10
Penelitian diharapkan memberikan manfaat untuk pendampingan rekoleksi di Asrama Putri SMA Stella Duce II Yogyakarta yang memberikan dampak
terhadap kemampuan memaknai hidup secara spiritual. 4.
Bagi Kongregasi KSFL Memberikan sumbangan untuk para pendamping Asrama, Novis, Postulan dan
guru agama di sekolah yang ditangani oleh KSFL, tentang rekoleksi yang memberi dampak terhadap kemampuan memaknai hidup secara spiritual.
5. Bagi peneliti lain
Sebagai sumber inspirasi bagi peneliti yang lain untuk pendampingan rekoleksi.
G. Metode Penulisan
Metode yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah metode Deskriptif Analistis. Penulis menggambarkan bagaimana pemahaman siswi X dan
XI SMA Stella Duce II Yogyakarta tentang rekoleksi dan memaknai hidup secara spiritual. Tulisan ini dikembangkan melalui penelitian kuantitatif dilapangan dengan
mengumpulkan, memaparkan dan menganalisis data dari permasalahan yang ada dan menarik kesimpulan.
H. Sitematika Penulisan
Judul dari s kripsi ini adalah “Dampak Rekoleksi Terhadap Kemampuan
Memaknai Hidup Secara Spiritual Bagi Siswi Kelas X dan XI Asrama Putri SMA Stella Duce II
Yogyakarta” yang dipaparkan dalam lima bab berikut:
11
BAB I berisi pendahuluan yang meliputi latar belakang penulisan, identifikasi masalah, pembatasan masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian,
manfaat penelitian, metode penelitian dan sistermatika penulisan. BAB II menguraikan tentang menjelaskan, pengertian rekoleksi, tujuan
rekoleksi, manfaat rekoleksi, bahan rekoleksi, sarana rekoleksi, tempat rekoleksi, model-model rekoleksi metode dalam kegiatan rekoleksi, pendamping rekoleksi, dan
evaluasi rekoleksi, arti dan makna hidup, pilihan makna hidup, relasi-relasi yang turut menentukan makna hidup, permasalahan hidup, pandangan hidup secara
spiritual, tahap-tahap perkembangan remaja dan iman remaja, dan profil Asrama Putri Stella Duce II sebagai subjek.
BAB III Metodologi penelitian dampak rekoleksi terhadap kemampuan memaknai hidup secara spiritual bagi siswi kelas X dan XI Asrama Putri SMA
Stella Duce II Yogyakarta yang meliputi jenis penelitian, desain penelitian, tempat dan waktu penelitian, populasi dan sampel, teknik dan instrumen pengumpulan data,
teknik analisis data dan uji hipotesis. BAB IV Uraian tentang hasil analisis dampak rekoleksi terhadap
kemampuan memaknai hidup secara spiritual bagi siswi kelas X dan XI asrama Putri SMA Stella Duce II Yogyakarta berdasarkan analisis pada bab III, usulan program
rekoleksi. BAB V Kesimpulan dan Saran
BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS
Pada bagian ini, penulis mendalami tentang konsep dan teori rekoleksi dan kemampuan memaknai hidup secara spiritual dan perkembangan remaja. Melalui
aspek kegiatan rekoleksi dan proses kegiatan yang diadakan dalam kegiatan rekoleksi, maka dapat diandaikan rekoleksi memberikan dampak terhadap
kemampuan memaknai hidup secara spiritual. Sesuai dengan judul skripsi, dalam bab ini juga membahas tentang remaja dan tahap-tahap perkembangan iman remaja
sebagai ukuran untuk mengetahui kemampuan remaja memaknai hidup secara spiritual bagi siswi di Asrama Putri kelas X dan XI SMA Stella Duce II Yogyakarta
yang memasuki masa remaja.
A. Rekoleksi
1. Pengertian Rekoleksi
Rekoleksi berasal dari dua kata “re” artinya kembali dan “koleksi” berarti mengumpulkan atau sebuah usaha untuk mengumpulkan kembali. Rekoleksi mau
mengumpulkan kembali pengalaman-pengalaman akan kasih Allah. Pengalaman- pengalaman kasih akan Allah dihadirkan kembali, direnungkan, dimaknai dan diolah
agar sungguh berguna bagi hidup selanjutnya. Dengan kata lain juga rekoleksi merupakan suatu latihan rohani yang dapat membantu orang untuk memperteguh
imannya akan Kristus Suparno, 2008: 12.
13
R ekoleksi dalam bahasa Inggris ”recollect” yang artinya mengingat
kembali atau mengumpulkan kembali. Rekoleksi merupakan kesempatan penyatuan dan pengendapan pengalaman hidup dalam terang hidup rohani yaitu hidup yang
dipenuhi dengan cinta. Rekoleksi juga merupakan salah satu upaya untuk melatih hidup rohani dan memperteguh iman Kristiani Killa, 1996: 5. Dalam kehidupan
sehari-hari banyak peristiwa-peristiwa yang dilalui dan sering berlalu begitu saja, tanpa mengambil waktu untuk merefleksikan atau memaknai setiap peristiwa.
Sementara manusia mengimani bahwa Tuhan hadir dalam peristiwa-peristiwa hidup, peristiwa pengalaman hidup yang sederhana sekalipun. Semua pengalaman, penting
untuk merefleksikan dan menyadari keterlibatan Allah dalam hidup sehari-hari. Rekoleksi merupakan waktu dan kesempatan yang sangat berharga untuk
menggali dan menguatkan hidup batiniah dan rohaniah, dengan mengintensifkan waktu untuk berdoa melihat pengalaman hidup Subiyanto, 2003: 6-7. Dalam
kegiatan rekoleksi mengajak peserta berhenti sejenak dari aktivitasrutinitas hariannya dan merefleksikan hidup untuk menemukan kehendak Tuhan. Rekoleksi
bukan sekedar mendengarkan ceramah, tetapi mengajak peserta untuk menelusuri pengalaman hidup dan mengolah pengalaman tersebut menjadi bahan dasar untuk
mengembangkan kegiatan dalam rekoleksi. Dalam kegaitan rekoleksi pengalaman hidup digunakan sebagai bahan
pemeriksaaan batin untuk mengembangkan hidup iman atau hidup rohani. Melakukan pemeriksaan batin, menjadi kesempatan bagi peserta untuk meninjau
karya Allah, cara Allah berkarya serta bimbingan-Nya dalam hidupnya dan melihat jawaban peserta terhadap karya, cara kerja Allah dan bimbingan-Nya dimasa-masa
yang sudah lampau.
14
Rekoleksi juga ibarat mendulang emas, di sungai emas hidup yang mengalir dengan membawa berbagai muatan dan mengendap didasarnya. Maka seorang
pendulang akan mengambil endapan, kemudian mengentaskannya serta mengirik dan menampinya. Setelah terpisah antara pasir yang tak berguna, tinggallah
beberapa endapan yang barangkali mengandung logam mulia. Ketika ditetesi air keras barulah bijih-bijih emas terkumpul. Demikian juga halnya para peserta
rekoleksi dalam rekoleksi mencoba menampi endapan-endapan peristiwa yang hanyut oleh aliran hidup, dengan demikian akan menemukan makna hidup yang
kemilau setelah ditetesi sabda Allah Subiyanto, 2003: 8.
2. Tujuan Rekoleksi
Seorang pembimbing rekoleksi dapat menentukan tujuan rekoleksi dilihat dari kebutuhan dan minat peserta yang dipertimbangkan secara bersama-sama.
Dalam menentukan tujuan rekoleksi ada beberapa hal yang perlu dipertimbangkan yaitu bertumpu pada jumlah dan macam peserta, sehingga rumusan tujuan rekoleksi
dapat menjadi jelas dan realistis baik secara umum maupun secara keseluruhan sejak “kata pembukaan sampai kata penutup”.
Dilihat dari pertimbangan, perlu dilakukan oleh seorang pembimbing rekoleksi untuk menentukan tujuan rekoleksi, maka tujuan rekoleksi dibagi menjadi
dua tujuan umum dan tujuan khusus.
a Tujuan umum
Tujuan umum rekoleksi merupakan titik yang dituju dari seluruh rangkaian rekoleksi yang diadakan. Tekanan tujuan umum dari rekoleksi diletakkan pada segi
15
operasional. Tujuan umum yang sifatnya dari segi operasional yaitu untuk meningkatkan cara, metode, teknik kecakapan, keterampilan peserta rekoleksi dalam
bidang pengembangan hidup pribadi, hidup bersama orang lain dan dalam pelaksanaan tugas pekerjaan pribadi maupun bersama orang lain. Agar peserta dapat
menemukan cara yang efektif dalam memperkembangkan diri dan kecakapan kerja sama untuk saling memperkembangkan diri Mangunhardjana, 1984: 29.
Tujuan rekoleksi yang bersifat formatif sering disebut edukasional, yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas para peserta secara pribadi maupun
kelompok. Hal yang dimaksudkan dalam kualitas ialah spiritualitas, sikap, pandangan, perasaan, pengetahuan, motivasi, cita-cita, panggilan hidup, gaya hidup.
Rekoleksi dengan kata lain, segala yang berkaitan dengan unsur-unsur jiwa, hati dan visi manusia serta gaya bertindak dalam hidup sehari-hari. Rumusan tujuan umum
formatif dapat dirumuskan sebagai b erikut ”peserta mempunyai pengertian yang
benar tentang pengembangan diri dan arahnya dan berani mengambil sikap dan langkah yang sesuai”.
Kedua macam tujuan yang sudah dirumuskan dapat digabungkan sehingga tujuan rekoleksi menjadi operasional sekaligus formatif secara seimbang.
Pendamping dapat menggabungkan menjadi satu dengan memberi tekanan pada salah satu tujuan antara operasional dan formatif. Dalam merumuskan tujuan umum
rekoleksi, pembimbing perlu memikirkan arah atau orientasinya, misalnya mengarah kedalam Gereja atau keluar Gereja.
16
b Tujuan Khusus
Tujuan khusus rekoleksi diperoleh dari hasil rincian lanjut rumusan tujuan umum rekoleksi, dalam tujuan khusus rekoleksi menyangkut tiap-tiap acara yang
akan dilaksanakan selama rekoleksi. Acara dalam rekoleksi, terutama acara-acara pokoknya dengan caranya sendiri membawa para peserta menuju ke suatu tujuan
tertentu. Tujuan ini merupakan salah satu segi dari segi tujuan umum yang akan dicapai lewat seluruh rekoleksi. Tujuan khusus merupakan titik-titik yang harus
dicapai oleh setiap acara rekoleksi dan melalui titik itulah tujuan umum rekoleksi tercapai. Maka yang perlu diperhatikan adalah proses acara, tujuannya terarah dan
cara pencapaian tujuan. Tujuan khusus lebih terbatas dan konkret Mangunhardjana, 1984: 30.
Rumusan tujuan khusus dari setiap kegiatan rekoleksi, amat berguna untuk menentukan teknik yang akan dipergunakan untuk mengolah acara itu. Karena
rumusan setiap acara pokok yang jelas dan konkrit sudah mengisyaratkan dan mendorong pembimbing untuk mengambil teknik pengembangan tertentu yang
sangat mendukung kegiatan Mangunhardjana, 1984: 31-32. Rekoleksi dapat menjadi moment untuk evaluasi dan penyegaran dengan merenungkan kembali
perjalanan hidup secara berkala. Rekoleksi bertujuan untuk menimba cahaya, kekuatan serta semangat baru untuk melanjutkan perjalanan hidup sesuai dengan
kehendak Tuhan.
3. Manfaat Rekoleksi
Tema rekoleksi merupakan hal pokok untuk dijadikan pusat perhatian selama rekoleksi. Dari berbagai segi dan dengan berbagai cara, tema itu disoroti dan
17
diolah sampai keseluruhannya ditangkap, dimengerti dan dipahami. Dari tema, tujuan dan makna rekoleksi memberi manfaat rekoleksi yang nyata dalam hidup
manusia seutuhnya khususnya hidup kaum beriman. Dari kegiatan rekoleksi diharapkan buah-
buah hasil rekoleksi baik bagi diri sendiri, maupun bagi “hidup di dunia nyata
”NN, 1998: 6. Setelah mengikuti langkah dan proses rekoleksi yang disusun sedemikian rupa, rekoleksi akan bermanfaat mengarahkan peserta rekoleksi
mampu menghayati dan melaksanakan rumusan tujuan kegiatan rekoleksi.
4. Langkah-langkah Rekoleksi
Sebelum mengadakan rekoleksi terlebih dahulu menyusun acara atau program kegiatan rekoleksi: menentukan kegiatan yang akan dilakukan saat
rekoleksi, tahap-tahapnya, garis besar isi dalam setiap tahap, dan perlengkapan yang dibutuhkan saat rekoleksi.
Program rekoleksi terdiri dari:
a Tahap Awal
Salam dan kata pembuka, doa pembukaan, bernyanyi menari untuk menghangatkan suasana, pengarahan rekoleksi akan tujuan dan tema utamanya.
b Tahap inti
Tahap inti rekoleksi terdiri dari: pengolahan sub tema dalam acara pokok, gameselingan dan penyimpulan seluruh acara rekoleksi.
18
c Tahap akhir
Tahap akhir rekoleksi terdiri dari : 1
Pengumuman-pengumuman, 2
Evaluasi kegiatan rekoleksi yang sudah berlangsung 3
Kata penutup dan doa penutup.
5. BahanMateri Rekoleksi
Bahan rekoleksi ditentukan berasarkan jumlah dan macam para peserta, kebutuhan dan minat mereka, tujuan serta tema rekoleksi. Bahan rekoleksi tidak
hanya akan sesuai dengan harapan peserta, melainkan juga mampu mereka tangkap dan diolah. Bahan rekoleksi dapat berupa uraian saja, uraian dan pertanyaan-
pertanyaan untuk refleksi pribadi atau kelompok, serta penyadaran diri Mangunhardjana, 1984: 32.
Bahan rekoleksi juga dapat dibuat berdasarkan kebutuhan dan diadaptasikan dengan bacaan-bacaan atau dari bahan jadi yang sudah siap dipakai. Bahan rekoleksi
disajikan berdasarkan hal-hal yang akan digali berdasarkan pengalaman hidup para peserta, dengan harapan menemukan pengalaman yang baru dan memaknai setiap
pengalaman mereka.
6. Tempat Rekoleksi
Tempat rekoleksi dapat berupa gedung gereja, gedung paroki, aula sekolah atau di alam terbuka. Tempat rekoleksi mempengaruhi suasana, sikap dan
keterlibatan peserta selama rekoleksi berlangsung. Pendamping rekoleksi harus betul-betul mengetahui tempat penyelenggaraan rekoleksi dan situasi tempat. Unsur-
19
unsur yang perlu diperhatikan sehubungan dengan tempat mengadakan rekoleksi, yaitu alam sekitar dan segala sarana dan prasarana yang mendukung kegiatan
rekoleksi Mangunhardjana, 1984: 34.
7. Model-model Rekoleksi
Rekoleksi merupakan bentuk pembinaan iman. Dalam penyusunan kegiatan rekoleksi dibutuhkan suatu model yang sesuai dengan peserta rekoleksi. Model
rekoleksi ini mengacu pada model katekese. Model katekese ini untuk mengemas rangkaian rekoleksi dengan penyampaian materi, dengan terlebih dahulu
menentukan tujuan dari rekoleksi yang hendak dicapai. Untuk mencapai tujuan rekoleksi diperlukan metode yang sesuai dengan metode rekoleksi. Menggunakan
metode merupakan suatu pendekatan bagi peserta rekoleksi, jika peserta rekoleksi adalah remaja maka hendaknya rekoleksi dikemas sesuai dengan kehidupan mereka.
Dalam katekese umat ada beberapa model katekese yang membantu umat untuk mengungkapkan dan mewujudkan imanya dalam hidup sehari-hari antara lain
adalah sebagai berikut:
a. Model Pengalaman Hidup
Model ini bertitik tolak dari pengalam hidup yang biasa dilakukan dengan tehnik SCP Shared Christian Praxis. Model ini bertitik tolak dari pengalaman
hidup peserta yang direfleksikan secara kritis dan dikonfrontasikan dengan pengalaman iman dan visi kristiani sehingga sampai pada sikap dan kesadaran baru
yang memberi motivasi pada keterlibatan baru Sumarno Ds, 2012: 32-41.
20
Langkah-langkahnya adalah sebagai berikut: 1
Langkah Awal : Pemusatan aktivitas 2
Langkah I pertama : Pengungkapan pengalaman hidup peserta 3
Langkah II Kedua : Mendalami pengalaman hidup peserta 4
Langkah III Ke tiga : Menggali pengalaman iman kristiani 5
Langkah IV keempat : Menerapkan iman kristiani dalam situasi konkret 6
Langkah V Kelima : Mengusahakan suatu aksi konkrit
b. Model Biblis
Model ini bertitik tolak dari pengalaman Kitab Suci atau Tradisi Kristiani dan dipadukan dengan pengalaman konkrit Sumarno Ds, 2012: 32-41.
Langkah-langkahnya sebagai berikut : 1
Introduksi : doa dan lagu pembuka 2
Pembacaan Kitab Suci sesuai dengan tema 3
Pendalaman teks Kitab Suci atau Tradisi Gereja : dapat diawali dengan kelompok kecil atau mengungkapkan apa yang direnungkan secara pribadi dari
jawaban-jawaban pertanyaan-pertanyaan teks Kitab Suci. 4
Pendalaman pengalaman hidup : dapat memungkinkan peserta untuk mengungkapkan pesan inti teks Kitab Suci, dengan pengalaman hidup yang
sesuai dengan tema baik pengalamn masa lalu, atau masa sekarang yang dialami dalam hidup bermasyarakat, menggereja, bekerluarga, dan bekerja.
5 Penerapan dalam hidup peserta
6 Mengajak dan merangsang peserta untuk merefleksikan serta memikirkan apa
yang sebaiknya dapat dilaksanakan dalam kehidupan nyata.
21
7 Penutup : doa penutup dan lagu penutup.
c. Model Campuran
Model ini campuran biblis dan pengalaman hidup yang bertolak pada hubungan antara Kitab Suci atau Tradisi dengan hidup konkrit peserta Sumarno,
Ds, 2012 : 31-42. Langkah-langkahnya adalah sebagai berikut:
1 Intruksi : doa dan lagu pembukaan
2 Pembacaan Kitab Suci atau Tradisi Gereja sesuai dengan tema
3 Penyajian pengalaman hidup : melalui saran-sarana yang dipersiapkan oleh
pendamping rekoleksi. 4
Pendalaman pengalaman hidup dan dengan teks Kitab Suci atau Tradisi Gereja, merefleksikan dan menganalisa pesan dari pengalaman hidup dan
dikonfrontasikan dengan Kitab Suci atau Tradisi Gereja yang dibacakan. Penerapan meditatif : pendamping mengajak peserta untuk mengambil pesan-
pesan pengalaman hidup dari dari teks Kitab Suci untuk menarik pelajaran- pelajaran nyata dari pengalaman hidup bermasyarakat dan menggereja.
5 Evaluasi singkat atas jalannya katekese, isi, tema, dan langkah-langkah katekese
serta proses komunikasi iman yang berlangsung. 6
Penutup : doa dan lagu penutup bisa dilanjutkan dengan doa-doa umat spontan.
8. Metode Pendampingan Rekoleksi
Metode rekoleksi bisa berbeda-beda, yang terpenting adalah pengalaman para peserta dan kesadaran akan nilai-nilai yang tergali dalam rekoleksi. Metode
22
rekoleksi berperan untuk menciptakan hubungan antara peserta dengan pendamping untuk menciptakan suasana rekoleksi yang mampu menghantar peserta mendalami
kegiatan rekoleksi Darmawijaya, 1898: 14. Pemandu hendaknya memilih metode penyampaian yang sesuai dengan kondisi pendengar dan materi rekoleksi.
Metode yang digunakan harus disesuaikan dengan peserta demi tercapainya tujuan rekoleksi. Adapun metode yang dapat digunakan antara lain, presentasi,
diskusi kelompok, kegiatan-kegiatan latihan, simulasi, dan latihan keterampilan. Metode rekoleksi juga bisa dilakukan diawal konferensi, kemudian disusul renungan
pribadi dan wawan rasa dengan teman Mangunhardjana,1984: 31-39. Metode rekoleksi dapat dikembangkan melalui berbagai hal misalnya
berinteraksi dengan alam, menyaksikan video singkat, bermain drama, tarian atau gerakan. Dari metode yang digunakan diharapkan dapat membantu peserta untuk
mengolah rasa dan menggali pengalaman, serta memaknai pengalaman peserta bersama dengan Allah.
9. Pendamping Rekoleksi
Seorang pendamping rekoleksi ialah sebagai pengarah proses rekoleksi yang dijalani oleh peserta. Pendamping rekoleksi harus mengusahakan agar
rekoleksi berhasil dan berjalan dengan baik, dengan memperlakukan peserta rekoleksi sebagai subjek yang unik bukan menjadikannya sebagai objek eksperimen
untuk memuaskan kehebatan metode atau ambisi pendamping. Pendamping mengusahakan agar peserta berperan aktif. Seorang pendamping selayaknya
memiliki spiritualitas yang berkisar pada sikap dasar iman Subiyanto, 2003: 10.
23
Sikap dasar iman yang harus dimiliki oleh seorang pendamping ialah menghayati peran sebagai tokoh panutan yang menyakinkan, berwibawa,
menghargai dan memperlakukan orang yang didampingi sebagai subjekmartabat pribadi dan hak-haknya. Pendamping mengembangkan komitmen penuh dedikasi
tanpa pamrih bagi kepentingan orang yang didampingi, dan tidak memanfaatkan keterbatasan atau kelemahan peserta rekoleksi untuk tujuan lain selain kepentingan
rekoleksi. Dalam rekoleksi Allah sendiri berkarya dan pemandu hanyalah alat yang
digunakan oleh-Nya. Pendamping atau pemandu rekoleksi hendaknya berdoa dan menyerahkan semuanya kepada penyelenggaraan Ilahi, menyediakan diri yang
penuh keterbatasan agar Tuhan berkenan menggunakannya sebagai saluran cinta kasih-Nya bagi orang yang dilayani.
10. Evaluasi Rekoleksi
Evaluasi sesudah rekoleksi, bukan hanya sekedar menilai bagus tidaknya proses rekoleksi. Tujuan evaluasi adalah untuk menemukan kelebihan dan
kekurangan, segi baik dan buruk, keberhasilan dan kegagalan dari rekoleksi. Sebagai seorang pendamping rekoleksi perlu untuk mengetahui tujuan evaluasi,
bahan yang dievaluasi, cara membuat evaluasi, ukuran untuk mengevaluasi, bentuk evaluasi lisan atau tertulis dan manfaat yang ditarik dari hasil evaluasi.
Pendamping rekoleksi seharusnya menyediakan bahan evaluasi yang memuat evaluasi tentang : isi bahan yang disajikan, tehnik penyampaian bahan dan teknik
mengolah bahan secara pribadi atau kelompok, susunan acara rekoleksi, keterlibatan
24
para peserta, sikap dan kecakapan pembimbing, ruangtempat rekoleksi, sarana dan prasarana, manfaat rekoleksi serta usul dan saran.
11. Hubungan Rekoleksi dengan Kemampuan Memaknai Pengalaman Hidup
secara Spiritual
Rekoleksi bukanlah lokakarya atau studi bersama melainkan adalah doa. Doa membutuhkan pemahaman, keheningan, kemandirian, kemerdekaan untuk
menemukan diri sendiri dengan kekuatan dan kelemahananya Darmawijaya, 198: 15. Rekoleksi merupakan kesempatan untuk merenungkan kembali perjalanan
hidup secara berkala, bertujuan untuk menimba cahaya, kekuatan serta semangat baru untuk melanjutkan perjalanan hidup sesuai dengan kehendak Tuhan. Rekoleksi
juga merupakan salah satu upaya untuk melatih hidup rohani dan menumbuhkan rasa ingin tahu kearah yang lebih baik.
Dilihat dari pengertian rekoleksi, dapat dikatakan bahwa rekoleksi memiliki hubungan yang dekat dengan kemampuan memaknai pengalaman hidup secara
spiritual. Rekoleksi membantu manusia mengingat kembali pengalaman hidupnya, kemudian mengolah dan memaknai untuk merubah hidup kearah yang lebih baik.
Melalui latihan rohani dalam rekoleksi membantu peserta mampu memaknai pengalaman hidup dan membangun diri secara utuh.
B. Kemampuan Memaknai Hidup secara Spiritual