BAB III
METODOLOGI
3.1 Tempat Dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di laboratorium, yaitu: 1. Pusat Penelitian Pengembangan Fisika P2F Lembaga Ilmu Pengetahuan
Indonesia LIPI PUSPIPTEK, Serpong. 2. Pusat Penelitian Elektronika dan Komunikasi PPET Lembaga Ilmu
Pengetahuan Indonesia LIPI Bandung. 3. Pusat Teknologi Bahan Industri Nuklir Badan Tenaga Atom Nasional PT. BIN
– BATAN Serpong.
4. Waktu penelitian 1 Maret – 1 Juni 2013
3.2 Alat Dan Bahan
3.2.1 Alat
a. Spatula, sebagai alat untuk mengambil sampel yang berbentuk bubuk. b. Neraca Digital 4 digit, fungsinya untuk menimbang bahan-bahan yang akan
digunakan dalam pembuatan magnet. c. Vial dan Ball Mill digunakan untuk menghaluskanmeratakan campuran bahan
dan membentuk paduan dari unsur yang dimasukkan. d. Gelas ukur Pyrex 1000 ml untuk mengukur aquades yang akan digunakan dan
sebagai tempat air saat pengukuran densitas sampel. e. Oven, berfungsi untuk mengeringkan sampel setelah mengalami pencampuran
dan pencetakan.
Universitas Sumatera Utara
f. Thermolyne Furnace High Temperature tipe 46200, digunakan untuk mengkalsinasi dan memanaskan sampel dengan temperatur maksimal 1250
o
C. g. Mortar, fungsinya sebagai tempat penghancuran bahan sehingga menjadi butiran
kecil. h. X-Ray Difraktometer XRD merk Shimadzu yang terdapat digunakan sebagai
alat karakterisasi struktur sampel. i.
Molding digunakan untuk mencetak sampel berdiameter 2 cm. j. Hydraulic press Hidraulic Jack berfungsi untuk menekan pada proses cold
compaction sampel yang telah dimasukkan kedalam cetakan dengan kekuatan tekanan tertentu dengan kapasitas maksimum tekanan 100kgfcm
2
. k. Cawan keramik, berfungsi sebagai tempat sampel saat proses sintering.
l. Magnetizer, fungsinya untuk memberikan medan magnetik pada sampel magnetisasi dengan tegangan 220 volt.
m. Gaussmeter, sebagai alat untuk mengukur besarnya medan magnet sampel. n. Magnet-Physic Dr. Steingroever GmbH Permagraph C yang digunakan sebagai
alat karakterisasi intensitas magnetik dari sampel. o. VNA Vector Network Analizer merupakan alat yangdigunakan untuk mengkur
seberapa banyak gelombang mikro yang diserap oleh materil.
Gambar 3.1 a. Mortar b. Timbangan c. Test sieve
d. Fixed electromagnetic
b c
d a
Universitas Sumatera Utara
3.2.2 Bahan
a. Hematit Fe
2
O
3
. b. Barium Karbonat BaCO
3
c. Mangan oksida MnO d. Titanium oksida TiO
2
e. Polimer Celuna, WE –518
f. Ethanol C
2
H
5
OH g. Aquades
3.3 Diagram Alir Penelitian
Berikut ini adalah Diagram Alir Penelitian yang akan dilakukan:
Gambar 3.2 Diagram Alir Proses Penelitian
Pengeringan 100
o
C 12 jam dan kalsinasi 1200
o
C 2 jam
Karakterisasi: fisik densitas, porositas, XRD, SEM, magnetik Fluks density, BH curve, permittivity,
permeability, absorption dan reflection loss. Serbuk MnO dan TiO
2
Serbuk Fe
2
O
3
Serbuk BaCO
3
Timbang, Campur dan Wet Milling
Penggilingan hingga lolos ayakan 400 Mesh
Analisa XRD
Kompaksi dengan orientasi medan magnet luar
Magnetisasi Sintering 1000, 1050, 1100, 1150, 1200 dan 1250
o
C, masing-masing ditahan selama 2 jam
Analisa DTA
Universitas Sumatera Utara
3.4 Preparasi Sampel
Proses pembuatan barium hexaferit BaFe
12
O
19
telah dijelaskan pada banyak jurnal sebelumnya. BaFe
12
O
19
didoping dengan ion Mn dan Ti akan menjadi BaFe
12- 2x
Mn
x
Ti
x
O
19
. Nilai x pada penelitian ini memiliki variasi x = 0, 0.1, 0.2, 0.3, 0.4, 0.5 dan 0.6, dimana x adalah Mn dan Ti dalam mol. Tabel 3.1 merupakan bahan
baku pembuatan BaFe
12-2x
Mn
x
Ti
x
O
19
dalam fraksi mol mol.
Tabel 3.1 Subsitusi sebagian ion Mn dan Ti terhadap ion Fe pada pembuatan BaFe
12-2x
Mn
x
Ti
x
O
19
dalam mol.
Ion Dalam mol
Mn
x
Ti
x
Fe
12 - 2X
Ti
x
Mn
x
Fe
12 - 2X
O
3
Total 0.1
0.1 11.8
0.83 0.83
98.33 100.00
0.2 0.2
11.6 1.67
1.67 96.67
100.00 0.3
0.3 11.4
2.50 2.50
95.00 100.00
0.4 0.4
11.2 3.33
3.33 93.33
100.00 0.5
0.5 11
4.17 4.17
91.67 100.00
0.6 0.6
10.8 5.00
5.00 90.00
100.00 Contoh perhitungan untuk Mn
x
dan Ti
x
= 0.1 mol: Mol Mn
x
= Mn
x
12 x 100 = 0.83 Mol Ti
x
= TiO
x
12 x 100 = 0.83 Mol Fe
12 - 2X
= Fe
12 - 2X
12 x 100 = 98.33
Tabel 3.2 Jumlah bahan baku: MnO, TiO
2
, Fe
2
O
3
dan BaCO
3
pada pembuatan BaFe
12-2x
Mn
x
Ti
x
O
19
dalam gram.
Komposisi bahan baku dalam gram Total
x Mn
x
O Ti
x
O
2
Fe
12 - 2X
O
3
BaCO
3
gram 0.1
3.547 4.00
942.23 197.33
1147.10 0.2
7.094 7.99
926.26 197.33
1138.67 0.3
10.641 11.99
910.29 197.33
1130.25 0.4
14.188 15.98
894.32 197.33
1121.82 0.5
17.735 19.98
878.35 197.33
1113.39 0.6
21.282 23.97
862.38 197.33
1104.96
Universitas Sumatera Utara
Contoh perhitungan untuk Mn
x
dan Ti
x
= 0.1 mol: Massa Mn
x
O = mol Mn
x
100 x 6 x Mr 70.94 = 3.547 gram Massa Ti
x
O
2
= mol Ti
x
100 x 6 x Mr 79.90 = 4.0 gram Massa Fe
12 - 2X
O
3
= mol Fe
12 - 2X
12 x 6 x Mr 159.7 = 942.23 gram Massa BaCO
3
= 197.33 gram
Tabel 3.3 Jumlah bahan baku: MnO, TiO
2
, Fe
2
O
3
dan BaCO
3
pada pembuatan BaFe
12-2x
Mn
x
Ti
x
O
19
untuk sebanyak 150 gram.
Komposisi bahan baku yang digunakan untuk 150 gram MnO
TiO
2
Fe
2
O
3
BaCO
3
Total 0.46
0.52 123.21
25.80 150.00
0.93 1.05
122.02 25.99
150.00 1.41
1.59 120.81
26.19 150.00
1.90 2.14
119.58 26.39
150.00 2.39
2.69 118.33
26.59 150.00
2.89 3.25
117.07 26.79
150.00 Contoh perhitungan untuk Mn
x
dan Ti
x
= 0.1 mol yang diinginkan: Massa MnO = Massa MnOMassa Total x 150 gram = 0.46 gram
Massa TiO
2
= Massa TiO
2
Massa Total x 150 gram = 0.52 gram Massa Fe
2
O
3
= Massa Fe
2
O
3
Massa Total x 150 gram = 123.21 gram Massa BaCO
3
= Massa BaCO
3
Massa Total x 150 gram = 25.80 gram
Adapun langkah-langkah yang dilakukan pada penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Penimbangan Semua bahan ditimbang sesuai dengan perhitungan stoikiometri dan komposisi
yang diinginkan.
Universitas Sumatera Utara
2. Pencampuran Semua bahan dicampur dengan ball milling selama 24 jam atau vibration ball
mill selama 60 jam. 3. Menentukan temperatur proses
dengan DTA Untuk mengetahui temperatur proses kalsinasi digunakan Diffrential Thermal
Analysis DTA, yaitu untuk menentukan temperatur pelepasan air, pelepasan gas-gas, dan reaksi pembentukan kristal.
4. Kalsinasi Kalsinasi dilakukan sesuai dengan hasil Uji TGA dan DTA, untuk mengetahui
suhu pembentukan fasa barium hexaferrite. 5. Pencetakan pelet
Bahan yang telah dicampur kemudian dicetak berbentuk pelet dengan proses anisotropi pengaruh medan luar dengan tekanan sekitar 100 kgfcm
2
. 6. Sintering
Pelet yang udah dicetak kemudian disinter pada temperatur 1000, 1050, 1100, 1150, 1200 dan 1250
o
C yang masing-masing ditahan selama 2 jam.
7. Karakterisasi menggunakan XRD untuk mengetahui struktur mikro sampel.
8. Karakterisasi fisis densitas dan porositas, diukur dengan metode Archimedes. 9. Karakterisasi sifat magnet, diukur menggunakan PermagraphVSM Vibration
Sample Magnetometer dan Gaussmeter. 10. Karakterisasi serapan gelombang mikro, dievaluasi dengan menggunakan Vector
Network Analyser VNA di LIPI Bandung pada kisaran frekuensi 4 – 10 GHz.
Tahapan proses preparasi serbuk hematite Fe
2
O
3
dengan Barium karbonat BaCO
3
dibuat dengan perbandingan 1 : 6. Dari campuran bahan tersebut diharapkan dapat diperolehnya fasa barium hexaferit BaFe
12
O
19
. Mula-mula dibuat massa total campuran sebesar 260 gram yang terdiri dari 222.857 gram hematite Fe
2
O
3
dan barium karbonat BaCO
3
sebesar 37.143 gram. Setelah itu barium hexaferit BaFe
12
O
19
masing-masing dicampur dengan MnO dan TiO
2
dengan variasi fraksi
Universitas Sumatera Utara
mol x = 0, 0.1, 0.2, 0.3, 0.4, 0.5 dan 0.6 dalam persen mol. Kemudian campuran bahan baku tersebut di Ball mill selama 20 jam dengan menggunakan pelarut
aquades, dikeringkan dalam oven pada temperatur 100°C selama 12 jam. Tahap berikutnya adalah analisa termal dengan Differential Thermal Analysis DTA untuk
menentukan suhu kalsinasinya. Serbuk yang telah dikalsinasi selanjutnya digerus hingga lolos ayakan 400 mesh. Sebagian serbuk yang telah dikalsinasi dianalisa
dengan menggunakan X-ray Difraction XRD untuk mengetahui apakah fasa barium hexaferit BaFe
12
O
19
sudah terbentuk. Kemudian sebagian besar serbuk lainnya dilakukan pencetakan dengan menggunakan seluna sebagai perekatnya atau Polivinyl
alcohol PVA. Ukuran molding cetakan yang digunakan adalah berbentuk pellet dengan diameter 2 cm dan tebal 5 mm yang ditekan dengan presure sebesar 100
kgfcm
2
dalam kondisi pengaruh medan magnet luar sebesar 8 kGauss. Proses selanjutnya adalah proses sintering dengan variasi temperatur 1000, 1050, 1100,
1150, 1200 dan 1250°C yang masing-masing ditahan selama 2 jam. Setelah semua proses treatment tersebut selesai dilakukan maka dilanjutkan dengan karakterisasi,
meliputi: pengukuran sifat fisis densitas dan porositas, analisa mikrostruktur XRD, dan SEM, pengukuran fluks density dengan Gaussmeter, kurva histerisis B-H curve
dengan Permagraph, dan analisa microwave absorber material dengan Vector Network Analyzer VNA.
Pada penelitian ini ada beberapa tahapan yang dilakukan meliputi: preparasi serbuk BaFe
12
O
19
, dilakukan dengan menggunakan ballmill dan aquades sebagai pelarut, pengeringan, kalsinasi, preparasi serbuk BaFe
12-2x
Mn
x
Ti
x
O
19
juga menggunakan ballmill dan ethanol sebagai pelarutnya, pengeringan, pencetakan,
proses sinter, magnetisasi, dan karakterisasi bahan.
Universitas Sumatera Utara
3.4.1 Preparasi Serbuk BaFe
12
O
19
Penelitian ini menggunakan metode Mechanical Alloying dengan Ballmill atau penggerusan. Hal ini bertujuan untuk mengecilkan ukuran kristal dari material
tersebut. Pertama yang harus disiapkan adalah material utama untuk membuat BaFe
12
O
19
. Adapun bahan material utama dari BaFe
12
O
19
adalah Barium Carbonate BaCO
3
dan Hematite Fe
2
O
3
dengan perbandingan mol 1 : 6, dan massa total sebesar 260 gram, sehingga didapat massa dari Fe
2
O
3
sebesar 222.857 gram dan BaCO
3
sebesar 37.143 gram. Bahan utama yang telah disiapkan kemudian dimasukan ke dalam wadah
Ballmill bersama dengan aqudes 200 ml yang digunakan sebagai pelarut. Material yang dimasukan ke dalam wadah bersama aquades diaduk dengan bola-bola Ballmill
sebanyak 41 buah. Penggerusan ini dibagi menjadi dua kali penggerusan. Hal ini dikarenakan ukuran wadah Ballmill yang digunakan tidak tersedia dalam ukuran
besar. Proses penggerusan dilakukan selama 20 jam. Setelah proses penggerusan selesai, kemudian dilanjutkan dengan proses pengeringan sampel di dalam oven
dengan temperatur 100 °C selama 12 jam, hingga sampel benar-benar kering.
3.4.2 Proses Kalsinasi
Tahap selanjutnya adalah kalsinasi. Kalsinasi adalah suatu proses pembentukan fasa melalui proses pembakaran dalam oven, dengan temperatur dan
waktu tertentu. Dalam pembentukan BaFe
12
O
19
digunakan temperatur kalsinasi sebesar 1000 °C dan ditahan selama 2 jam. Dalam proses kalsinasi digunakan
Thermolyne Furnace High Temperature 46200 yang memiliki temperatur pemanasan maksimal 1600 °C dengan kecepatan kenaikan temperatur 3 °Cmenit.
Dalam proses kalsinasi BaCO
3
dan Fe
2
O
3
akan berasosiasi dan saling berikatan sehingga akan membentuk fasa BaFe
12
O
19
. Setelah proses kalsinasi, BaFe
12
O
19
akan berubah warna menjadi merah kehitam –hitaman yang memiliki
tekstur yang bergumpal sehingga setelah proses kalsinasi BaFe
12
O
19
yang telah jadi, harus digerus kembali dengan mortal. Untuk mengetahui fasa material BaFe
12
O
19
Universitas Sumatera Utara
sudah terbentuk atau belum maka sebagian cuplikan dikarakterisasi dengan
menggunakan X-Ray Diffractometer XRD. Pada Gambar 3.3 diperlihatkan perubahan warna bahan baku Fe
2
O
3
+ BaCO
3
menjadi BaFe
12
O
19
.
a b
c Gambar 3.3 a. Fe
2
O
3
, b. BaCO
3
, c. BaFe
12
O
19.
3.4.3 Pencampuran BaFe
12
O
19
dengan MnO dan TiO
2
BaFe
12
O
19
yang telah dicampur dengan MnO dan TiO
2
dilakukan dengan
menggunakan metode pencampuran Mechanical Alloying. Mechanical Alloying digunakan karena metode ini merupakan cara yang relatif lebih mudah dibandingkan
metode Sol-Gel ataupun koersipitasi. Pada proses pencampuran BaFe
12
O
19,
pelarut yang digunakan adalah aquades, sedangkan pencampuran BaFe
12
O
19
dengan dua macam aditifnya yaitu MnO dan TiO
2
, pelarut yang digunakan adalah ethanol. Hal ini dilakukan agar proses penguapan setelah diballmill lebih cepat.
Pada proses pencampuran, serbuk yang sudah diballmill kemudian dikeringkan dalam oven selama 12 jam hingga sampel benar
–benar kering. Kemudian dilanjutkan dengan proses kalsinasi pada temperatur 1000°C dan ditahan selama 2
jam. Proses ini mempunyai tujuan yang sama agar BaFe
12
O
19
bereaksi dengan MnO dan TiO
2
untuk menjadi satu fasa. Setelah proses kalsinasi, bahan BaFe
12- 2x
Mn
x
Ti
x
O
19
digerus dengan mortal, dan kemudian diayak dengan menggunakan test sieve hingga lolos 200 mesh. Setelah itu dilakukan karakterisasi XRD untuk
mengetahui fasanya.
Universitas Sumatera Utara
3.5 Karakterisasi Sampel Uji
Setelah semua treatment telah dilakukan, termasuk analisa suhu kalsinasi dengan menggunakan DTA, maka dilanjutkan dengan karakterisasi. Adapun
karakterisasi yang dilakukan adalah densitas, porositas, analisa XRD, SEM, µ- XRF, pengukuran fluks density dengan Gausmeter, B-H curve dengan Permagraph dan
analisa absorbsi gelombang mikro dengan VNA.
3.5.1 Densitas
Densitas merupakan ukuran kepadatan dari suatu material. Pengukuran densitas yang dilakukan pada penelitian ini adalah Bulk density. Bulk density
merupakan densitas sampel yang berdasarkan volume sampel termasuk dengan rongga atau pori. Pengujian Bulk density dilakukan untuk megukur benda padatan
yang besar dengan bentuk yang beraturan maupun yang tidak beraturan. Pada pengujian Bulk density menggunakan metode Archimedes. Prosedur kerja untuk
menentukan besarnya bulk densitas gcm
3
suatu sampel berbentuk pellet adalah sebagai berikut:
a. Meletakkan tiang penyangga dan kawat penggantung diatas neraca, kemudian ditimbang dan dikalibrasi kembali neracanya.
b. Mengikat pellet dengan menggunakan kawat penggantung dan ditimbang massanya M
. c. Menuangkan air kira-kira ¾ dari volume beaker glass 100 ml dan memasukkan
pellet yang menggantung tadi ke dalam air, kemudian ditimbang massanya M
a
. d. Melakukan langkah di atas untuk sampel yang lainnya.
Sehingga dengan menggunakan persamaan 2.3, maka bulk density dari sampel dapat dihitung.
Universitas Sumatera Utara
3.5.2 Porositas
Porositas didefenisikan sebagai banyaknya lubang atau pori yang terdapat dalam suatu sampel yang telah selesai dibuat. Pengujian ini juga menghasilkan
perbandingan sampel mana yang memiliki nilai terbaik. Langkah kerja untuk menentukan besarnya porositas suatu sampel yaitu:
1. Tuangkan aquadesh kira-kira ¾ dari volume gelas beaker ke dalam beaker gelas, kemudian panaskan menggunakan kompor listrik sampai suhu kira-kira 100
C. 2. Sampel dicelupkan ke dalam gelas beaker yang berisi air panas selama 1 jam.
3. Sampel yang telah direndam dalam aquades panas kemudian direndam dalam aquades dingin selama 24 jam.
4. Sampel ditimbang sebagai massa basah Mb. 5. Sampel dikeringkan di oven pada temperatur 80
C selama 1 jam, kemudian ditimbang sebagai masa kering Mk.
6. Dihitung densitas sampel dengan persamaan 2.4.
3.5.3 X-Ray Difraction XRD
XRD merupakan pengujian yang digunakan untuk mengetahui fasa yang yang terbentuk pada suatu sampel. Dalam penelitian ini XRF dilakukan dua kali pengujian,
yaitu pada saat sebelum BaFe
12
O
19
dicampur aditif dan setelah dicampur dengan aditif. Peralatan untuk pengujian XRD diperlihatkan pada Gambar 3.4.
Gambar 3.4 Alat X-Ray Difraction XRD
Universitas Sumatera Utara
Adapun langkah langkah dari pengujian ini adalah: - Siapkan sampel yang akan diuji
- Letakan sampel diatas preparat - Masukan kedalam XRD kemudian tutup rapat
- Siapkan software pendukung untuk pengoperasian XRD.
3.5.4 Scanning Electron Microscope SEM
Fungsi mikroskop elektron scanning atau SEM adalah untuk mengetahui morfologi suatu material. SEM berkerja dengan memindai terfokus balok halus
elektron ke sampel. Elektron berinteraksi dengan sampel komposisi molekul. Energi dari elektron menuju ke sampel secara langsung dalam proporsi jenis interaksi
elektron yang dihasilkan dari sampel. Serangkaian energi elektron terukur dapat dihasilkan yang dianalisis oleh sebuah mikroprosesor yang canggih yang
menciptakan gambar tiga dimensi atau spektrum elemen yang unik yang ada dalam sampel dianalisis. Ini adalah rangkaian elektron yang dibelokkan oleh tumbukan
dengan elektron sampel.
3.5.5 X
– Ray Flourecent XRF
Dalam penelitian ini digunakan XRF type yang berada di STP.Polimer BP2T. Karakterisasi ini dilakukan dengan cara sebagai berikut:
- siapkan sampel yang akan diuji - letakkan sampel yang akan diuji dalam sampel holder
- sinari sampel dengan sinar X Dalam pengkarakterisasian XRF pengambilan data digunakan dengan metode
metal, hal ini digunakan agar oksida tidak terbaca sehingga mendapatkan komposisi –
komposisi unsur lebih akurat. Monokromator yang digunakan adalah radium, dan nitrogen digunakan sebagai pendinginnya. Monokromator yang digunakan pada
pengambilan data XRD adalah tembaga Cu.
Universitas Sumatera Utara
3.5.6 Pengujian Vector Network Analyzer VNA
Pada pengujian penyerapan material gelombang elektromagnetik dilakukan dengan alat Vector Network Analyzer VNA dengan dimensi sampel: panjang = 0
cm lebar = 4 cm dan tebal = 2 mm, sangat tergantung pada bentuk dan material absorber yang akan diukur. Metode yang digunakan untuk karakterisasi
elektromagnetik dari material absorber pengukuran refleksipenyerapan dalam rentang frekuensi 4 - 10 GHz dilakukan dengan menggunakan Naval Research
Laboratory NRL metode lengkungan El-Lawindy,2009. Lengkungan NRL Gambar 3. 5 terdiri dari bangunan kayu berbentuk
lengkungan setengah lingkaran, memungkinkan posisi yang tepat untuk memancarkan dan menerima antena jenis tanduk. Sampel ditempatkan di pusat jari-
jari lengkungan pertama, antena diposisikan pada posisi tertinggi di lengkungan ke dua. Kemudian setiap antena digerakkan 10° untuk setiap sisi dari posisi tersebut dan
antena selalu menunjuk kearah pusat sampel. Selanjutnya pengaturan set up peralatan juga dilakukan termasuk analisis spektrum dan pembangkit frekuensi.
Sebuah pelat aluminium datar digunakan sebagai acuan untuk pengukuran refleksipenyerapan dengan nilai masing-masing dianggap 100 dan 0. Keuntungan
utama dari metode NRL dibandingkan dengan yang lain seperti metode waveguide adalah sangat dimungkinkan untuk mengukur sifat sampel yang relatif besar dalam
kondisi ruang bebas.
Gambar 3.5 Naval Reseach Laboratory NRL metode lengkungan setengah lingkaran.
Universitas Sumatera Utara
Sedangkan untuk mengukur permitivitas listrik kompleks dan permeabilitas magnetik dari material absorber dalam rentang frekuensi gelombang mikro dari 4 - 10
GHz C-band digunakan teknik saluran transmisi waveguide, seperti terlihat pada Gambar 3.6. Sebuah waveguide tertutup persegi panjang penampang telah
digabungkan ke jaringan vektor network analyzer VNA yang beroperasi pada rentang frekuensi dari 300kHz - 20GHz. Pengaturan ini dilakukan dengan cara
mengukur S-parameter material, koefisien transmisi dan refleksi masing-masing dinyatakan dengan S
12
S
21
dan S
11
S
22
. Pada Gambar 3. 6, menunjukkan pengaturan yang digunakan dalam pengukuran teknik saluran VNA dan penempatan sampel.
Gambar 3.6 Sistem Pengukuran Teknik Saluran : a vektor jaringan analyzer
VNA, b sistem waveguide tertutup persegi panjang dan posisi sampel dalam waveguide.
Universitas Sumatera Utara
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
Untuk mengubah sifat magnetik pada Barium hexaferrite BaFe
12
O
19
yang bersifat hard magnet menjadi soft magnet, maka bahan BaFe
12
O
19
tersebut ditambahkan dua bahan aditif yang berbeda, yaitu: TiO
2
dan MnO, sehingga
rumus kimia BaFe
12
O
19
berubah menjadi BaFe
12-2x
Mn
x
Ti
x
O
19
, dimana x = 0.0,
0.1, 0.2, 0.3, 0.4, 0.5 dan 0.6 dalam persen mol dan parameter proses lainnya
adalah suhu sintering 1000, 1050, 1100, 1150, 1200, dan 1250
o
C. Keberhasilan dari penelitian ini sangat ditentukan oleh mikrostruktur, sifat fisis, magnetik flux
density dan B-H curve, serta respon material tersebut terhadap gelombang elektromagnetik sebagai fungsi frekuensi GHz. Oleh karena itu beberapa
karakterisasi yang perlu diamati meliputi: diffrential thermal analysis DTA, pengukuran densitas, porositas, flux density magnetic, analisa struktur mikro
dengan menggunakan X-Ray Diffraction XRD dan Scanning Electron Microscope SEM, kurva histerisis B-H curve dan pengujian dengan Vector
Network Analyzer VNA.
4.1 Diffrential Thermal Analysis DTA
Dari hasil analisa Diffrential Thermal Analysis DTA diperlihatkan bahwa pelepasan air bebas H
2
O terjadi pada suhu sekitar 120
o
C, pelepasan air kristal dalam bentuk OH terjadi pada suhu sekitar 300
o
C, terbentuknya fasa monoferrite berkisar suhu 700
o
C dan hexaferrite terbentuk pada suhu 940
o
C, seperti terlihat pada Gambar 4.1.
Dari kurva tersebut dapat dilihat bahwa pelepasan air H
2
O merupakan peristiwa endotermik, artinya membutuhkan panas untuk dapat melepaskan air
Universitas Sumatera Utara
49
tersebut. Sedangkan tiga puncak eksotermik terdapat masing-masing pada suhu sekitar 300, 700 dan 940
o
C. Keadaan ini menyatakan bahwa proses terbentuknya fasa monoferrite BaOFe
2
O
3
dan barium hexaferrite BaFe
12
O
19
, seperti terlihat pada reaksi berikut lairdtech, 2013:
Gambar 4.1 Kurva DTA dari bahan magnet keramik BaFe
12
O
19
dengan menggunakan bahan baku BaCO
3
dan Fe
2
O
3
teknis.
4.2 Porositas