177
Bab IV FANTASI DAN SUBLIMASI
IDENTITAS DAN SUBJEK PAKAIAN BEKAS
Sebagai ujung akhir kajian, bagian ini membahas tentang pembentukan identitas dan subjek para pengguna pakaian bekas. Dengan kata lain melihat
bagaimana horison identitas dan subjektivitas para pengguna pakaian bekas dengan latar belakang status mereka masing-masing akhirnya dibentuk lewat proses
konsumsi. Secara umum dikemukakan latar belakang yang mendasari pertimbangan dan putusan para pengguna atau konsumen dalam menggunakan pakaian bekas.
Dalam kaitan ini akan dilihat persoalan histeria konsumsi mode modern dan munculnya simptom yang berakar pada pengalaman traumatik atau pengalaman
negativitas konsumen terhadap pakaian pada masa lalu. Kemunculan simptom dijembatani oleh pengetahuan atau bakat paranoia sebagaimana melekat dalam
pengalaman konsumen akan lack dan loss akibat proses penyeragaman dan estetisasi
pasar mode pada umumnya. Persoalan akan diteruskan dengan melihat kekuatan pakaian bekas dalam melahirkan fantasi – satu hal yang diperlukan oleh konsumen
untuk menetapkan identitas dan subjektivitas konsumen terhadap pelbagai identitas yang dibawakan oleh pakaian bekas.
Secara khusus uraian dimaksudkan untuk menggambarkan scope permainan yang dilakukan oleh para pengguna pakaian bekas sebagaimana berlangsung dalam
masyarakat Yogyakarta kontemporer. Dalam kaitan ini akan dikemukakan pelbagai
178 jenis kenikmatan
excitement sebagaimana dialami para konsumen atau pengguna pakaian bekas dalam komunikasi atau hubungan sosial. Melalui strategi sublimasi
para konsumen mengembangkan siasat guna menciptakan bahasa master of
signifier baru dalam berpakaian. Bahasa yang berbeda dari bahasa yang bekerja dalam tatanan Imajiner dan tatanan Simbolik. Bahasa sublimatif tersebut dipakai
untuk menghadapi fetishisme konsumsi mode kontemporer. Dengan kata lain penggunaan pakaian bekas tersebut bisa ditempatkan sebagai sebagai sarana untuk
melakukan transfigurasi dan counter discourse atas pelbagai bentuk penyeragaman
bahasa mode modern. Proses tersebut ditempuh oleh para konsumen lewat teknik collage kolase dan recycle culture budaya daur ulang. Sebagai pendukung uraian
akan disampaikan pemaknaan atas pakaian bekas sebagaimana disampaikan para konsumen yang sekaligus merupakan responden penelitian ini.
A. Pakaian Bekas dan Identitas
A.1. Konsumsi Mutakhir dan Estetisasi Mode
Sebagaimana disinggung pada awal pembicaraan, selama satu dasawarsa terakhir wajah Yogyakarta telah sedemikian berubah menjadi sebuah
sanctuaria konsumsi. Perubahan wajah Yogyakarta kontemporer tidak lagi didasarkan pada
hal-hal yang untuk beberapa waktu sebelumnya dipandang merepresentasikan kreativitas dan keluhuran atau keadiluhungan nilai, melainkan lebih ditentukan oleh
faktor konsumsi sebagaimana ditandai dengan pelipatgandaan dan pergerakan objek- objek konsumsi atau komoditas. Seiring perjalanan waktu objek-objek konsumsi
179 atau komoditas yang semakin banyak itupun secara eksesif telah mengintrusi
kehidupan masyarakat dalam pelbagai matra. Membayangkan sebuah ruang yang kebal atau imun dari pelbagai desakan objek-objek konsumsi atau komoditas pada
zaman sekarang seolah-olah menjadi sesuatu yang mahal dan mustahil terpenuhi. Desakan objek-objek konsumsi atau komoditas yang sangat intensif dalam
perkembangan kemudian secara gemilang berhasil mengubah wajah Yogyakarta kontemporer secara radikal.
Salah satu objek konsumsi atau bentuk komoditas yang ikut menentukan warna, arah, dan pembentukan wajah Yogyakarta kontemporer itu adalah pakaian
bekas. Kemunculan pakaian bekas dalam masyarakat Yogyakarta kontemporer itu sendiri bisa ditempatkan sebagai suatu paradoks atau ambiguitas. Hal yang demikian
karena di tengah multiplikasi dan pergerakan objek-objek konsumsi atau komoditas yang menekankan pada bentuk dan citarasa modern, kemunculan pakaian bekas
merupakan satu hal yang berada di luar “nalar umum” konsumsi masyarakat. Lebih mengherankan lagi, melalui mekanisme perdagangan keberadaan pakaian bekas
justru berhasil mendapatkan animo dan antuasisme publik yang tinggi dan memantik hasrat konsumsi pelbagai kalangan secara luas. Selama rentang waktu lebih dari satu
dasawarsa pakaian bekas berhasil mendapatkan akseptabilitas publik sehingga menjadi bagian dari
way of life masyarakat Yogyakarta kontemporer. Secara pelan dan pasti pakaian bekas berhasil memantapkan dirinya sebagai salah satu dari sekian
banyak situs konsumsi masyarakat Yogyakarta. Mendekatnya pelbagai bentuk komoditas atau objek-objek konsumsi baik
yang bersifat material maupun jasa secara massif dan massal dalam kehidupan sosial dan budaya pada perkembangan selanjutnya ikut menentukan arah dan pembentukan