Kedudukan Wanita Jepang Sebelum Restorasi Meiji

wanita tinggi dalam masyarakat juga karena sistem kepercayaan. Pandangan seperti ini telah mengakibatkan munculnya diskriminasi dalam perlakuan maupun penilaian sehingga status wanita di Jepang lebih rendah dibandingkan pria.

3.2.1 Kedudukan Wanita Jepang Sebelum Restorasi Meiji

Keluarga besar Ie merupakan bentuk umum keluarga Jepang dan lebih kuat di daerah pedesaan, Dalam keluarga ini hubungan yang ada adalah hubungan antara ayah- anak dan bukannya suami-istri. Pada dasarnya Ie merupakan bentuk produk tertentu dari feodalisme yang berkembang diJepang, dengan memasukkan nilai-nilai agama yakni Shinto, Konfusianisme dan Buddha. Dan berdasarkan hierarki dalam konfusianisme, pria ditempatkan sebagai kepala rumah tangga danmengepalai semua anggota Ienya. meskipun jabatan kepala rumah tangga membawa kekuasaan yangbesar mengenai produksi dan konsumsi, tetapi kepala rumah tangga tidak selamanya menjadi kepala rumah tanggayang mutlak dan otoriter Untuk istri dan menantu perempuan kebebasannya lebih sempit lagi. Mereka tidak dapat berbuat lain kecuali menaati perintah dari suaminya. Karena fungsi wanita dalam Ie secara praktis adalah untuk melahirkan pewaris berikutnya dan menambah tenaga kerja keluarga Fukutake, 1989:31. Hal ini menunjukkan pola pikir masyarakat Jepang pada umumnya yang memandang bahwa memang wajar dan sudah seharusnyalah status sosial wanita lebih rendah atau maksimal sejajar dengan pria agar wanita selalu berada di bawah kekuasaan pria. Calon pengantin wanita dalam 1e dipilih berdasarkan dia mampu atau tidak untuk menjalankan fungsinya bagi Ie. singkatnya, calon pengantin wanita harus lebih tunduk kepada kepala rumah tangga daripada suaminya, ia harus menyesuaikan diri dengan kebiasaan keluarga Universitas Sumatera Utara sebagai menantu wanita, dan bukan sebagai istri Apabila ia gagal, kepala rumah tangga atau orang tua suaminya dapat secara sepihak meminta cerai Fukutake, 1989:3 l-44. Meskipun seluruh aktifitas keluarga dikerjakan bersama oleh seluruh anggota keluarga, tetapi tetap saja wanita di bawah perintah pria terutama kepala rumah tangga. Bahkan sorang menantu wanita harus patuh kepada perintah kepala rumah tangga suami, mertua perempuan, dan saudaara iparnya. Istri yang muda bahkan harus bangun terlebih dahulu setiap pagr, dan tidur terakhir di malam han. Dalam semua segi kehidupan sehari-hari terungkap jelas bahwa kedudukan wanita lebih rendah daripada pria, apalagi karena wanitalah yang memasuki keluarga pihak pria. Menjadi ibu rumah tangga menggantikan ibu mertua adalah sejajar dengan digantikannya bapak oleh anak laki-lakinya, dan ini berarti bahwa semua masalah rumah tangga kini berada di bawah kewenangannya. Hari-hari kerja di ladang dan di rumah jauh lebih berkurang, tetapi ia masih harus taat kepada suaminya. Meskipun orang berbicara tentang kekuasaan ibu rurnah tangga namun hal ini masih jauh lebih rendah daripada kekuasaan kepala keluarga. Apabila ia menjadi tua dan mencapai kedudukan sebagai nenek yang pensiun, atau apabila suaminya meninggal dunia dan anaknya menjadi kepala rumah tangga, kedudukannya dalam keluarga akan semakin menurun. Ia sekarang harus menuruti perintah-perintah kepala rumah tangga yang baru, anaknya, dan istri anaknya. Ini menunjukkan bahwa wanita di dalam masyarakat Jepang tidak pernah memiliki kedudukan yang sejajar terhadap pria apalagi lebih tingg,sejak ia lahir hingga ia meninggal dunia.

3.2.2 Kedudukan Wanita Jepang Setelah Restorasi Meiji

Dokumen yang terkait

“ Kitto Ashita Wa ” No Shousetsu No Bunseki Kertas Karya

0 26 29

STRATEGY OF SUCCESSFUL SAKE BUSINESS REFLECTED IN JOYCE LEBRA’S THE SCENT OF SAKE NOVEL (2009): AN Strategy Of Successful Sake Business Reflected In Joyce Lebra’s The Scent Of Sake Novel (2009): An Individual Psychological Perspective.

0 2 12

INTRODUCTION Strategy Of Successful Sake Business Reflected In Joyce Lebra’s The Scent Of Sake Novel (2009): An Individual Psychological Perspective.

0 1 10

STRATEGY OF SUCCESSFUL SAKE BUSINESS REFLECTED IN JOYCE LEBRA’S THE SCENT OF SAKE NOVEL (2009): AN Strategy Of Successful Sake Business Reflected In Joyce Lebra’s The Scent Of Sake Novel (2009): An Individual Psychological Perspective.

0 4 104

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Women's Power as Depicted in The Scent of Sake by Joyce Lebra

0 0 8

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Women's Power as Depicted in The Scent of Sake by Joyce Lebra

0 0 1

Analisis Feminisme Tokoh Rie Dalam Novel The Scent Of Sake Karya Joyce Lebra Joyce Lebra No Shousetsu No “The Scent Of Sake” No Feminizumu No Bunseki

0 0 8

Analisis Feminisme Tokoh Rie Dalam Novel The Scent Of Sake Karya Joyce Lebra Joyce Lebra No Shousetsu No “The Scent Of Sake” No Feminizumu No Bunseki

0 0 5

Analisis Feminisme Tokoh Rie Dalam Novel The Scent Of Sake Karya Joyce Lebra Joyce Lebra No Shousetsu No “The Scent Of Sake” No Feminizumu No Bunseki

1 6 13

Analisis Feminisme Tokoh Rie Dalam Novel The Scent Of Sake Karya Joyce Lebra Joyce Lebra No Shousetsu No “The Scent Of Sake” No Feminizumu No Bunseki

1 10 30