruh Testosteron
Serat otot pria lebih tebal, dan karenanya, otot-otot mereka lebih besar dan kuat dari otot wanita, bahkan tanpa latihan beban, karena efek testosteron, suatu hormon steroid yang terutama dikeluarkan oleh pria. Testosteron mendorong sintesis dan penyusunan miosin dan aktin. Kenyataan ini mendorong sebagian atlet, baik pria maupun wanita, menggunakan secara berbahaya bahan ini atau steroid terkait untuk meningkatkan prrestasi atletik mereka.11
2.3 Indeks Massa Tubuh
2.3.1 Definisi Indeks Massa Tubuh
Indeks massa tubuh merupakan indikator yang paling sering digunakan dan praktis untuk mengukur tingkat populasi berat badan lebih dan obese pada orang dewasa. Untuk penelitian epidemiologi digunakan IMT, yaitu berat badan dalam kilogram (kg) dibagi tinggi badan dalam meter kuadrat (m2). Indeks massa tubuh dapat memperkirakan jumlah lemak tubuh yang dapat dinilai dengan
(48)
17
menimbang di bawah air (r2 = 79%) dengan kemudian melakukan koreksi terhadap umur dan jenis kelamin.16
2.3.2 Cara Mengukur Indeks Massa Tubuh
Berdasarkan metode pengukuran IMT menurut WHO, untuk menentukan indeks massa tubuh subjek/sampel maka dilakukan dengan cara: sampel/subjek diukur terlebih dahulu berat badannya dengan timbangan yang telah distandarisasi, kemudian diukur tinggi badannya dengan alat yang juga telah distandarisasi dan dimasukkan ke dalam rumus di bawah ini:
Berat Badan (kg) IMT=
Tinggi Badan (m2)
Kemudian interpretasi hasil IMT yang didapat ke dalam tabel klasifikasi IMT menurut Asia Pasifik di atas.
Berat badan diukur dengan alat timbangan yang telah distandarisasi . Penimbangan dilakukan dengan melepas sepatu namun masih menggunakan baju olahraga. Pembacaan berat badan dalam kilogram dengan kepekaan 0,1 kg.
Tinggi badan diukur dengan microtoise yang sudah distandarisasi. Pengukuran dilakukan dengan posisi tegak, muka menghadap lurus kedepan tanpa memakai alas kaki. Pembacaan tinggi badan dalam meter dengan kepekaan 0,1 cm.17
2.3.3 Klasifikasi Indeks Massa Tubuh
Indeks massa tubuh adalah indeks yang mudah digunakan antara berat badan dan tinggi badan yang sering dipakai untuk mengelompokkan underweight, overweight dan obese pada dewasa. Indeks massa tubuh didefinisikan sebagai hasil dari berat badan dalam kilogram dibagi dengan kuadrat tinggi badan dalam meter (kg/m2). Sebagai contoh, dewasa yang memiliki berat badan 70 kg dan tinggi badan 1,75 m akan mempunyai IMT 22,9.18
(49)
IMT = 70 kg / (1,75 m)2 = 70 / 3,06 = 22,9
Nilai IMT tidak bergantung pada umur dan juga jenis kelamin. Akan tetapi, IMT mungkin tidak cocok untuk tingkat kegemukan yang sama pada populasi yang berbeda dan sebagian lagi pada perbedaan proporsi tubuh. Risiko kesehatan behubungan dengan peningkatan IMT masih berlanjut dan interpretasi dari kelas IMT berisiko berbeda untuk populasi yang berbeda.18
Meta-analisis beberapa kelompok etnik yang berbeda, dengan konsentrasi lemak tubuh, usia, dan gender yang sama, menunjukkan etnik Amerika kulit hitam memiliki nilai IMT lebih tinggi dari etnik Polinesia dan etnik Polinesia memiliki nilai IMT lebih tinggi daripada etnik Kaukasia, sedangkan untuk Indonesia memiliki nilai IMT berbeda 3,2 kg/m2 dibandingkan etnik Kaukasia.16
Tabel 2.2 Klasifikasi IMT Menurut Kriteria Asia Pasifik
Klasifikasi IMT
Berat badan kurang Kisaran normal Berat badan lebih Berisiko
Obesitas I Obesitas II
<18.5 18.5-22,9
>23 23-24.9 25-29.9
>30
Sumber: Ilmu Penyakit Dalam Ed. V Jilid III.
2.3.4 Hubungan Indeks Massa Tubuh (IMT) dengan Ketahanan Otot
Beberapa penelitian tentang kesegaran jasmani berkaitan dengan komposisi tubuh telah dilakukan. Penelitian pada laki-laki dewasa di Jepang menunjukkan bahwa kesegaran jasmani laki-laki obesitas lebih rendah dibandingkan subyek normal atau borderline. Hal ini hampir serupa dengan penelitian di Jakarta yang mengukur tingkat kesegaran jasmani secara umum,
(50)
19
yakni didapatkan bahwa makin tinggi persen lemak tubuh makin rendah tingkat kesegaran jasmaninya.6
Hasil Penelitian yang dilakukan oleh Penggalin & Huriyati (2007), memperlihatkan hasil uji regresi linier dari beberapa variabel terhadap stamina atlet yaitu variabel umur, IMT, dan massa lemak tubuh secara independen tidak memberikan pengaruh yang signifikan terhadap stamina atlet (P>0,05). Namun demikian, status gizi yang mencakup indikator IMT dan massa lemak tubuh secara bersama-sama memberikan pengaruh yang positif dan signifikan terhadap stamina atlet (P<0,05). Asupan kalori harian, sebelumnya dan sesudah bertanding memberikan pengaruh positif dan signifikan terhadap stamina atlet (P<0,05). Demikian halnya kebiasaan hidup dan aktifitas fisik memberikan pengaruh yang positif dan signifikan terhadap stamina atlet (P<0,05).19
Didapatkan hubungan negatif antara IMT dengan daya tahan otot perut yang dinilai dengan tes baring duduk 30 detik. Hal ini berarti semakin tinggi IMT semakin rendah daya tahan otot perutnya. Pada anak laki-laki didapatkan nilai korelasi sedang (r = -0,751 ; p = 0,000), tetapi pada anak perempuan korelasinya lemah (r = -0,469 ; p = 0,005). Penimbunan lemak di daerah perut memungkinkan subjek yang lebih tinggi lemak tubuhnya memiliki daya tahan otot-otot perut yang rendah.6
Penelitian yang dilakukan oleh Pralhadrao et al (2013). terhadap 180 subjek yang terdiri dari 90 laki-laki dan 90 perempuan yang berusia 18-21 tahun menunjukkan bahwa ada korelasi negatif antara IMT, persentase lemak tubuh dengan ketahanan handgrip, tetapi tidak signifikan pada populasi yang overweight. Pada populasi overweight, kekuatan absolut handgrip mungkin tidak terganggu, tetapi ketahanan handgrip akan mulai berkurang dengan meningkatnya persentase lemak tubuh bukan peningkatan massa tubuh.20
(51)
1.1 Latar Belakang
Permainan bola basket merupakan cabang olahraga yang makin banyak digemari oleh masyarakat terutama kalangan pelajar dan mahasiswa. Olahraga ini mengalami perkembangan yang pesat, terbukti dengan munculnya klub-klub tangguh dan atlet-atlet bola basket pelajar di tingkat sekolah maupun perguruan tinggi.1
Permainan bola basket dideskripsikan sebagai olahraga bertempo dimana kekuatan fisik sangat dibutuhkan. Hal ini dikarenakan seluruh pemain harus melakukan gerakan intens (sprinting, jumping, dan shuffling) yang berulang, disertai jogging atau berjalan dengan waktu istirahat yang singkat. Untuk dapat bermain dengan baik, pemain basket harus memiliki kesegaran jasmani yang baik agar tetap prima dan memiliki tenaga yang memadai saat bermain.2
Kesegaran jasmani adalah kemampuan seseorang untuk melakukan aktivitas fisik dalam waktu yang relatif lama, yang dilakukan secara efisien, tanpa menimbulkan kelelahan yang berarti.3 Menurut Sumintarsi (2010), kesegaran jasmani terbagi menjadi tiga yaitu kesegaran jasmani yang berhubungan dengan keterampilan (kecepatan, daya ledak otot, kelincahan, keseimbangan, dan koordinasi), kesegaran jasmani yang berhubungan dengan kesehatan (kekuatan otot, daya tahan otot, kelenturan, daya tahan kardiorepirasi, dan komposisi tubuh), dan kesegaran jasmani yang berhubungan dengan Wellness.4
Kesegaran jasmani adalah kemampuan seseorang untuk menjalankan pekerjaan sehari-hari dengan ringan dan mudah, tanpa merasakan kelelahan yang berarti dan masih mempunyai cadangan tenaga untuk melakukan kegiatan yang lain, seseorang mempunyai tingkat kebugaran jasmani yang baik maka walaupun telah beraktivitas kembali dengan sisa energi yang dimiliki, bahkan untuk melakukan aktivitas yang belum terencana sebelumnya, yang belum diketahui tingkat bebannya.5
(52)
2
Salah satu komponen kesegaran jasmani yang penting adalah komposisi tubuh. Beberapa penelitian tentang kesegaran jasmani berkaitan dengan komposisi tubuh telah dilakukan. Penelitian pada laki-laki dewasa di Jepang menunjukkan bahwa kesegaran jasmani laki-laki obesitas lebih rendah dibandingkan subyek normal atau borderline. Hal ini hampir serupa dengan penelitian di Jakarta yang mengukur tingkat kesegaran jasmani secara umum, yakni didapatkan bahwa makin tinggi persen lemak tubuh makin rendah tingkat kesegaran jasmaninya.6
Komponen lain yang tidak kalah penting adalah ketahanan otot. Ketahanan otot adalah kemampuan otot untuk berkontraksi berulang-ulang sampai waktu tertentu dan menunjukkan seberapa lama seseorang dapat mempertahankan penggunaan ototnya. Salah satu cara profesional untuk mengukur ketahanan otot adalah dengan menentukan berat maksimal yang mampu diangkat seseorang selama 20 kali secara terus menerus.7
Penelitian yang dilakukan oleh Utari terhadap 80 subyek penelitian yang terdiri dari 46 anak laki-laki dan 34 anak perempuan, didapatkan tingkat kesegaran jasmani baik 1,2%, sedang 13,8%, kurang 25%, dan kurang sekali 60%. Tidak seorang pun anak obesitas yang memiliki tingkat kesegaran jasmani baik atau sedang. Terdapat hubungan dengan nilai korelasi sedang antara IMT dengan daya tahan otot ( r = -0,75 ; p = 0,000) pada anak laki-laki.6
Permainan bola basket adalah olahraga yang dikategorikan kedalam salah satu aktivitas tinggi yang membutuhkan daya tahan otot yang tinggi, sehingga akan banyak menghabiskan energi.8 Oleh karena kesegaran jasmani terutama ketahanan otot sangat penting bagi seorang pemain bola basket, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian lebih lanjut mengenai hubungan antara indeks massa tubuh dengan ketahanan otot pada pemain bola basket di Universitas Sumatera Utara.
(53)
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian di atas maka rumusan masalah pada penelitian ini
adalah “Apakah terdapat hubungan antara indeks massa tubuh dengan ketahanan
otot pada pemain bola basket di Universitas Sumatera Utara”.
1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum
Mengetahui hubungan antara indeks massa tubuh dengan ketahanan otot pada pemain bola basket di Universitas Sumatera Utara.
1.3.2 Tujuan Khusus
Yang menjadi tujuan khusus dalam penelitian ini adalah : 1. Mengetahui berat badan pemain bola basket di USU. 2. Mengetahui tinggi badan pemain bola basket di USU. 3. Mengetahui IMT pemain bola basket di USU
4. Mengetahui nilai ketahanan otot.
1.4 Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat :
1. Memberikan pengetahuan dan informasi kepada para pemain bola basket yang diteliti bahwa ketahanan otot ada kaitannya dengan indeks massa tubuh sehingga mereka dapat lebih memperhatikan dan mengontrol komposisi tubuhnya sehingga prestasi yang diraih lebih maksimal.
2. Dapat dijadikan sebagai bahan penambahan pengetahuan bahwa ada hubungan antara ketahanan otot dengan indeks massa tubuh seseorang terutama pada pemain bola basket.
3. Dapat memberikan kontribusi ilmiah, memberikan pengalaman meneliti, mengembangkan kemampuan di bidang penelitian, dan menambah kemampuan menganalisis suatu penelitian.
(54)
ii
ABSTRAK
Pendahuluan: Permainan bola basket merupakan cabang olahraga yang makin banyak digemari oleh masyarakat terutama kalangan pelajar dan mahasiswa. Olahraga ini mengalami perkembangan yang pesat, terbukti dengan munculnya klub-klub tangguh dan atlet-atlet bola basket pelajar di tingkat sekolah maupun perguruan tinggi. Untuk dapat bermain dengan baik, pemain basket harus memiliki kesegaran jasmani yang baik agar tetap prima dan memiliki tenaga yang memadai saat bermain.
Metode: Penelitian ini bersifat analitik dengan rancangan penelitian potong lintang. Pada penelitian ini didapatkan 60 subjek penelitian yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi. Penilaian terhadap ketahanan otot dilakukan menggunakan tes push-up dan curl-up. Lokasi penelitian berada di lapangan basket Cikal USU dan lapangan basket FK USU.
Hasil: Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 60 pemain bola basket yang bersedia menjadi responden, terdapat 4 orang (6,7%) kategori cukup, dan 17 orang (28,3%) kategori sangat kurang berdasarkan jumlah push-up yang dilakukan. Berdasarkan jumlah curl-up yang dilakukan terdapat 49 orang (81,7%) yang memiliki ketahanan otot kategori luar biasa, kategori sangat baik, cukup dan sangat kurang masing-masing sebanyak 1 orang (1,7%). Penelitian juga menyatakan bahwa mayoritas subjek penelitian memiliki indeks massa tubuh normal (48,3%) dengan rata-rata 23,64.
Kesimpulan: Terdapat hubungan yang signifikan atara indeks massa tubuh dengan ketahanan otot yang diukur dari jumlah push-up (Sig. <0,05) dengan kekuatan hubungan sedang (r = 0,520), dan terdapat hubungan yang signifikan antara indeks massa tubuh dengan ketahanan otot yang diukur dari jumlah curl-up
(Sig. <0,05) dengan kekuatan hubungan rendah (r = 0,346).
(55)
ABSTRACT
Introduction: Basketball is everyone’s favorite sport, especially among student
and is developing rapidly. There are plenty of new formidable clubs and young basketball athletes in schools and universities. To be able to play well, a basketball player should have good physical fitness to stay fit and adequate power to play.
Methods: This research is an analytic cross-sectional study design. There are 60
subjects of research who meet the inclusion and exclusion criteria. Assessment of muscular endurance carried out by doing push-ups and curl-ups. The location of study was on Cikal basketball court and FK USU basketball court.
Results: The results showed that from 60 basketball players, there were 4 people
(6.7%) with fair muscular endurance, and 17 people (28.3%) with very poor muscular endurance, based on the number of push-ups performed. Based on the amount of curl-up is done, there are 49 people (81.7%) who had superior muscular endurance and 1 person (1,7%) for each excelent, fair, and very poor muscular endurance. The study also states that the majority had a normal body mass index (48.3%) with an average of 23.64.
Conclusion: There is a significant correlation between the body mass index with
muscular endurance as measured by the number of push-ups (Sig. <0.05) and it has a sufficient correlation strength (r = 0.520). There is a significant correlation between body mass index with muscle endurance as measured by the amount of curl-up (Sig. <0.05) and it has low correlation strength (r = 0.346).
(56)
SKRIPSI
HUBUNGAN INDEKS MASSA TUBUH DENGAN KETAHANAN OTOT PADA PEMAIN BOLA BASKET DI UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Oleh:
JUSWANDY IVANCO MANURUNG 130100279
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN 2017
(57)
HUBUNGAN INDEKS MASSA TUBUH DENGAN KETAHANAN OTOT PADA PEMAIN BOLA BASKET DI UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
SKRIPSI
Skripsi Ini Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk
Memperoleh Kelulusan Sarjana Kedokteran
Oleh:
JUSWANDY IVANCO MANURUNG
130100279
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN 2017
(58)
(59)
ABSTRAK
Pendahuluan: Permainan bola basket merupakan cabang olahraga yang makin banyak digemari oleh masyarakat terutama kalangan pelajar dan mahasiswa. Olahraga ini mengalami perkembangan yang pesat, terbukti dengan munculnya klub-klub tangguh dan atlet-atlet bola basket pelajar di tingkat sekolah maupun perguruan tinggi. Untuk dapat bermain dengan baik, pemain basket harus memiliki kesegaran jasmani yang baik agar tetap prima dan memiliki tenaga yang memadai saat bermain.
Metode: Penelitian ini bersifat analitik dengan rancangan penelitian potong lintang. Pada penelitian ini didapatkan 60 subjek penelitian yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi. Penilaian terhadap ketahanan otot dilakukan menggunakan tes push-up dan curl-up. Lokasi penelitian berada di lapangan basket Cikal USU dan lapangan basket FK USU.
Hasil: Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 60 pemain bola basket yang bersedia menjadi responden, terdapat 4 orang (6,7%) kategori cukup, dan 17 orang (28,3%) kategori sangat kurang berdasarkan jumlah push-up yang dilakukan. Berdasarkan jumlah curl-up yang dilakukan terdapat 49 orang (81,7%) yang memiliki ketahanan otot kategori luar biasa, kategori sangat baik, cukup dan sangat kurang masing-masing sebanyak 1 orang (1,7%). Penelitian juga menyatakan bahwa mayoritas subjek penelitian memiliki indeks massa tubuh normal (48,3%) dengan rata-rata 23,64.
Kesimpulan: Terdapat hubungan yang signifikan atara indeks massa tubuh dengan ketahanan otot yang diukur dari jumlah push-up (Sig. <0,05) dengan kekuatan hubungan sedang (r = 0,520), dan terdapat hubungan yang signifikan antara indeks massa tubuh dengan ketahanan otot yang diukur dari jumlah curl-up
(Sig. <0,05) dengan kekuatan hubungan rendah (r = 0,346).
(60)
iii
ABSTRACT
Introduction: Basketball is everyone’s favorite sport, especially among student
and is developing rapidly. There are plenty of new formidable clubs and young basketball athletes in schools and universities. To be able to play well, a basketball player should have good physical fitness to stay fit and adequate power to play.
Methods: This research is an analytic cross-sectional study design. There are 60
subjects of research who meet the inclusion and exclusion criteria. Assessment of muscular endurance carried out by doing push-ups and curl-ups. The location of study was on Cikal basketball court and FK USU basketball court.
Results: The results showed that from 60 basketball players, there were 4 people
(6.7%) with fair muscular endurance, and 17 people (28.3%) with very poor muscular endurance, based on the number of push-ups performed. Based on the amount of curl-up is done, there are 49 people (81.7%) who had superior muscular endurance and 1 person (1,7%) for each excelent, fair, and very poor muscular endurance. The study also states that the majority had a normal body mass index (48.3%) with an average of 23.64.
Conclusion: There is a significant correlation between the body mass index with
muscular endurance as measured by the number of push-ups (Sig. <0.05) and it has a sufficient correlation strength (r = 0.520). There is a significant correlation between body mass index with muscle endurance as measured by the amount of curl-up (Sig. <0.05) and it has low correlation strength (r = 0.346).
(61)
KATA PENGANTAR
Dengan mengucap syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, skripsi ini telah selesai disusun sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana Kedokteran dari Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.
Dalam penulisan skripsi ini penulis telah banyak mendapat bimbingan dan pengarahan serta bantuan dari berbagai pihak sehingga skripsi ini dapat diselesaikan. Terima kasih yang tak terhingga terutama untuk Ayahanda Drs. Muhallon Manurung, S.H dan Ibunda Rusdieny E.J. Lumbanbatu, S.Pd atas waktu, bantuan, doa restu, kasih sayang, dukungan, dan segala hal yang telah diberikan kepada penulis. Pada kesempatan ini penulis juga menyampaikan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya kepada yang terhormat:
1. Prof. Dr. Runtung, S.H., M.Hum. selaku Rektor Universitas Sumatera Utara
2. Dr.dr.Aldy Safruddin Rambe, Sp.S (K) selaku Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.
3. dr. Sufitni M.Kes, Sp.PA dan Prof.Dr.dr. Delfitri Munir, Sp.THT-KL (K) selaku dosen pembimbing skripsi yang telah meluangkan waktu dan memberikan bimbingan, petunjuk, dan pengarahan serta saran dalam penulisan skripsi ini.
4. dr. Nindia Sugih Arto, M.Ked(Clin-Path) dan dr. M. Aron Pase, Sp.PD selaku dosen penguji skripsi yang telah meluangkan waktu dan memberi masukan kepada penulis.
5. Ketua UKM Basket Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan ijin untuk melakukan penelitian di Lapangan Basket Universitas Sumatera Utara.
6. Seluruh staf Pengajar dan Pegawai Civitas Akademi Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara yang telah membantu kelancaran proses pembuatan skripsi dan proses administrasi.
(1)
vii
2.2.4 Sumber Energi dan Metabolisme ... 13
2.2.5 Jenis Serat Otot Rangka ... 13
2.2.5.1 Faktor Genetik Pada Tipe Serat Otot ... 14
2.2.6 Adaptasi Serat Otot ... 15
2.2.6.1 Perbaikan Kapasitas Oksidatif ... 15
2.2.6.2 Hipertropi Otot ... 16
2.2.6.3 Pengaruh Testosteron ... 16
2.3 Indeks Massa Tubuh ... 16
2.3.1 Definisi Indeks Massa Tubuh ... 16
2.3.2 Cara Mengukur Indeks Massa Tubuh ... 17
2.3.3 Klasifikasi Indeks Massa Tubuh ... 17
2.3.4 Hubungan IMT dengan Ketahanan Otot ... 18
BAB 3 KERANGKA TEORI, KONSEP DAN HIPOTESIS ... 20
3.1 Kerangka Teori ... 20
3.2 Kerangka Konsep... 20
3.3 Hipotesis ... 21
BAB 4 METODE PENELITIAN ... 22
4.1 Jenis Penelitian ... 22
4.2 Tempat dan Waktu Penelitian ... 22
4.3 Populasi dan Sampel Penelitian ... 23
4.4 Metode Pengumpulan Data... 24
4.5 Definisi Oprasional ... 24
4.6 Metode dan Pengolahan Data ... 25
BAB 5 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN... 27
5.1 Hasil Penelitian ... 27
5.1.1 Deskripsi Lokasi Penelitian ... 27
5.1.2 Deskripsi Karakteristik Responden ... 27
5.1.2.1 Karakteristik Subjek Penelitian ... 28
(2)
5.1.3 Hasil Analisa Data... 31
5.2 Pembahasan ... 33
5.2.1 Indeks Massa Tubuh ... 33
5.2.2 Ketahanan Otot ... 34
5.2.3 Hubungan Indeks Massa Tubuh dengan Ketahanan Otot . 35 BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN ... 37
6.1 Kesimpulan ... 37
6.2 Saran ... 38
DAFTAR PUSTAKA ... 39
LAMPIRAN
(3)
ix
DAFTAR TABEL
Nomor Judul Halaman
2.1 Karakteristik Serat Otot Rangka 14
2.2 Klasifikasi IMT Menurut Kriteria Asia Pasifik 18
4.1 Waktu Penelitian 22
5.1 Distribusi Subjek Penelitian Berdasarkan Umur 28 5.2 Distribusi Subjek Penelitian Berdasarkan Berat Badan 28 5.3 Distribusi Subjek Penelitian Berdasarkan Tinggi Badan 29 5.4 Distribusi Subjek Penelitian Berdasarkan IMT 29 5.5 Distribusi Subjek Penelitian Berdasarkan Ketahanan
Otot (Jumlah Push-up) 30
5.6 Distribusi Subjek Penelitian Berdasarkan Ketahanan
Otot (Jumlah Curl-up) 31
5.7 Korelasi IMT dengan Ketahanan Otot (Push Up) 32 5.8 Korelasi IMT dengan Ketahanan Otot (Curl Up) 33
(4)
DAFTAR GAMBAR
Nomor Judul Halaman
2.1 Tingkat Organisasi di Sebuah Otot Rangka 10
(5)
xi
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Daftar Riwayat Hidup
Lampiran 2 Lembar Penjelasan Kepada Calon Subjek Penelitian Lampiran 3 Informed Consent
Lampiran 4 Output SPSS
Lampiran 5 Surat Ijin Penelitian Lampiran 6 Ethical Clearance Lampiran 7 Data Induk
(6)
DAFTAR SINGKATAN
IMT Indeks Massa Tubuh
RM Repetition Maximum
BPM Beat Per Minute
ATP Adenosine Triphosphate NMJ Neuromuscular Junction ADP Adenosine Diphosphate ADH Antidiuretik Hormone
CDC The Ccenters for Disease Control and Prevention WHO World Health Organization