Kemampuan Memaknai Hidup secara Spiritual

24 para peserta, sikap dan kecakapan pembimbing, ruangtempat rekoleksi, sarana dan prasarana, manfaat rekoleksi serta usul dan saran.

11. Hubungan Rekoleksi dengan Kemampuan Memaknai Pengalaman Hidup

secara Spiritual Rekoleksi bukanlah lokakarya atau studi bersama melainkan adalah doa. Doa membutuhkan pemahaman, keheningan, kemandirian, kemerdekaan untuk menemukan diri sendiri dengan kekuatan dan kelemahananya Darmawijaya, 198: 15. Rekoleksi merupakan kesempatan untuk merenungkan kembali perjalanan hidup secara berkala, bertujuan untuk menimba cahaya, kekuatan serta semangat baru untuk melanjutkan perjalanan hidup sesuai dengan kehendak Tuhan. Rekoleksi juga merupakan salah satu upaya untuk melatih hidup rohani dan menumbuhkan rasa ingin tahu kearah yang lebih baik. Dilihat dari pengertian rekoleksi, dapat dikatakan bahwa rekoleksi memiliki hubungan yang dekat dengan kemampuan memaknai pengalaman hidup secara spiritual. Rekoleksi membantu manusia mengingat kembali pengalaman hidupnya, kemudian mengolah dan memaknai untuk merubah hidup kearah yang lebih baik. Melalui latihan rohani dalam rekoleksi membantu peserta mampu memaknai pengalaman hidup dan membangun diri secara utuh.

B. Kemampuan Memaknai Hidup secara Spiritual

1. Makna Hidup

Manusia adalah mahluk hidup yang berakal budi, berkehendak bebas dan berhati nurani. Manusia juga adalah makhluk yang bermartabat yang memiliki nilai- 25 nilai dasar dan hak asasi. Manusia yang memiliki segala kemampuan dan kekayaan senantiasa berusaha untuk memberi arti dan makna hidupnya. Oleh karena itu manusia harus memahami arti dan makna hidup serta cara memperjuangkannya sehingga hidup manusia itu menjadi sungguh bermakna. Arti hidup berkaitan dengan arti dunia, karena manusia bersatu dengan alam semesta. Manusia bukan hanya penghuni dunia dan alam semesta, tetapi penanggungjawab agar dunia senantiasa semakin sesuai dengan tujuan hidup manusia. Hidup adalah suatu misteri, semakin kita bertanya tentang kehidupan semakin kita tidak menemukan jawaban yang pasti. Hidup mempunyai arti bagi orang yang menghayati hidupnya sendiri. Makna hidup ditemukan bila manusia mulai sangsi atas kemampuan dirinya untuk menghayati hidupnya sendiri, misalnya bila jatuh sakit, bila mengalami bencana, dan sebagainya. Pada saat itu orang akan berpikir tentang makna hidup dan bergulat untuk mencoba terus menjalani hidupnya Yosef Lalu, 2010: 93.

2. Relasi-relasi Yang Turut Menentukan Makna Hidup Manusia

Manusia tidak bebas dalam segala hal untuk menentukan makna hidupnya. Ada banyak ikatan hubungan yang turut menentukan makna hidupnya Yosef Lalu, 2010: 93. Ada empat relasi penting yang sangat menentukan makna hidup yaitu :

a. Relasi dengan sesama

Sejak dilahirkan, manusia membutuhkan orang lain yaitu ayah dan ibu. Manusia tidak bisa hidup tanpa saudara, teman, guru dan sebagainya. Kita 26 membutuhkan perawatan, pendidikan, dukungan, perhatian, kasih sayang, dan sejuta hal lain untuk hidup sebagai manusia. Manusia tidak dapat menutup diri terhadap orang lain. Manusia harus menjalin solidaritas dan kesetiakawanan dengan sesama. Manusia disebut sebagai mahluk sosial yang tidak dapat hidup sendirian. Oleh karena itu manusia perlu saling tolong menolong dan saling memperhatikan satu dengan yang lain. Kehadiran kita dalam hidup bersama dengan orang lain yang menggerakkan sesama untuk dapat menikmati hidup yang saling mendukung adalah suatu cara yang memberikan makna hidup dalam relasi dengan sesama. Dari pengalaman hidup manusia sungguh tidak dapat hidup tanpa bantuan, uluran, dan campur tangan orang lain. Mutu hidup manusia amat ditentukan oleh mutu kestiakawanan, perhatian, dan kasih sayang manusia terhadap satu sama lain. Relasi dengan sesama membantu manusia bertumbuh dan berkembang serta menjadi pribadi yang sempurna Suparno, 2015: 52. Adanya sikap saling menolong, mendukung, memperkembnagkan satu sama lain sehingga manusia merasa hidupnya lebih bermakna dengan kehadirannya dan kehadiran orang lain dalam kehidupannya. Manusia yang hidup sendiri dan tidak memperhitungkan kehadiran orang lain bagina dan kehadirannya bagi orang lain tidak menemukan adanya makna hidup dibalik relasi yang dibina.

b. Relasi dengan Dunia dan Lingkungan

Sejak kecil manusia bertemu dan bertanya tentang alam lingkungan. Manusia menyadari bahwa benda-benda dan mahluk hidup memainkan peranan penting dalam hidupnya. Manusia mempunyai daya cipta untuk membuat benda- benda sehingga semua alam lingkungannya berarti dan menjadi lebih berarti bagi 27 dirinya. Tuhan menugaskan kepada manusia untuk menguasai alam lingkungan. Menguasai alam tidak berarti menggunakan dan mengekploitasinya secara sewenang-wenang, tetapi melestarikannya sehingga lebih bermanfaat bagi manusia dan bagi alam itu sendiri. Manusia hendaknya mengolah dan memelihara alam lingkungan secara bertanggung jawab, dengan demikian manusia dapat menjamin serta memberi makna kepada hidupnya sendiri. Oleh karena itu, orang-orang yang berjasa untuk lingkungan, sepantasnya mendapat penghargaan yang setinggi-tingginya. Memberi kehidupan pada orang lain karena memiliki rasa tanggung jawab terhadap pemeliharaan alam semesta. Sikap tanggung jawab yang ditunjukkan oleh manusia terhadap dunia dan lingkungan merupakan suatu cara yang memberikan makna dalam hidup manusia. Manusia menemukan arti kehadirannya dalam dunia sekitarnya dan merasakan arti kehadiran dunia dalam bagi hidupnya. Sikap memelihara kehidupan di dunia menjadi faktor pendukung dalam kebahagiaan orang lain dan alam sekitar. Relasi yang dijalin oleh manusia dengan dunia dan lingkungan menunjukkan kesejatian dirinya yang memberi makna dalam membangun kehidupan di dunia ini. Kegiatan dan rutinitas yang dilakukan dalam kehidupan sehari-hari yang bersentuhan dengan segala sesutau yang ada di lingkungan dan dunia secara luas membantu manusia untuk menemukan makna dalam hidupnya dan manusia juga dapat belajar dari lingkungan dan alam sekitar dunia. 28

c. Relasi dengan Dirinya Sendiri

Apabila manusia mengamati dinamika hidupnya, manusia tidak hanya dipengaruhi dan ditentukan oleh sesama dan lingkungannya. Manusia bebas menentukan sikapnya terhadap sesama, terhadap dunia, terhadap peristiwa-peristiwa dan nilai-nilai, terhadap hal-hal duniawi dan sebagainya. Semuanya itu membentuk karakter manusia sehingga manusia membutuhkan pendampingan, pendidikan, termasuk pendidikan budi pekerti dan pendidikan agama. Maka manusia harus berusaha untuk membangun diri dan pribadi supaya semakin menjadi baik dan bermutu dan dalam usaha itu manusia dapat semakin menemukan makna hidup. Setiap pribadi akan menemukan makna hidupnya dalam setiap aktivitas yang dilakukannya dalam hidup sehari-hari. Manusia yang bekerja, memfungsikan seluruh bakat yang dimiliki untuk kesejahteraan hidupnya akan menemukan makna hidupnya. Dia tidak bergantung pada hasil kerja keras orang lain untuk memenuhi kebutuhan hidupnya tetapi mengerahkan segala kemampuan yang dimiliki demi perkembangan dirinya dalam hidup bersama dengan orang lain. Pemaknaan hidup dengan diri sendiri dapat ditemukan dengan segala upaya dalam dirinya melalui pekerjaan, cara ia berelasi dengan orang lain, dan menempatkan pribadinya sebagai orang yang berguna untuk dirinya, orang lain dan alam semesta.

d. Relasi dengan Tuhan

Orang yang beragama menyadari bahwa manusia itu adalah ciptaan Tuhan dan setiap manusia yang diciptakan Tuhan adalah bernilai. Sebagai ciptaan Tuhan, manusia diharapkan berkembang, mengarah semakin dekat dengan Tuhan, dan menjalin relasi yang akrab dengan Tuhan. Dalam relasi yang akrab dengan Tuhan, 29 menjadikan pribadi manusia itu sendiri semakin disempurnakan. Manusia membangun relasi yang penuh dengan semangat iman, kasih, dan harapan kepada- Nya. Dalam relasi yang akrab antara manusia dengan Tuhan, manusia akan menemukan arti dan makna hidup yang sedalam-dalamnya Suparno, 2015: 50. Manusia mengalami dirinya terbatas, karena dalam hidup manusia terdapat banyak pengalaman yang menunjukkan kecenderungan manusia untuk mengatasi dirinya untuk menggapai yang adikodrati. Menyadari bahwa hidup terkait dengan Sang Pemberi Hidup yang kita sapa dengan nama Allah. Ia adalah asal dan sekaligus arah gerak hidup manusia. Manusia mewujudkan hubungan dengan Tuhan melalui agama agar dapat lebih menghayati keberadaan-Nya, memahami-Nya dan berbakti kepada-Nya dalam perilaku, tindakan dan ibadat. Hubungan antara keempat relasi, terkait satu sama lain dan saling menunjang. Manusia dapat membangun dan mengembangkan diri dalam kesatuan dengan sesama dan lingkungan hidup, serta keterbukaan terhadap Sang Pencipta. Manusia membangun diri dan memberi makna pada hidup dengan mengembangkan diri, masyarakat, melestarikan alam lingkungan, serta keterbukaan terhadap Allah.

3. Memaknai Hidup secara Spiritual

Spiritual adalah hal-hal yang berhubungan dengan hal-hal kejiwaan : rohani, batin, moral dan mental. Spiritual juga merupakan energi hidup atau roh yang memberikan pengetahuan yang jelas dan sempurna kedalam keberadaan manusia, hubungan manusia dengan Sang Pencipta, sesama, dan alam semesta. Pengalaman spiritual diartikan sebagai pengalaman yang berkaitan dengan Sang 30 Pencipta dan menghantar manusia untuk sampai pada yang Yang Maha Tinggi. Hidup rohani atau spiritualitas merupakan cara untuk menetapkan, memupuk dan mengembangkan hubungan dengan Tuhan. Dengan hidup rohani hubungan dengan Tuhan itu dihayati dan diwujudkan dalam hidup sehari-hari Hardjana, 1993: 74. Makna hidup tidak tergantung pada kenyamanan, keberuntungan atau keberhasilan. Juga tidak tergantung pada keberhasilan meraih cita-cita atau mendapat kesuksesan besar dalam usaha atau pendidikan. Apabila manusia berpikir demikian, maka kegagalan dan penderitaan akan kehilangan makna hidup. Hidup yang semakin bermakna dan sejati dapat mengatasi rasa sakit, derita dan maut sekalipun Yosef Lalu, 2010 : 90. Memaknai hidup secara spiritual mendorong manusia untuk memecahkan dan menghadapi persoalan hidup dengan menggali makna dan nilai dari permasalahan hidup melalui terang Ilahi. Pemaknaan hidup menempatkan individu mampu melihat makna dalam konteks yang lebih luas dan kaya setelah menghubungkan pengalamannya dengan terang iman Sabda Allah. Selain itu juga, memaknai hidup secara spiritual memampukan manusia untuk memahami dirinya, makna, dan manfaat segala sesuatu yang ada disekitarnya sebagai pemberian dari yang Allah Zohar Marshal, 2000: 4-13. Seseorang tidak lagi hanya memikirkan kepentingan pribadinya, namun ia akan lebih memikirkan kepentingan diri dalam konteks umum. Ia akan mampu mengendalikan pikiran, perasaan, dan kehendaknya untuk menghadapi persoalan hidup. Ia tidak lari dari permasalahan hidup namun menghadapinya dengan sikap dewasa dan matang. Dimensi spiritual adalah inti, pusat hidup manusia pada sistem nilai dan merupakan hal yang sangat pribadi dan sangat penting. Manusia menggunakan mata 31 roh melalui kontemplasi, meditasi, visualisasi dan lain-lain, untuk mengungkapkan makna yang tertinggi. Banyak hal dalam kehidupan manusia di dunia ini yang tidak mampu dipikirkan manusia dan hanya dirasakan semata. Melalui pemaknaan hidup secara spiritual, manusia mampu menjawab persoalan-persoalan yang berkaitan dengan keberadaan atau eksintensi manusia seperti arah tujuan hidup, untuk apa manusia hidup, makna penderitaan dan makna pengorbanan. Memaknai hidup secara spiritual membuat manusia mempunyai pemahaman tentang siapa dirinya, apa makna segala sesuatu baginya, dan bagaimana semua itu memberikan suatu tempat didalam diri kepada orang lain dengan bantuan Roh kebatinan Nggermanto, 2015:147. Manusia juga akan memandang bahwa ujian penderitaan dan kesulitan bermakna membuat sesutau yang layak menerima karunia yang lebih tinggi. Pengalaman spiritual yaitu pengalaman yang berkaitan dengan Sang Pencipta, menghantar manusia untuk sampai pada yang Yang Maha Tinggi. Manusia menggunakan mata rohaninya, untuk mengungkapkan makna terutama makna tertinggi. Segala sesuatu di alam semesta melekat makna yang hanya bisa dilihat dengan mata rohani Lusi, 2014: 134. Dengan spiritualitas manusia mengkontemplasikan pengetahuan, apa yang dialami, apa yang dipelajari, diamati dan sebagainya sehingga berasosiasi dengan nilai-nilai dan moralitas.

4. Permasalahan Hidup : Kejujuran, Relasi dan Penderitaan

Manusia yang SQnya tinggi memiliki ciri-ciri antara lain, memiliki prinsip dan visi yang kuat, mampu melihat kesatuan dalam keberagaman, mampu memaknai setiap sisi kehidupan dan mampu mengelola dan bertahan dalam kesulitan dan 32 penderitaan. Manusia tidak lekang dari penderitaan, karena penderitaan dan kesulitan mempunyai pengaruh yang menyempurnakan, mengganti dan mengubah Nggermanto, 2015: 123 Permasalahan hidup yang dialami oleh manusia beraneka ragam: permasalahan ekonomi, permasalahan politik, permasalahan budaya, permasalahan agama, permasalahan relasi dengan orang lain, permasalahan kejujuran, permasalahan penderitaan dan banyak permasalahan lainnya. Permasalahan yang sering melanda kaum remaja dilingkup pendidikan dan asrama beraneka ragam antara lain:

a. Permasalahan Kejujuran

Kejujuran adalah kunci untuk membangun kepercayaan. Manusia yang jujur adalah manusia yang mampu menghargai diri sendiri, orang lain dan takut akan Tuhan. Bersikap jujur sering menjadi tantangan bagi setiap orang, khususnya dikalangan para pelajar. Para pelajar seringkali mengejar nilai yang tinggi dengan mengabaikan kejujuran yaitu dengan menyontek saat ujian, berbohong untuk bolos dari sekolah dan lain-lain. Tindakan orang yang tidak jujur merupakan tindakan yang kurang mampu memaknai hidup. Dalam ajaran Gereja Katolik dalam sepuluh perintah Allah meminta manusia untuk bersikap jujur yaitu jangan bersaksi dusta. Tindakan tidak jujur adalah sikap menentang Tuhan, merugikan diri sendiri dan sesama. Kejujuran merupakan karakter dari manusia yang perlu untuk diperjuangkan dan dipertahankan misalkan kejujuran dalam berbicara dan bertindak. 33

b. Permasalahan Relasi dengan Sesama

Manusia adalah mahluk sosial dan tergantung satu sama lain. Manusia perlu membangun relasi yang baik dengan siapapun tanpa membeda-bedakan suku, budaya, bahasa dan latar belakang keluarga. Kesadaran akan pentingnya relasi yang baik dengan sesama sering diabaikan oleh manusia karena banyak hal. Karena masalah sepele manusia bisa bersikap tidak saling mengenal, mendendam dan bahkan membunuh. Para pelajar, khususnya mereka yang tinggal di asrama perlu ditanamkan sikap yang mampu mengatasi permasalahan relasi dengan sesama. Para remaja perlu dibina untuk mampu menjalin relasi yang baik dengan temannya atau siapapun yang ditemui dalam hidup sehari-hari, meskipun berbeda latar belakang dan budaya. Permasalahan relasi yang kurang baik dengan sesama akan membawa dampak kurang baik bagi perkembangan remaja dan juga melawan hukum cinta kasih. Ajaran Gereja meminta umatnya untuk saling mengasihi satu sama lain seperti mengasihi Yesus Kristus. Menjalin relasi yang baik dengan sesama ditandai dengan adanya sikap menghargai, memaafkan dan menerima perbedaan. Dalam berelasi dengan sesama perlu membina persahabatan yang ditandai dengan 3 unsur keterbukaan, kejujuran, dan kepercayaan. Persahabatan biasanya menggembirakan dan membahagiakan, karena dapat mendorong orang mengembangkan diri, belajar mencintai orang lain, menghormati, dan menerima orang lain apa adanya. Dalam membangun persahabatan manusia harus mempunyai spontanitas, kepekaan dan ketulusan Hartana dan Tim, 2008: 121. 34

c. Permasalahan Penderitaan

Hidup manusia tidak lepas dari permasalahan penderitaan. Penderitaan manusia diartikan bermacam-macam menurut permasalahan hidup yang dihadapi dan cara memaknai seitap permasalahan. Kalangan remaja paling rentan mengalami goncangan iman saat menghadapi penderitaan. Untuk itu para remaja perlu didampingi agar mampu mengolah dan menerima serta memaknai permasalahan penderitaan agar terlepas dari belenggu penderitaanpermasalahan hidup, diperlukan sikap memaknai hidup secara spiritual. Orang yang mampu memaknai hidup secara spiritual akan rela mati dan berani mengorbankan segalanya, misalnya : uang, perasaan, kedudukan, kebebasan, dan sebagainya. Ia juga akan bertakwa pada Tuhan, memiliki komitmen, dedikasi, dan iman yang kuat sehingga dapat melakukan perintah Tuhan dengan penuh ketulusan dan keikhlasan. Bila kita kaji dalam Kitab Suci atau sejarah orang-orang besar disana, kita menemukan orang-orang besar selalu mendapat kesulitan tetapi berpeganga pada Tuhan. Mereka tergolong sebagai orang yang mampu memaknai hidup secara spiritual yaitu: 1 Ayub 1:1-20:22 Dalam kitab Ayub, dikisahkan Ayub itu adalah orang yang saleh yang ditimpa oleh kemalangan atau penderitaan. Ayub mengalami penderitaan yang begitu menyedihkan, kehilangan semua ternaknya, anak dan menantunya meninggal, dan ia ditimpa penyakit barah di sekujur tubuhnya. Sebagai orang saleh Ayub menanggapi penderitaannya dengan cara, menerima kemalangan yang menimpanya 35 dan menyerahkannya kepada Tuhan. Ayub tidak menyalahkan Tuhan atas penderitaan yang menimpanya melainkan mengakui kebebasan dan kedaulatan Allah sehingga Allah berhak memberi dan mengambil apa saja yang dimiliki manusia seturut kehendak-Nya Weiden, 1995: 101-103. Ayub mengakui bahwa manusia harus menerima dengan ikhlas segala sesuatu yang diberikan oleh Allah, baik yang buruk maupun baik. Manusia tidak boleh menolak apapun yang telah terjadi didalam hidupnya. “Dengan telanjang aku keluar dari kandungan ibuku, dengan telanjang aku akan kembali ke dalamnya, Yahwe yang memberi, Yahwe yang mengambil, terpujilah nama Yahwe ”. Ungkapan ini menandakan bahwa Ayub sungguh memaknai hidupNya secara Spiritual. Ayub telah menggembalikan semuanya kepada Sang Pencipta dan tidak mengutuki Tuhan. 2 Yusuf dijual oleh saudara-saudaranya ke Mesir Kej : 37-45 : 1-5 Yusuf dibenci oleh saudara-saudaranya karena Yusuf anak yang paling disayang oleh ayahnya. Yusuf dijual oleh saudara-saudaranya untuk dijadikan budak. Selama beberapa tahun Yusuf dijadikan kerja paksa dan budak di Istana kerajaan Mesir. Sampai akhirnya dia mendapatkan kedudukan memangku jabatan kedua setelah Raja Firaun. Pada saat itu terjadi bencana kelaparan yang hebat di daerah saudara-saudara Yusuf. Situasi itu memaksa saudara-saudaranya untuk pergi ke Mesir untuk mencari makanan agar mereka tidak kelaparan. Melihat saudara- saudaranya datang ke istana, Yusuf tidak membalas dendam melainkan merasa kasihan dan merasakan kehadiran saudaranya sebagai pelepas rindunya setelah sekian lama berpisah. Dia juga sangat ingin bertemu dengan adik dan ayahnya Yakub. Yusuf tidak menyimpan 36 dendam justru ia memaknai semua peritiwa yang terjadi padanya sebagai rencana dari Allah sendiri yang diutus untuk mendahului saudara-saudaranya ke Mesir. Hal ini dapat dilihat dari ungkapannya pada Kej 45: 1- 8 “akulah Yusuf saudaramu yang kamu jual ke Mesir. Tetapi sekarang janganlah bersusah hati dan menyesali diri karena kamu menjual aku kesini. Allah menyuruh aku mendahului kamu”. Dari ungkapan Yusuf tersebut dapat kita cermati bahwa Yusuf telah memaknai seluruh pengalamannya secara spiritual. Dia menghubungkan semuanya kepada kehendak Allah. Yusuf melihat sisi positifnya dan menunjukkan rasa cinta-Nya pada Tuhan dan sesama Bergant dan Robert, J, 2002: 72-79.

5. Pandangan Hidup secara Spiritual

Menghayati makna hidup, sangat tergantung pada cara memandang hidup ini. Orang yang memandang hidup ini secara realistis tanpa menghilangkan idealisme, tidak hanya melihat kekurangan, kegagalan dan kepahitan dalam hidup, tetapi juga melihat hal-hal yang indah dan menggembirakan. Dengan semangat kreativitas akan selalu berjuang untuk membangun hidup yang lebih bermakna sehingga merasa bahwa hidupnya dipanggil untuk terus menerus memberi arti dan makna sejati. Sikap ini mendorong dirinya untuk mempunyai daya cipta dan kreativitas, menyambut semua peluang yang dapat menciptakan hidup yang semakin bermakna. Menempatkan Tuhan dalam setiap pengalaman hidupnya. Memaknai hidup secara spiritual, menghadapi permasalahan dengan mata rohani, diluar batas kemampuan pikiran dan perasaan manusia. Manusia yang menggunakan spiritualnya akan mampu menyesuaikan diri dengan orang dan situasi, bersifat fleksibel, serta memiliki integritas pribadi, kesatuan keinginan, pikiran, 37 ucapan dan perbuatan Riyanto dan Handoko, 2008: 60. Sikap ketakwaan memiliki komitmen dan sikap iman yang kuat, melaksanakan kehendak Tuhan sebagai kehendak pribadi seperti sikap adil, iklhas, memaafkan, kasih, selalu ingat kepada Tuhan.

C. Tahap-tahap Perkembangan Iman Remaja

Dokumen yang terkait

SKRIPSIKEBUTUHAN SISWI SMA STELLA DUCE 1 KEBUTUHAN SISWI SMA STELLA DUCE 1 YOGYAKARTA MEMBACA MEDIA MASSA CETAK TENTANG KOREAN POP (Studi Deskriptif Kuantitatif Kebutuhan Membaca Media Massa Cetak tentang Korean Pop pada Siswi SMA Stella Duce 1 Yogyakarta

0 2 16

Penggunaan media sosial Facebook dalam proses pembelajaran Pendidikan Agama Katolik siswi kelas X SMA Stella Duce 2 Yogyakarta.

0 0 153

Rekoleksi sebagai upaya untuk meningkatkan kemampuan mendengarkan suara hati bagi siswa-siswi kelas XI di SMA Pangudi Luhur Sedayu, Bantul, di Daerah Istimewa Yogyakarta.

0 4 191

Peranan Pendidikan Agama Katolik (PAK) di sekolah bagi perkembangan tanggung jawab siswa kelas XI SMA Stella Duce II Yogyakarta.

2 32 126

Efektivitas terapi seft (Spiritual Emotional Freedom Technique) menurunkan tingkat kecemasan siswi asrama SMA Stella Duce Yogyakarta kelas X hendak menghadapi ujian akhir semester ganjil.

2 20 149

Upaya mencegah aborsi melalui pelajaran agama dengan audio visual bagi para siswi di SMA Stella Duce 2 Yogyakarta.

0 2 130

Dampak rekoleksi terhadap kemampuan memaknai hidup secara spiritual bagi siswi kelas X dan XI Asrama Putri Sma Stella Duce II Yogyakarta

0 10 167

MINAT SISWI TERHADAP PEMBELAJARAN ANSAMBEL STRING DI SMA STELLA DUCE 2 YOGYAKARTA.

0 0 78

RESPON TERHADAP STRES SISWA-SISWI KELAS II SLTP STELLA DUCE 2 YOGYAKARTA TAHUN AJARAN 20052006

0 1 133

Manfaat program pembinaan menjadi pribadi agung (belajar pada hidup Elisabeth Gruyters) bagi penghuni asrama SMA Stella Duce 1 Supadi 5 Yogyakarta - USD Repository

0 0 135