BAB 1 PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Program KB Nasional merupakan salah satu program sosial dasar yang sangat penting artinya bagi kemajuan suatu bangsa. Program ini memberikan kontribusi
yang besar bagi pembangunan sumber daya manusia pada masa kini dan masa yang akan datang, yang menjadi prasyarat bagi kemajuan dan kemandirian bangsa
BKKBN, 2004c. Terwujudnya keluarga-keluarga yang berkualitas, yang menjadi visi dari
Program KB, akan membangun generasi baru bangsa Indonesia pada masa yang akan datang dan menjadi sumber daya pembangunan yang tangguh dan mandiri, serta
mampu berkompetisi dengan bangsa-bangsa lain di dunia, khususnya era globalisasi dan persaingan bebas saat ini Hutauruk, 2006.
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 10 tahun 1992 tentang Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga Sejahtera menyebutkan bahwa Keluarga
Berencana adalah upaya peningkatan kepedulian dan peran serta masyarakat melalui pendewasaan usia perkawinan, pengaturan kelahiran, pembinaan ketahanan keluarga,
serta peningkatan kesejahteraan keluarga untuk mewujudkan keluarga kecil, bahagia, dan sejahtera Suryaningrat, 2005.
Secara kuantitas dan kualitas maupun penyebarannya kondisi kependudukan di Indonesia masih merupakan suatu fenomena yang memerlukan perhatian dan
penanganan secara seksama. Salah satu upaya yang perlu dilakukan pemerintah adalah mengendalikan jumlah penduduk dan meningkatkan kualitas dengan cara
menggalakkan kembali program KB Rangkuti, 2007. Berdasarkan penilaian Human Development Index 2008 kualitas sumber
daya manusia Indonesia mempunyai peringkat yang rendah yaitu 107 dari 177 negara di dunia. Untuk itu pemerintah harus mempercepat pelaksanaan program Keluarga
Berencana terutama bagi keluarga miskin yang cenderung tidak mampu mengakses pelayanan KB UNDP Report, 2008.
Berdasarkan laporan BPS 2006 di perkirakan lebih dari 60 persen Pasangan Usia Subur PUS menggunakan alat kontrasepsi sehingga mengalami penurunan
angka kelahiran. Jika dibandingkan pada awal tahun tujuh puluhan angka fertilitas total Total Fertility RateTFR, berkisar 5,6 per perempuan, pada tahun 2005 turun
menjadi 2,6 per perempuan. Selama kurun waktu 1990-2000 pertumbuhan penduduk dapat ditekan dari
2,34 menjadi 1,49 persen, hal ini disebabkan program KB berjalan dengan baik, namun pada tahun 2000 – 2004 pertumbuhan penduduk kembali meningkat berkisar
2,1 persen, dan pada tahun 2005 pertumbuhan penduduk dapat ditekan kembali menjadi 1,3 persen BPS, 2006
Gambaran pencapaian program KB di Kota Medan diketahui dari 299.297 PUS Pasangan Usia Subur, cakupan peserta KB aktif 191.686 atau 60. Sedangkan
target nasional adalah 70-80. Jumlah PLKB yang ada di wilayah BKKBN sebanyak 137 orang yang ditempatkan di 21 kecamatan yang ada di Kota Medan. Setiap satu
orang PLKB melayani 1.350 PUS. Jumlah Pasangan Usia Subur di Kota Medan berkisar 304.558, jika melihat jumlah pasangan usia subur dengan jumlah petugas
PLKB yang ada tidak sebanding, seharusnya target PLKB di Kota Medan berjumlah 225 orang sehingga proporsi antara PLKB dengan jumlah pasangan usia subur sesuai
dengan jumlah yang seharusnya. Kondisi ini berdampak terhadap pengelolaan program KB yang dapat berakibat menurunnya pencapaian hasil pelaksanaan
program dan meningkatnya angka fertilitas total BKKBN, 2007. Sejalan dengan era desentralisasi Keppres Nomor 09 Tahun 2004 program
Keluarga Berencana Nasional mempunyai visi, misi dan strategi dasar. Untuk keberhasilan ini maka sumber daya manusia yang potensial terutama pada Penyuluh
Lapangan Keluarga Berencana PLKB perlu ditingkatkan. Disamping itu perlu adanya partisipasi dari Institusi masyarakat tokoh agama, tokoh masyarakat dan
lembaga swadaya masyarakat dalam program keluarga berencana BKKBN, 2004c. Berdasarkan konsep perubahan, suatu organisasi yang mengadakan
perubahan akan membawa organisasi pada situasi yang lain dari sebelumnya. Perubahan yang terjadi dapat diperkuat atau diperlemah kehidupan organisasi,
perubahan dalam organisasi ini melibatkan sumber daya manusia yang berperan dalam peningkatan kinerja organisasi Husein, 2005
Keberhasilan pelaksanaan Program KB Nasional selama ini tidak terlepas dari peranan petugas PLKB. Keberhasilan PLKB dalam melaksanakan tugasnya
didukung oleh kemampuan mereka dalam penguasaan Program KB Nasional dalam menghadapi kondisi lingkungan yang terus berubah BKKBN, 2004e.
Peran lingkungan dalam suatu organisasi modern adalah melakukan sejumlah fungsi antara lain, memperkuat organisasi beserta perangkat kerjanya, memberi
standar yang tepat untuk apa yang harus dilakukan oleh karyawan, sebagai mekanisme pembuat makna dan kendali yang memadu dan untuk membentuk sikap
serta perilaku pegawai. Selain mempunyai berbagai fungsi yang berdampak positif, organisasi justru dapat ditimpa kegagalan karena peran lingkungan yang tidak
diharapkan, yaitu tidak mendorong petugas PLKB pada pencapaian kinerja sebuah organisasi, sehingga organisasi yang mempekerjakan karyawan yang tidak mampu
melakukan integrasi dan adaptasi terhadap lingkungan dan atau sebaliknya, maka akan menghasilkan tingkat motivasi kerja yang relatif rendah Wursanto, 2005
Pengelolaan suatu organisasi di bidang Keluarga Berencana, petugas PLKB menempati posisi yang sangat penting dalam pencapaian Program KB Nasional,
karena merekalah yang berhadapan langsung dengan masyarakat. Petugas PLKB dituntut agar dapat menjalankan tugasnya sesuai dengan ketentuan yang berlaku
hingga mencapai persyaratan- persyaratan pekerjaan tersebut yang akhirnya secara langsung dapat diterima dari jumlah, maupun kualitasnya Fathoni, 2006.
PLKB adalah pegawai negeri sipil PNS yang diberi tugas, tanggung jawab, wewenang, dan hak penuh oleh pejabat yang berwenang dan berdasarkan keputusan
Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor : KEP120M.PAN92004 tentang Petunjuk Pelaksanaan Jabatan Fungsional Penyuluh Keluarga Berencana Dan Angka
kreditnya maka PLKB mempunyai jabatan fungsional. Hal ini diperkuat dengan
Perpres No : 57 Tahun 2006. Semua PLKB mendapatkan tunjangan jabatan fungsional Penyuluh Keluarga Berencana BKKBN, 2004a.
Berdasarkan data kepegawaian BKKBN, PLKB di Kota Medan belum seluruhnya memperoleh tunjangan fungsional. Dari 137 PLKB hanya 80 orang 56
yang telah mendapatkan tunjangan fungsional. Menurut Perpres No : 57 tahun 2006 semua PLKB mendapatkan tunjangan jabatan fungsional sesuai dengan
kepangkatannya BKKBN, 2004. Hasil survei pendahuluan pada bulan Oktober 2007, masih ditemukannya
PLKB yang tidak mendapatkan tunjangan fungsional tersebut. Kondisi ini terjadi karena perubahan status akibat dari implementasi otonomi daerah. Reaksi dalam
menghadapi berbagai perubahan yang tidak terkontrol dan perubahan yang direncanakan berbeda-beda. Kondisi karakteristik organisasi yang berbeda dan unik
akan membuat proses perubahan menjadi berbeda-beda pula pada setiap organisasi. Untuk itu, proses perubahan serta reaksinya perlu dipahami untuk dapat memiliki
kesiapan menghadapi perubahan tersebut. Kesiapan ini tidak hanya diperlukan organisasi, tetapi juga oleh sumber daya manusianya karena sikap dan reaksi manusia
terhadap perubahan turut mempengaruhi efektivitas perubahan itu sendiri, baik bagi individu itu sendiri maupun organisasi Kinicki, 2002.
Ketrampilan kemanusiaan human skill merupakan kemampuan untuk bekerja dengan memahami dan memotivasi orang lain, baik secara individu maupun
kelompok. Motivasi yang dimiliki seseorang berkaitan dengan upaya untuk memenuhi kebutuhan, maka kuatnya motivasi dari seseorang bergantung pada
pandangannya betapa kuatnya keyakinan yang terdapat dalam dirinya, bahwa ia akan dapat mencapai kebutuhannya dengan tercapainya tujuan organisasi Siagian,2004.
Petugas PLKB akan berusaha mencapai kinerja tertentu sesuai yang telah ditentukan atau yang dikehendaki organisasi, jika segala kebutuhannya dapat
terpenuhi dari organisasi maka mereka akan merasa senang dan puas dengan pekerjaannya. Karena setiap petugas PLKB yang merasa puas akan bekerja pada
tingkat kapasitas yang penuh, sebab kepuasan tidak diukur dari pengakuan atasan atau pengembangan karir saja namun dapat berwujud benda atau bukan benda
reward diantaranya berupa imbalan jasa gaji yang diterima dari hasil kerjanya Wursanto, 2001.
Suatu tingkat gaji yang dianggap memadai memang sangat relatif dan subjektif sifatnya, faktor-faktor penentu gaji yang baik antara lain adalah dapat
mencukupi memenuhi kebutuhan minimal, dapat mengikat, dapat menimbulkan semangat dan kegairahan kerja yang akhirnya meningkatkan motivasi kerja Wibowo,
2007. Kondisi lingkungan kerja mempunyai pengaruh cukup besar tehadap motivasi
kerja seseorang, kondisi kerja dikatakan baik apabila memungkinkan seseorang untuk meningkatkan produktivitas kerjanya, baik kondisi fisik maupun kondisi psikologis.
Kondisi fisik berhubungan dengan keadaan gedung, ruang kerja, ventilasi dan sebagainya. Sedangkan kondisi kerja yang dapat memberikan kepuasan psikologis
kepada para karyawan, misalnya adanya hubungan yang harmonis, kesempatan untuk maju, dan sebagainya Wursanto, 2005.
Menurut Gerungan 2002 terdapat empat jenis hubungan antara individu dan lingkungannya yaitu : 1 individu dapat bertentangan dengan lingkungan, 2
individu dapat menggunakan lingkungan, 3 individu dapat berpartisipasi ikut serta dengan lingkungannya, dan 4 individu dapat menyesuaikan diri dengan
lingkungannya. Menurut Robbins 2002, terdapat beberapa karakteristik organisasi antara
lain finansial, afiliasi sosial, pengembangan karir, sarana kerja dan aspek tugas yang kemungkinan menjadi kebutuhan PLKB dan diduga berpengaruh terhadap rendahnya
motivasi kerja. Motivasi dasar bagi kebanyakan orang menjadi karyawan pada suatu
organisasi tertentu adalah mencari nafkah. Berarti apabila di satu pihak seseorang menggunakan pengetahuan, ketrampilan, tenaga dan sebahagian waktunya untuk
berkarya pada suatu organisasi, di lain pihak ia mengharapkan menerima imbalan tertentu Yuli, 2005.
Menurut Robbins yang mengutip pendapat Herzberg 2002, bahwa motivasi kerja seseorang dipengaruhi oleh ketersediaannya faktor job content yang meliputi
pencapaian prestasi, pengakuan, pekerjaannya, tanggung jawab dan pengembangan potensi individu. Faktor job content yang meliputi gaji finansial, kondisi kerja
sarana kerja, hubungan antar pribadi afiliasi sosial, promosi pengembangan karir, aspek tugas, kebijaksanaan administrasi perusahaan, dan kualitas supervisi.
Menurut Sjabadhyni yang mengutip pendapat Campbell 2001, teori motivasi berdasarkan pendekatan isi menekankan pada aspek kebutuhan sebagai faktor yang
menguatkan, mengarahkan, mendukung, dan menghentikan motivasi seseorang. Pendukung pendekatan ini seperti Maslow, Herzberg, Aldelfer, McClelland
beranggapan bahwa kebutuhan merupakan variabel yang dipandang sebagai penggerak munculnya motivasi. Kebutuhan dihubungkan dengan kekurangan fisik
atau psikologis dibawah tingkat yang layak atau optimal yang dialami seseorang. Sedangkan berdasarkan pendekatan proses adalah menghubungkan kebutuhan dengan
pilihan alternatif tindakan, berbagai tingkatan upaya yang dilakukan Robin, 2003. Kekurangan ini menimbulkan ketegangan dan kegelisahan yang makin lama
makin kuat sehingga memunculkan desakan dalam diri untuk memobilisasikan energi yang secara selektif diarahkan untuk mencapai tujuan, yang biasanya ada diluar diri
seseorang. Usaha mencapai tujuan yang diinginkan akan melengkapi kekurangan tadi. Pendekatan isi berusaha menentukan kebutuhan khusus yang paling kuat untuk
memotivasi seseorang pada waktu tertentu Yuwono, 2005. Salah satu teori yang menggunakan pendekatan proses dalam motivasi kerja
adalah teori Expetancy dari Vroom. Motivasi kerja akan mencapai titik paling kuat apabila: 1 individu percaya bahwa tingkah lakunya dalam pekerjaan akan mencapai
hasil-hasil tertentu, 2 individu merasa bahwa hasil-hasil tertentu itu menarik untuk diperoleh, dan 3 individu percaya bahwa mungkin baginya untuk mencapai prestasi
yang diinginkan sesuai dengan upaya yang dikeluarkannya Kinicki, 2002. Rendahnya motivasi kerja dan kepuasan kerja dari PLKB karena apa yang
dibutuhkan dari organisasi tidak terpenuhi dengan baik. Rendahnya motivasi kerja petugas PLKB akan memberikan dampak terhadap pencapaian cakupan KB. Motivasi
dan kepuasan kerja yang tinggi akan mendorong peningkatan kinerja individu dan kelompok, yang pada gilirannya akan meningkatkan efektivitas perusahaan secara
keseluruhan Sihotang, 2007. Kepuasan kerja yang rendah menimbulkan berbagai dampak negatif seperti
mangkir kerja, kerja lamban, mogok kerja, dan pindah kerja. Sebaliknya kepuasan kerja yang tinggi sangat mempengaruhi kondisi kerja yang positif dan dinamis
sehingga mampu memberikan keuntungan yang nyata, tidak hanya bagi perusahaan tetapi juga keuntungan bagi tenaga kerja itu sendiri. Kondisi inilah yang sangat
didambakan oleh manajemen perusahaan atau organisasi Yuwono, 2005. Menurut Sjabadhyni yang mengutip pendapat Porter 2001, kepuasan kerja
adalah selisih dari sesuatu yang seharusnya ada dengan sesuatu yang sesungguhnya ada faktual. Semakin kecil selisih kondisi yang seharusnya dan kondisi faktual,
seseorang akan cenderung merasa semakin lebih puas. Menurut pendapat Lawler, individu karyawan dipuaskan dengan suatu aspek
khusus dari kerja mereka rekan kerja, atasan, upah, dan lain-lain, jika jumlah aspek khusus mereka alami tersebut adalah yang seharusnya mereka peroleh, karena telah
melaksanakan pekerjaannya sama dengan jumlah yang benar-benar mereka peroleh. Tetapi jika orang tersebut menerima jumlah yang lebih besar daripada yang pantas
diperoleh, mereka merasa bersalah, dan jika kurang dari yang pantas mereka peroleh, maka mereka merasa tidak puas Yuwono, 2005.
Menurut Herzberg, kepuasan kerja tercapai jika faktor-faktor motivator terpenuhi. Faktor-faktor motivator tidak dapat berfungsi sebagai kontributor terhadap
kepuasan kerja jika faktor-faktor hygiene tidak terpenuhi secara minimal. Terpenuhinya faktor-faktor hygiene secara minimal merupakan prasyarat bagi
berfungsinya faktor motivator Wibowo, 2007. Berdasarkan uraian diatas, terdapat beberapa karakteristik organisasi yang
kemungkinan menjadi bagian dari kebutuhan PLKB, dan diduga berpengaruh terhadap rendahnya motivasi kerja PLKB, antara lain : finansial, afiliasi sosial,
pengembangan karir, sarana kerja dan aspek tugas. Hasil penelitian Zam-Zam 2002, dukungan PLKB sangat penting terutama
untuk memberikan motivasi para kader, tokoh masyarakat, dan masyarakat sehingga dukungan dan dorongan itu diharapkan dapat meningkatkan pelayanan keluarga
berencana, yang pada akhirnya diharapkan cakupan kegiatan program KB akan meningkat.
Setiap individu di dalam organisasi akan membawa karakteristiknya yang khas, antara lain pengetahuan, kemampuan, pengalaman, masa kerja, budaya kerja,
pengharapan, pengalaman dan usia. Setiap karyawan ingin mendapatkan kekuasaan, gaya kepemimpinan yang menyenangkan, perestasi, uang, promosi, dan tanggung
jawab. Pencapaian tujuan karyawan yang dianggap penting cenderung menghasilkan motivasi yang tinggi Thoha, 2008.
Salah satu peran penting manajemen sumber daya manusia adalah menciptakan kondisi dan lingkungan kerja yang dapat memenuhi berbagai kebutuhan
karyawan. Organisasi perlu membuat sistem pemberian kompensasi, pengembangan
karir, hubungan antara karyawan dan manajer. Untuk mempertahankan efektifitas, kepuasan kerja dan motivasi dalam jangka waktu yang panjang Handoko,1994.
Menurut Fathoni yang mengutip pendapat Stoner 2006, efektifitas manajemen sumber daya manusia dilihat dalam kegiatan manajerial untuk memenuhi
kepentingan organisasi yaitu profesionalisme, keluar masuknya pegawai, kemangkiran, pertumbuhan organisasi, tingkat kecelakaan kerja, produktifitas tenaga
kerja, kepuasan kerja, dan motivasi. Berdasarkan uraian diatas, maka penelitian mengenai pengaruh karakteristik
organisasi terhadap motivasi kerja PLKB, menjadi sangat penting. Hal ini ditujukan untuk pengembangan teori dan konsep manajemen sumber daya manusia, melalui
teori motivasi kerja berdasarkan karakteristik organisasi. Hasil penelitian kiranya dapat menjadi sumber masukan bagi sistem informasi manajemen sumber daya
manusia, khususnya untuk pemecahan masalah motivasi kerja berdasarkan karakteristik organisasi.
1.2. Permasalahan
Berdasarkan uraian diatas maka dirumuskan permasalahan penelitian yaitu apakah ada pengaruh karakteristik organisasi finansial, afiliasi sosial, pengembangan
karir, sarana kerja dan aspek tugas terhadap motivasi kerja PLKB di Kota Medan.
1.3. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis pengaruh karakteristik organisasi finansial, afiliasi sosial, pengembangan karir, sarana kerja, dan aspek
tugas terhadap motivasi kerja PLKB di Kota Medan.
1.4. Hipotesis Penelitian
Karakteristik Organisasi finansial, afiliasi sosial, peningkatan karir, sarana kerja dan aspek tugas berpengaruh signifikan terhadap motivasi kerja PLKB.
1.5. Manfaat Penelitian
1. Sebagai sumber informasi kepada pihak pemerintahBKKBN dalam
menentukan kebijakan-kebijakan perekrutan tenaga PLKB dan manajemen kinerja PLKB yang akan diambil.
2. Sebagai bahan masukan untuk dapat mengembangkan ilmu pengetahuan di
bidang kesehatan umumnya, dan keluarga berencana khususnya. 3.
Dapat dijadikan acuan bagi penelitian lain untuk meneliti lebih lanjut.
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA