Peraturan-Peraturan yang Pengawasan Preventif

73

4.1.1 Peraturan-Peraturan yang

Berhubungan dengan Pengawasan BKPPMD Provinsi Jawa Barat dalam kegiatan Investasi PMA dan PMDN Dasar hukum merupakan sesuatu yang sangat penting dalam sebuah implementasi kebijakan. Dasar hukum tersebut sering dijadikan sebagai sebuah kekuatan hukum dalam sebuah kebijakan. Dasar hukum yang dijadikan landasan dalam Pelaksanaan kegiatan pengawasan investasi PMA dan PMDN oleh bidang pengendalian BKPPMD Provinsi Jawa Barat secara operasioanl berlandaskan kepada : 1. Undang-Undang No 22 Tahun 1999 Jo Undang-Undang No 32 Tahun 2004 tentang pemerintah daerah 2. Undang-Undang No 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal 3. Peraturan Pemerintah No 38 Tahun 2007 tentang pembagian urusan Pemerintah, Pemerintah Provinsi dan Pemerintah daerah Kabupaten dan Kota. 4. Peraturan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal No 13 Tahun 2009 tentang pedoman dan tata cara pengendalian pelaksanaan penanaman modal. 5. Peraturan Gubernur No 50 tahunn 1999 tentang Tugas Pokok dan Fungsi BKPPMD Prov Jabar. Apabila memperhatikan landasan hukum tersebut di atas semuanya merupakan komoditas kebijakan pusat yang masih bersifat umum dan belum diturunkan secara teknis oleh BKPPMD Provinsi Jawa Barat dalam bentuk juklak 74 Petunjuk Pelaksanaan padahal berdasarkan kajian lapangan dan memperhatikan tugas dan pokok fungsi BKPPMD Provinsi Jawa Barat salah satu tugasnya adalah merumuskan kebijakan penaman modal yang bersifat lebih teknis sebagai pedoman bagi para aparatur daerah instansi penanaman modal Kabupaten dan Kota. Hal ini terlihat selama ini BKPPMD Provinsi Jawa Barat sejak terbentuknya hingga saat ini belum pernah melaksanakan tugas perumusan kebijakan penanaman modal. Secara umum, dan khususnya pembuatan petunjuk teknis tentang tata cara pengendalian atau pengawasan kegiatan investasi PMA dan PMDN baik dalam bentuk Peraturan Daerah maupun Peraturan Gubernur Jawa Barat, padahal instansi penanaman modal di Jawa Barat sangat membutuhkan terbitnya peraturan tersebut sebagai petunjuk teknis dan payung hukum bagi aparatur daerah sebagai pemangku kewenangan Penanaman modal di Kabupaten dan Kota yang akan melakukan kegiatan pengendalian terhadap investasi PMA dan PMDN diwilayahnya. Pernyataan tersebut sesuai dengan hasil wawancara yang dilakukan penulis terhadap salah satu pimpinan PMA yang mengatakan bahwa dalam hal ini tidak adanya Petunjuk Teknis Juknis tentang tata cara pengawasan sekaligus pengendalian kegiatan investasi PMA dan PMDN sekaligus untuk payung hukum juga dalam melakukan kegiatan pengawasan dan pengendalian terhadap kegiatan investasi mengenai kejelasan dalam hal kewenangan antara Pemerintah provinsi, maupun Kabupaten dan Kota. 75 Kondisi tersebut menyebabkan instansi penanaman modal daerah Kabupaten dan Kota belum efektif dalam menyelenggarakan kegiatan pengawasan investasi PMA dan PMDN didaerahnya, hal ini tidak sejalan dengan Peraturan Pemerintah No 38 Tahun 2007 di mana kewenangan teknis operasional di bidang penanaman modal berada pada instansi penanaman modal Kabupaten dan Kota. Menurut hemat penulis dengan mengacu kepada Peraturan Gubernur No 50 Tahun 1999 BKPPMD Provinsi Jawa Barat harus segera merumuskan kebijakan penanaman modal di bidang pengendalian investasi PMA dan PMDN dalam bentuk petunjuk teknis tata cara pengendalian investasi PMA dan PMDN sebagai pedoman pemerintah Kabupaten dan Kota se Jawa Barat dalam melaksanakan pengendalian dan pengawasan kegiatana investasi PMA dan PMDN, agar batas kewenangan di bidang penanaman modal antar Pemerintah Provinsi maupun Kabupaten dan Kota menjadi lebih jelas. Dengan melihat hasil wawancara dan menganalisisnya maka penulis mengambil suatu kesimpulan bahwa terlihat jelas bahwa kegiatan pengawasan sekaligus pengendalian yang dilakukan oleh BKPPMD provinsi Jawa barat belum berjalan sesuai dengan yang diharapkan yang sesuai dengan tugas pokok dan fungsi dari BKPPMD sendiri yaitu merumuskan kebijakan penanaman modal yang lebih bersifat teknis. Dalam hal ini permasalahannya adalah tidak adanya Petunuk Teknis Juknis tentang tata cara pengawasan dan pengendalian kegiatan investasi PMA dan PMDN yang berdampak juga pada ketidakjelasan batas kewenangan kegiatan investasi antara Provinsi maupun Kabupaten dan kota. 76 4.1.2 Pedoman Kerja Pengawasan BKPPMD Provinsi Jawa Barat dalam kegiatan Investasi PMA dan PMDN Kegiatan pengawasan dan pengendalian pelaksanaan investasi PMA dan PMDN dilakukan dalam rangka untuk mengetahui sejauh mana perkembangan pelaksanaan penanaman modal oleh investor, apakah sejalan atau tidak dengan Peraturan Perundang-undangan Penanaman Modal yang berlaku. Berdasarkan hasil wawancara penulis dengan Staf Subbidang Pengendalian mengatakan bahwa, dalam hal ini pedoman kerja atau instrumen pengendalian biasanya petugas tim pengendalian investasi PMA dan PMDN BKPPMD Provinsi Jawa Barat menggunakan beberapa pedoman kerja atau instrument diantaranya adalah: 1. Surat Persetujuan Penanaman Modal Asing SPPMA bagi proyek-proyek Penanaman Modal Asing. 2. Surat Persetujuan Penanaman Modal Dalam Negeri SPPMDN bagi proyek-proyek Penanaman Modal Dalam Negeri. 3. Laporan Kegiatan Penamanam Modal LKPM yang dibuat oleh proyek PMA dan PMDN. 4. Izin Usaha Tetap IUT bagi proyek PMA maupun PMDN Dengan berlandaskan pedoman kerja atau instrumen tersebut di atas, dapat dilihat tingkat realisasi perkembangan pelaksanaan kegiatan proyek-proyek PMA dan PMDN di daerah Kabupaten dan Kota. Perkembangan proyek-proyek PMA dan PMDN biasanya dikategorikan kedalam 3 jenis tahapan yaitu : 77 1. Tahap Perencanaan yaitu tahapan dimana proyek PMA dan PMDN baru mendapat surat persetujuan pemerintah yang merupakan izin perinsip dan harus dilanjutkan dengan pelaksanaan permohonan izin-izin di daerah seperti izin lokasi, dan hak atas tanah, izin mendirikan bangunan, dan izin undang-undang gangguan serta izin lain yang diperlukannya. 2. Tahap Kontruksibangunan, yaitu tahap melakukan pembangunan fisik pabrik dan fasilitas fisik lainnya yang dapat menunjang kelancaran kegiatan operasional industri. 3. Tahap ProduksiKomersil, yaitu tahap dimana proyek PMA dan PMDN melakukan uji coba produksi dan selanjutnya melakukan produksi komersil sebagai realisasi proyeknya sesuai dengan rencana dan jadwal proyek yang telah ditentukan. Pengawasan ini melihat berdasarkan keberadaan pedoman kerja pengawasan. Kita tahu bahwa pengawasan preventif dimaksudkan untuk mencegah terjadinya penyimpangan dalam pelaksanaan kegiatan. Pengawasan preventif ini biasanya berbentuk prosedur yang harus ditempuh dalam pelaksanaan kegiatan. Dalam kenyataannya BKPPMD Provinsi Jawa Barat dalam tugasnya yaitu pengawasan pada kegiatan investasi PMA dan PMDN berdasarkan pada pedoman kerja pengawasan yang telah ada. Dengan demikian penulis berkesimpulan bahwa dalam hal pedoman kerja pengawasan yang dilakukan BKPPMD Provinsi Jawa Barat pada kegiatan investasi PMA dan PMDN tidak ada permasalahan. Ketersediaan Pedoman Kerja 78 Pengawasan memudahkan BKPPMD dalam melaksanakan tugas pokok dan fungsinya. 4.1.3 Sanksi-Sanksi Terhadap Pembuat Kesalahan dalam Pengawasan BKPPMD Provinsi Jawa Barat dalam kegiatan Investasi PMA dan PMDN Sanksi merupakan hal yang harus selalu ada di dalam suatu kegiatan baik itu kegiatan yang dilakukan dalam suatu pemerintahan maupun swasta berupa tindakan tegas karena melanggar peraturan atau perjanjian yang sebelumnya telah disepakati bersama. Dalam hal ini apabila dikaitkan dalam tindakan atau langkah-langkah yang dilakukan oleh BKPPMD Provinsi Jawa Barat dalam hal pengawasan kegiatan investasi merupakan langkah tindak pemerintah yang dikenakan kepada perusahaan PMA dan PMDN yang melaksanakan kegiatan investasinya tidak sesuai atau melanggar Peraturan Perundang-undangan Penanaman Modal. Pengaturan mengenai sanksi terhadap perusahan yang melanggar atau tidak sesuai diatur dalam peraturan kepala BKPM RI No 13 tahun 2009 Pasal 20. Berdasarkan peraturan diatas perusahaan yang melanggar Peraturan Perundang- undangan Penanaman Modal dapat dikenakan sanksi administratif jenis sanksi yang dikenakan oleh pemerintah terhadap perusahaan PMA dan PMDN adalah sebagai berikut: 1. Peringatan tertulis 2. Pembatasan kegiatan usaha 79 3. Pembekuaan kegiatan usahafasilitas penanaman modal atau 4. Pencabutan kegiatan usaha dan atau fasilitas penanaman modal pasal 21 Peraturan Kepala BKPM RI no 13 tahun 2009 Dalam kesempatan ini penulis melakukan wawancara dengan pihak BKPPMD Provinsi Jawa Barat bermaksud untuk mencari tahu pelaksanaan sanksi-sanksi yang sudah diatur untuk perusahaan PMA dan PMDN yang melakukan pelanggaran. Hasil wawancara tersebut mengatakan bahwa Dalam implementasi pelanggaran-pelanggaran yang dilakukan oleh perusahaan PMA dan PMDN pada setiap tahapan kegiatan investasi penerapan sanksi belum dilakukan secara tegas, baik yang dilakukan oleh BKPM RI, BKPM Provinisi Jawa Barat maupun instansi penanaman modal kabupaten dan kota. Keabsahan suatu data dalam penelitian ini lebih diutamakan oleh penulis, untuk itu penulis melakukan wawancara lanjutan terhadap orang yang berbeda namun tetap masih dalam ruang lingkup BKPPMD Provinsi Jawa Barat hanya sekedar untuk mempertanyakan kebenaran pernyataan hasil wawancara sebelumnya sekaligus hanya bersifat meminta penjelasan, beliau mengatakan hal tersebut memang ada dan terjadi hal seperti itu, dalam hal ini dikarenakan adanya faktor pertimbangan politis yang menjadi permasalahan, yaitu apabila perusahaan PMA dan PMDN yang melakukan pelanggaran dikenakan sanksi secara tegas katakan pemerintah memberikan sanksi pencabutan kegiatan usaha akan berdampak atau konsekuensi logisnya adalah terjadinya pemutusan hubungan kerja PHK besar-besaran dan bagi pemerintah menjadi problem solving yang pemecahannya perlu pertimbangan politis. Karena salah satu tujuan kegiatan 80 pengembangan investasi di daerah adalah menyerap tenaga kerja yang sebanyak- banyaknya guna meningkatkan pendapatan dan daya beli masyarakat. Dari beberapa pernyataan yang diperoleh dari hasil wawancara, diatas, penulis menganalisa bahwa pihak BKPPMD Provinsi Jawa Barat tidak bisa bertindak tegas dalam hal penerapan sanksi-sanksi yang telah ditentukan, dikarenakan melihat berbagai macam pertimbangan. Disamping sisi tujuan dari kegiatan pengembangan investasi sangat penting yaitu menyerap tenaga kerja yang sebanyak-banyaknya guna meningkatkan pendapatan dan daya beli masyarakat, disisi lain peraturan harus tetap berjalan yaitu sanksi bagi perusahaan PMA dan PMDN yang melanggar perjanjian sebelumnya. Dengan demikian penulis berkesimpulan bahwa dalam hal pelaksanaan sanksi bagi perusahaan PMA dan PMDN yang tidak sesuai atau melanggar perjanjian sebelumnya tidak berjalan sesuai dengan yang diharapkan dikarenakan ketidak tegasan dari pihak BKPPMD Provinsi Jawa Barat yaitu yang menjadi permasalahan adanya faktor pertimbangan politis. Dengan kata lain dari pihak BKPPMD tidak mau gegabah dalam hal memberikan sanksi kepada perusahaan PMA dan PMDN. 4.1.4 Pengorganisasian Segala Macam Kegiatan dalam Pengawasan BKPPMD Provinsi Jawa Barat dalam Kegiatan Investasi PMA dan PMDN Pengorganisasian merupakan langkah strategis dalam rangka pelaksanaan program kegiatan pengawasan terhadap pelaksanaan kegiatan proyek-proyek PMA dan PMDN di Kabupaten dan Kota. Pengorganisasian Tim pengendalian 81 dilandasi oleh tugas pokok dan fungsi BKPPMD Provinsi Jawa Barat yang diatur dalam Peraturan Gubernur No. 50 Tahun 2009. Sejak Era Reformasi kedudukan dan wewenang BKPPMD Provinai Jawa Barat mengalami perubahan karena kewenangan Penanaman Modal sebagian besar diserahkan kepada Daerah Kabupaten dan Kota sejalan dengan UU No 22 Tahun 1999 Jo UU 32 Tahun 2004 Tentang Otonomi Daerah kondisi ini menjadikan peran dan kedudukan BKPPMD Provinsi Jawa Barat bersifat regulatif dan koordinatif, teknis operasional dan direck services kepada investor menjadi kewenangan Pemerintah Kabupaten dan Kota. Akan tetapi dalam realisasinya pengorganisasian tim pengendalian peran BKPPMD masih dominan dan daerah kurang dilibatkan maka nampaknya berjalan masing-masing. Hubungan manajemen antara Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Kabupaten dan Kota seolah-olah terputus padahal otonomi daerah tidak berarti khirarchi manajemen terputus, tetapi memberikan kewenangan seluas-luasnya kepada daerah untuk membangun daerah sendiri tanpa intervensi Pemerintah dan Pemerintah Provinsi dimana fungsi koordinasi antar Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Kabupaten dan Kota harus tetap dipelihara, sehingga peraturan yang diciptakan oleh daerah dalam rangka pelaksanaan Undang-undang No 25 tahun 1999 tentang Penanaman Modal tidak bertentangan dengan Undang- undang Penanaman Modal itu sendiri. Selama ini pengorganisasian tim pengendalian berdasarkan pengamatan penulis dilandasi oleh Surat Tugas Kepala BKPPMD Provinsi Jawa Barat Kepada 82 Staf Bidang Pengendalian salah satu contoh Surat Tugas No 090843Pengdal, tertanggal April 2011 kepada 6 orang staf Bidang Pengendalian. Menurut hemat penulis dengan memperhatikan tugas pokok dan fungsi seharusnya pengorganisasian tim pengendalian dilandasi oleh Surat Keputusan Kepala BKPPMD Provinsi Jawa Barat selaku penanggungjawab team, ketua pelaksana bidang pengendalian, sekertaris tim kepala subid pengendalian, para anggotanya adalah: para staf bidang pengendalian, staf instansi penanaman modal Kabupaten dan Kota, staf lembaga teknis terkait baik yang ada di Provinsi maupun daerah agar fungsi koordinasi dan peran serta kedudukan BKPPMD sebagai badan koordinator lebih jelas dan akan dapat terjaminnya keselarasan tugas dan keserasian kerjasama antara BKPPMD dengan stakeholder terkait. Dengan demikian penulis berkesimpulan bahwa pengorganisasian tim pengendalian tidak berjalan dengan apa yang seharusnya. Di karenakan Peran BKPPMD Provinsi Jawa Barat masih dominan dan daerah kurang dilibatkan maka nampaknya berjalan masing-masing. dikarenakan tidak adanya penjelasan dan petunjuk teknis yang mengatur mengenai kedudukan antara pihak pemerintah provinsi dengan pemerintah kabupaten dan kota. 4.1.5 Sistem Koordinasi Pelaporan dan Pemeriksaan dalam Pengawasan BKPPMD Provinsi Jawa Barat dalam Kegiatan Investasi PMA dan PMDN Pengawasan yang dilaksanakan oleh Badan Koordinasi Promosi dan Penanaman Modal BKPPMD Provinsi Jawa Barat yaitu pengawasan sekaligus 83 pengendalian terhadap pelaksanaan kegiatan investasi PMA dan PMDN di Kabupaten dan Kota yang ada di Jawa Barat. Pengendalian yang dimaksud yaitu pengendalian yang di atur dalam tata cara dan pedoman pengendalian pelaksanaan penanaman modal yang meliputi, kegiatan pemantauan, pembinaan dan pengawasan dengan harapan agar pelaksanaan kegiatan penanaman modal sesuai dengan ketentuan peraturan peundang-undangan penanaman modal yang berlaku. Peraturan Kepala BKPM RI No 13 tahun 1999. Mekanisme Pengendalian dilakukan antara lain dengan cara Preventif yaitu Pengendalian yang dilakukan kepada perusahaan PMA dan PMDN lebih bersifat pembinaan, terutama kepada perusahaan-perusahaan PMA dan PMDN yang baru mendapatkan Surat Persetujuan Pemerintah, diberikan bimbingan teknis tentang langkah-langkah selanjutnya yang harus dilakukan melalui pelaksanaan program sosialisasi dan bimbingan teknis penanaman modal. Dalam 1 tahun dilaksanakan 3 kali kegiatan yang dikoordinasikan dengan perangkat daerah penanaman modal Kabupaten dan Kota yang akan dijadikan tempat kegiatan sosialisasi dan bekerjasama dengan Badan Koordinasi Wilayah BAKORWIL Jawa Barat, seperti: Bakorwil Cirebon, Bakorwil Priangan Timur Garut, Bakorwil Bogor dan Bakorwil Purwakarta. Maksud dan tujuan diselenggarakan sosialisasi dan bimbingan teknis penanaman modal, yaitu: 1. Bagi para aparatur Penanaman Modal Kabupaten dan Kota diharapkan dapat memahami peraturan perundang-undangan penanaman modal yang 84 berlaku sehingga dapat berperan sebagai fasilitator bagi para perusahaan PMA dan PMDN yang akan menanamkan modalnya di daerah Kabupaten dan Kota yang bersangkutan dan mampu melayani secara professional kepada para pengusaha PMA dan PMDN. 2. Bagi para perusahaan PMA dan PMDN tentu diharapkan mengetahui, memahami semua ketentuan-ketentuan atau peraturan perundang- undangan penanaman modal yang berlaku, sehingga dalam melaksanakan kegiatan investasi PMA dan PMDN tidak terjadi penyimpangan- penyimpangan yang tidak diharapkan serta memahami kewajibannya untuk menyampaikan Laporan Kegiatan Penanaman Modal LKPM. Tujuan yang diharapkan dari diselenggarakan sosialisasi dan bimbingan teknis penanaman modal yaitu dalam rangka mewujudkan: 1. Perkembangan kegiatan investasi PMA dan PMDN yang berwawasan lingkungan. 2. Meningkatkan kesadaran para investor PMA dan PMDN dalam memenuhi kewajiabnnya. 3. Terciptanya iklim investasi PMA dan PMDN yang kondusif. Adapun penyelengaraan sosialisasi dan bimbingan teknis Penanaman Modal pada tahun anggaran 2011 adalah sebagai berikut: Table 4.1 Kegiataan Sosialisasi dan Bimbingan Teknis Penanaman Modal Bulan Lokasi Peserta Perusahaan Aparat Mei 2011 Bakorwil Cirebon 120 30 Juni 2011 Bakorwil Bogor 120 30 Juli 2011 Bakorwil Purwakarta 120 30 Sumber: Subbagian Pengendalian BKPPMD Prov Jabar 85 Disamping penyelenggaraan sosialisasi dan bimbingan teknis, juga dilakukan pemerikasaan administrasi dan pemantauan perkembangan kegiatan seperti halnya pengurusan izin-izin daerah, bagi perusahaan PMA dan PMDN yang mengalami kesulitan akan difasilisitasi dan biasanya mendapat bimbingan dan dibantu hingga diperolehnya perijinan daerah yang dikehendaki. Permasalahannya adalah Pemerintah Pusat BKPM RI selaku pemangku kewenangan yang berhak menerbitkan Surat Persetujuan Penanam Modal Asing dan Penanam Modal Dalam Negeri SP PMA dan PMDN terkadang tidak menyampaikan tembusan SP PMA dan SP PMDN ke Pemerintah Provinsi BKPPMD Provinsi Jawa Barat.. Padahal SP PMA dan SP PMDN yang diterbitkan oleh Pemerintah merupakan alat atau instrument untuk bahan informasi yang dijadikan tolak ukur suatu perusahaan dalam melaksanakan perencanaan investasinya disuatu daerah. Dimana dalam Surat Persetujuan SPPMA dan PMDN dapat diperoleh informasi tentang: 1. No kode proyek 2. No Surat Persetujuan 3. Nama Perusahaan dan Alamat Perusahaan 4. Bidang usaha yang diminati 5. Struktur permodalan 6. Modal sendiri 7. Modal pinjaman 8. Jadwal kegiatan proyek 86 9. Rencana produksi dan kapasitas produksi 10. Rencana pengunaan tenaga kerja 11. Rencana pemasaran 12. Nama direktur perusahaan 13. Berlakunya surat persetujuan Dari informasi yang diperoleh dari Surat Persetujuan SP PMA dan PMDN yang dimiliki, maka perkembangan kegiatan dapat dipantau, dikendalikan dan diawasi bagi perusahaan yang baru tahap perencanaan. Bagi Perusahaan PMA dan PMDN yang telah mendapatkan Surat Persetujuan Pemerintah setelah 6 enam bulan sejak SK diterima perusahaan berkewajiban menyampaikan Laporan Kegiatan Penanaman Modalnya LKPM. Untuk dapat diketahui kesungguhan perusahaan dalam merealisasikan rencana kegiatan proyeknya. Laporan Kegiatan Penanaman Modal ini sanggat penting sekali bagi kegiatan pengendalian karena realisasi perkembangan kegiatan investasi dapat dilihat melalui cara yaitu dengan memeriksa dan membandingkan antara Surat Persetujuan dengan isi materi Laporan Kegiatan Penanaman Modal LKPM yang disampaikan sehingga dapat diketahui informasinya, antara lain: 1. Bagi perusahaan yang bertahap rencana dapat dilihat, apakah izin-izin selanjutnya izin daerah, seperti izin lokasi dan hak guna tanah, izin mendirikan bangunan, izin kerja tenaga kerja asing bagi yang menggunakan tenaga kerja asing apakah sudah dimiliki atau belum dan izin lainnya yang diperlukan. 87 2. Bagi perusahaan PMA dan PMDN yang bertahap kontruksipembangunan dapat dilihat dari pemilikan ijin bangunan setelah dari LKPM menunjukan adanya kepemilikan IMB tentu mencermikan perusahaan PMA dan PMDN ada pada tahap kontruksi, biasanya untuk memastikannya diadakan pemeriksaan lapangan atau check on the spot dan biasanya diperiksa tentang Building BCR dengan berpedoman kepada tata ruang daerah kabupaten dan kota yang bersangkutan dimana perusahaan industry dibangun atau lokasi daerah pabrik industi didirikan. Misalnya BCR yang diberlakukan di daerah Kab dan Kota tersebut berdasarkan tata ruang yang diberlakukan 60 bangunan dan 40 penghijauan. 3. Bagi perusahaan PMA dan PMDN yang bertahap produksikomersil, LKPM merupakan informasi yang sangat penting bagi kegiatan pengendalian, karena dari LKPM yang disampaikan dapat dikaji dan dinilai antara rencana perusahaan dengan realisasi dilapangan apakah perusahaan PMA dan PMDN tersebut benar-benar melakukan kegiatan penanaman modalnya sejalan dengan peraturan perundang-undangan penanaman modal atau tidak. Pemeriksaan administrasi dapat di cros check antara SP PMA dan PMDN dengan LKPM yang disampaikan diantaranya dapat dikaji secara garis besar dapat ditemukan yaitu: 1. Rencana penggunaan modal sudah berapa persen modal sendiri berapa atau modal pinjaman berapa. 88 2. Rencana penggunaan tenaga kerja, yaitu berapa jumlah penggunaan tenaga kerja asing dan berapa jumlah penggunaan tenaga kerja Indonesia. 3. Rencana kapasitas produksi sudah terpenuhi atau belum. 4. Rencana pemasaran ekspor atau dalam negeri 5. Penyelesaian fisik 6. Keterangan perusahaan 7. Perijinan penanaman modal yang dimiliki. 8. Kewajiban perusahaan PMA dan PMDN yang tercantum dalam Surat Persetujuan penanaman modal atau izin usaha atau ketentuan yang berlaku. 9. Permasalahan yang dihadapi oleh perusahaan. Dari faktor-faktor tersebut diatas, dapat dilihat apakah proyek-proyek PMA dan PMDN berjalan sesuai dengan rencana, yaitu sesuai dengan isi materi yang terdapat dalam Surat Persetujuan SP PMA dan SP PMDN atau tidak. Apabila tidak sesuai, maka dilakukan pembinaan dan pengarahan agar kegiatan proyek PMA dan PMDN itu sesuai dengan rencana yang tertuang dalam Surat Persetujuan yang telah dimiliki. Dengan demikian penulis berkesimpulan bahwa dalam hal Koordinasi Pelaporan dan Pemeriksaan dalam Pengawasan BKPPMD Provinsi Jawa Barat dalam Kegiatan Investasi PMA dan PMDN berjalan sesuai dengan prosedur yang sudah ditetapkan. Pelaksanaan pembinaan, pengarahan hingga pelaksanaan sosialisasi tidak menghadapi suatu persoalan yang serius. 89

4.2 Pengawasan Represif