PENGAWASAN BADAN KOORDINASI PROMOSI DAN PENANAMAN MODAL DAERAH (BKPPMD) PROVINSI JAWA BARAT DALAM KEGIATAN INVESTASI PENANAM MODAL ASING (PMA) DAN PENANAM MODAL DALAM NEGERI (PMDN) DI PROVINSI JAWA BA.

(1)

PENGAWASAN BADAN KOORDINASI PROMOSI DAN PENANAMAN

MODAL DAERAH (BKPPMD) PROVINSI JAWA BARAT

DALAM KEGIATAN INVESTASI PENANAM MODAL ASING (PMA)

DAN PENANAM MODAL DALAM NEGERI (PMDN) DI PROVINSI JAWA BARAT

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Ujian Sidang Sarjana Pada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Universitas Padjadjaran

RIZKI WAHYU MOCH AZHAR 170411080003

UNIVERSITAS PADJADJARAN FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

JURUSAN ILMU PEMERINTAHAN

JATINANGOR 2012


(2)

2

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Penelitian

Dalam proses pembangunan suatu negara, terdapat banyak aspek penting yang harus diperhatikan dan dimengerti. Dari segala aspek yang ada, aspek ekonomi mempunyai pengaruh yang cukup besar. Di dalam aspek ekonomi, ada banyak variabel yang saling berkaitan satu dengan yang lainnya. Salah satu variabel yang memiliki pengaruh terhadap pembangunan ekonomi di suatu negara adalah investasi.

Penanaman modal atau investasi merupakan langkah awal kegiatan produksi. Pada posisi semacam ini investasi pada hakekatnya juga merupakan langkah awal kegiatan pembangunan ekonomi. Dinamika penanaman modal mempengaruhi tinggi rendahnya. pertumbuhan ekonomi dan mencerminkan marak atau lesunya perekonomian. Dalam upaya menumbuhkan perekonomian setiap Negara senantiasa menciptakan iklim yang dapat menggairahkan investasi.

Indonesia merupakan Negara berkembang, oleh karena itu di dalam usaha peningkatan perekonomiannya dibutuhkan modal dan investasi yang besar. Modal tersebut dapat disediakan oleh pemerintah dan masyarakat luas termasuk orang asing yang berdiam di Negara ini.


(3)

3

Untuk mempercepat pembangunan ekonomi daerah dan mewujudkan kedaulatan politik dan ekonomi diperlukan peningkatan penanaman modal untuk mengolah potensi ekonomi menjadi kekuatan ekonomi riil dengan menggunakan modal yang berasal, baik dari dalam negeri maupun dari luar negeri. Disamping menggali sumber pembiayaan asli daerah, pemerintah daerah juga mengundang sumber pembiayaan luar negeri salah satunya adalah Penanaman Modal Asing Langsung (Foreign Direct Investment).

Dalam perkembangannya pemerintah Indonesia terus memperbaharui berbagai peraturan untuk lebih mendorong terciptanya iklim usaha yang kondusif dan untuk penguatan daya saing perekonomian nasional dan daerah serta mempercepat peningkatan penanaman modal yang dituangkan dalam Undang-Undang No 1 Tahun 1967 jo Undang-Undang-Undang-Undang No 11 Tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing (PMA) dan Undang-undang No 6 Tahun 1968 jo Undang-Undang No 12 Tahun 1970 tentang Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN), hingga diperbaharui dengan Undang-Undang No 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal, Provinsi Jawa Barat masih menjadi primadona pilihan investor untuk menanamkan modalnya, baik penanaman modal asing maupun penanaman modal dalam negeri. Hal ini dikarenakan Provinsi Jawa Barat secara geografis mempunyai letak yang sangat strategis, kekayaan alam yang cukup memadai, dan kebijakan pemerintah yang pro bisnis sehingga mendorong investor untuk melaksanakan kegiatan ekonominya.

Provinsi Jawa Barat mempunyai daya tarik penanaman modal baik asing maupun dalam negeri, yaitu ditandai dengan perkembangan investasi PMA dan


(4)

4

PMDN yang masih cukup menggembirakan, selama 5 tahun terakhir yaitu tahun 2005 sampai dengan tahun 2009 berdasarkan Surat Persetujuan yang diterbitkan oleh pemerintah sebagai tahap perencanaan investasi. Terdapat 2.098 proyek PMA dengan nilai investasi Rp 98,78 Triliun dan 381 proyek PMDN dengan nilai investasi Rp 69,15 Triliun. Gambaran kuantitatif ini menunjukan beban dan bobot kewenangan penanaman modal di Jawa Barat cukup besar, yang berarti kegiatan PMA dan PMDN juga cukup tinggi di Jawa Barat, sehingga diperlukan pengelolaan secara kelembagaan yang bersifat koordinatif. Pengelolaan kegiatan Penanaman Modal secara koordinatif tersebut di Provinsi Jawa Barat menjadi wewenang dan tanggung jawab Badan Koordinasi Promosi dan Penanaman Modal Daerah Provinsi Jawa Barat (BKPPMD Provinsi Jawa Barat). Proyek-proyek perencanaan penanaman modal selama 5 tahun yang cukup besar itu, dapat memberikan kontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi Jawa Barat apabila proyek-proyek tersebut direalisasikan sesuai dengan Peraturan Perundang-undangan yang berlaku.

Agar proyek-proyek PMA dan PMDN yang telah direncanakan oleh investor dapat direalisasikan dengan baik, maka Pemerintah Daerah dalam hal ini BKPPMD Provinsi Jawa Barat harus mampu memfasilitasi secara optimal dan professional. Sesuai dengan kedudukan dan fungsinya BKPPMD Provinsi Jawa Barat berkewajiban melakukan fungsi pengawasan terhadap proyek PMA dan PMDN di Provinsi Jawa Barat melalui kegiatan pengendalian dan pembinaan sejak proyek PMA dan PMDN tersebut mendapat Surat Persetujuan pemerintah sampai dengan tahap komersil. Dengan kegiatan pengawasan ini diharapkan


(5)

5

proyek-proyek PMA dan PMDN dalam melakukan kegiatan ekonominya sesuai dengan ketentuan penanaman modal.

Realisasi pelaksanaan fungsi pengawasan proyek-proyek investasi PMA dan PMDN sangat kompleks dikarenakan sifat penanaman modal yang multi sektoral dan lintas sektoral serta bersifat koordinatif sehingga memerlukan kerjasama yang baik antara pemangku kewenangan baik ditingkat Provinsi maupun tingkat Kabupaten/Kota bahkan bila diperlukan berkoordinasi dengan pemangku kewenangan ditingkat pusat, dalam rangka memecahkan permasalahan-permasalahan yang dihadapi oleh para investor dalam merealisasikan proyeknya.

Dalam awal penelitian ditemukan suatu permasalahan terutama Dalam pelaksanaan kegiatan pengendalian dan pembinaan masih terdapat banyak hal yang menjadi kendala bagi Badan Koordinasi Promosi dan Penanaman Modal Daerah (BKPPMD) Provinsi Jawa Barat diantaranya yang paling mendasar belum adanya petunjuk teknis yang dimiliki oleh pemerintah daerah, adanya otonomi daerah yang mewarnai kelembagaan investasi di Kabupaten/Kota yang berbeda-beda kondisi ini mengakibatkan lemahnya koordinasi sering terjadi mutasi pegawai di Kabupaten/Kota khususnya aparatur penanaman modal sehingga mengakibatkan kurang memahami wawasan dan pengetahuan tentang penanaman modal, peraturan daerah yang membebani para investor sehingga biaya ekonomi menjadi tinggi. Kesadaran investor untuk menyampaikan LKPM berkisar antara 4-6%. Kompleksnya permasalahan tersebut merupakan tantangan yang harus disikapi dengan penuh kesungguhan, cermat, teliti dan professional


(6)

6

oleh BKPPMD Provinsi Jawa Barat sehingga fungsi pengawasan yang dilakukan terhadap proyek-proyek PMA dan PMDN dapat berjalan secara efektif dan efisien.

Dari permasalahan yang dipaparkan diatas maka diperlukan suatu Pengawasan yang teliti, cermat, dan professional oleh Badan Koordinasi Promosi dan Penanaman Modal Daerah Provinsi Jawa Barat (BKPPMD Provinsi Jawa Barat) dalam bidang penanaman modal supaya memberikan kontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi khususnya Provinsi Jawa Barat.

Dengan berbagai paparan yang telah dikemukakan di atas maka saya sebagai peneliti tertarik untuk meneliti lebih jauh mengenai pengawasan Badan Koordinasi Promosi dan Penanaman Modal Daerah (BKPPMD) Provinsi Jawa Barat. Dengan mengambil tema tersebut, peneliti menetapkan judul penelitian sebagai berikut “PENGAWASAN BADAN KOORDINASI PROMOSI DAN PENANAMAN MODAL DAERAH (BKPPMD) PROVINSI JAWA BARAT DALAM KEGIATAN INVESTASI PENANAMAN MODAL ASING (PMA) DAN PENANAMAN MODAL DALAM NEGERI (PMDN) DI PROVINSI JAWA BARAT”.


(7)

7 1.2. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, maka dapat di identifikasikan ruang lingkup pembahasan masalah sebagai berikut:

1. Bagaimana pengawasan preventif yang dilakukan oleh Badan Koordinasi Promosi dan Penanaman Modal Daerah (BKPPMD) Provinsi Jawa Barat dalam kegiatan investasi Penanaman Modal Asing (PMA) dan Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) di Provinsi Jawa Barat?

2. Bagaimana pengawasan represif yang dilakukan oleh Badan Koordinasi Promosi dan Penanaman Modal Daerah (BKPPMD) Provinsi Jawa Barat dalam kegiatan investasi Penanaman Modal Asing (PMA) dan Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) di Provinsi Jawa Barat?

1.3. Maksud dan Tujuan Penelitian

Maksud dilaksanakannya penelitian ini adalah untuk mengetahui, mengumpulkan data dan menganalisis sejauh mana pengawasan BKPPMD Provinsi Jawa Barat dalam kegiatan investasi PMA/PMDN di Provinsi Jawa Barat. Adapun yang menjadi tujuan penelitian ini adalah untuk :

1. Untuk mendeskripsikan dan menganalisi pengawasan preventif yang dilakukan oleh Badan Koordinasi Promosi dan Penanaman Modal Daerah (BKPPMD) Provinsi Jawa Barat dalam kegiatan investasi Penanaman Modal Asing (PMA) dan Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) di Provinsi Jawa Barat.


(8)

8

2. Untuk mendeskripsikan dan menganalisis pengawasan refersif yang dilakukan oleh Badan Koordinasi Promosi dan Penanaman Modal Daerah (BKPPMD) Provinsi Jawa Barat dalam kegiatan investasi Penanaman Modal Asing (PMA) dan Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) di Provinsi Jawa Barat.

1.4. Kegunaan Penelitian

Hasil penelitian ini bagaimanapun juga diharapkan berguna baik secara teoritis maupun secara praktis. Dengan kata lain kegunaan teoritis berarti hasil penelitian memberikan kontribusi secara teoritis bagi pengembangan ilmu pengetahuan dan secara praktis berarti hasil penelitian memberikan kontribusi dalam pengambilan kebijakan guna perbaikan ke depan.

Lebih jauh lagi mengenai kegunaan penelitian ini, diantaranya sebagai berikut:

1. Secara teoritis, penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan terhadap perkembangan dan pendalaman studi ilmu pemerintahan. Khususnya tentang pengawasan yang dilakukan oleh Badan Koordinasi Promosi dan Penanaman Modal Daerah (BKPPMD) Provinsi Jawa Barat dalam kegiatan investasi Penanaman Modal Asing (PMA) dan Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) di Provinsi Jawa Barat.

2. Secara praktis, hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan bahan masukan dan evaluasi yang bermanfaat bagi Badan Koordinasi Promosi dan Penanaman Modal Daerah (BKPPMD) Provinsi Jawa Barat,


(9)

9

khususnya mengenai peningkatan pengawasan kegiatan investasi Penanaman Modal Asing (PMA) dan Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) di Provinsi Jawa Barat.

1.5. Kerangka Pemikiran

Dari sejumlah fungsi manajemen, pengawasan merupakan salah satu fungsi yang sangat penting dalam pencapaian tujuan manajemen itu sendiri. Fungsi manajemen lainnya seperti perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan tidak akan dapat berjalan dengan baik apabila fungsi pengawasan ini tidak dilakukan dengan baik. Demikian pula halnya dengan fungsi evaluasi terhadap pencapaian tujuan manajemen akan berhasil baik apabila fungsi pengawasan telah di lakukan dengan baik.

Pengawasan adalah aktivitas yang mengusahakan agar pekerjaanpekerjaan terlaksana sesuai dengan rencana yang ditetapkan dan atau hasil yang dikehendaki (Ranupandojo, 1990 : 109). Pengawasan mempunyai hubungan yang erat dengan fungsi manajemen lainnya, terutama dengan fungsi perencanaan. Oleh karena itu Herbert G. Hicks dalam (Ulbert Silalahi) mengatakan bahwa pengawasan adalah berhubungan dengan :

1. Perbandingan kejadian-kejadian dengan rencana-rencana

2. Melakukan tindakan-tindakan korektif yang perlu terhadap kejadian-kejadian yang menyimpang dari rencana-rencana.


(10)

10

Sedangkan Sondang P. Siagian dalam (Ulbert Silalahi) mengemukakan pengertian pengawasan yaitu proses pengamatan dari pada pelaksanaan seluruh kegiatan organisasi untuk menjamin agar semua pekerjaan yang dilakukan berjalan sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan (Silalahi, 1992:175).

Dari beberapa defenisi yang di kemukakan di atas dapat di tarik kesimpulan bahwa: pengawasan adalah proses untuk menjaga agar kegiatan terarah menuju pencapaian tujuan seperti yang direncanakan dan bila ditemukan penyimpangan-penyimpangan diambil tindakan koreksi. Pelaksanaan kegiatan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan memerlukan pengawasan, agar perencanaan yang telah disusun dapat dilasksanakan dengan baik.

Pengawasan yang dilakukan adalah bermaksud untuk mendukung kelancaran pelaksanaan kegiatan sehingga dapat terwujud daya guna, hasil guna, dan tepat guna sesuai rencana dan sejalan dengan itu, untuk mencegah secara dini kesalahan-kesalahan dalam pelaksanaan.

Sedangkan menurut Masry mengemukakan beberapa fungsi pengawasan sebagai berikut:

1. Mempertebal rasa tanggung jawab terhadap pejabat yang diserahi tugas dan wewenang dalam pelaksanaan pekerjaan.

2. Mendidik para pejabat agar mereka melaksanakan pekerjaan sesuai dengan prosedur yang telah ditentukan. (Masry,2004:62)

Untuk mencegah terjadinya penyimpangan, penyelewengan, kelalaian, dan kelemahan, agar tidak terjadi kerugian yang tidak diinginkan. Adapun tujuan pengawasan seperti yang dikemukakan oleh Usman menyatakan tujuan pengawasan adalah sebagai berikut:


(11)

11

1. Menghentikan atau meniadakan kesalahan, penyimpangan, penyelewengan, pemborosan, hambatan.

2. Mencegah terulang kembalinya kesalahan, penyimpangan, penyelewengan,

pemborosan dan hambatan. 3. Meningkatkan kinerja lembaga

4. Melakukan tindakan koreksi terhadap kesalahan-kesalan yang dilakukan dalam pencapain kinerja yang baik.

(Usman,2001:400)

Sementara itu, menurut Masry menyatakan tujuan pengawasan adalah sebagai berikut:

1. Mencegah dan memperbaiki kesalahan,penyimpangan, ketidaksesuaian dalam pelaksanaan tugas yang dilakukan.

2. Agar pelaksanaan yang dilaksanakan sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan sebelumnya.

(Masry,2004:61)

Pencapaian tujuan lembaga agar sesuai dengan yang diharapkan maka fungsi pengawasan harus dilakukan sebelum terjadinya penyimpangan-penyimpangan sehingga lebih bersifat mencegah dibandingkan dengan tindakan-tindakan pengawasan yang sesudah terjadinya penyimpangan. Oleh karena itu, tujuan pengawasan adalah menjaga hasil pelaksanaan kegiatan sesuai dengan rencana, ketentuan-ketentuan dan instruksi yang telah ditetapkan benar-benar diimplementasikan, sebab pengawasan yang baik akan tercipta tujuan organisasi.

Dari uraian di atas dapatlah kita ambil kesimpulam bahwa pada dasarnya pengawasan bertujuan untuk mengoreksi kesalahan-kesalahan yang terjadi nantinya dapat digunakan sebai pedoman untuk mengambil kebijakan guna mencapai sasaran yang optimal.

Langkah-langkah yang dilakukan selama proses pengawasan menurut Schermerhorn dalam Ernie dan Saefullah antara lain:


(12)

12

1. Penetapan standar: Tujuan yang ingin dicapai organisasi bisnis atau organisasi harus ditetapkan dengan jelas dan lengkap pada saat perencanaan dibuat.

2. Penilaian kinerja: Upaya untuk membandingkan kinerja yang dicapai dengan tujuan dalam standar yang telah ditetapkan semula.

3. Tindakan koreksi: Tindakan yang dilakukan organisasi apabila organisasi mengalami masalah dan mencari jawaban mengapa masalah tersebut terjadi.

(Saefullah, 2005:317)

Sedangkan Taliziduhu Ndraha menyatakan bahwa proses pengawasan biasanya meliputi dua kegiatan utama, yaitu :

1. Pengawasan preventif

Pengawasan preventif adalah pengawasan yang dilakukan sebelum pekerjaan mulai dilaksanakan, misalnya dengan mengadakan pengawasan terhadap persiapan rencana kerja, rencana anggaran, rencana penggunaan tenaga dan sumber-sumber lainnya.

2. Pengawasan represif

Pengawasan refresif adalah pengawasan yang dilakukan setelah pekerjaan atau kegiatan tersebut dilaksanakan, hal ini kita ketahui melalui audit dengan pemerikasaaan terhadap pelaksanaan pekerjaan di tempat dan meminta laporan pelaksanaan kegiatan.

(Ndaraha 2011:201)

Selanjutnya pendapat dari beberapa para ahli yaitu dari Hasibuan membagi macam proses pengawasan sebagai berikut

1. Preventive Control, adalah pengawasan yang dilakukan sebelum kegiatan dilakukan dengan maksud supaya tidak terjadi penyimpangan-penyimpangan. Hal ini bisa dilakukan dengan beberapa cara yaitu :

a. Membuat peraturan-peraturan yang berhubungan dengan tatacara suatu kegiatan atau dibuat tata tertib.

b. Membuat pedoman-pedoman kerja

c. Menetapkan sanksi-sanksi terhadap pembuat kesalahan

d. Menentukan kedudukan, tugas, wewenang dan tanggungjawab e. Mengorganisasikan segala macam kegiatan

f. Menentukan sistem koordinasi pelaporan dan pemeriksaan.

2. Repressive Control, ialah pengawasan yang dilakukan setelah terjjadi penyimpangan/kesalahan dalam pelaksanaan kegiatan, dengan maksud agar tidak terjadi pengulangan kesalahan, sehingga sasaran yang direncanakan dapat tercapai. Hal ini dapat dilakukan dengan cara-cara berikut :


(13)

13

a. Membandingkan hasil-hasil kegiatan dengan rencana yang telah ditentukan.

b. Mencari penyebab terjadinya penyimpangan, kemudian mencari jalan keluarmya.

c. Memberikan penilaian terhadap hasil kegiatan, termasuk kegiatan para penanggungjawabnya.

d. Melaksanakan sanksi yang telah ditentukan terhadap pembuat kesalahan.

e. Menilai kembali prosedur-prosedur yang telah ditentukan.

f. Mengecek kebenaran laporan yang dibuat oleh para petugas pelaksana.

(Hasibuan, 1985:221)

Agar dapat efektif setiap pengawasan harus memenuhi kriteria tertentu. Kriteria penting bagi pengawasan yang baik menurut pendapat Ranupandojo yaitu

1. Informasi yang akan diukur harus akurat

2. Pengawasan harus dilakukan tepat waktu disaat penyimpangan diketahui

3. Sistem Pengawasan yang dipergunakan harus mudah dimengerti oleh orang lain

4. Pengawasan harus dititik beratkan pada kegiatan-kegiatan strategis 5. Harus bersifat ekonomis, artinya biaya pengawasan harus lebih kecil

dibandingkan dengan hasilnya

6. Pelaksanaan pengawasan sesuai dengan struktur organisasi

7. Harus sesuai dengan arus kerja atau sesuai dengan sistem dan prosedur yang dilaksanakan dalam organisasi

8. Harus luwes dalam menghadapi perubahan-perubahan yang ada 9. Bersifat memerintah dan dapat dikerjakan oleh bawahan

10.Sistem pengawasan harus dapat diterima dan dimengerti oleh semua anggota organisasi

(Ranupandojo,1990 : 114)

Dalam kegiatan suatu organisasi, pengawasan sangat penting dalam upaya mendorong disiplin guna mencapai mutu kerja yang tinggi. Pengawasan bagi pimpinan merupakan proses pemantauan kegiatan untuk menjaga bahwa kegiatan tersebut memang dilaksanakan terarah dan menuju kepada pencapaian tujuan yang direncanakan. Pegawai yang tidak mempunyai komitmen terhadap tujuan organisasi dan mudah terganggu dalam bekerja membutuhkan pengawasan yang


(14)

14

tinggi. Pengawasan disini meliputi ukuran atau standar pekerjaan, penilaian terhadap pekerjaan, perbandingan antara hasil pekerjaan dengan ukuran atau standar pekerjaan, dan perbaikan atas penyimpangan. Dimana pengawasan dilaksanakan guna tercapainya kelancaran kerja agar semua rencana yang telah ditetapkan dapat terealisasi dengan baik.

Dengan adanya pengawasan yang baik dimungkinkan akan meningkatkan disiplin kerja pegawai. Karena disiplin kerja merupakan salah satu faktor yang sangat penting bagi terciptanya suatu tujuan organisasi. Dan dengan adanya kedisiplinan diharapkan pekerjaan akan dilaksanakan seefektif mungkin, bilamana kedisiplinan tidak dilaksanakan maka kemungkinan tujuan yang telah ditetapkan tidak dapat tercapai secara efektif dan efesien. Disiplin kerja ini dapat diukur dengan adanya disiplin waktu, disiplin peraturan, dan disiplin tanggung jawab.

Pengawasan adalah tindakan nyata dan paling efektif dalam mewujudkan kedisiplinan pegawai. Melalui pengawasan secara efektif, dimaksudkan agar para pegawai tidak melanggar aturan yang telah ditetapkan. Tingkat kesalahan dan pelanggaran yang terjadi dapat ditekan sekecil mungkin dengan adanya sikap disiplin dalam diri para pegawai, karena seketat apapun pengawasan yang dilakukan oleh pihak pimpinan jika dalam diri pegawai tersebut tidak mempunyai sikap disiplin maka akan sulit untuk bekerja sesuai aturan. Disinilah perlunya pengawasan untuk mendukung disiplin kerja pegawai agar lebih efektif. Sebab disiplin disini berarti ketaatan pegawai terhadap aliran atau pengaturan organisasi.


(15)

15

Sedangkan pengawasan berarti mencegah adanya penyimpangan, keterlambatan kerja, kesalahpahaman dan penyelewengan kerja. Dengan demikian apabila pengawasan dilakukan secara teratur dan kontinyu maka penyimpangan kerja dapat dihindari yang berarti disiplin kerja dapat terus dipertahankan dan ditingkatkan dalam kegiatan instansi.

Berdasarkan apa yang dikemukakan di atas, maka disusun anggapan dasar sebagai berikut :

1. Pengawasan adalah aktivitas yang mengusahakan agar pekerjaan pekerjaan terlaksana sesuai dengan rencana yang ditetapkan dan atau hasil yang dikehendaki,

2. Pengawasan dilakukan melalui dua kegiatan utama yaitu : Pengawasan preventif atau pengawasan sebelum terjadi dan Pengawasan represif atau pengawasan sesudah terjadi,

3. Pengawasan BKPPMD Provinsi Jawa Barat dalam kegiatan investasi PMA dan PMDN dapat dilihat melalui pengawasan preventif atau pengawasan sebelum kegiatan pengawasan investasi PMA dan PMDN dan pengawasan represif atau pengawasan sesudah kegiatan pengawasan investasi PMA dan PMDN.

Berdasarkan anggapan dasar tersebut, Untuk mempermudah pemahaman terhadap kerangka pemikiran diatas maka disederhanakan ke dalam model penelitian pada gambar berikut :


(16)

16

Gambar 1.1 Model Penelitian

1.6. Metode Penelitian

Penelitian merupakan suatu proses kegiatan mencari kebenaran secara sistematis dalam jangka waktu tertentu dengan menggunakan metode ilmiah serta aturan-aturan yang berlaku. Metode penelitian pada dasarnya mengungkapkan sejumlah cara yang diatur secara sistematis, logis, rasional, berencana, dan mengikuti konsep ilmiah, sebelum atau sesudah mengumpulkan data diharapkan mampu menjawab secara ilmiah rumusan masalah yang telah ditetapkan.

Pengawasan Badan Koordinasi Promosi dan Penanaman Modal Daerah (BKPPMD) Provinsi Jawa Barat dalam Kegiatan investasi Penanaman Modal Asing (PMA) dan Penanaman

Modal Dalam Negeri (PMDN) di Provinsi Jawa Barat.

Pengawasan Preventif:

a. Membuat peraturan-peraturan yang berhubungan dengan tatacara suatu kegiatan atau dibuat tata tertib.

b. Membuat pedoman-pedoman kerja c. Menetapkan sanksi-sanksi terhadap

pembuat kesalahan

d. Mengorganisasikan segala macam kegiatan

e. Menentukan sistem koordinasi pelaporan dan pemeriksaan. (Ndraha 2011:201)

Pengawasan Represif:

a. Membandingkan hasil-hasil kegiatan dengan rencana yang telah ditentukan b. Mencari penyebab terjadinya

penyimpangan

c. Memberikan penilaian terhadap hasil kegiatan, termasuk kegiatan para penanggungjawabnya.

d. Melaksanakan sanksi yang telah ditentukan terhadap pembuat kesalahan.

e. Mengecek kebenaran laporan yang dibuat oleh para petugas pelaksana. (Ndraha 2011:201)


(17)

17

Penelitian ini menggunakan metode deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Maksudnya adalah data yang dikumpulkan berupa kata-kata, gambar dan bukan angka-angka. Disamping itu, semua data yang dikumpulkan kemungkinan dapat menjadi kunci terhadap apa yang sudah diteliti. Dengan demikian, laporan penelitian akan berisi kutipan-kutipan data untuk memberi gambaran dari objek penelitian.

Proses pendekatan kualitatif dimulai dengan menyusun asumsi dasar dan aturan berpikir yang akan digunakan dalam penelitian. Asumsi dan aturan berpikir tersebut selanjutnya diterapkan secara sistematis dalam pengumpulan dan pengolahan data untuk memberikan penjelasan dan argumentasi. Dalam penelitian kualitatif informasi yang dikumpulkan dan diolah harus tetap obyektif dan tidak dipengaruhi oleh pendapat peneliti sendiri.

Oleh karena itu metode deskriptif secara sederhana merupakan metode penelitian yang hanya memaparkan situasi ataupun peristiwa. Dalam penelitian deskriptif penulis terjun ke lapangan dengan tanpa dibebani atau diarahkan oleh teori, Penulis tidak bermaksud untuk menguji teori, penulis juga bebas mengamati objeknya, menjelajah, dan menemukan wawasan baru karenanya menurut Rahmat bahwa :“Metode deskriptif digunakan untuk melahirkan teori-teori tentative, karenanya metode deskriptif dasarnya adalah mencatat teori, bukan menguji teori” (Rahmat 2002 :24-26).

Metode desktiptif digunakan karena merode ini ideal dalam penelitian yang dilakukan peneliti, karena pebulis diberi kebebasan untuk mengamati objek dalam hal ini peranan Badan Koordinasi Promosi dan Penanaman Modal Daerah


(18)

18

(BKPPMD) Provinsi Jawa Barat dalam rangka pengawasan kegiatan investasi Penanaman Modal Asing (PMA) dan Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) di Provinsi Jawa Barat.

Penelitian kualitatif banyak diterapkan dalam penelitian historis atau deskriptif. Bodgan dan Taylor yang dikutip oleh Moleong berpendapat bahwa “pendekatan kualitatif sebagai posedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati ”(Moleong, 2000:4).

Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif. Pendekatan kualitatif digunakan karena perumusan gejala-gejala, informasi-informasi atau keterangan-keterangan mengenai peran BKPPMD Provinsi Jawa Barat dalam rangka pengawasan kegiatan investasi PMA/PMDN di Provinsi Jawa Barat dilakukan melalui kajian atau telaah terhadap situasi dan kondisi serta sistem gagasan para pelaku yang terlibat di dalamnya. Dengan demikian dalam penelitian ini, peneliti ingin menggambarkan suatu peran Badan Koordinasi Promosi dan Penanaman Modal Daerah (BKPPMD) Provinsi Jawa Barat dalam rangka pengawasan kegiatan investasi Penanaman Modal Asing (PMA) dan Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) di Provinsi Jawa Barat. Maka jenis penelitian yang paling tepat adalah jenis kualitatif dengan metode deskriptif, dimana data akan lebih berbentuk kata-kata.

Menurut Kirk dan Miller yang dikutip dalam buku J. Moleong bahwa: “Penelitian kualitatif adalah tradisi tertentu dalam ilmu pengetahuan sosial yang secara fundamental bergantung dari pengamatan pada manusia baik dalam kawasannya maupun dalam peristilahannya” (Moleong : 2000 : 11 ).


(19)

19

Dengan demikian data yang dikumpulkan adalah non kuantitatif atau tanpa statistik tapi data yang dikumpulkan berupa kata-kata, berisi kutipan-kutipan data, yang data tersebut mungkin berasal dari naskah wawancara di lapangan, dokumen pribadi, catatan pribadi dan dokumen resmi lainnya.

1.6.1. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data merupakan langkah yang paling strategis dalam penelitian, karena tujuan utama dari penelitian adalah mendapatkan data. Suatu hal yang penting dalam penulisan karya ilmiah hasil penelitian adalah data-data dan informasi dari segala objek yang akan diteliti sehingga penulisan tersebut menjadi objektif, rasional, dan faktual.

Guna memperoleh keterangan dan fakta-fakta yang lengkap dari keadaan empirik dalam penelitian ini, maka penulis menggunakan beberapa teknik pengumpulan data, yaitu sebagai berikut :

1. Studi Kepustakaan

Studi kepustakaan yaitu teknik pengumpulan data yang dilakukan melalui penelaahan beberapa literatur, teori-teori, dokumen-dokumen, surat kabar, serta sumber tertulis lain yang berkaitan atau relevan terhadap objek penelitian.

Menurut Moh. Nazir dalam bukunya yang berjudul “Metode Penelitian” mengemukakan bahwa yang dimaksud dengan Studi kepustakaan adalah teknik pengumpulan data dengan mengadakan studi penelaahan terhadap buku-buku, literatur-literatur, catatan-catatan, dan laporan-laporan yang ada hubungannya dengan masalah yang dipecahkan” (Nazir, 1999:111).


(20)

20 2. Studi Lapangan

Studi lapangan adalah pengumpulan data dengan cara mengumpulkan dan menyeleksi data yang diperoleh di tempat penelitian. Studi lapangan ini dilakukan dengan teknik :

a. Wawancara

Mohammad Nazir menjelaskan bahwa:“Wawancara adalah proses memperoleh keterangan untuk tujuan penelitian dengan cara tanya jawab sambil bertatap muka antara si penanya atau pewawancara dengan si penjawab atau responden dengan alat yang dinamakan interview guide (panduan pewawancara)”(Nazir, 1999:234).

Dengan kata lain wawancara yaitu mengadakan aktivitas tanya jawab secara langsung kepada responden. Cara ini dilakukan untuk menambah data-data diperlukan dari narasumber atau mereka yang mengetahui secara jelas masalah apa yang akan ditanyakan oleh penulis (Nazir, 1999: 235).

Dari beberapa uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa wawancara adalah pengumpulan data dengan cara melakukan tanya jawab, teknik pengumpulan data yang dilakukan penulis melalui wawancara yaitu teknik pengumpulan data yang diperoleh yaitu dengan melakukan tanya jawab langsung kepada narasumber. Narasumber yang dapat memberi informasi dalam penelitian kualitatif disebut informan.


(21)

21 b. Observasi

Observasi dapat diartikan sebagai pengamatan dan pencatatan secara sistematis terhadap gejala yang dapat diartikan sebagai pengamatan dan pencatatan secara sistematis terhadap gejala yang tampak pada objek penelitian (Sugiyono, 2005: 166).

Kegiatan observasi yang dilakukan penulis dalam penelitian ini yaitu dengan melakukan kegiatan pengamatan dan pencatatan dalam hal peranan Badan Koordinasi Promosi dan Penanaman Modal Daerah (BKPPMD) Provinsi Jawa Barat dalam rangka pengawasan kegiatan investasi Penanaman Modal Asing (PMA) dan Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) di Provinsi Jawa Barat.

1.6.2 Teknik Pengambilan Informan

Teknik pengambilan informan merupakan salah satu aspek dari metode penelitian. Pengambilan informan erat hubungannya dengan wawancara. Dalam hal ini Wawancara merupakan proses memperoleh keterangan untuk tujuan penelitian sambil bertatap muka, dengan tanya jawab antara pewawancara dengan informan mengenai hal-hal yang berkaitan dengan masalah penelitian.

Dalam hal ini wawancara dilakukan kepada informan yang diambil berdasarkan teknik purposive, yang berarti informan ditentukan berdasarkan dari tujuan dan kebutuhan. Dalam hal ini Teknik purposive, Sugiyono (2005;53-54) menyatakan bahwa :


(22)

22

Purposive Sampling adalah teknik pengambilan sampel sumber data dengan pertimbangan tertentu. Pertimbangan tertentu ini misalnya, orang tersebut dianggap paling tahu tentang apa yang akan kita harapkan atau mungkin dia sebagai penguasa sehingga akan memudahkan peneliti menjelajahi objek/situasi sosial yang diteliti” (Sugiyono,2005;53-54). Dari kondisi tersebut, maka para narasumber yang akan diwawancarai oleh penulis dapat dilihat dalam tabel berikut ini:

Table 1.1 Kriteria Informan

No. Informan Informasi yang ingin diperoleh Jumlah informan 1. Kasubag Pengendalian Pengawasan BKPPMD kegiatan

investasi PMA dan PMDN di Provinsi Jawa Barat

1

2. Kasubag Data dan Laporan

Pengawasan BKPPMD kegiatan investasi PMA dan PMDN di Provinsi Jawa Barat

1

3. Pimpinan PMA Pengawasan BKPPMD kegiatan investasi PMA dan PMDN di Provinsi Jawa Barat

1

4. Pimpinan PMDN Pengawasan BKPPMD kegiatan investasi PMA dan PMDN di Provinsi Jawa Barat

1

Jumlah 4

(Sumber: Diolah oleh Penulis, 2011)

1.6.3 Analisis Data

Dalam penelitian kualitatif, teknik analisa data yang lebih banyak dilakukan bersamaan dengan pengumpulan data, sesuai dengan metode penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif, maka analisa data dilakukan sepanjang penelitian. Analisa data bertujuan untuk menyederhanakan data kedalam bentuk yang lebih sederhana sehingga mudah dibaca dan dipahami sehinga kesimpulan dapat diambil secara tepat dan sistematis.


(23)

23

Hal tersebut sesuai dengan apa yang dikemukakan oleh Nasution mengemukakan bahwa analisis data dan penafsiran data dapat diuraikan sebagai berikut :

“Analisis adalah proses menyusun dan menggabungkan data ke dalam pola, tema, kategori, sedangkan penafsiran adalah memberikan makna kepada analisis, menjelaskan pola atau kategori, dan mencari hubungan antara beberapa konsep. Penafsiran menggambarkan perspektif peneliti bukan kebenaran. Analisis dan penafsiran data dalam penelitian kualitatif pada dasarnya bukan merupakan hal yang berjalan bersama, keduanya dilakukan sejak awal penelitian.” (Nasution, 1996:126).

Analisis data dilakukan agar data yang telah diperoleh akan lebih bermakna. Analisis data merupakan proses penyederhanaan data ke dalam bentuk yang lebih mudah dibaca dan diinterprestasikan.

Bagdan dan Biklen menjelaskan analisis data adalah proses mencari secara sistematis dan mengatur catatan wawancara, catatan lapangan, dan rider lain yang dihimpun untuk menggiring pengertian. Analisis tersebut melibatkan kerja dengan data, mengaturnya, memisahkan ke dalam unit-unit yang dapat dikelola, memadukannya, mencari-cari pola memenuhi hal-hal penting dan apa yang diketahui dan memutuskan apa yang akan disampaikan kepada orang lain.

Untuk menyajikan data agar lebih bermakna dan mudah difahami, maka langkah analisis data pada penelitian ini digunakan analisis model interaktif (Interactive Model Analysis) dari Miles dan Huberman (1984:21–23).

Dalam penelitian ini setelah pengumpulan data maka kegiatan analisis dilakukan dengan mengikuti pola interaksi antara reduksi data, display data, dan penarikan kesimpulan atau verifikasi.


(24)

24

Gambar 1.2 Analisis Model Interaktif (Miles dan Huberman, 2004: 23)

Tahap-tahap tersebut merupakan kegiatan yang harus diperhatikan dalam analisis data kualitatif. Kegiatan pengumpulan data, reduksi data, penyajian dan penarikan kesimpulan/verifikasi dalam analisis model interaktif merupakan siklus interaktif dalam pengertian analisis kualitatif merupakan upaya yang berlanjut, berulang dan terus menerus.

1.7 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Kantor Badan Koordinasi Promosi dan Penanaman Modal Daerah (BKPPMD) Provinsi Jawa Barat. Adapun penelitian direncanakan dari bulan Maret 2011 sampai dengan November 2011, sebagaimana yang tergambar pada table berikut:

Reduksi Data

Verifikasi/ Kesimpulan

Sajian Data Pengumpulan Data


(25)

25

Table 1.2 Waktu Penelitian dan Penyusunan Skripsi No Kegiatan

2011 2012

4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6

1. Studi Kepustakaan 2. Studi Pendahuluan 3 Penelitian Lapangan 4 Pengolahan dan Analisis

Data

5 Penyusunan Laporan 6. Seminar UP

7. Seminar Draft 8. Sidang


(26)

26

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pemerintahan

2.1.1 Pengertian Pemerintahan

Pemerintah mempunyai peran penting dalam kehidupan masyarakat. Sebagai pihak yang menyelenggarakan pemerintahan, tentunya banyak hal yang mesti dilakukan oleh pemerintah. Definisi pemerintah menurut Ndraha :

“Pemerintah adalah organ yang berwenang memproses pelayanan publik dan berkewajiban memproses pelayanan sipil bagi setiap orang melalui hubungan pemerintahan, sehingga setiap anggota masyarakat yang bersangkutan menerimanya pada saat diperlukan, sesuai dengan tuntutan (harapan) yang diperintah” (Ndraha,2003:6)

Secara etimologi kata Pemerintahan berasal dari kata “Perintah” yang kemudian mendapat imbuhan sebagai berikut:

1. Mendapat awalan “Pe” menjadi kata “Pemerintah” berarti badan atau organ elit yang melakukan pekerjaan mengurus suatu Negara.

2. Mendapat akhiran “An” menjadi kata “Pemerintahan berarti perihal, cara, perbuatan atau urusan dari badan yang berkuasa dan memiliki legitimasi.

Di dalam kata dasar “Perintah” paling sedikit ada empat unsure penting yang terkandung didalamnya yaitu sebagai berikut:

1. Ada dua pihak yaitu yang memerintah disebut Pemerintah dan pihak yang di perintah disebut rakyat.

2. Pihak yang memerintah memiliki kewenangan dan pihak legitimasi untuk mengatur dan mengurus rakyat.

3. Hal yang di perintah memiliki keharusan untuk taat kepada Pemerintah yang sah.


(27)

27

4. Antara pihak yang memerintah dengan pihak yang di perintah terhadap hubungan timbale balik secara horizontal

(Inu Kencana Syafi’ie,2001:3)

Pengertian pemerintahan menurut Bayu Surianingrat, dalam bukunya yang berjudul Mengenal Ilmu Pemerintahan adalah sebagai berikut: “Pemerintahan adalah perbuatan atau cara urusan memerintah, misalnya pemerintahan yang adil, pemerintahan demokrasi, pemerintahan diktator dan lain sebagainya” (Surianingrat, 1990:11)

Definisi Pemerintahan lainnya yang dikemukakan oleh Taliziduhu Ndraha dalam bukunya berjudul Kybernology (Ilmu Pemerintahan Baru) I sebagai berikut:

“Pemerintahan adalah sebuah system multiproses yang bertujuan memenuhi dan melindungi kebutuhan dan tuntutan yang diperintah akan jasa layanan civil. Tuntutan yang diperintah berdasarkan berbagai posisi yang dipegangnya, misalnya sebagai sovereign, sebagai pelanggan, consumer, yang tidak berdaya dan sebagainya. Pada dasarnya, proses-proses itu kumulatif; proses-proses demand-supply, pembelian (penerimaan) penggunaan dan evaluasi-feadback (feedforward).” (Ndraha, 2003:5). Selanjutnya menurut Ramlan Surbakti membedakan antara pemerintah dan pemerintahan. Pemerintah merupakan aparat yang menyelenggarakan tugas dan kewenangan Negara. Kemudian istilah pemerintahan itu sendiri pengertiannya dapat dikaji atau ditinjau dari tiga aspek :

1. Ditinjau dari aspek kegiatan (dinamika), pemerintahan berarti segala kegiatan atau usaha yang terorganisasikan, bersumber pada kedaulatan dan berlandaskan pada dasar Negara,

2. Ditinjau dari aspek struktural fungsional, pemerintahan memandang arti seperangkat fungsi negara, yang satu sama lain saling berhubungan secara fungsional, dan melaksanakan fungsinya atas dasar-dasar tertentu demi tercapainya tujuan Negara,

3. Ditinjau dari aspek tugas dan kewenangan Negara, maka pemerintahan berarti seluruh tugas dan kewenangan Negara.


(28)

28 (Ramlan Surbakti, 1992:168)

Dari Definisi diatas, dapat disimpulkan bahwa pemerintah merupakan organisasi yang memiliki tugas dan kewenangan tertentu, salah satunya adalah proses pelayanan publik. Pelayanan publik dilakukan oleh pemerintah adalah untuk mensejahterakan masyarakat.

2.1.2 Fungsi Pemerintahan

Menurut Taliziduhu Ndraha dalam bukunya Kybernology Sebuah Rekontruksi Ilmu Pemerintahan mengutip pendapat Ryaas Rasyid mengungkapkan: “Ada tiga fungsi pemerintahan yaitu pelayanan (service), pemberdayaan (empowerment), dan pembangangunan (development).’ (Ndraha, 2005:58).

Selain pendapat tersebut, Talidziduhu Ndaraha dalam bukunya yang sama menyatakan bahwa ada dua macam fungsi pemerintahan yaitu:

Pertama, pemerintahan mempunyai fungsi primer atau fungsi pelayanan sebagai provider jasa dan yang tidak diprivatisasikan termasuk jasa hankam dan layanan sipil termasuk layanan birokrasi.

Kedua, pemerintah mempunyai fungsi sekunder atau fungsi pemberdayaan sebagai provider kebutuhan dan tuntutan yang diperintah akan barang-barang dan jasa yang mereka tidak mampu penuhi sendiri karena masih lemah dan tidak berdaya, termasuk penyediaan dan pembangunan sarana dan prasarana. (Ndraha, 2005:78).

Sedangkan menurut Ryaas Rasyid, menyatakan bahwa ada tiga macam fungsi hakiki pemerintahan yaitu: pelayanan (service), pemberdayaan (empowerment), dan pembangunan (development).(Rasyid, 2000:59) Pelayanan akan membuahkan keadilan dalam masyarakat, pemberdayaan akan mendorong


(29)

29

kemandirian masyarakat, dan pembangunan akan menciptakan kemakmuran dalam masyarakat.

2.2 Pemerintahan Daerah

Definisi Pemerintahan Daerah berdasarkan UU No 32 Tahun 2004 tentang pemerintahan daerah pasal 1 ayat 2 adalah sebagai berikut:

“Pemerintahan Daerah adalah penyelenggara urusan pemerintahan oleh pemerintahan daerah dan DPRD menurut asas otonomi dan tugas pembantuan dengan prinsip otonomi yang seluas-luasnya dalam system dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun1945”. Melihat definisi pemerintahan daerah seperti yang telah dikemukakan diatas, maka yang pemerintahan daerah disini adalah penyelenggaraan daerah otonom oleh pemerintah daerah dan DPRD menurut asas desentralisasi dan unsure penyelenggara pemerintah daerah adalah Gubernur, Bupati atau Walikota dan Perangkat daerah

Sedangkan menurut S Pamudji dalam bukunya kerjasama antar daerah dalam rangka membina wilayah menyebutkan, bahwa yang dimaksud dengan Pemerintahan Daerah adalah: “Pemerintahan Daerah adalah daerah otonom diselenggarakan secara bersama-sama oleh seorang kepala wilayah yang sekaligus merupakan kepala daerah otonom (Pamudji,1985:15).

Berdasarkan definisi yang telah dikemukakan diatas, maka pengertian dari Pemerintahan Daerah pada dasarnya sama yaitu suatu kegiatan antara pihak yang berwenang memberikan perintah dalam hal ini pemerintah dengan menerima dan melaksanakan perintah tersebut dalam hal ini masyarakat.


(30)

30

Pemerintah Daerah memperoleh pelimpahan wewenang pemerintahan umum dari pusat, yang meliputi wewenang mengambil setiap tindakan untuk kepentingan rakyat berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Urusan pemerintahan umum yang dimaksud sebagian berangsur-angsur diserahkan kepada pemerintah daerah sebagai urusan rumah tangga daerahnya, kecuali yang bersifat nasional untuk menyangkut kepentingan umum yang lebih luas.

2.3 Pengawasan

2.3.1 Pengartian Pengawasan

Dari sejumlah fungsi manajemen, pengawasan merupakan salah satu fungsi yang sangat penting dalam pencapaian tujuan manajemen itu sendiri. Fungsi manajemen lainnya seperti perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan tidak akan dapat berjalan dengan baik apabila fungsi pengawasan ini tidak dilakukan dengan baik. Demikian pula halnya dengan fungsi evaluasi terhadap pencapaian tujuan manajemen akan berhasil baik apabila fungsi pengawasan telah di lakukan dengan baik.

Istilah pengawasan dalam bahasa Inggris disebut controlling, yang oleh Dale (dalam Winardi, 2000:224) dikatakan bahwa: “concept of control rovides a historical record of what has happened and provides date the enable the executive to take corrective steps ”. (Winardi, 2000:224). Hal ini berarti bahwa pengawasan tidak hanya melihat sesuatu dengan seksama dan melaporkan hasil kegiatan mengawasi, tetapi juga mengandung arti memperbaiki dan meluruskannya sehingga mencapai tujuan yang sesuai dengan apa yang


(31)

31

direncanakan. More (dalam Winardi, 2000:226) menyatakan bahwa: “there’s many a slip between giving works, assignments to men and carrying them out. Get reports of what is being done, compare it with what ought to be done, and do something about it if the two aren’t the same”. (Winardi, 2000:224).

Dengan demikian pengawasan pada hakekatnya merupakan tindakan membandingkan antara hasil dalam kenyataan (dassein) dengan hasil yang diinginkan (das sollen). Hal ini disebabkan karena antara kedua hal tersebut sering terjadi penyimpangan, maka tugas pengawasan adalah melakukan koreksi atas penyimpangan tersebut.

Pengawasan merupakan fungsi manajerial yang keempat setelah perencanaan, pengorganisasian, dan pengarahan. Sebagai salah satu fungsi manajemen, mekanisme pengawasan di dalam suatu organisasi memang mutlak diperlukan. Pelaksanaan suatu rencana atau program tanpa diiringi dengan suatu sistem pengawasan yang baik dan berkesinambungan, jelas akan mengakibatkan lambatnya atau bahkan tidak tercapainya sasaran dan tujuan yang telah ditentukan. Pengertian tentang pengawasan sangat beragam dan banyak sekali pendapat para ahli yang mengemukakannya, namun demikian pada prinsipnya kesemua pendapat yang dikemukan oleh para ahli adalah sama, yaitu merupakan tindakan membandingkan antara hasil dalam kenyataan (dassein) dengan hasil yang diinginkan (das sollen), yang dilakukan dalam rangka melakukan koreksi atas penyimpangan yang terjadi dalam kegiatan manajemen. Berikut beberapa pengertian tentang pengawasan dari para ahli:


(32)

32

Sejalan dengan itu, Silalahi mengutip pendapat Herbert G. Hicks yang mendefinisikan pengawasan sebagai berikut: “Berhubungan dengan (1) perbandingan kejadian-kejadian dengan rencana-rencana dan (2) melakukan tindakan-tindakan koreksi yang perlu terhadap kejadian-kejadian yang menyimpang dari rencana”. (Silalahi, 1992: 175).

Dari pengertian diatas, dapat dilihat bahwa pengawasan bertujuan agar rencana yang telah ditetapkan agar dipantau pelaksanaannya, sehingga bila ada penyimpangan atau kesalahan agar dapat dikoreksi atau diperbaiki agar pelaksanaannya sesuai dengan rencana semula.

Mockler (dalam Certo dan Certo, 2006:480) menyebutkan pengawasan sebagai :

“Controlling is a systematic effort by business management to compare performance to predetermined standard, plans, or objectives to determine whether performance is in line with theses standards and presumably to take any remedial action required to see that human and other corporate resources are being used in the most effective and efficient way possible in achieving corporate objectives”. (Certo dan Certo 2006:480)

Konsep pengawasan dari Mockler di atas, menekankan pada tiga hal, yaitu (1) harus adanya rencana, standard atau tujuan sebagai tolak ukur yang ingin dicapai, (2) adanya proses pelaksanaan kerja untuk mencapai tujuan yang diinginkan, (3) adanya usaha membandingkan mengenai apa yang telah dicapai dengan standard, rencana, atau tujuan yang telah ditetapkan, dan (4) melakukan tindakan perbaikan yang diperlukan. Dengan demikian konsep pengawasan dari Mockler ini terlihat bahwa ada kegiatan yang perlu direncanakan dengan tolak ukur berupa kriteria, norma-norma dan standar, kemudian dibandingkan, mana yang membutuhkan koreksi ataupun perbaikan-perbaikan.


(33)

33

Siagian (1990:107) menyebutkan bahwa yang dimaksud dengan pengawasan adalah: “Proses pengamatan daripada pelaksanaan seluruh kegiatan organisasi untuk menjamin agar supaya semua pekerjaan yang sedang dilakukan berjalan sesuai dengan rencana yang telah ditentukan sebelumnya.” (Siagian 1990:107). Ciri terpenting dari konsep yang dikemukan oleh Siagian ini adalah bahwa pengawasan hanya dapat diterapkan bagi pekerjaan yang sedang berjalan dan tidak dapat diterapkan untuk pekerjaan yang sudah selesai dilaksanakan

Sedangkan menurut Terry (dalam Winardi, 1986:395) juga berpendapat tentang pengertian pengawasan ini, ia mengatakan bahwa:

“Pengawasan berarti mendeterminasi apa yang dilaksanakan, maksudnya mengevaluasi prestasi kerja dan apabila perlu menerapkan tindakan-tindakan korektif sehingga hasil pekerjaan sesuai dengan rencana. Jadi pengawasan dapat dianggap sebagai aktivitas untuk menemukan dan mengoreksi penyimpangan penting dalam hasil yang dicapai dari aktivitas yang direncanakan”. (Winardi 1986:395)

Sementara menurut Lembaga Administrasi Negara (1996:159) mengungkapkan bahwa:

“Pengawasan adalah salah satu fungsi organik manajemen, yang merupakan proses kegiatan pimpinan untuk memastikan dan menjamin bahwa tujuan dan sasaran serta tugas organisasi akan dan telah terlaksana dengan baik sesuai dengan rencana, kebijakan, instruksi, dan ketentuan-ketentuan yang telah ditetapkan dan yang berlaku”. (LAN 1996:159) Berdasarkan pendapat dari LAN di atas, tampak bahwa subjek yang melakukan pengawasan adalah pimpinan. Hal senada juga ditegaskan oleh Koontz, et. al. (dalam Hutauruk, 1986:195) bahwa :”Fungsi pengendalian harus dilaksanakan oleh tiap-tiap manajer, mulai dari direktur sampai pengawas”. (Hutauruk 1986:195)


(34)

34

Pengawasan sebagai fungsi manajemen sepenuhnya adalah tanggung jawab setiap pimpinan pada tingkat mana pun. Hakikat pengawasan adalah untuk mencegah sedini mungkin terjadinya penyimpangan, pemborosan, penyelewengan, hambatan, kesalahan dan kegagalan dalam pencapaian tujuan dan sasaran serta pelaksanaan tugas organisasi.

Kemudian Handayaningrat mengemukakan pendapatnya tentang maksud dan tujuan dari pengawasan itu sendiri adalah: “Untuk mencegah atau untuk memperbaiki kesalahan, penyimpangan, ketidak sesuaian, penyelewengan, dan lainnya yang tidak sesuai dengan tugas dan wewenang yang telah ditentukan”. (Handayaningrat 1994:143)

Farland seperti yang dikutip oleh Handayaningrat, memberikan definisi pengawasan sebagai berikut: “Suatu proses dimana pimpinan ingin mengetahui apakah hasil pelaksanaan pekerjaan yang dilakukan oleh bawahannya sesuai

dengan rencana, perintah, tujuan atau kebijaksanaan yang telah ditentukan” (Handayaningrat, 1994: 143)

Pengertian lain dikemukakan oleh Soejamto yang mengutip pendapat G.R. Terry yang mengatakan: “Pengawasan adalah untuk menentukan apa yang ingin dicapai, mengadakan evaluasi atasnya, dan mengambil tindakan-tindakan korektif bila diperlukan untuuk menjamin agar hasilnya sesuai dengan rencana” (Soejamto, 1986:18).

Suryaningrat menjelaskan bahwa : “Pengawasan adalah suatu proses yang menentukan tentang apa yang harus dikerjakan, agar apa yang diselenggarakan sejalan dengan rencana” (Suryaningrat, 1980:107).


(35)

35

Dari kedua pengertian pengawasan tersebut, ada kesamaan bahwa keduanya menyoroti pengertian pengawasan dari aspek yang sama, yaitu pengawasan atas pelaksanaan pekerjaan agar sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan sebelumnya.

Dari beberapa defenisi yang di kemukakan di atas dapat di tarik kesimpulan bahwa:

1) Pengawasan adalah merupakan proses kegiatan yang terus-menerus di laksanakan untuk mengetahui pekerjaan apa yang sudah dilaksanakan, kemudian di adakan penilaian serta mengoreksi apakah pelaksanaannya sesuai dengan semestinya atau tidak.

2) Selain itu Pengawasan adalah suatu penilaian yang merupakan suatu proses pengukuran dan pembandingan dari hasil-hasil pekerjaan yang nyata telah di capai dengan hasil-hasil yang seharusnya di capai. Dengan kata lain, hasil pengawasan harus dapat menunjukkan sampai di mana terdapat kecocokan atau ketidakcocokan serta mengevaluasi sebab-sebabnya.

Akan tetapi kalau di terjemahkan begitu saja istilah controlling dari bahasa Inggris, maka pengertiannya lebih luas dari pengawasan yaitu dapat diartikan sebagai pengendalian, padahal kedua istilah ini berbeda karena dalam pengendalian terdapat unsur korektif. Istilah pengendalian berasal dari kata kendali yang berarti mengekang atau ada yang mengendalikan. Jadi berbeda dengan istilah pengawasan, produk langsung kegiatan pengawasan adalah untuk


(36)

36

mengetahui sedangkan kegiatan pengendalian adalah langsung memberikan arah kepada objek yang di kendalikan.

Dalam pengendalian kewenangan untuk mengadakan tindakan korektif itu sudah terkandung di dalamnya, sedangkan dalam pengertian pengawasan tindakan korektif itu merupakan proses lanjutan. Pengendalian adalah pengawasan ditambah tindakan korektif. Sedangkan pengawasan adalah pengendalian tanpa tindakan korektif. Namun sekarang ini pengawasan telah mencakup kegiatan pengendalian, pemeriksaan, dan penilaian terhadap kegiatan.

Sementara Mockler (dikutip Stoner & Freeman dalam Wilhelmus dan Molan 1994:241) mengatakan bahwa:

“Pengendalian adalah suatu upaya yang sistematis untuk menetapkan standard kinerja dengan sasaran perencanaan, merancang sistem umpan?balik informasi, membandingkan kinerja sesungguhnya dengan standard yang terlebih dahulu ditetapkan itu, menentukan apakah ada penyimpangan dan mengukur signifikansi penyimpangan tersebut, dan mengambil tindakan perbaikan yang diperlukan untuk menjamin bahwa semua sumber daya perusahaan tengah digunakan sedapat mungkin dengan cara yang paling efektif dan efisien guna tercapainya sasaran perusahaan”. (Wilhelmus dan Molan 1994:241)

Sedangkan berdasarkan Peraturan Kepala BKPM RI No 13 tahun 2009 yang dimaksud pengendalian pelaksanaan penanaman modal adalah: Melaksanakan pemantauan, pembinaan dan pengawasan terhadap pelaksanaan penanaman modal sesuai dengan hak, kewajiban dan tanggung jawab penanam modal.


(37)

37

Adapun tujuan dari pengendalian pelaksanaan penanaman modal adalah sebagai berikut:

a. Memperoleh data perkembangan realisasi penanaman modal dan informasi masalah dan hambatan yang dihadapi oleh perusahaan.

b. Melakukan bimbingan dan fasilitas penyelesaian masalah dan hambatan yang dihadapi oleh perusahaan.

c. Melakukan pengawasan pelaksanaan ketentuan penanaman modal dan penggunaan fasilitas fisckl serta melakukan tindak lanjut atas penyimpangan yang dilakukan oleh perusahaan.

Masih dalam buku yang sama, Soejamto mengutip pendapat Henry Fayol yang menyatakan bahwa :

“Pengawasan terdiri dari pengujian apakah segala sesuatu berlangsung sesuai dengan rencana yang ditentukan, dengan intruksi yang telah diberikan dan dengan prinsip-prinsip yang telah digariskan. Ia bertujuan (mengemukakan) kelemahan-kelemahan dan kesalahan-kesalahan dengan maksud untuk memperbaikinya kembali” (Soejamto, 1986:18).

Kesimpulan yang dapat diambil adalah bahwa kegiatan pengawasan bertujuan agar pengawasan dimaksudkan untuk mencegah penyimpangan-penyimpangan dalam pelaksanaan kegiatan atau pekerjaan dan sekaligus melakukan tindakan perbaikan apabila penyimpangan sudah terjadi dari apa yang sudah direncanakan. Oleh karena pengawasan dimaksudkan agar tujuan yang dicapai sesuai atau tidak menyimpang dari rencana yang telah ditentukan, maka kegiatan pengawasan mengandung kegiatan pemberian bimbingan, petunjuk atau perintah.


(38)

38

Dari definisi yang telah dikemukakan diatas, diketahui bahwa pada dasarnya pengawasan adalah proses untuk menjamin pelaksanaan tugas dilakukan sesuai dengan rencana, kebijaksanaan atau perintah yang telah ditetapkan. Pengawasan ditujukan pula untuk memperbaiki penyimpangan-penyimpangan yang terjadi, sehingga pelaksanaan tugas dapat sesuai dengan rencana yang telah ditentukan.

Bertitik tolak dari pengertian para ahli tentang pengawasan sebagai mana diungkapkan di atas, maka dapat diambil kesimpulan bahwa yang dimaksud dengan pengawasan adalah sebagai suatu proses kegiatan pimpinan yang sistematis untuk membandingkan (memastikan dan menjamin) bahwa tujuan dan sasaran serta tugas organisasi yang akan dan telah terlaksana dengan baik sesuai dengan standard, rencana, kebijakan, instruksi, dan ketentuan-ketentuan yang telah ditetapkan dan yang berlaku, serta untuk mengambil tindakan perbaikan yang diperlukan, guna pemanfaatan manusia dan sumber daya lain yang paling efektif dan efisien dalam mencapai tujuan perusahaan

2.3.2 Maksud dan Tujuan Pengawasan

Dalam setiap organisasi terutama dalam organisasi pemerintah pengawasan adalah hal yang sangat penting, karena pengawasan pemerintah adalah suatu usaha untuk menjamin adanya keserasian antara penyelenggara pemerintahan dengan masyarakat.

Pengawasan dimaksudkan untuk mencegah atau memperbaiki kesalahan, penyimpangan, ketidaksesuaian, ketidaktertiban, penyelewengan, pelanggaran,


(39)

39

dan lain-lainnya yang tidak sesuai dengan tugas dan wewenang serta peraturan yang telah ditentukan sebelumnya. Jadi maksud pengawasan bukan mencari-cari kesalahan terhadap orangnya tetapi mencari kebenaran terhadap hasil pelaksanaan pekerjaannya agar peraturan yang dibuat sebelumnya dilaksanakan dengan kesadaran sehingga hal-hal yang tidak diinginkan tidak akan terjadi.

Dalam hal ini juga, Pengawasan bertujuan agar hasil pelaksanaan pekerjaan diperoleh secara berdaya guna dan berhasil guna sesuai dengan rencana yang telah ditentukan sebelumnya.

Terwujudnya tujuan yang dikehendaki oleh organisasi sebenarnya tidak lain merupakan tujuan dari pengawasan. Sebab setiap kegiatan pada dasarnya selalu mempunyai tujuan tertentu. Oleh karena itu pengawasan mutlak diperlukan dalam usaha pencapaian suatu tujuan. Menurut Situmorang dan Juhir dalam bukunya yang berjudul Aspek Hukum Pengawasan Melekat dalam Lingkungan Aparatur Pemerintah, maksud pengawasan adalah untuk :

1. Mengetahui jalannya pekerjaan, apakah lancar atau tidak

2. Memperbaiki kesalahan?kesalahan yang dibuat oleh pegawai dan mengadakan pencegahan agar tidak terulang kembali kesalahan-kesalahan yang sama atau timbulnya kesalahan-kesalahan yang baru.

3. Mengetahui apakah penggunaan budget yang telah ditetapkan dalam rencana terarah kepada sasarannya dan sesuai dengan yang telah direncanakan.

4. Mengetahui pelaksanaan kerja sesuai dengan program (fase tingkat pelaksanaan) seperti yang telah ditentukan dalam planning atau tidak. 5. Mengetahui hasil pekerjaan dibandingkan dengan yang telah

ditetapkan dalam planning, yaitu standard. (Situmorang dan Juhir 1994:22)

Sedangkan menurut Rachman dalam buku Situmorang dan Juhir juga mengemukakan tentang maksud pengawasan, yaitu:


(40)

40

1. Untuk mengetahui apakah segala sesuatu berjalan sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan

2. Untuk mengetahui apakah segala sesuatu telah berjalan sesuai dengan instruksi serta prinsip?prinsip yang telah ditetapkan

3. Untuk mengetahui apakah kelemahan?kelemahan serta kesulitan-kesulitan dan kegagalan?kegagalannya, sehingga dapat diadakan perubahan? perubahan untuk memperbaiki serta. mencegah pengulangan kegiatan?kegiatan yang salah.

4. Untuk mengetahui apakah segala sesuatu berjalan efisien dan apakah dapat diadakan perbaikan?perbaikan lebih lanjut, sehingga mendapat efisiensi yang lebih benar.

(Situmorang dan Juhir 1994:22)

Dari kedua pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa maksud pengawasan adalah untuk mengetahui pelaksanaan kerja, hasil kerja, dan segala sesuatunya apakah sesuai dengan yang direncanakan atau tidak, serta mengukur tingkat kesalahan yang terjadi sehingga mampu diperbaiki ke arah yang lebih baik.

Sementara berkaitan dengan tujuan pengawasan, Maman Ukas dalam bukunya Manajemen: Konsep, Prinsip dan Aplikasi mengemukakan:

1. Mensuplai pegawai manajemen dengan informasi yang tepat, teliti dan lengkap tentang apa yang akan dilaksanakan.

2. Memberi kesempatan pada pegawai dalam meramalkan rintangan-rintangan yang akan mengganggu produktivitas kerja secara teliti dan mengambil langkah-langkah yang tepat untuk menghapuskan atau mengurangi gangguan-gangguan yang terjadi.

3. Setelah kedua hal di atas telah dilaksanakan, kemudian para pegawai dapat membawa kepada langkah terakhir dalam mencapai produktivitas kerja yang maksimum dan pencapaian yang memuaskan dari pada hasil yang diharapkan.

(Maman Ukas 2004:337)

Sementara itu Situmorang dan Juhir mengatakan bahwa tujuan pengawasan adalah :

1. Agar terciptanya aparat yang bersih dan berwibawa yang didukung oleh suatu sistem manajemen pemerintah yang berdaya guna (dan berhasil guna serta ditunjang oleh partisipasi masyarakat yang konstruksi dan terkendali dalam wujud pengawasan masyarakat (kontrol sosial) yang obyektif, sehat dan bertanggung jawab.


(41)

41

2. Agar terselenggaranya tertib administrasi di lingkungan aparat pemerintah, tumbuhnya disiplin kerja yang sehat.

3. Agar adanya keluasan dalam melaksanakan tugas, fungsi atau kegiatan, tumbuhnya budaya malu dalam diri masing?masing aparat, rasa bersalah dan rasa berdosa yang lebih mendalam untuk berbuat hal yang tercela terhadap masyarakat dan ajaran agama.

(Situmorang dan Juhir 1994:26)

Lebih lanjut Situmorang dan Juhir mengemukakan bahwa secara langsung tujuan pengawasan adalah untuk:

1. Menjamin ketetapan pelaksanaan sesuai dengan rencana, kebijaksanaan dan perintah.

2. Menertibkan koordinasi kegiatan?kegiatan 3. Mencegah pemborosan dan penyelewengan

4. Menjamin terwujudnya kepuasan masyarakat atas barang atau jasa yang dihasilkan

5. Membina kepercayaan masyarakat terhadap kepemimpinan organisasi. (Situmorang dan Juhir 1994:26)

Sementara tujuan pengawasan menurut Soekarno yang dikutip Safrudin dalam bukunya Pemerintah Daerah dan Pembangunan, adalah:

Untuk mengetahui apakah sesuatu berjalan sesuai dengan rencana, yang digariskan, mengetahui apakah sesuatu dilaksanakan sesuai dengan instruksi serta asas yang ditentukan, mengetahui kesulitan dan kelemahan dalam bekerja, mengetahui apakah sesuatu berjalan efisien atau tidak, dan mencari jalan keluar jika ternyata dijumpai kesulitan, kelemahan, atau kegagalan ke arah perbaikan. (Safrudin 1965:36)

Berdasarkan pendapat para ahli di atas, dapat diketahui bahwa pada pokoknya tujuan pengawasan adalah:

1. Membandingkan antara pelaksanaan dengan rencana serta instruksi-instruksi yang telah dibuat.

2. Untuk mengetahui ada tidaknya kesulitan, kelemahan-kelemahan atau kegagalan serta efisiensi dan efektivitas kerja.


(42)

42

3. Untuk mencari jalan keluar apabila ada kesulitan, kelemahan dan kegagalan, atau dengan kata lain disebut tindakan korektif.

2.3.3 Sifat-Sifat Pengawasan

Untuk lebih memperjelas pemahaman tentang pengawasan, maka perlu kiranya penulis untuk mengemukakan sifat-sifat dari pengawasan. Siagian mengemukakan sifat-sifat dari pengawasan sebagai berikut :

1. Fact Finding. Dalam arti bahwa pelaksanaan pengawasan harus menemukan fakta-fakta tentang bagaimana tugas-tugas dijalankan dalam organisasi.

2. Pengawasan harus bersifat preventif yang berarti proses pengawasan tersebut dijalankan untuk mencegah terjadinya penyimpangan-penyimpangan.

3. Pengawasan diarahkan ke masa sekarang yang berarti hanya dapat ditujukan kepada kegiatan yang sedang dilaksanakan.

4. Pengawasan adalah alat untuk meningkatkan efisiensi.

5. Pengawasan sebagai alat manajemen dan administrasi, maka pelaksanaan pengawasan itu harus mempermudah tercapainya tujuan. 6. Proses pelaksanaan pengawasan harus efisien, jangan sampai

menghambat peningkatan efisiensi.

7. Pengawasan tidak dimaksudkan untuk mencari siapa yang salah jika ada ketidak beresan, akan tetapi untuk menemukan apa yang tidak betul.

8. Pengawasan harus bersifat membimbing agar supaya para pelaksana meningkatkan kemampuannya untuk melakukan tugas.

(Siagian, 1996: 137)

2.3.4 Macam-macam Pengawasan

Apabila ditinjau dari berbagai sudut pandang, maka pengawasan dapat dibedakan menjadi beberapa macam. Macam-macam pengawasan dapat dibedakan dalam beberapa jenis sesuai dengan aspek yang menjadi perhatian


(43)

43

utamanya. Lubis dalam buku Pengendalian dan Pengawasan dan Proyek dalam Manajemen menyebutkan macam-macam pengawasan sebagai berikut :

1. Dilihat dari segi bidang kerja atau objek yang diawasi pengawasan-pengawasan dibidang penjualan, produksi, pembiayaan, perbekalan, kualitas, anggaran belanja, pemasaran dan lain sebagainya.

2. Dilihat dari segi subjek atau petugas pengawasan. Pengawasan intern, ekstern, formal, informal dan lain sebagainya.

3. Dilihat dari segi waktu pengawasan. Pengawasan-pengawasan preventif, represif, tengah berprosesnya pengawasan dan sebagainya. 4. Dilihat dari segi lainnya, pengawasan-pengawasan umum, khusus,

langsung, tidak langsung, mendadak, teratur, terus menerus, menurut pengecualian dan sebagainya.

(Lubis, 1985:159)

Macam-macam pengawasan yang telah dikemukakan oleh Lubis dapat dijabarkan kembali dengan berdasarkan pada pendapat para ahli lain.

Dilihat dari segi bidang kerja atau objek yang diawasi, Hasibuan dalam bukunya Manajemen Dasar, Pengertian dan Masalah, mengemukakan macam-macam pengawasan sebagai berikut :

1. Production Control (Pengawasan Produksi)

Yaitu untuk mengetahui kualitas dan kuantitas produksi yang dihasilkan, apakah sesuai dengan rencana yang ada.

2. Financial Control (Pengawasan Keuangan)

Pengawasan ini ditujukan kepada hal-hal yang menyangkut keuangan, tentang pemasukan dan pengeluaran, biaya-biaya perusahaan termasuk pengawasan anggaran.

3. Personal Control ( Pengawasan Pegawai)

Pengawasan ini ditujukan kepada hal-hal yang ada hubungannya dengan kegiatan pegawai, apakah pegawai bekerja sesuai dengan perintah, rencana, tata kerja, absensi pegawai serta lain-lain.

4. Time Control (Pengawasan Waktu)

Pengawasan ini ditujukan kepada penggunaan waktu, artinya apakah waktu untuk mengerjakan suatu pekerjaan sesuai atau tidak dengan rencana.

5. Policy Control (Pengawasan Kebijaksanaan)

Pengawasan ini ditujukan untuk mengetahui dan menilai apakah kebijaksanaan-kebijaksanaan organisasi yang telah dilaksanakan sesuai dengan yang telah digariskan.


(44)

44

Pengawasan ini ditujukan kepada hal-hal yang bersifat fisik, yang berhubungan dengan tindakan teknis pelaksanaan.

7. Sales Control (pengawasan Penjualan)

Pengawasan ini ditujukan untuk mengetahui apakah produksi yang dihasilkan terjual sesuai dengan target yang ditetapkan.

(Hasibuan, 1993:35)

Dilihat dari subjek/petugas pengawasan, Handayaningrat mengemukakan pendapatnya sebagai berikut :

1. Pengawasan dari dalam (Internal control)

Pengawasan dari dalam berarti pengawasan yang dilakukan oleh aparat/unit pengawasan yang dibentuk di dalam organisasi itu sendiri. Aparat unit pengawasan ini bertindak atas nama pimpinan organisasi, dan bertugas mengumpulkan segala data dan informasi yang diperlukan oleh pimpinan organisasi, yang diperlukan untuk menilai kemajuan dan kemunduran dalam pelaksanaan pekerjaan. Hasil pengawasan ini dapat pula dipergunakan untuk menilai kebijaksanaan pimpinan, untuk itu kadang-kadang pimpinan perlu meninjau kembali kebijakan yang telah dikeluarkan. Sebaliknya pimpinan dapat pula melakukan tindakan perbaikan (corrective) terhadap pelaksanaan pekerjaan yang dilakukan oleh bawahannya.

2. Pengawasan dari luar organisasi (External control)

Pengawasan eksternal berarti pengawasan yang dilakukan oleh aparat/unit pengawasan dari luar organisasi itu. Aparat/unit pengawasan bertindak atas nama atasan dari organisasi tersebut, atau bertindak atas nama pimpinan organisasi itu karena permintaannya. Disamping itu, dapat pula pimpinan organisasi meminta bantuan pihak luar organisasinya, dengan maksud untuk mengetahui efisiensi kerja, untuk mengetahui jumlah keuntungan, untuk mengetahui jumlah pajak yang harus dibayar, dan sebagainya.

3. Pengawasan informal

Pengawasan informal adalah pengawasan yang tidak melalui saluran formal atau prosedur yang telah ditentukan. Pengawasan informal ini biasanya dilakukan oleh pejabat pimpinan dengan melalui kunjungan yang tidak resmi (pribaadi atau dengan incagnio. Hal ini dimaksudkan untuk menghindarkan kekakuan hubungan antara atasan dengan bawahan. Dengan cara demikian pimpinan menghendaki keterbukaan dalam memperoleh informasi dan sekaligus usul/saran perbaikan dalam penyempurnaannya dari bawahan. Dimana pimpinan dapat memberikan jalan keluar pemecahannya, sebaliknya bawahan merasa bangga karena diberi kesempatan mengemukakan pendapatnya secara langsung terhadap pimpinan.


(45)

45

Sementara Bohari (1992:25) membagi macam teknik pengawasan sebagai berikut :

1. Pengawasan preventif, dimaksudkan untuk mencegah terjadinya penyimpangan dalam pelaksanaan kegiatan. Pengawasan preventif ini biasanya berbentuk prosedur yang harus ditempuh dalam pelaksanaan kegiatan. Pengawasan preventif ini bertujuan:

1. Mencegah terjadinya tindakan yang menyimpang dari dasar yang telah ditentukan.

2. Memberi pedoman bagi terselenggaranya pelaksanaan kegiatan secara efisien dan efektif.

3. Menentukan saran dan tujuan yang akan dicapai.

4. Menentukan kewenangan dan tanggung jawab sebagai instansi sehubungan dengan tugas yang harus dilaksanakan.

2. Pengawasan represif, ini dilakukan setelah suatu tindakan dilakukan dengan membandingkan apa yang telah terjadi dengan apa yang seharusnya terjadi. Dengan pengawasan represif dimaksud untuk mengetahui apakah kegiatan dan pembiayaan yang telah dilakukan itu telah mengikuti kebijakan dan ketentuan yang telah ditetapkan. Pengawasan represif ini biasa dilakukan dalam bentuk:

1. Pengawasan dari jauh, adalah pengawasan yang dilakukan dengan cara pengujian dan penelitian terhadap surat?surat pertanggungan jawab disertai bukti?buktinya mengenai kegiatan?kegiatan yang dilaksanakan.

2. Pengawasan dari dekat, adalah pengawasan yang dilakukan di tempat kegiatan atau tempat penyelenggaraan administrasi.

Bohari (1992:25)

Jelasnya, pelaksanaan pengawasan ini dilakukan baik selama proses pelaksanaan pekerjaan maupun setelah pekerjaan tersebut selesai dan dapat diketahui hasilnya yang sudah ditetapkan maupun dengan peraturan yang berlaku sehingga apabila ada kesalahan atau penyimpangan dapat segera diketahui dan dicegah agar tidak meluas serta dapat mencari jalan keluar pemecahannya.

Selanjutnya mengenai jenis-jenis pengawasan di lingkungan pemerintahan menurut Siagian, memberikan pendapatnya sebagai berikut :

1. Pengawasan melekat

Bahwa efektivitas manajerial seseorang yang menduduki jabatan pimpinan, tanpa mempersoalkan tingkatannya dalam jajaran


(46)

46

kepemimpinan itu sangat bergantung pada kemampuannya melakukan pengawasan melekat disamping kemampuannya menyelenggarakan berbagai fungsi organik manajerial lainnya.

2. Pengawasan fungsional

Pengawasan ini bisa dilakukan oleh aparat pengawasan yang terdapat dalam satu instansi tertentu, tetapi dapat pula dilakukan oleh aparat pengawasan yang berada di luar suatu instansi meskipun masih dalam lingkungan pemerintahan.

3. Pengawasan oleh lembaga Konstitusional

Dalam Sistem Administrasi Negara Republik Indonesia terdapat dua lembaga konstitusional yang turut melakukan pengawasan yang dapat dikatakan politis. Pertama adalah Badan Pemeriksa Keuangan negara yang dikelola oleh semua aparat yang terdapat dalam lingkungan negara Republik Indonesia. Kedua adalah Dewan Perwakilan Rakyat yang melalui berbagai kegiatannya. Dewan ini dalam arti seluas-luasnya juga melakukan kegiatan pengawasan.

4. Pengawasan Sosial

Dalam masyarakat yang menganut paham demokrasi, partisipasi masyarakat dalam mengawasi jalannya roda pemerintahan bukan saja dibenarkan tetapi juga didorong. Salah satu bentuknya adalah dengan turut serta mengamati pelaksanaan kegiatan tugas-tugas umum pemerintahan seperti dalam pemberian pelayanan kepada masyarakat dan penyelenggaraan berbagai kegiatan pengaturan dan juga dalam menyelenggarakan kegiatan-kegiatan pembangunan dalam segi kehidupan bangsa dan negara.

(Siagian, 1996:198-204)

Dari pendapat Siagian mengenai jenis-jenis pengawasan dilingkungan pemerintah tadi, dapat diambil pengertian bahwa jenis pengawasan yang pertama yaitu pengawasan melekat adalah fungsi inhern atau sudah dengan sendirinya ada pada setiap pimpinan dalam semua jenjang untuk melakukan pengawasan terhadap pegawai atau bawahannya. Tiga jenis pengawasan yang pertama adalah pengawasan di dalam tubuh badan-badan pemerintahan sendiri, sedangkan jenis pengawasan yang keempat adalah pengawasan dari masyarakat (kontrol sosial) terhadap aparatur pemerintah ataupun jalannya roda pemerintahan yang dapat dilakukan dalam berbagai bentuk dan media.


(47)

47 2.4 Investasi

Menurut Mulyadi dalam bukunya yang berjudul “Akutansi Manajemen” Investasi adalah sebagai pengkaitan sumber-sumber dalam jangka panjang untuk menghasilkan laba di masa yang akan datang (Mulyadi, 1997:248).

Sedangkan menurut Eduardus Tandelilin dalam buku yang berjudul “Analisis Investasi dan Manajemen Portofolio” Investasi adalah Komitmen atas sejumlah dana atau sumber daya lainnya yang dilakukan pada saat ini, dengan tujuan memperoleh sejumlah keuntungan dimasa yang akan datang. (Tandelilin, 2001:3)

Pengertian lain dikemukakan oleh Sunariyah dalam buku yang berjudul “Pengantar Pengetahuan Pasar Modal”. Investasi adalah penanaman modal untuk satu atau lebih aktiva yang dimiliki biasanya berjangka waktu lama dengan harapan mendapat keuntungan dimasa-masa yang akan datang. (Sunariyah, 2006:4)

Berdasarkan teori ekonomi, investasi berarti pembelian (dan berarti juga produksi) dari capital/modal barang-barang yang tidak dikonsumsi tetapi digunakan untuk produksi yang akan datang (barang produksi).

Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa investasi yang dilakukan memiliki alasan untuk memperoleh keuntungan yang sebesar-besarnya demi berjalannya operasional.


(48)

48 2.5 Penanam Modal Asing (PMA)

Definisi Penanam Modal Asing (PMA) berdasarkan Undang-undang No. 11 Tahun 1970 tentang Penanam Modal Asing, adalah sebagai berikut:

“Penanam Modal Asing adalah penanaman modal asing secara langsung yang dilangsungkan atau berdasarkan ketentuan dalam Undang-undang No.1 Tahun 1967 tentang Penanam Modal Asing dan yang digunakan untuk menjalankan perusahaan di Indonesia dalam arti bahwa pemilik modal secara langsung menanggung resiko di penanaman modal tersebut”. Sedangkan berdasarkan Undang-undang No. 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal, adalah sebagai berikut:

“Penanaman Modal Asing adalah kegiatan menanam modal untuk melakukan usaha di wilayah Negara Republik Indonesia yang dilakukan oleh penanam modal asing, baik yang menggunakan modal asing sepenuhnya maupun yang berpatungan dengan penanam modal dalam negeri”

Berdasarkan definisi Penanaman Modal Asing di atas, maka pengertian Penanaman Modal Asing (PMA) adalah :

1. Alat pembayaran luar negeri yang tidak merupakan bagian dari kekayaan devisa Indonesia,yang dengan persetujuan pemerintah digunakan untuk pembiayaan perusahaan di Indonesia.

2. Alat-alat untuk perusahaan, untuk penemuan baru milik orang asing dan bahan-bahan, yang dimasukkan dari ke dalam wilayah Indonesia, selama alat-alat tersebut tidak dibiyai dari kekayaan devisa Indonesia. 3. Bagian dari hasil perusahaan yang berdasarkan Undang-undang

diperkenankan transfer, tetapi dipergunakan tetapi digunakan untuk membiayai perusahaan di Indonesia.


(49)

49

Adapun Penanaman Modal Asing (PMA) dalam Undang-undang ini tidak hanya berbentuk valuta asing, tetapi meliputi alat-alat perlengkapan tetap yang diperlukan untuk menjalankan perusahaan di Indonesia, penemuan-penemuan milik orang atau badan asing yang dipergunakan dalam perusahaan yang boleh ditransfer ke luar negeri tetapi dipergunakan kembali di Indonesia.

Penanaman Modal Asing (PMA) lebih banyak mempunyai kelebihan diantaranya sifatnya jangka panjang, banyak memberikan andil dalam alih teknologi, alih keterampilan manajemen, membuka lapangan kerja baru. Lapangan kerja ini, sangat penting bagi negara sedang berkembang mengingat terbatasnya kemampuan pemerintah untuk penyediaan lapangan kerja.

Berikut ini adalah Fungsi Penanaman Modal Asing (PMA) bagi Indonesia diantaranya adalah :

1) Sumber dana modal asing dapat dimanfaatkan untuk mempercepat investasi dan pertumbuhan ekonomi.

2) Modal asing dapat berperan penting dalam penggunaan dana untuk perbaikan struktural agar menjadi lebih baik lagi.

3) Membantu dalam proses industrilialisasi yang sedang dilaksanakan.

4) Membantu dalam penyerapan tenaga kerja lebih banyak sehingga mampu mengurangi pengangguran.

5) Mampu meningkatkan kesejahteraan pada masyarakat.

6) Menjadi acuan agar ekonomi Indonesia semakin lebih baik lagi dari sebelumnya.


(50)

50

7) Menambah cadangan devisa negara dengan pajak yang diberikan oleh penanam modal.

Sedangkan Tujuan dari Penanaman Modal Asing (PMA) bagi Indonesia diantaranya adalah :

1) Untuk mendapatkan keuntungan berupa biaya produksi yang rendah, manfaat pajak lokal dan lain-lain.

2) Untuk membuat rintangan perdagangan bagi perusahaan-perusahaan lain 3) Untuk mendapatkan return yang lebih tinggi daripada di negara sendiri

melalui tingkat pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi, sistem perpajakkan yang lebih menguntungkan dan infrastruktur yang lebih baik. 4) Untuk menarik arus modal yang signifikan ke suatu negara

2.5 Penanam Modal Dalam Negeri (PMDN)

Definisi Penanam Modal Dalam Negeri (PMDN) berdasarkan Undang-undang No. 6 Tahun 1968 tentang Penanam Modal Dalam Negeri, adalah sebagai berikut:

“Penanam Modal Dalam Negeri adalah Bagian dari kekayaan masyarakat Indonesia, termasuk hak-hak dan benda-benda yang dimiliki oleh Negara maupun swasta yang berdomisili di Indonesia, yang disishkan atau disediakan guna menjalankan suatu usaha.”

Sedangkan berdasarkan Undang-undang No.25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal, adalah sebagai berikut: “Penanam Modal Dalam Negeri adalah kegiatan menanam modal untuk melakukan usaha di wilayah Negara Republik Indonesia yang dilakukan oleh penanam dalam negeri dengan menggunakan modal dalam negeri.”


(51)

51

Berdasarkan definsi yang telah dikemukakan di atas, maka pengertian dari Penanam Modal Dalam Negeri (PMDN) pada dasarnya sama yaitu suatu kegiatan menanam modal yang dilakukan oleh pihak dalam negeri untuk melakukan usaha di wilayah Negara Republik Indonesia.

Faktor-faktor yang mempengaruhi terhadap Penanam Modal Dalam Negeri (PMDN) diantaranya adalah Potensi dan karakteristik suatu daerah, Budaya masyarakat, Pemanfaatan era otonomi daerah secara proposional, Peta politik daerah dan nasional, dan yang paling penting adalah Kecermatan pemerintah daerah dalam menentukan kebijakan lokal dan peraturan daerah yang menciptakan iklim yang kondusif bagi dunia bisnis dan investasi.


(1)

104

BAB V

SIMPULAN DAN SARAN

5.1 Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian serta analisa peneliti mengenai pelaksanaan pengawasan kegiatan Investasi Penanaman Modal Asing (PMA) dan Penanaman Modal Dalam Negeri di Provinsi Jawa Barat oleh Badan Koordinasi Promosi dan Penanaman Modal (BKPPMD) Provinsi Jawa Barat, maka peneliti mengemukakan kesimpulan sebagai berikut:

1. Pengawasan preventif yang dilakukan oleh BKPPMD Provinsi Jawa Barat dalam kegiatan Investasi PMA dan PMDN di Provinsi Jawa Barat pada dasarnya telah dilakukan dengan baik, namun masih terdapat beberapa kekurangan, yaitu: tidak adanya Petunjuk Teknis (JUKNIS) tentang tata cara pengawasan kegiatan Investasi PMA dan PMDN yang berdampak pada ketidakjelasan batas kewenangan kegiatan Investasi antara Provinsi maupun Kabupaten dan Kota, ada ketidakjelasan dalam hal penerapan sanksi-sanksi kepada perusahaan PMA dan PMDN yang melanggar peraturan, pengorganisasian tim pengendalian tidak berjalan dengan apa yang seharusnya, dikarenakan peran BKPPMD Provinsi Jawa Barat masih dominan dan daerah kurang dilibatkan.

2. Pengawasan represif yang dilakukan oleh BKPPMD Provinsi Jawa Barat dalam kegiatan Investasi PMA dan PMDN di Provinsi Jawa Barat masih terdapat kekurangan, antara lain: belum tersedianya berapa jumlah


(2)

105

perusahaan PMA dan PMDN yang dikategorikan tahap perencanaan, tahap pembangunan, dan tahap komersil, fungsi koordinasi masih lemah karena proses penyusunan perencanaan belum melibatkan lembaga teknis penanaman modal yang berada di Kabupaten dan Kota, laporan pelaksanaan tugas tim pengendalian dan pengawasan kegiatan Investasi PMA dan PMDN baru dilakukan secara tertulis dan belum di evaluasi oleh pimpinan untuk mengetahui kinerja tim berdasarkan tingkat struktural.

5.2 Saran-Saran

Saran yang akan peneliti berikan bertujuan sebagai bahan masukan bagi pelaksanaan pengawasan kegiatan Investasi Penanaman Modal Asing (PMA) dan Penanaman Modal Dalam Negeri di Provinsi Jawa Barat oleh Badan Koordinasi Promosi dan Penanaman Modal (BKPPMD) Provinsi Jawa Barat. Adapun saran peneliti dari hasil penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Dalam pengawasan preventif dalam kegiatan Investasi PMA dan PMDN di Provinsi Jawa Barat oleh BKPPMD Provinsi Jawa Barat sebaiknya sesuai dengan tugas pokok dan fungsi dari BKPPMD Provinsi Jawa Barat yaitu merumuskan kebijakan penanaman modal yang lebih bersifat teknis, pemberian sanksi yang lebih tegas kepada perusahaan PMA dan PMDN dalam rangka meningkatkan kesadaran para pelaku usaha yang melakukan kegiatan investasi di Jawa Barat, dalam pengorganisasian peran daerah lebih dilibatkan agar dapat terjaminnya keselarasan tugas dan keserasian


(3)

106

kerjasama antara BKPPMD Provinsi Jawa Barat dengan Stakeholder terkait.

2. Dalam pengawasan preventif dalam kegiatan Investasi PMA dan PMDN di Provinsi Jawa Barat oleh BKPPMD Provinsi Jawa Barat sebaiknya penyusunan program kegiatan pengendalian dan pengawasan terhadap pelaksanaan kegiatan PMA dan PMDN proses penyusunannya melibatkan lembaga teknis penanaman modal yang ada di Kabupaten dan Kota dengan harapan diperolehnya sinergitas, keserasian program yang dirumuskan, meningkatkan fungsi koordinasi antara BKPPMD Provinsi Jawa Barat dan lembaga teknis penanaman modal di Kabupaten dan Kota sebaiknya frekuensi kegiatan sosialisai dan bimbingan teknis penanaman modal lebih ditingkatkan, laporan tim yang telah melakukan tugas lapangan sebaiknya menyampaikan laporan secara lisan dalam pelaksanaan program rapat hasil pengendalian secara terprogram atau terjadwal.


(4)

107

DAFTAR PUSTAKA A. Buku-Buku

Bohari. 1992. Pengawasan Keuangan Negara. Jakarta: Rajawali Press

Certo, Samuel C. & S. Travis Certo. 2006. Modern Management, Pearson Prentice Hall.

Hasibuan. 1993. Manajemen Dasar, Pengertian dan Masalah. Jakarta: CV Haji Masagung

Koontz, Harold & Cyril O’Donnel & Heinz Weihrich. 1986. Manajemen. Jilid 2. Terjemahan: Gunawan Hutauruk. Jakarta: Penerbit Erlangga.

Lembaga Administrasi Negara Republik Indonesia. 1996. Sistem Administrasi Negara Republik Indonesia. Jilid II/Edisi Ketiga. Jakarta: Toko Gunung Agung.

Lubis. 1985. Pengendalian dan Pengawasan Proyek dalam Manajemen. Jakarta: Ghalia Indonesia

Maman Ukas. 2004. Manajemen: Konsep, Prinsip dan Aplikasi. Bandung : Penerbit Agnini.

Miles dan Huber Mas. 1992. Analisis Dara Kualitatif (Buku Sumber tentang metode-metode barau). Jakarta: UI Press.

Moloeng, L.J. 2000. Metode Penelitian Kualitatif Edisi Revisi. Bandung : PT Remaja Rosdakarya.

Mulyadi. 1997. Akutansi Manajemen, Konsep, Manfaat dan Rekayasa. Jogjakarta: STIE YKPN

Ndraha. 2003. Kybernologi (Ilmu Pemerintahan Baru) Jilid I. Jakarta: PT Rineka Cipta

Ndraha. 2005. Kybernologi: Sebuah Rekontruksi Ilmu Pemerintahan. Jakarta: PT Rineka Cipta

Pamudji S. 1985. Kerjasama Antara Daerah dalam Rangka Pembinaan Wilayah. Jakarta: Surya Cipta

Setiady, Akbar dan Usman Husaini. 1990. Pengantar Statistika, Edisi kedua, Jakarta: Bumi Aksara.


(5)

108

Silalahi, Ulbert. 1992. Studi Tentang Ilmu Administrasi Konsep, Teori dan Dimensi. Bandung: Sinar Baru Algensindo.

Situmorang, Viktor dan Jusuf Juhir. 1994. Aspek Hukum Pengawasan Melekat dalam Lingkungan Aparatur Pemerintah. Jakarta: PT Rineka Cipta Siagian. 2005. Fungsi-Fungsi Manajerial. Jakarta: Bumi Aksara

Stoner, James A. F. and Edward R. Freeman. 1994. Manajemen. Jilid 2, Edisi Kelima. Alih Bahasa: Wilhelmus W. Bakowatun dan Benyamin Molan. Editor: Heru Sutejo. Jakarta : Intermedia

Surianingrat, Bayu, Drs. 1990, Mengenal Ilmu Pemerintahan. Jakarta: PT Rineka Cipta

Sugiyono. 2005. Memahami Penelitian Kualitatif. Bandung : Alpabeta

Sunariyah. 2006. Pengantar Pengetahuan Pasar Modal. Jogjakarta: AMP YKPN

Syafie, Kencana, Inu. 2001. Pengantar Ilmu Pemerintaham. Bandung: PT Refika Aditama

Tandelilin, Eduardus. 2001. Analisis Investasi dan Manajemen Portofolio Edisi I. Jogjakarta: BPFE Jogjakarta

Winardi. 2000, Manajer dan Manajemen. Bandung: Citra Aditya Bakti

B. Peraturan Perundang-undangan

Undang-Undang No 6 Tahun 1968 Tentang Penanaman Modal dalam Negeri Undang-Undang No 11 Tahun 1970 Tentang Penanaman Modal Asing Undang-Undang No 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah Undang-Undang No 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal

Peraturan Daerah No. 16 Tahun 2000 tentang Lembaga Teknis Daerah Provinsi Jawa Barat

Peraturan Gubernur Jawa Barat No 50 Tahun 2009 Tentang Tugas Pokok, Fungsi, Rincian Tugas Unit dan Tata Kerja Badan Koordinasi Promosi dan Penanaman Modal Daerah Provinsi Jawa Barat.


(6)