Dirnensi    kolonialisme    menjadi    fokus    utama  feminisme    poskolonial  yang    pada intinya  menggugat  penjajahan, baik  fisik,pengetahuan,  nilai-nilai,  cara  pandang,  maupun
mentalitas    masyarakat.Beverley  Lindsay    dalam  bulc.rnya  Comparative  Perspectives    on Third    World  Women:    The    Impact    of  Race,    Sex,  and  Class  menyatakan,  hubungan
ketergantungan  ya-ng  didasarkan  atas  ras,  jenis  kelamin,  dan  kelas  sedang dikekalkan oleh  institusi-institusi  ekonomi, sosial,  dan  pendidikan.
2.4 Feminisme dalam masyarakat jepang
Dalam  abad  ke-5  dibuka  hubungan  resmi  antara  Jepang  dengan  dinasti-dinasti  di Tiongkok Selatan zaman 3 kerajaan dan 6 dinasti. Sebagai misalnya: kebudayaan dari Cina
Selatan  masuk  ke  Jepang  secara  langsung:  kesusasteraan,  ilmu  falak,  obat-obatan,  barang- barang luks, menenun dan juga agama Budha A. Dasuki. tth: 22. Dari berbagai pengaruh itu
agaknya  filsafat  Konfusianisme  paling  berpengaruh  besar  terhadap  kehidupan  masyarakat Jepang terutama peranan wanitanya.
Konfusianisme adalah filsafat atau ajaran dari seorang pujangga yang bernama Kung- Tse  atau  Konfusius  yang  mengajarkan  kaidah-kaidah  moraletis  dan  seks  hanya  dipandang
sebagai  mekanisme  untuk  mempertahankan  kelanjutan  keluarga.  Ajaran  Konfusianisme memberi corak masyarakat patriakhal di Cina yang memandang peranan wanita lebih penting
untuk  melahirkan  anak  dan  melanjutkan  keturunan  dari  pada  sebagai  kawan  hidup.  Untuk menyembah para leluhur orang harus mempunyai anak lakilaki, dan menurut ajaran itu bila
tidak  mempunyai  anak  laki-laki  maka  hal  itu  ialah  salah  satu  perbuatan  pu-hsiao  =  tidak berbakti Nio Joe Han, 1952: 46. Dengan demikian menurut ajaran Konfusius, bahwa wanita
itu adalah lemah, tidak berdaya, dan hanya sekedar penerus keturunan. Sesuai dengan kutipan di bawah ini:
Filsafat  Kong  Fu  Tse  ...  membatasi  kebebasan  kaum  wanita  dan  memaksa  mereka tunduk  sepenuhnya  kepada  kaum  pria.  Kaum  wanita,  yang  dalam  zaman  kesatria  ternyata
Universitas Sumatera Utara
kurang  mampu  bertempur  dibandingkan  dengan  pria,  berangsur-angsur  dikeluarkan  dari struktur  feodal  dan  menerima  peran  yang  tidak  penting  serta  hanya  sebagai  pelengkap  bagi
kaum  pria.  Ajaran  Kong  Fu  Tse  yang  merupakan  warisan  masyarakat  patriakhal  dan  kuat didominasi oleh kaum pria di Cina, memandang wanita lebih penting untuk melahirkan anak
dan melanjutkan keluarga ketimbang sebagai kawan hidup atau obyek cinta E.O. Reishauer. 1982: 270.
Pada  hakekatnya  wanita  berderajat  lebih  rendah  dari  pada  pria,  sehingga  peranan wanita  adalah  untuk  mengabdi  kepada  pria  Masu  Okamura.  1983:  1.  Ajaran  Konfusius
secara  tegas  mengatakan:  Seorang  wanita  pada  masa  kanak-kanak  harus  mengabdi  kepada bapaknya,  pada  masa  dewasa  mengabdi  pada  suaminya  dan  pada  masa  tua  mengabdi  pada
anak laki-lakinya Ajip Rosidi, 1981: 97. Ajaran  Konfusianisme  dengan  kuatnya  mempenga-ruhi  pandangan  terhadap  wanita.
Kebebasan wanita sangat dibatasi, harus tunduk sepenuhnya kepada pria, menjabdi pelayanan yang patuh serta permainan atau pelengkap bagi kaum pria. Seorang istri harus mengabdikan
dirinya tanpa memikirkan kepentingan sendiri demi kesejahteraan suami, keluarga suami, di bawah pengawasan yang ketat dan kasar ibu mertua. Wanita tidak dapat bergaul bebas dalam
masyarakat.  Sedangkan  kaum  pria  dengan  bebasnya  melakukan  kehidupan  bermasyarakat. Karena  terlalu  setianya  kepada  suami  dan  ingin  menyenangkan  hati  suami,  maka  wanita
Jepang  membiarkan  suaminya  berbuat  sesuka  hati  di  luar  rumah.  Mereka  membiarkan suaminya  minum-minum  dengan  ditemani  oleh
geisha
atau
hostess
Ajip  Rosidi,  1981:97. Sedangkan geisha yang juga dikenal dengan geigi atau geiko adalah wanita penghibur dengan
penampilan tradisional yang bisa menyanyi, menari, bercakap-cakap, bermain dan menemani langganan pada restoran tertentu Kompas, 20 Juni 1989:XII. Geisha sendiri arti harfiahnya
adalah  seniman,  artis  yang  berprofesi  menyenangkan  partner  dengan  tarian,  musik,  dan percakapan yang mengasyikkan Kedaulatan Rakyat, 13 Agustus 1989: 6. Usia mereka ber-
Universitas Sumatera Utara
kisar  13  hingga  18  tahun  dan  pada  umumnya  terdapat  di  kota-kota  besar  seperti  di  Kyoto, Osaka,  Edo  John Whitney  Hall,  1967:  228.  Ada  sementara  pendapat  bahwa  geisha  adalah
profesi yang semata-mata mengarah kepada status gundik ataupun pelacur, tetapi sebenarnya tidak demikian karena  geisha bukan sekedar mainan lelaki  Kedaulatan  Rakyat,  13 Agustus
1989:6. Bahkan geisha adalah mewakili kebebasan wanita Jepang. Sesuai dengan kutipan di bawah ini:
jauh  dari  sekedar  mainan  bagi  para  lelaki,  sebenarnya  geisha  amat  lekat  dengan kehidupan wanita Jepang. Mereka amat halus dan mereka ini secara ekonomi wanita mandiri,
tidak  menggantungkan  diri  kepada  suami  Dalam  berbagai  sudut  pandang
geisha
mewakili kebebasan wanita Jepang. Mereka mundur jika tidak diminta dan seolah menawarkan pesona
birahi Kedaulatan Rakyat, 13 Agustus 1989: 6. Pokoknya tiada kehidupan kemasyarakatan di luar keluarga yang dianggap perlu bagi
wanita.  Sebaliknya  kaum  pria  Jepang  dengan  kebebasan  yang  besar  dapat  melakukan kehidupan  kemasyarakatan  dan  seksual  lebih  luga  sejauh  tidak  melalaikan  kewajibannya
terhadap keluarga. Ajaran Konfusianisme menempatkan kaum pria pada kedudukan yang tinggi. Mereka
mempunyai  tugas  mulia  yang  tidak  dapat  digantikan  oleh  wanita  dalam  melakukan  upacara penghormatan  pada  leluhurnya.  Pengaruh  ajaran  tersebut  misalnya  tampak  pada  kenyataan
bahwa  orang  tua  Jepang  pada  umumnya  menginginkan  anak  bukan  saja  demi  kepuasan emosional  belaka,  tetapi  juga  karena  mereka  akan  merasa  gagal  dalam  hidup  apabila  tak
mampu  meneruskan  garis  keluarga.  Setiap  pria  Jepang  menginginkan  anak,  terutama  anak laki-laki.  Anak  itu  diperlukan  untuk  melakukan  penghormatan  setiap  hari  kepada  arwah
le1uhurnya, di ruang pemujaan keluarga di depan batu nisan kecil Ruth Benedict. 1982:267. Juga  mereka  memerlukannya  untuk  meneruskan  garis  keluarga  demi  menjaga  kehormatan
serta harta keluarga.
Universitas Sumatera Utara
Sampai  Perang  Dunia  II  pengaruh  ajaran  Konfusianisme  ternyata  masih  sangat dirasakan oleh wanita Jepang umumnya yang tak berdaya untuk melawannya.
Struktur  masyarakat  Jepang  ditandai  dengan  adanya  pengelompokan.  Kelompok masyarakat  yang  terkecil  adalah  keluarga.  Pengertian  keluarga  di  Jepang  pada  masa  yang
silam sama dengan di Indonesia. Bukan hanya ayah ibu, melainkan juga kemenakan, paman, bibi,  sepupu  dan  keluarga  dekat  dari  kedua  belch  pihak.  Anak  sulung,  biasanya  yang  laki-
laki, walaupun sudah beristri, tetap tinggal bersama orang tuanya, sedangkan anak-anak yang lain pindah mencari rumah lain Ajip Rosidi, 1981: 94.
Pada masa feodal, khususnya di masa isolasi di bawah kekuasaan Shogun Tokugawa, wanita  Jepang  pada  hakekatnya  berderajat  lebih  rendah  dari  pada  pria.  Wanita  hanya
berperan  sebagai  ibu  rumah  tangga,  belum  ada  pengakuan  terhadap  hak  mereka  sebagai wanita.  Wanita  hanya  berhak  untuk  melahirkan  serta  membesar-kan  anak-anaknya.  Hingga
pada  zaman  itu  seorang  wanita  menginginkan  anak,  bukan  demi  kepuasan  emosionalnya, tetapi karena hanya sebagai ibu ia akan mendapatkan status Ruth Benedict, 1982: 267.
Di  mans  sekitar  Restorasi  Meiji  sampai  berakhir-nya  Perang  Dunia  II  agaknya menjadi hal yang masih dianggap wajar dan bernilai tinggi apabila seorang wanita mengabdi
dengan setia dan sepenuh hati kepada keluarga untuk seumur hidup. Pada  masa  itu  hukum  menetapkan  bahwa  seorang  wanita  pada  kanak-kanak  dan
remaja tunduk pada ayah, kemudian pada suami dan pada hari tua kepada anak laki-lakinya. Seakan-akan Jepang adalah negara di mana kaum laki-laki menjadi raja dan wanita mengabdi
sepenuhnya kepada sang suami atau rajanya Ajip Rosidi, 1981: 97. Hukum  kebiasaan  lama  di  Jepang  juga  memperlakukan  wanita  senada  dengan
gambaran  di  atas.  Hal  ini  tampak  pada  kenyataan  bahwa  perkawinan  yang  sah  biasanya didaftarkan kalau calon pengantin wanita telah lulus dalam menjalani masa percobaan sampai
wanita  dapat  membuktikan  kemampuannya  untuk  dapat  melahirkan  anak.  Seorang
Universitas Sumatera Utara
wanitaistri  yang  tidak  mampu  melahirkan  anak,  umumnya  mempunyai  kedudukan  yang sangat  goyah  di  dalam  keluarga,  mungkin  ia  akan  disisihkan  atau  dicerai  Ruth  Benedict,
1982: 267.
b.   Wanita di Lingkungan Pendidikan
Pada  umumnya  wanita  Jepangibuistri  berperan  besar  sebagai  pendidik  anak- anaknya,  di  samping  sebagai  pengelola  rumah  tangga.  Seorang  ibu  mendidik  anak-anaknya
dengan penuh cinta kasih, misalnya tentang adat istiadat, tata susila, kerohanian. gerak badan dan  lain-lain.  Pendidikan  semacam  itu  di  Jepang  dulu  dikenal  dengan  istilah
oyagokoro
-
oya
= orang tua,
gokoro
=
kokoro
= hati. Jadi dalam mendidik anak-anak orang tuaibu harus mempunyai  perasaan  cinta  kasih  terhadap  mereka,  cinta  kasih  terhadap  orang  kecil  Djawa
Sinbun Kai: 25. Pada zaman feodal sebelum Restorasi Meiji, kaum ibu harus mengasuh dan mendidik
anak-anaknya  sampai  menjadi  anak-anak  yang  baik  yang  memiliki  rasa  cinta,  setia  pada tanah  air  dan  bangsa.  Pendidikan  ditekankan  pada  soal  kehormatan  dan  harga
diri
honour.
Ibu  selalu  berusaha  meresapkan  ke  dalam  hati  sanubari  anak-anaknya  tentang bushido.  Bushido  adalah  jiwasemangat  cinta  tanah  air  dan  bangsa  yang  penuh  dengan
pengorbanan,  kejujuran,  keberanian,  kesopanan,  kesungguhan,  kehormatan  kesetiaan Sayidiman Suryohadiprojo.  1982:  49.  Itulah sebabnya keluhuran budi  dan keyakinan serta
ketulusan ibu menjadi syarat yang sangat penting untuk menyelenggarakan pendidikan dalam keluarga sehingga anak-anak menjadi orang yang memiliki semangat dan jiwa bushido yang
tangguh Chie Nakane, 1981:35. Pada  waktu  itu  penyelenggaraan  sekolah  secara  resmi  memang  sudah  ada,  yaitu
dilaksanakan  di  kuil-kuil.  Mata  pelajaran  yang  diajarkan  terbatas  sekedar  dapat  membaca. menulis  dan  berhitung  saja.  Itupun  belum  terbuka  bagi  semua  oranganak.  Hanya  anak  dari
kalangan  atas  saja  yang  berkesempatan  mengenyam  pendidikan.  Sikap  feodal  benar-benar
Universitas Sumatera Utara
masih  berpengaruh dalam  pendidikan. Sikap itu dengan tegas  dinyatakan bahwa pendidikan tak  perlu  bagi  wanita,  sebab  pada  akhirnva  toh  wanita  setelah  kawin  akan  meninggalkan
keluarganya,  selanjutnya  menjadi  ibu  rumah  tangga.  Pada  anak  diajarkan  tentang  adanya hirarkhi  dalam  rumah  tangga,  hak  istimewa  seorang  pria  atas  wanita,  hak  istimewa  kakak
laki-laki  atas  adik-adiknya  Martinah  PW,  1987:  7.  Anak  laki-laki  umur  5  tahun  ke  atas dimungkinkan  untuk  melampiaskan  kemarahannya  pada  ibu  dan  sama  sekali  tak  boleh
menunjukkan agresinya terhadap ayah. anak harus hormat padanya. Kepada anak perempuan yang  telah  remaja  ibu  wajib  mengajar  dan  mendidik  mereka  dengan  contoh-contoh  dan
peniruan, agar kelak menjadi istri yang selalu setia, menyenangkan serta menghormati suami, biasa  mengorbankan  kepuasan-kepuasan  pribadinya,  karena  dengan  cara  demikian  mereka
akan memperoleh imbalan. Imbalan yang dijanjikan kepadanya adalah bahwa ia akan disukai dan diterima oleh dunia Ruth Benedict. 1982: 301. Bagi orang Jepang, hidup hanya akan
berarti  apabila  berada  dalam  kelompok.  Solidaritas  kelompok  adalah  salah  satu  watak  atau karakter  masyarakat  Jepang  KS.  Latourette.  1957:  69  Hidup  sendiri,  terlepas  dari
kelompok  adalah  suatu  penderitaan  besar,  ibarat  seekor  gajah  yang  ditinggalkan  oleh gerombolannya  Sayidiman  Suryohadiprojo:  43.  Suatu  kesinambungan  yang  menyolok
menghubungkan  masa  awal  hidup  seorang  anak  dan  masa  sesudahnya.  yaitu  pentingnya makna  diterima  oleh  sesamanya  Ruth  Benedict.  1982:301.  Tingkah  laku  yang  baik  dan
semangat yang berani diajarkan sejak masa kanak-kanak sampai remaja Djawa Sinbun Kai. 1945:30.  Secara  berangsur-angsur  mereka  diberi  tanggung  jawab  untuk  bersikap  hati-hati
serta  .1  tahu  malu.  Pendidikan  akhlak  atau  pendidikan  dalam  kemasyarakatan  dimulai semasa kanak-kanak dalam bahasa Jepangnya disebut
Sitsuke.
Sebagian  besar  hidup  anak-anak  pada  dasarnya  bersama  ibu.  Peran  ibu  kecuali menjadi  ibu  rumah  tangga  juga  sekaligus  adalah  ibu  pendidik.  Yang  mengurus  agar  anak-
anak  bisa  berpendidikan  yang  baik,  terutama  anak  laki-laki.  Oleh  sebab  itu  tidak
Universitas Sumatera Utara
mengherankan  bila  anak  laki-laki  demi  pendidikan  biasanya  lekat  pada  sang  ibu.  Dan  pada umumnya  anak-anak  Jepang  itu  kurang  akrab  dengan  ayahnya.  Seperti  dinyatakan  dalam
kutipan ini: Kecuali pada hari Minggu atau juga hari Sabtu dan hari libur lainnya, maka biasanya
tak  ada  kesempatan  bagi  anak-anak  Jepang  untuk  berakraban  dengan  ayahnya.  Terutama yang  tinggal  di  kota  besar  dan  ayahnya  bekerja  sebagai  orang  gajian.  Sang  ayah  biasanya
pulang ke rumah sudah larut-malam,  anak-anak sudah tidur. Ketika anak-anak berangkat ke sekolah,  mungkin  si  ayah  masih  menikmati  jam  tidurnya  yang  terakhir  Ajip  Rosidi.  1981:
96 Keadaan  itu  menyebabkan  anak-anak  lebih  akrab  dengan  ibunya.  Hal  ini  berakibat
jika  dewasa  dan  kawin,  ia  bermanja-manja  pada  istrinya.  Suami  tampak  seperti  anak  besar yang telah dewasa bagi istrinya. Apabila kebetulan mempunyai banyak anak dan isteri sibuk
dengan pendidikan anak-anak dan rumah tangga, maka untuk bermanja-manja suami pergi ke tempat  hiburan  mencari  kesenangan  bersama  para  geisha,  dan  inipun  selalu  diizinkan  oleh
istrinya seperti telah digambarkan di depan. Dari gambaran tersebut jelaslah bahwa urusan pendidikan anak-anak adalah urusan ibu.
2.5 Sekilas tentang biografi pengarang