Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Saat ini semakin banyak kita jumpai para remaja yang melakukan tindik piercing. Mereka seolah tidak peduli bagaimana pandangan orang- orang sekitar terhadap mereka Kompas, 2007. Tindik tubuh atau sering juga disebut piercing merupakan salah satu bentuk modifikasi tubuh dengan tujuan memakai perhiasan. Beberapa orang melakukan penindikan dengan alasan agama maupun budaya, sedangkan di masa modern ini, khususnya dunia Barat, tindik dilakukan karena alasan keyakinan, hiasan semata, atau tujuan seksual Wales and Sanger, 2007. Di Indonesia sendiri, tindik mulai dikenal remaja diperkirakan sekitar tahun 1970-an dan mulai diminati oleh masyarakat awal tahun 1990- an. Mereka ditindik karena terpengaruh mode atau trend dan tindik dianggap mempunyai nilai seni setelah tattoo yang sudah lebih dulu diakui eksistensinya. Ada juga alasan lain yaitu agar diterima dan mendapatkan pengakuan dari kelompoknya dan menambah rasa percaya diri Kompas, 2007. Menurut Greif, Hewitt Armstrong dalam Krell, 2003 modifikasi tubuh sudah dipraktekkan beribu-ribu tahun yang lalu di seluruh dunia. Selama 20 tahun terakhir, modifikasi tubuh seperti tindik dianggap sebagai suatu ciri-ciri penyimpangan, namun seiring dengan berjalannya waktu, 2 tindik juga sudah mulai diterima oleh masyarakat Hewitt dalam Krell, 2003. Modifikasi tubuh telah berubah dari suatu hal yang pernah dianggap tabu menjadi suatu bentuk seni yang diterima masyarakat DeMello dalam Krell, 2003. Walaupun hal ini secara luas sedang diterima, tidak berarti bahwa tidak ada stereotip atau pandangan dan anggapan negatif dari masyarakat terhadap para pemilik tindik. Modifikasi tubuh sering dikaitkan pada penyimpangan, pemberontakan atau perilaku beresiko lainnya Garza dalam Krell, 2003. Penelitian Drews, Allison, Probst dalam Krell, 2003 secara rinci melihat tentang perbedaan konsep diri antara murid-murid yang melakukan modifikasi tubuh dengan yang tidak melakukan modifikasi tubuh. Studi itu menunjukkan bahwa murid-murid yang memodifikasi tubuhnya cenderung menempatkan diri mereka sebagai orang yang kreatif, menarik, dan petualang daripada mereka yang tidak melakukan modifkasi tubuh. Menurut Adler Towne dalam Twyman, 2001, harga diri digambarkan sebagai bagian dari konsep diri kesatuan persepsi, pegangan diri mereka. Harga diri merupakan kunci kesuksesan dan kebahagiaan seseorang Coopersmith dalam Elkins, 1979. Harga diri adalah evaluasi yang kita buat mengenai diri kita sendiri, yaitu tentang bagaimana kita memandang dan menilai diri kita Taylor, Peplau, Sears, 2000; Page Page, 2000. Sedangkan Rogers dalam Huffman, Vernoy Vernoy, 1997 menyatakan bahwa harga diri adalah suatu perasaan mengenai diri kita, baik maupun buruk, yang sifatnya relatif permanen. Biasanya, harga diri dapat 3 digolongkan menjadi 2, yaitu tingkat tinggi dan tingkat rendah. Harga diri bukan sesuatu yang konkret namun tinggi rendahnya harga diri yang dimiliki seseorang tercermin dalam kata-kata, sikap dan perilakunya sehari- hari. Harga diri ditentukan sebagian besar oleh peran dan hubungan dengan orang lain. Banyak aspek dalam kehidupan sehari-hari yang bisa menyebabkan harga diri yang rendah, salah satunya adalah melalui kritik tidak menyenangkan tentang seseorang. Hal ini menyebabkan seseorang merasa bahwa mereka tidak sebagus orang lain atau bahwa mereka sedang kekurangan beberapa hal penting dalam hidup mereka. Salah satu hal penting ini adalah penampilan fisik tubuh mereka Twyman, 2001. Remaja yang merupakan masa untuk mencari identitas diri biasanya akan menggunakan penampilan mereka, seperti daya tarik fisik, bentuk tubuh, pakaian dan lain-lain untuk mengangkat diri mereka Hurlock, 1980. Remaja sadar dukungan sosial sangat besar dipengaruhi oleh penampilan diri dan mengetahui bahwa kelompok sosial menilai dirinya berdasarkan benda-benda yang dimilikinya, kemandirian dan keanggotaan sosial. Ini adalah “simbol status” yang mengangkat wibawa remaja di antara teman- teman sebaya dan memperbesar kesempatan memperoleh dukungan sosial yang lebih besar Santrock, 1998. Para remaja melakukan modifikasi tubuh untuk meningkatkan dan memperindah penampilan diri mereka Kompas, 2007. Houghton et al. dalam Carroll Anderson, 2002 menuliskan bahwa hal yang memotivasi 4 seseorang untuk melakukan tindik adalah hasrat untuk meningkatkan penampilan diri. Menurut Martin dalam Carroll Anderson, 2002 masa remaja merupakan masa dimana modifikasi tubuh menjadi suatu hal yang menarik terkait dengan perjuangan remaja dalam mencari identitas diri dan kontrol terhadap perubahan tubuh yang mereka alami. Menurut Caplan dalam Krell, 2003 tindik merupakan salah satu media untuk mengekspresikan identitas pribadi atau membuat pernyataan diri. Tindik juga merupakan salah satu bentuk kompensasi dari suatu gambaran diri yang tidak baik yang dirasakan oleh remaja. Banyak remaja merasa lebih baik tentang gambaran diri mereka setelah melakukan suatu jenis modifikasi tubuh. Twyman, 2001. Modifikasi tubuh menyebabkan seseorang memiliki harga diri lebih tinggi daripada yang mereka miliki sebelumnya. Lazimnya, remaja dengan penghargaan diri rendah melihat diri mereka tidak berharga daripada orang lain. Mereka memutuskan untuk mengubah tubuh mereka dengan harapan hal itu dapat menyebabkan orang lain memperhatikan mereka dikarenakan kini mereka bisa menjadi diri mereka sendiri dan memiliki identitas diri sendiri Twyman, 2001. Harga diri dipandang memegang peranan penting dalam kehidupan. Banyak remaja menindik tubuhnya untuk meningkatkan harga diri yang dimiliki. Namun mereka dengan tindik tubuh sering dipandang sebagai pemberontak, tidak bertanggungjawab, bodoh bahkan kriminil. Hal ini dikarenakan tindik dimiliki oleh sebagian besar para kriminil yang akhirnya menyebabkan masyarakat kehilangan kepercayaan terhadap mereka yang 5 berpenampilan seperti itu Liputan6, 2006. Di tengah adanya stereotip atau pandangan negatif masyarakat tentang remaja yang memiliki tindik, peneliti tertarik untuk melihat perbedaan tingkat harga diri antara remaja laki-laki yang bertindik dan remaja laki-laki yang tidak bertindik. Penulis ingin melihat kelompok manakah yang memiliki tingkat harga diri yang lebih tinggi.

B. Rumusan Masalah