Gangguan Fungsi Otot Pada Penyakit Paru Obstruksi Kronis

I.PPOK Ringan FEV 1 FVC 70 FEV 1 80 prediksi II.PPOK Sedang FEV 1 FVC 70 50 FEV 1 80 prediksi III.PPOK Berat FEV 1 FVC 70 30 FEV 1 50 prediksi IV.PPOK Sangat Berat FEV 1 FVC 70 FEV1 30 prediksi atau FEV 1 50 prediksi disertai gagal napas kronis Pada buku ” PPOK pedoman praktis diagnosis dan penatalaksanaan di Indonesia” yang diterbitkan oleh Perhimpunan Dokter Paru Indonesia PDPI tahun 2004 membuat tujuan penatalaksanaan PPOK yaitu : mencegah progresifiti penyakit, mengurangi gejala, meningkatkan toleransi latihan, mencegah dan mengobati komplikasi, mencegah dan mengobati eksaserbasi berulang, mencegah atau menimalkan pengaruh samping obat, memperbaiki dan mencegah penurunan faal paru, meningkatkan kualitas hidup penderita, menurunkan angka kematian. Tujuan diatas dapat dicapai melalui 4 komponen program tatalaksana yaitu : evaluasi dan monitor penyakit, menurunkan faktor resiko, tatalaksana PPOK stabil, tatalaksana PPOK eksaserbasi. Secara umum tatalaksana PPOK stabil meliputi : edukasi, obat-obatan, terapi oksigen, vaksinasi, nutrisi, ventilasi non mekanik dan rehabilitasi. 7

2.2. Gangguan Fungsi Otot Pada Penyakit Paru Obstruksi Kronis

Universitas Sumatera Utara Pada PPOK terjadi gangguan otot pernafasan yang dipengaruhi kontraksi otot dan kekuatan otot pernafasan. Hilangnya daya elastisitas paru pada PPOK menyebabkan hiperinflasi dan obstruksi jalan nafas kronik yang menganggu proses ekspirasi sehingga volume udara yang masuk dan keluar tidak seimbang dan terdapat udara yang terjebak air trapping. 24 Air trapping dalam keadaan lama menyebabkan diafragma mendatar, kontraksi kurang efektif dan fungsinya sebagai otot utama pernafasan berkurang terhadap ventilasi paru. Berbagai kompensasi otot interkostal dan otot inspirasi tambahan yang biasa dipakai pada kegiatan tambahan akan dipakai terus menerus hingga peran diafragma menurun sampai 65. Volume nafas mengecil dan nafas menjadi pendek sehingga terjadi hipoventilasi alveolar yang akan meningkatkan konsumsi O2 dan menurunkan daya cadangan penderita. Frekuensi respirasi meningkat sebagai upaya untuk mengkompensasi saluran nafas yang kecil dan menimbulkan sesak nafas yang khas. 24,25 Penyakit PPOK sekarang telah dianggap suatu penyakit yang banyak melibatkan banyak organ dan sistem. Inflamasi saluran napas PPOK berhubungan dengan berbagai komplikasi baik lokal maupun sistemik termasuk cachexia, berat badan menurun, osteoporosis, penurunan massa otot, dementia, depresi dan kanker. Manifestasi ekstra paru ini mempercepat angka kesakitan dan kematian pada penderita PPOK. 24,25 Universitas Sumatera Utara Gambar 2.1.Efek sistemik dan komorbid dari Penyakit Paru Obstruktif kronik. 26 Salah satu yang penting efek sistemik dari PPOK adalah kelemahan otot, dan terkadang disertai kehilangan massa lemak bebas. Kadang kelemahan otot dapat didahului oleh cachexia. Otot skeletal meliputi 40-50 dari dari jumlah total massa tubuh seoarang pria dengan berat badan normal. Penghancuran protein otot skeletal mempunyai proses keseimbangan yang dinamis. Namun banyak penyakit yang akut dan kronis bersama-sama menyebabkan kehilangan massa otot yang berhubungan dengan penghancuran protein. Pada penyakit yang akut seperti trauma yang luas, sepsis, kehilangan massa otot ini cukup luas dan cepat. Pada penyakit kronis seperti pada PPOK kehilangan massa otot berjalan lambat. Beberapa penelitian menunjukkan terjadi perubahan struktur dan fungsi otot skletal pada penderita PPOK. 26.27 Dengan bertambah beratnya penyakit, penderita PPOK kehilangan banyak otot, khususnya otot paha dan lengan atas. Selanjutnya penderita kehilangan kekuatan latihan dan mengeluh lemah, sesak napas Universitas Sumatera Utara dan berkurang aktifitas. Tidak mengherankan bila kelemahan otot skeletal berpengaruh pada menurunnya status kesehatan penderita PPOK dan pastinya meningkatkan resiko kematian. Pengobatan yang lebih awal dengan program latihan dapat memperbaiki beberapa hilangnya status kesehatan yang berhubungan dengan kelemahan otot, dan meningkatkan kemampuan latihan dan kekuatan fisik. 26 Hasil dari analisa biopsi menyatakan pengurangan yang siknifikan pada serat tipe I lambat, daya tahan, oksidatif dan meningkat relatif serat tipe II cepat, glikolisis dibandingkan orang normal, dimana kemungkinan meningkatkan kelemahan dan mengurangi kekuatan otot pada penderita PPOK, hal ini menunjukkan perubahan proses oksidatif ke glikolisis. Metabolisme glikolisis menghasilkan ATP yang lebih kecil dibandingkan metabolisme oksidatif sehingga sangat berpengaruh pada metabolisme energi otot rangka penderita PPOK. 25 Perubahan metabolisme ini meningkatkan pembentukan asam laktat yang menyebabkan kelemahan dan kelelahan otot lebih cepat. 26 Meskipun kelemahan otot diketahui secara luas merupakan efek sistemik dari PPOK namun mekanisme terjadinya belum begitu jelas. Beberapa mekanisme yang dapat menjelaskan terjadinya kelemahan otot antara lain : 1. Inflamasi sistemik. Beberapa penelitian menyatakan bahwa inflamasi sistemik merupakan faktor yang penting yang terlibat dalam penurunan berat badan dan kehilangan massa otot. TNF- α merangsang aktivasi nuclear factor NF-kB untuk menghambat diferensiasi otot dengan menekan myoD-mRNA pada pasca transkripsi. TNF- α dan interferon γ IF mempengaruhi regulasi otot rangka melalui penghambatan terbentuknya serat otot-otot baru, degenerasi serat-serat otot baru dibentuk dan menyebabkan ketidakmampuan memperbaiki kerusakan otot rangka. Sitokin inflamasi diduga berperan pada pengecilan otot melalui penghambatan diferensiasi miogen melalui jalur NF-kB dan secara langsung menghambat NF-kB seperti yang terlihat pada pengurangan otot berhubungan dengan kaheksia. 26. 27 NF-kB turut merangsang pembentukan Nitric Oxide NO yang merupakan radikal bebas hasil dari asam amino L- arginin oleh Nitric Oxide Synthase NOS. Inducible isoforms NOS iNOS yang Universitas Sumatera Utara merupakan bentuk ketiga dari NOS sangat meningkat pada otot penderita PPOK. Peningkatan kadar iNOS menyebabkan proses penghancuran protein, meningkatkan proses apoptosis dan menyebabkan kegagalan kontraksi otot sehingga berpotensi sebagai penyebab keterbatasan toleransi latihan pada penderita PPOK. 27.28.29 2. Peningkatan stress oksidatif Perkembangan dan progresifitas kelemahan otot pada PPOK kuat hubungannya juga dengan meningginya stress oksidatif. Peninggian oksidatif stress berhubungan dengan peningkatan reactive oxygen species ROS. Stress oksidatif semakin meninggi pada otot skeletal penderita PPOK sebagai peroksida pada plasma penderita PPOK saat istirahat, setelah bekerja dan eksaserbasi. Peningkatan stress oksidatif juga terlihat pada kelelahan otot rangka, hal ini dapat disebabkan karena hipoksia, terjadi gangguan metabolisme pada mitokondria dan peningkatan kegiatan cytochrome C- oxidase pada otot rangka penderita PPOK. Berkurangnya glutamate otot sebagai prekusor GSH terlihat pada penderita PPOK yang berat, yang berhubungan dengan peningkatan metabolisme glikolisis otot, Rendahnya glutamat, kadar GSH juga rendah mempengaruhi keseimbangan oksidan dan anti oksidan menyebabkan penurunan daya tahan otot penderita PPOK. 26,30 . Reactive oxygen species ROS dapat mempengaruhi degradasi protein, meningkatkan proteolisis otot, menghambat protein otot spesifik dan meningkatkan apoptosis sel otot. Stress oksidatif pada penderita PPOK dibuktikan dengan peningkatan kadar sitokin sirkulasi dan acute phase reactant termasuk IL-6, IL-8, TNF- α, CRP dan lipopolisakarida. Semua sel inflamasi ini terlihat lebih aktif pada penderita PPOK. 30 3. Hipoksia dan hiperkapni Hipoksia yang kronis diketahui mempunyai pengaruh terhadap otot rangka. Hipoksia menyebabkan berkurangnya kemampuan latihan. Pada penderita PPOK akan berkurang kekuatan dan daya tahan dari diapraghma, adductor pollicis dan vastus lateralis. Hubungannya dilihat antara tekanan oksigen parsial Universitas Sumatera Utara arteri dan persentase dari serat tipe I pada vastus lateralis. Pada hipoksia perbandingan kapiler serat berkurang disebabkan gangguan penghantaran oksigen yang terganggu pada jaringan otot penderita PPOK. Pada hiperkapnia akut maupun kronis ditandai dengan berkurangnya konsentrasi ATP dan phospocreatin dan ditemukan asidosis intra seluler. Penderita PPOK dengan hiperkapni kronis terjadi penurunan kekuatan maksimal otot-otot inspirasi. 28,29 . 4. Nutrisi yang tidak seimbang Pada penderita PPOK yang mengalami nutrisi yang kurang antara 25-50 tergantung beratnya penyakit. Nutrisi yang kurang sangat berhubungan dengan jeleknya kesembuhan penderita PPOK. Nutrisi yang kurang berhubungan dengan rendahnya energi phospat yang mengandung ATP dan phosphocreatin dan kation magnesium dan potassium. Pengaruh status gizi pada fungsi otot pernafasan meskipun masih belum jelas diperkirakan menyebabkan kelemahan dan gangguan pada otot penderita PPOK. 29

2.3. Pemeriksaan Faal Paru Pada Penyakit Paru Obstruktif Kronik.

Dokumen yang terkait

Analisis Kualitas Hidup Penderita Penyakit Paru Obstruktif Kronis Setelah Mengikuti Program Rehabilitasi Paru Yang Dinilai Dengan COPD Assessment Test (CAT) dan Uji Jalan 6 Menit

6 88 82

Analisis Kualitas Hidup Penderita Penyakit Paru Obstruktif Kronik Setelah Mengikuti Program Rehabilitasi Paru Yang Dinilai Dengan COPD Assessment Test (CAT) dan Uji Jalan 6 Menit

8 116 108

Hubungan Keparahan Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) Stabil Dengan Disfungsi Ereksi

0 67 108

Profil Penderita Penyakit Paru Obstruksi Kronik Stabil Berdasarkan Penilaian BODE Index di RSUP H.Adam Malik dan RS PTP II Tembakau Deli Medan

2 58 67

Efek latihan pernafasan terhadap faal paru, derajat sesak nafas dan kapasitas fungsional penderita Penyakit Paru Obstruktif Kronik stabil

8 60 77

Pengaruh Pemberian Inhalasi Kombinasi Salmeterol / Flutikason Propionat Dalam Bentuk Diskus Inhaler Terhadap Kualitas Hidup Penderita Penyakit Paru Obstruktif Kronik Stabil

0 44 102

PERBANDINGAN NILAI FAAL PARU PADA PENDERITA PENYAKIT PARU OBSTRUKSI KRONIK (PPOK) STABIL DENGAN ORANG SEHAT

0 6 41

PENGARUH MEMBAWA BEBAN DI PUNGGUNG TERHADAP EKSPANSI DADA DAN FAAL PARU ORANG SEHAT DAN PENDERITA PENYAKIT PARU OBSTRUKTIF KRONIK - Diponegoro University | Institutional Repository (UNDIP-IR)

0 0 76

Penyakit Paru Obstruktif kronik stabil

0 0 23

PENGARUH NCENTIVE SPIROMETRY DAN PURSED LIP BREATHING TERHADAP KAPASITAS INSPIRASI, GEJALA SESAK NAPAS, KAPASITAS EXERCISE, DAN KUALITAS HIDUP PENDERITA PENYAKIT PARU OBSTRUKTIF KRONIK STABIL - UNS Institutional Repository

0 1 24