almond, kacang mente dan sebagainya; dari biji-bijian: wijen, biji bunga matahari dan biji labu Auliana, 2009.
2.6 Penetapan Kadar Protein
Penetapan kadar protein dalam bahan makanan umumnya dilakukan berdasarkan penentuan secara empiris tidak langsung yaitu melalui penentuan
kandungan nitrogen yang ada dalam bahan. Dalam penentuan protein seharusnya hanya nitrogen yang berasal dari protein saja yang ditentukan. Akan tetapi secara
teknis hal itu sangat sulit dilakukan mengingat jumlah nitrogen non protein dalam bahan makanan biasanya sangat sedikit maka penentuan jumlah N total ini
tetap dilakukan untuk mewakili jumlah protein yang ada. Penentuan dengan cara ini sering disebut penentuan jumlah N-total kasar crude protein Sudarmadji,
dkk., 2007. Metode Kjeldahl pada umumnya dapat dibedakan atas dua cara yaitu
makro dan semimikro. Cara makro-Kjeldahl digunakan untuk sampel yang sukar dihomogenkan dan besarnya sampel yang digunakan 1 – 3 g, sedangkan
semimikro-Kjeldahl dirancang untuk sampel yang mudah di homogenkan dan berukur kecil yaitu kurang dari 300 mg. Kekurangan dari metode Kjeldahl ini
adalah bahwa purin, pirimidin, vitamin-vitamin, urea, asam nukleat dan nitrat, nitrit ikut teranalisis sebagai nitrogen protein. Walaupun demikian, cara ini masih
digunakan hingga kini dan dianggap cukup teliti untuk pengukuran kadar protein dalam bahan makanan Bintang, 2010.
Menurut Bintang 2010 penetapan kadar protein dengan metode Kjeldahl dibagi menjadi tiga tahap yaitu tahap destruksi, tahap destilasi, tahap titrasi.
a. Tahap Destruksi
Pada tahap ini, sampel dipanaskan dengan penambahan asam sulfat pekat sehingga terjadi penguraian menjadi unsur karbon C, hidrogen H, oksigen O,
nitrogen N, pospor P dan sulfur S. Sampel ditimbang dan ditambahkan dengan katalisator HgO atau K
2
SO
4
yang berfungsi untuk mempercepat proses destruksi dengan menaikkan titik didih dan mempercepat kenaikan suhu asam
sulfat sehingga destruksi berjalan lebih cepat. Setelah ditambahkan katalisator , kemudian sampel ditambahkan 3 mL H
2
SO
4
pekat yang menyebabkan larutan sampel menjadi keruh, lalu didestruksi hingga larutan berwarna jernih yang
mengindikasikan bahwa proses destruksi telah selesai. Selama proses destruksi, akan dihasilkan gas SO
2
, CO
2
dan H
2
O. Proses destruksi dapat dikatakan selesai apabila larutan berwarna jernih, hal ini
menunjukkan bahwa semua partikel bahan padat telah terdekstruksi menjadi bentuk partikel yang larut tanpa ada partikel padat yang tersisa. Larutan jernih
yang telah mengandung NH
4 2
SO
4
didinginkan hingga sama dengan suhu ruang. Reaksi yang terjadi pada tahap destruksi adalah:
Bahan Organik + H
2
SO
4
CO
2
+ SO
2
+ NH
4 2
SO
4
+ H
2
O
b. Tahap Destilasi Prinsip destilasi adalah memisahkan cairan atau larutan berdasarkan
perbedaan titik didih. Larutan sampel jernih yang telah dingin kemudian ditambahkan dengan aquades untuk melarutkan sampel hasil destruksi agar hasil
destruksi dapat didestilasi dengan sempurna, serta untuk lebih memudahkan proses analisis karena hasil destruksi melekat pada tabung Kjeldahl. Kemudian,
katalis
larutan sampel didestilasi dengan tujuan memecah amonium sulfat menjadi amonia NH
3
dengan menambahkan 20 mL NaOH kemudian dipanaskan. Fungsi penambahan NaOH adalah memberikan suasana basa, karena
reaksi tidak dapat berlangsung dalam keadaan asam. Selain itu, sifat NaOH yang apabila ditambahkan dengan aquades akan menghasilkan panas, hal ini ikut
memberikan masukan energi pada proses destilasi. Panas tinggi yang dihasilkan saat destilasi juga berasal dari reaksi antara NaOH dengan NH
4 2
SO
4
yang merupakan reaksi yang sangat eksoterm, sehingga energinya sangat tinggi.
Amonia yang dibebaskan selanjutnya akan ditangkap oleh larutan asam standar seperti asam borat 4, asam sulfat atau asam klorida dalam jumlah yang
berlebih. Larutan sampel yang didestilasi kemudian ditampung dalam erlemenyer yang berisi asam standar dan indikator campuran brom cresol green dan methyl
red BCG-MR yang merupakan indikator yang bersifar amfoter, yaitu bisa bersifat asam maupun basa. Pada suasana asam, indikator akan berwarna merah
muda, sedangkan pada suasana basa, indikator akan berwarna biru. Setelah ditambah BCG-MR, larutan akan berwarna merah muda karena berada dalam
kondisi asam. Supaya amonia dapat ditangkap secara maksimal maka sebaiknya ujung alat destilasi tercelup kedalam larutan asam standar, sehingga dapat
ditentukan jumlah protein yang sesuai dengan kadar protein yang terkandung dalam bahan. Selama proses destilasi, lama kelamaan larutan asam akan berubah
warna menjadi biru karena berada dalam suasana basa akibat menangkap amonia, hal ini menandakan bahwa destilasi telah selesai. Amonia yang terbentuk selama
destilasi dapat ditangkap sebagai destilat setelah diembunkan kondensasi oleh pendingin balik yang terdapat pada alat destilasi Kjeldahl.
Reaksi yang terjadi pada tahap destilasi adalah: NH
4 2
SO
4
+ H
2
O + 2NaOH 2NH
3
+ Na
2
SO
4
+ 2H
2
O 2NH
3
+ 2H
2
SO
4
NH
4 2
SO4 + H
2
SO
4
c. Tahap Titrasi Titrasi merupakan tahap akhir dari metode Kjeldahl pada penentuan kadar
protein dalam bahan pangan yang dianalisis, dengan melakukan titrasi dapat diketahui banyaknya asam yang bereaksi dengan amonia. Untuk tahap titrasi,
destilat dititrasi dengan NaOH 0,02 N yang telah distandardisasikan sebelumnya. Selain destilat sampel, destilat blanko juga dititrasi karena selisih titrasi sampel
dengan blanko merupakan ekuivalen jumlah nitrogen. Jadi banyaknya NaOH yang diperlukan untuk menetralkan akan ekuivalen dengan banyaknya N.
Titrasi NaOH dilakukan sampai titik ekuivalen yang ditandai dengan berubahnya warna larutan dari biru menjadi merah muda karena adanya NaOH
berlebih yang menyebabkan suasana asam indikator BCG-MR berwarna merah muda pada suasana asam. Melalui titrasi ini, dapat diketahui kandungan N dalam
bentuk NH
4,
sehingga kandungan N dalam protein pada sampel dapat diketahui. Reaksi pada tahap titrasi adalah sebagai berikut:
H
2
SO
4
+ 2NaOH Na
2
SO
4
+ 2H
2
O Menurut Sudarmadji dkk, 2007 kadar protein dapat ditentukan dengan rumus
berikut ini :
Kadar protein =
C NaOH
N B
A 014
, ×
× −
x FK x 100
dimana : A = Volume Titrasi Sampel ml
B = Volume Titrasi Blanko ml C = Berat Sampel g
FK = Faktor Konversi
Tabel 2.1.Faktor konversi beberapa macam bahan makanan
No Bahan Makanan Faktor Konversi FK
1. Sirup, biji-bijian, ragi, sayur-sayuran, buah-
buahan,teh, makanan ternak 6,25
2. Beras
5,95 3.
Roti, gandum, makaroni, bakmi 5,70
4. Susu
6,38 5.
Kacang tanah 5,47
6. Kenari
5,18
Dasar perhitungan penentuan protein menurut Kjeldahl ini adalah hasil penelitian dan pengamatan yang menyatakan bahwa umumnya protein alamiah
mengandung unsur N rata-rata 16. Untuk campuran senyawa-senyawa protein atau yang belum diketahui komposisi unsur-unsur penyusun protein secara pasti,
maka faktor perkalian 6,25 inilah yang dipakai Sudarmadji, dkk., 2007. Kelebihan menggunakan metode Kjeldahl ini adalah dapat diaplikasikan
untuk semua jenis bahan pangan, tidak memerlukan biaya yang mahal untuk pengerjaan, dapat dimodifikasi sesuai kuantitas protein yang dianalisis. Adapun
kekurangan metode Kjeldahl adalah yang ditentukan jumlah total nitrogen yang terdapat didalam sampel bukan hanya nitrogen dari protein, waktu yang
diperlukan relatif lebih lama minimal 4 jam untuk menyelesaikannya, presisi
yang lemah, pereaksi yang digunakan ada yang bersifat beracun, korosif dan berbahaya bagi kesehatan dan adanya variasi faktor konversi untuk masing-
masing sampel Chang, 1998.
2.7 Lemak