HUBUNGAN POLA ASUH DEMOKRATIS DENGAN KEDISIPLINAN SISWA KELAS V SD NEGERI KECAMATAN BANGSRI KABUPATEN JEPARA

(1)

i

HUBUNGAN POLA ASUH DEMOKRATIS

DENGAN KEDISIPLINAN SISWA KELAS V

SD NEGERI KECAMATAN BANGSRI

KABUPATEN JEPARA

SKRIPSI

disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan

oleh

Salis Ulfa Fariha

1401412301

JURUSAN PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR

FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG

2016


(2)

ii

PERNYATAAN KEASLIAN

Yang bertanda tangan dibawah ini,

Nama : Salis Ulfa Fariha

NIM : 1401412301

Jurusan/fakultas : PGSD/FIP

Judul skripsi : Hubungan Pola Asuh Demokratis dengan Kedisiplinan Siswa Kelas V SD Negeri Kecamatan Bangsri Kabupaten Jepara

menyatakan bahwa yang tertulis dalam skripsi ini benar-benar hasil karya sendiri bukan dari karya orang lain, baik sebagian atau seluruhnya. Pendapat atau temuan orang lain yang terdapat dalam skripsi ini dikutip dan dirujuk berdasarkan kode etik ilmiah.

Semarang, Agustus 2016 Peneliti,

Salis Ulfa Fariha NIM 1401412301


(3)

(4)

(5)

v

MOTO DAN PERSEMBAHAN

MOTO

“Untuk tiap usaha mendisiplinkan diri, akan ada reward-reward berkali lipat.” (Jim Rohn)

“Banyak orang mengatakan kecerdasan yang menjadikan seseorang ilmuan besar. Mereka keliru, karakterlah yang menjadikan mereka.” (Albert Einstein)

PERSEMBAHAN

Skripsi ini saya persembahkan sebagai ungkapan rasa syukur dan terima kasih kepada Ibu Mazidah dan Bapak Agus Salim S.Pd. yang tiada henti memberikan dukungan serta do’a.


(6)

vi

PRAKATA

Puji syukur kepada Allah SWT yang memberi limpahan karunia dan rahmat-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Hubungan Pola Asuh Demokratis dengan Kedisiplinan Siswa Kelas V SD Negeri Kecamatan Bangsri Kabupaten Jepara” dengan baik.

Keberhasilan dalam menulis skripsi ini tidak lepas dari bantuan semua pihak. Oleh karena itu penulis ucapkan terima kasih kepada:

1. Prof. Dr. Fathur Rokhman, M.Hum., Rektor Universitas Negeri Semarang yang telah memberikan kesempatan belajar di Unnes kepada peneliti,

2. Prof. Dr. Fakhruddin M.Pd., Dekan Fakultas Ilmu Pendidikan Unviersitas Negeri Semarang yang telah memberikan izin penelitian dan persetujuan pengesahan skripsi ini,

3. Drs. Isa Ansori, M.Pd., Ketua Jurusan Pendidikan Guru Sekolah Dasar Universitas Negeri Semarang.

4. Dra. Sri Susilaningsih, M.Pd., sebagai pembimbing I yang telah memberikan bimbingan dan motivasi sampai terselesaikan skripsi ini.

5. Drs. H. A. Zaenal Abidin, M.Pd., sebagai pembimbing II yang telah memberikan bimbingan dan motivasi sampai terselesaikan skripsi ini.

6. Dr. Sri Sulistyorini, M.Pd., sebagai penguji utama yang telah memberikan saran, arahan, dan bimbingan dalam penulisan skripsi ini.

7. Bapak dan Ibu Dosen Pendidikan Guru Sekolah Dasar Fakultas Ilmu Pendidikan Unnes yang telah memberikan banyak wawasan kepada peneliti. 8. Seluruh Kepala SDN Gugus Melati Kecamatan Bangsri Kabupaten Jepara

yang telah memberikan izin penelitian.

9. Seluruh guru dan siswa kelas V SDN Gugus Melati Kecamatan Bangsri Kabupaten Jepara yang telah membantu dalam penelitian.

10. Semua pihak yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu yang telah membantu proses penyelesaian skripsi ini.


(7)

vii

Semoga Allah SWT senantiasa melimpahkan rahmat, hidayah serta keselamatan dan kebahagian kepada semua pihak yang terkait dalam penyusunan skripsi ini. Penulis juga berharap skripsi ini bermanfaat bagi kita semua. Amin.

Semarang, Agustus 2016 Peneliti,


(8)

viii

ABSTRAK

Fariha, Salis Ulfa, 2016. Hubungan Pola Asuh Demokratis Dengan Kedisiplinan Siswa Kelas V SD Negeri Kecamatan Bangsri Kabupaten Jepara. Sarjana Pendidikan Guru Sekolah Dasar, Fakultas Ilmu Pendidikan, Universitas Negeri Semarang. Pembimbing: Dra. Sri Susilaningsih, M.Pd. dan Drs. H. A. Zaenal Abidin, M.Pd

Pola asuh demokratis merupakan cara pengasuhan orang tua yang mendahulukan kepentingan bersama di atas kepentingan individu anak, orang tua tidak dapat berbuat semena-mena dan anak diberikan kebebasan yang bertanggung jawab. Berdasarkan observasi yang dilakukan di SDN Kecamatan Bangsri Kabupaten Jepara terdapat suatu permasalahan yaitu kurangnya kedisiplinan siswa karena beberapa faktor salah satunya karena siswa kurang dibiasakan disiplin. Orang tua memiliki peran penting dalam mengasuh dan membimbing anak, salah satunya yaitu mengajarkan kedisiplinan pada anak. Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah adakah hubungan yang signifikan antara pola asuh demokratis dengan kedisiplinan siswa kelas V SD Negeri Kecamatan Bangsri Kabupaten Jepara? Sedangkan tujuan dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan yang signifikan antara pola asuh demokratis dengan kedisiplinan siswa kelas V SD Negeri Kecamatan Bangsri Kabupaten Jepara.

Peneliti menggunakan jenis penelitian kuantitatif korelasional untuk menguji hubungan dua variabel. Populasinya adalah seluruh siswa kelas V SD Negeri Kecamatan Bangsri Kabupaten Jepara yang berjumlah 180 siswa. Sampel penelitian sebanyak 54 siswa dengan teknik pengambilan sampel proportional random sampling. Penelitian ini menggunakan metode kuesioner (angket), wawancara, dan dokumentasi. Pengujian hipotesis menggunakan teknik korelasi product moment.

Hasil penelitian menunjukkan adanya hubungan yang signifikan antara pola asuh demokratis dengan kedisiplinan siswa yaitu r hitung sebesar 0,270 dengan

tingkat hubungan rendah. Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara pola asuh demokratis dengan kedisiplinan siswa kelas V SD Negeri Kecamatan Bangsri Kabupaten Jepara karena rhitung > rtabel yaitu sebesar r hitung 0,270 > r tabel 0,266. Dengan tingkat

hubungan adalah rendah. Saran yang berkaitan dengan penelitian ini bagi guru dan orang tua ialah membiasakan anak untuk disiplin, bagi siswa; selalu menjaga kedisiplinan.


(9)

ix

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ...i

PERNYATAAN KEASLIAN ...ii

PERSETUJUAN PEMBIMBING ...iii

PENGESAHAN KELULUSAN ...iv

MOTTO DAN PERSEMBAHAN ...v

PRAKATA ...vi

ABSTRAK ...viii

DAFTAR ISI ...ix

DAFTAR LAMPIRAN ...xiii

DAFTAR TABEL ...xiiv

DAFTAR BAGAN ...xvi

DAFTAR GAMBAR ...xvii

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah ...1

1.2 Rumusan Masalah ...9

1.3 Tujuan Penelitian ...10

1.4 Manfaat Penelitian ...10

BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori ...12


(10)

x

2.1.1.1 Pengertian Pola Asuh ...12

2.1.1.2 Ragam Pola Asuh ...13

2.1.1.3 Pola Asuh Demokratis...14

2.1.1.4 Ciri-ciri Pola Asuh Demokratis ...15

2.1.2 Kedisiplinan ...17

2.1.2.1 Pengertian Kedisiplinan ...17

2.1.2.2 Manfaat Disiplin...20

2.1.2.3 Fungsi Disiplin ...21

2.1.2.4 Faktor yang Mempengaruhi dan Membentuk disiplin ...24

2.1.3 Hubungan Pola Asuh Demokratis dengan Kedisiplinan Siswa ...27

2.2 Kajian Empiris ...28

2.3 Kerangka Berpikir ...33

2.4 Hipotesis Penelitian ...35

2.5 Definisi Operasional...35

BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis dan Desain Penelitian ...36

3.1.1 Jenis Penelitian ...36

3.1.2 Desain Penelitian ...36

3.1.3 Prosedur Penelitian...37

3.2 Subjek, lokasi, dan waktu penelitian ...38

3.2.1 Subjek Penelitian ...38

3.2.2 Lokasi Penelitian ...38

3.2.3 Waktu Penelitian ...38


(11)

xi

3.3.1 Populasi Penelitian ...39

3.3.2 Sampel Penelitian ...40

3.4 Variabel Penelitian ...42

3.4.1 Variabel Bebas ...42

3.4.2 Variabel Terikat ...42

3.5 Teknik Pengumpulan Data ...42

3.5.1 Wawancara ...42

3.5.2 Angket ...44

3.5.3 Dokumentasi ...47

3.6 Instrumen Penelitian...47

3.6.1 Uji Validitas Instrumen ...48

3.6.2 Uji Reliabilitas Instrumen ...51

3.7 Teknik Analisis Data ...52

3.7.1 Analisis Deskriptif ...53

3.7.2 Analisis Data Awal ...55

3.7.2.1 Uji Normalitas ...55

3.7.2.2 Uji Linieritas ...55

3.7.3 Analisis Data Akhir ...56

3.7.3.1 Uji Hipotesis ...56

3.7.3.2 Koefisien Determinasi ...57

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian ...58

4.1.1 Deskripsi Lokasi dan Subjek Penelitian ...58

4.1.2 Hasil Analisis Deskriptif ...59

4.2 Analisis Data Awal ...69

4.2.1 Hasil Uji Normalitas ...69

4.2.2 Hasil Uji Linieritas ...71

4.3 Analisis Data Akhir ...72

4.3.1 Uji Hipotesis ...72

4.3.2 Koefisen Determinasi ...73


(12)

xii

4.5 Implikasi Hasil Penelitian ...80

BAB V PENUTUP

5.1 Simpulan ...82 5.2 Saran ...82


(13)

xiii

DAFTAR LAMPIRAN

1. Daftar Nama Populasi ... 87

2. Daftar Nama Sampel ... 90

3. Kisi-kisi Uji Coba Intrumen Penelitian ... 93

4. Angket Uji Coba Penelitian ... 96

5. Hasil Uji Validitas Angket Pola Asuh Demokratis ... 99

6. Hasil Uji Validitas Angket Kedisiplinan Siswa ...101

7. Hasil Uji Reliabilitas Angket Pola Asuh Demokratis ...103

8. Hasil Uji Reliabilitas Angket Kedisiplinan Siswa ...105

9. Kisi-Kisi Instrumen Angket ...107

10. Angket Pola Asuh Demokratis dan Kedisiplinan Siswa ...110

11. Tabulasi Skor Variabel Pola Asuh Demokratis ...113

12. Tabulasi Skor Variabel Kedisiplinan Siswa ...115

13. Tabulasi Skor Perindikator Pola Asuh Demokratis ...118

14. Tabulasi Skor Perindikator Kedisiplinan Siswa ...121

15. Kisi-Kisi Pedoman Wawancara Pola Asuh Demokratis ...124

16. Pedoman Wawancara Orang Tua Siswa ...125

17. Hasil Wawancara Orang Tua Siswa ...126

18. Hasil Analisis Data Awal Normalitas dan Linearitas ...127

19. Hasil Analisis Data Akhir Uji Korelasi Product Moment dan Koefisien Determinasi ...128

20. Dokumentasi Penelitian ...129


(14)

xiv

DAFTAR TABEL

3.1 Daftar Siswa Kelas V SDN Gugus Melati Bangsri Jepara ... 39

3.2 Pengambilan Sampel Proporsi ... 41

3.3 Kisi-Kisi Pedoman Wawancara Pola Asuh Demokratis ... 43

3.4 Pedoman Wawancara Pola Asuh Demokratis ... 44

3.5 Kisi-Kisi Instrumen Angket Pola Asuh Demokratis ... 45

3.6 Kisi-Kisi Instrumen Angket Kedisiplinan Siswa ... 46

3.7 Hasil Uji Validitas Angket Pola Asuh Demokratis ... 50

3.8 Hasil Uji Validitas Angket Kedisiplinan Siswa ... 50

3.9 Kategori Variabel Pola Asuh Demokratis ... 54

3.10 Kategori Variabel Kedisiplinan Siswa ... 54

4.1 Data Siswa SDN Gugus Melati Kecamatan Bangsri Kabupaten Jepara ... 58

4.2 Data skor angket pola asuh demokratis orang tua siswa kelas V SDN Gugus Melati Kecamatan Bangsri Kabupaten Jepara ... 59

4.3 Distribusi Skor Variabel Pola Asuh Demokratis ... 61

4.4 Distribusi Skor Indikator Ada Kerjasama Antara Anak dan Orang tua ... 62

4.5 Distribusi Skor Indikator Ada Kontrol dari Orang Tua yang Tidak Kaku ... 62

4.6 Distribusi Skor Indikator Ada Bimbingan dan Pengarahan dari Orang Tua .. 63

4.7 Distribusi Skor Indikator Mengajarkan Anak Mengembangkan Disiplin ... 64

4.8 Distribusi Skor Indikator Mentolerir Jika Anak Melakukan Kesalahan ... 64

4.9 Data Skor Angket Variabel Kedisiplinan Siswa ... 65

4.10 Distribusi Skor Variabel Kedisiplinan Siswa Kelas V SD Negeri Gugus Melati Kecamatan Bangsri Kabupaten Jepara ... 67

4.11 Distribusi Skor indikator Ketaatan ... 68

4.12 Distribusi Skor indikator Kepatuhan ... 68

4.13 Distribusi Skor indikator Ketertiban ... 69

4.14 Hasil Uji Normalitas ... 70

4.15 Hasil Output SPSS Uji Linearitas Pola Asuh Demokratis terhadap Kedisiplinan Siswa ... 71


(15)

xv

4.16 Hasil Uji Korelasi ... 72 4.17 Hasil Output SPSS Koefisien Determinasi ... 73


(16)

xvi

DAFTAR BAGAN

2.1 Kerangka Berpikir ... 34 3.1 Desain Penelitian ... 37


(17)

xvii

DAFTAR GAMBAR

4.1 Diagram Hasil Angket Pola Asuh Demokratis ... 61 4.2 Diagram Hasil Angket Kedisiplinan Siswa... 67


(18)

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Peran orang tua dalam membesarkan dan mengasuh anak bukanlah hal yang sepele. Dibutuhkan kekompakan dan kompromi masing-masing orang tua dalam mengawal dan mempraktikkan konsep dan tujuan pola asuh yang sesuai dengan karakter anak. Peran aktif orang tua dalam pendidikan anak, telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pada Bab IV Pasal 7 dimana, “Orang tua berhak berperan serta dalam memilih satuan pendidikan dan memperoleh informasi tentang perkembangan pendidikan anaknya. Dan orang tua dari anak usia wajib belajar, berkewajiban memberikan pendidikan dasar kepada anaknya”. Orang tua memiliki tanggung jawab untuk menentukan masa depan anaknya, begitu pula dengan pembentukan karakter dalam diri anak.

Sebagaimana telah diketahui bahwa keluarga adalah pondasi yang membangun karakter maupun kepribadian anak. Orang tua mempunyai waktu yang lebih banyak untuk bersama anaknya, sehingga kepribadian anak terbentuk berdasarkan pola asuh orang tua. Pembentukan kepribadian dapat terjadi melalui apa yang dilihat oleh anak, contohnya perkataan dan tingkah laku yang dilakukan orang tuanya. Banyak peristiwa mengenai perilaku menyimpang siswa, yang menyoroti masalah kegagalan kepribadian siswa adalah kegagalan sekolah dalam


(19)

2

mendidik anak. Untuk menanggulangi kekurangan moral dan perilaku menyimpang siswa maka maka pendidikan sekarang ini menekankan pada pendidikan karakter.

Pendidikan karakter merupakan perwujudan dari pengamalan nilai-nilai pancasila, dan secara eksplisit Pendidikan Karakter (watak) adalah amanat Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pada pasal 3 menegaskan bahwa, “Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan membentuk watak, serta peradaban bangsa yang martabat, dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga Negara yang demokratis serta bertanggungjawab.”

Pembentukan karakter merupakan salah satu tujuan dari pendidikan. Berdasarkan Undang-Undang RI No. 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional menetapkan bahwa “Tujuan pendidikan adalah untuk mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab”.

Keluarga merupakan dunia pertama yang dikenal anak karena keluarga menjadi lingkungan tempat anak belajar menanggapi dunia luar, berinteraksi dengan teman,serta beradaptasi dengan lingkungan sekolah. Di dalam keluarga anak mendapat perlakuan dan pendidikan serta komunikasi yang penuh untuk


(20)

meningkatkan hubungan yang baik antara orang tua dengan anak karena sebagian besar waktu anak di habiskan bersama anggota keluarga.

Orang tua mempunyai cara sendiri dalam mendidik anak sebagai pribadi yang berguna. Oleh karena itu cara pola asuh yang dilakukan orang tua tidak lepas dalam membentuk kepribadian anak. Menurut Mussen (dalam Erma Lestari, 2009) pola asuh adalah cara yang digunakan orang tua dalam mencoba berbagai strategi untuk mendorong anak mencapai tujuan yang diinginkan. Pola asuh orang tua yang diterima oleh setiap siswa sangatlah beragam, hal ini tergantung dari cara pola asuh keluarga yang diterapkan oleh orang tua kepada anaknya.

Pola asuh merupakan pencerminan tingkah laku orang tua yang diterapkan kepada anak secara dominan. Hal ini sesuai dengan pendapat Hetherling dan Whiting (dalam Walgito, 2010: 215) yang mengatakan bahwa pola asuh adalah suatu tingkah laku orang tua yang secara dominan muncul dalam keseluruhan interaksi antara orang tua dan anak. Dikatakan dominan karena pola asuh yang diterapkan dilakukan secara penuh dan terus menerus, sepanjang kehidupan anak. Tidak ada satu hari pun lepas dari asuhan dan didikan orang tua, bahkan ketika anak sudah dewasa. Sebagai orang tua harus memberikan pola asuh yang sesuai dengan anak karena tampak banyak pelanggaran moral yang dilakukan oleh siswa SD yaitu datang terlambat saat ke sekolah, tidak memakai atribut lengkap saat upacara, membuang sampah tidak pada tempatnya,dan lain-lain. Penyebabnya diduga karena pemberian pola asuh yang tidak tepat.


(21)

4

Djamarah (2014:51) mengemukakan bahwa pola asuh orang tua dalam keluarga berarti kebiasaan orang tua, ayah dan atau ibu, dalam memimpin, mengasuh, dan membimbing anak dalam keluarga. Mengasuh dalam arti menjaga dengan cara merawat dan mendidiknya. Membimbing dengan cara membantu, melatih, dan sebagainya.

Menurut Walgito (2010:218), bentuk pola asuh orang tua ada tiga macam, yaitu: pola asuh otoriter, demokratis, dan permisif. Dimana dari masing-masing pola pengasuhan tersebut mempunyai dampak yang berbeda-beda bagi perkembangan anak. Bentuk pola asuh yang diplih orang tua kepada anak menjadi salah satu faktor yang menentukan karakter anak. Perbedaan pola asuh dari orang tua seperti ini dapat berpengaruh terhadap perbedaan pembentukan dan perkembangan perilaku disiplin yang dimiliki anak. Dari ketiga bentuk pola asuh orang tua kepada siswa, bentuk pola asuh demokratislah yang merupakan pola asuh paling baik diterapkan oleh orang tua kepada anaknya. Karena dalam pola asuh demokrtis, orang tua memberikan kebebasan kepada anak untuk memilih dan melakukan suatu tindakan dengan memperhatikan aturan dan norma yang berlaku, serta pendekatannya kepada anak bersifat hangat.

Menurut Helmawanti (2014:139) pola asuh demokratis adalah pola asuh yang menggunakan komunikasi dua arah (two ways communication). Kedudukan antara orang tua dan anak dalam berkomunikasi sejajar. Suatu keputusan diambil bersama dengan mempertimbangkan (keuntungan) kedua belah pihak (win-win solution). Anak diberi kebebasan yang bertanggung jawab. Artinya, apa yang dilakukan anak tetap harus ada di bawah pengawasan orang tua dan dapat


(22)

dipertanggung jawabkan secara moral. Orang tua dan anak tidak dapat berbuat semena-mena pada salah satu pihak atau kedua belah pihak tidak dapat memaksakan sesuatu tanpa berkomunikasi terlebih dahulu dan keputusan akhir disetujui oleh keduanya tanpa merasa tertekan.

Keluarga merupakan tempat pertama dan utama dalam membentuk kepribadian anak, salah satunya dengan menerapkan disiplin. Tujuan disiplin adalah mengarahkan anak agar mereka belajar mengenai hal-hal baik yang merupakan persiapan bagi masa dewasa, saat mereka sangat bergantung kepada disiplin diri. Tugas utama dari keluarga bagi pendidikan anak adalah sebagai peletak dasar bagi pendidikan akhlak dan pandangan hidup keagamaan. Sikap dan tabiat anak sebagian besar diambil dari kedua orang tua dan dari anggota keluarga yang lain. Dimana pemberian pola pengasuhan yang positif akan berdampak baik pada perkembangan anak, begitu juga sebaliknya, pola pengasuhan yang tidak baik akan berdampak tidak baik juga pada perkembangan anak.

Menurut Daryanto (2013:49) disiplin pada dasarnya control diri dalam mematuhi aturan baik yang dibuat oleh diri sendiri maupun di luar diri baik keluarga, lembaga pendidikan, masyarakat, bernegara maupun beragama. Disiplin juga merujuk pada kebebasan individu untuk tidak bergantung pada orang lain dalam memilih, membuat keputusan, tujuan, melakukan perubahan perilaku, pikiran maupun emosi sesuai dengan prinsip yang diyakini dari aturan moral yang dianut.

Benhard (dalam Shochib 2010:3) menyatakan bahwa tujuan disipln diri adalah mengupayakan pengembangan minat anak dan mengembangkan anak


(23)

6

menjadi manusia yang baik, yang akan menjadi sahabat, tetangga, dan warga negara yang baik. Dalam hal ini terdapat perbedaan yang fundamental antara keluarga di barat dengan keluarga di Indonesia dalam mengupayakan anak untuk memiliki dasar-dasar dan mengembangkan disiplin diri.

Shochib (2010:16) menyatakan bahwa keterkaitan pola asuh orang tua dengan anak berdisiplin diri dimaksudkan sebagai upaya orang tua dalam meletakkan dasar-dasar disiplin diri kepada anak membantu mengembangkannya sehingga anak memiliki disiplin diri. Intensitas kebutuhan anak untuk mendapatkan bantuan dari orang tua bagi kepemilikan dan pengembangan dasar-dasar disiplin diri, menunjukkan adanya kebutuhan internal, yaitu:

1. Tingkat rendah, apabila anak masih membutuhkan banyak bantuan dari orang tua untuk memiliki dan mengembangkan dasar-dasar disiplin diri (berdasarkan naluri).

2. Tingkat menengah, apabila anak kadang-kadang masih membutuhkan bantuan dari orang tua untuk memiliki dan mengembangkan dasar-dasar disiplin diri (berdasarkan nalar).

3. Tingkat tinggi, apabila anak sedikit sekali atau tidak lagi memerlukan bantuan serta control orang tua untuk memiliki dan mengembangkan dasar-dasar disiplin diri (berdasarkan kata hati).

Tapi pada kenyataannya masih sering ditemui perilaku tidak disiplin di lingkungan sekolah, termasuk di sekolah dasar yang akan diteliti. Sebagai contoh antara lain datang ke sekolah tidak tepat waktu, tidak memakai seragam yang lengkap, membolos sekolah, mengumpulkan tugas tidak tepat waktu, dan


(24)

lain-lain. Ini dikarenakan orang tua tidak mengajarkan anak dalam mengembangkan disiplin diri, tidak mengajarkan kepada anak untuk mengembangkan tanggung jawab atas setiap perilaku dan tindakannya, dan orang tua tidak bersifat demokratis.

Gordon (dalam Syamaun 2012:28) mengemukakan bahwa ciri pola asuh orang demokratis adalah menerima, kooperatif, terbuka terhadap anak, mengajar anak untuk mengembangkan disiplin diri, jujur, dan ikhlas dalam menghadapi masalah anak-anak, memberikan penghargaan positif kepada anak tanpa dibuat-buat, mengajarkan kepada anak untuk mengembangkan tanggung jawab atas setiap perilaku dan tindakannya, bersikap akrab dan adil, tidak cepat menyalahkan, memberian kasih sayang dan kemesraan kepada anak.

Penelitian yang mendukung dalam hal ini adalah penelitian yang dilakukan oleh Rizki Lestari dalam jurnal pendidikan, dengan judul “Hubungan Pola Asuh Orang Tua dengan Kedisiplinan Siswa Kelas V Gugus I Hang Nadim Kecamatan Tampan Kota Pekanbaru”, hasil penelitian menunjukkan ada hubungan yang signifikan antara pola asuh orang tua otoriter, demokratis, permisif, dan abai dengan kedisiplinan siswa kelas V Gugus I Hang Nadim Kecamatan Tampan Kota Pekanbaru. Dimana pola asuh otoriter memiliki > atau 5,6172 > 1,671, pola asuh demokratis memiliki > atau 4,5738 > 1,671, pola asuh permisif memiliki > atau 3,9028 > 1,671, pola asuh abai memiliki > atau 3,1071 > 1,671.

Penelitian ini juga diperkuat oleh penelitian yang dilakukan Jihan Filisyamala, dkk dalam jurnal Pendidikan pada bulan April 2016 yang berjudul “Bentuk Pola Asuh Demokatis dalam Kedisiplinan Siswa SD”, hasil penelitian


(25)

8

menunjukkan bahwa bahwa bentuk pola asuh demokratis merupakan suatu pola dimana orang tua memberikan kebebasan pada siswa untuk memilih dan melakukan suatu tindakan tetapi tetap sesuai dengan batasan-batasan yang telah disetujui bersama. Orangtua mendorong siswa untuk mandiri dengan tetap menjaga batasan dan kontrol pada tindakan mereka. Dalam menerapkan suatu aturan dalam bentuk pola asuh demokratis, adanya hubungan yang bersifat hangat dan terbuka baik antara orangtua dengan anak, serta adanya sikap saling menghargai satu sama lain. Melalui aturan yang dibuat bersama membuat munculnya kesadaran diri siswa untuk mematuhi aturan tersebut, sehingga akan tercipta perilaku disiplin yang baik pada siswa.

Dalam jurnal internasional yang berjudul “Harsh Discipline and Child Problem Behavior The Role of Positive Parenting and Gender”, Penelitian yang dilakukan oleh Laura dkk, Vol. 10, Tahun 2007, penelitian menunjukkan bahwa anak laki-laki yang disiplin dan fisik yang lebih keras dibandingkan anak perempuan, dengan ayah memanfaatkan disiplin fisik yang lebih keras dengan anak laki-laki daripada ibu. Kedua jenis disiplin keras yang terkait dengan masalah keunikan perilaku anak setelah pengasuhan positif diperhitungkan. Gender anak tidak mempengaruhi, tapi satu dimensi positif parenting yaitu, kehangatan orangtua disajikan untuk menjauhkan anak dari pengaruh merugikan dari disiplin fisik yang keras.

Hasil pengamatan yang dilakukan oleh peneliti di kelas V SD Negeri Gugus Melati Bangsri Jepara, ditemukan perilaku ketidakdisiplinan siswa baik di luar kelas maupun di dalam kelas. Beberapa perilaku ketidakdisiplinan di luar kelas


(26)

yang diamati peneliti yaitu siswa terlambat datang ke sekolah, bertengkar dengan temannya, tidak berbaris rapi dalam pelaksanaan upacara bendera, membuang sampah sembarangan. Perilaku ketidakdisiplinan di dalam kelas juga ditemukan oleh peneliti yaitu siswa yang mengenakan seragam tidak lengkap, terdapat coretan-coretan didinding dan di meja kelas, tidak membawa buku pelajaran sesuai jadwal, mengumpulkan tugas tidak tepat waktu atau bahkan tidak mengerjakan tugas, dan ramai saat guru atau teman menjelaskan di depan kelas.

Namun ternyata masih terdapat siswa yang memiliki disiplin yang tinggi. Hal ini ditunjukkan dalam mengikuti proses pembelajaran, terdapat siswa yang memperhatikan pada saat guru menjelaskan di depan, membuang sampah pada tempatnya, mengerjakan pekerjaan rumah, dan datang ke sekolah tepat waktu.

Berdasarkan latar belakang masalah tersebut, peneliti akan mengkaji masalah ini dengan melakukan sebuah penelitian yang berjudul “Hubungan Pola Asuh Demokratis dengan Kedisiplinan Siswa Kelas V SD Negeri Gugus Melati Kecamatan Bangsri Kabupaten Jepara”. Penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai referensi bagi guru maupun orang lain yang ingin tahu lebih dalam mengenai pola asuh demokratis.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan di atas, maka rumusan masalah yang akan dikemukakan adalah:

Adakah hubungan yang signifikan antara pola asuh demokratis dengan kedisiplinan siswa kelas V SD Negeri Gugus Melati Kecamatan Bangsri Kabupaten Jepara?


(27)

10

1.3 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan yang ingin diperoleh dalam penelitian ini ialah:

Untuk mengetahui arah hubungan antara pola asuh demokratis dengan kedisiplinan siswa Kelas V SD Negeri Gugus Melati Kecamatan Bangsri Kabupaten Jepara.

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Manfaat Teoritis

Secara teoritis penelitian ini diharapkan mampu memberikan pengetahuan kepada pembaca mengenai hubungan pola asuh orang tua dengan kedisiplinan siswa kelas V SDN Gugus Melati Kecamatan Bangsri Kabupaten Jepara.

1.4.2 Manfaat praktis

Selain manfaat teoritis, dalam penelitian korelasionl ini diharapkan memberi manfaat praktis bagi:

a. Bagi siswa

Dengan penelitian ini diharapkan siswa dapat meningkatkan kedisiplinan di sekolah dan lingkungannya.

b. Bagi guru

Peneliti berharap melalui penelitian ini guru dapat termotivasi untuk meningkatkan kedisiplinan siswa dengan memberikan penyuluhan kepada orang tua tentang pentingnya disiplin.


(28)

Dengan penelitian ini diharapkan orang tua tergugah hatinya untuk memperhatikan penerapan pola asuh yang telah dilakukan dan memahami pentingnya disiplin pada anak.


(29)

12

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Kajian Teori

2.1.1 Hakikat Pola Asuh

2.1.1.1 Pengertian Pola Asuh

Djamarah (2014:51) mengemukakan bahwa pola asuh orang tua dalam keluarga berarti kebiasaan orang tua, ayah dan atau ibu, dalam memimpin, mengasuh, dan membimbing anak dalam keluarga. Mengasuh dalam arti menjaga dengan cara merawat dan mendidiknya. Membimbing dengan cara membantu, melatih, dan sebagainya.

Pengasuhan atau sering disebut pola asuh berarti bagaimana orang tua memperlakukan anak, mendidik, membimbing, dan mendisiplinkan serta melindungi anak dalam mencapai proses kedewasaan. Menurut Kohn (dalam Casmini, 2007:47) pengasuhan merupakan cara orang tua berinteraksi dengan anak yang meliputi, pemberian hadiah, aturan, hukuman dan pemberian perhatian, serta tanggapan terhadap parilaku anak.

Pola asuh orang tua merupakan pola interaksi antara orang tuadan anak selama mengadakan kegiatan pengasuhan. Yaitu cara-cara penataan tingkah laku anak yang diterapkan oleh orang tua sebagai wujud tanggung jawab dalam pembentukan kedewasaan anak. Orang tua merupakan faktor yang sangat berpengaruh dalam pertumbuhan kepribadian seseorang, karena hubungan antara


(30)

anak dan orang tua lebih bersifat pengasuhan secara langsung. Dalam kegiatan pengasuhan ini tidak hanya berarti bagaimana orang tua memperlakukan anak, tapi juga bagaimana orang tua mendidik anak, membimbing, mengajarkan disiplin. Ada 3 ragam pola asuh orang tua, yaitu pola asuh otoriter, demokratis, dan permisif.

2.1.1.2 Ragam Pola Asuh

Menurut Baumrind (dalam Ubaedy, 2009:45) ragam pola asuh orang tua ada 3,yaitu:

a. Pola Asuh Otoritatif atau Demokratis (Authoritatif)

Orang tua yang otoritatif memberikan arahan yang kuat pada seluruh aktivitas anak, namun tetap memberikan wilayah yang bebas ditentukan si anak. Mekanisme control yang dipakai tidak kaku, tidak mengancam dengan hukuman, dan menghilangkan batasan-batasan yang tidak terlalu penting.

b. Pola Asuh Authoritarian (Otoriter)

Orang tua yang otoritarian berusaha membentuk anak, mengontrol seluruh aktivitas anak berdasarkan nilai tradisional yang berlaku dalam keluarga, dan memberikan standar perilaku yang baku. Orang tua memegang kepalanya dan sekaligus kakinya. Orang tua lebih sering memberikan tekanan, kewajiban, dan memberikan ancaman. Orang tua melihat anaknya adalah makhluk yang ia miliki sepenuhnya dan ingin dibentuk sesuai dengan keinginannya. Pola asuh seperti ini kerap menimbulkan ketegangan.

c. Pola Asuh Permissive (Permisif)

Orang tua yang permisif cenderung mencari aman, menghindari hal-hal yang sulit, menerima atau mengikuti apa kemauan si anak secara utuh. Orang tua


(31)

14

permisif memperbolehkan apa yang diinginkan anak. Anak diberikan kesempatan seluas-luasnya untuk mengontrol tindakannya. Posisi orang tua di sini sebagai penegas saja atas apa yang dikonsultasikan anak kepadanya.

Tipe pola asuh yang terbaik dari semua tipe pola asuh adalah pola asuh demokratis, hal ini dikemukakan oleh Djamarah (2014:61). Hal ini disebabkan tipe pola asuh demokratis selalu mendahulukan kepentingan bersama di atas kepentingan individu.

2.1.1.3 Pola Asuh Demokratis

Menurut Helmawanti (2014:139) pola asuh demokratis adalah pola asuh yang menggunakan komunikasi dua arah (two ways communication). Kedudukan antara orang tua dan anak dalam berkomunikasi sejajar. Suatu keputusan diambil bersama dengan mempertimbangkan (keuntungan) kedua belah pihak (win-win solution). Anak diberi kebebasan yang bertanggung jawab. Artinya, apa yang dilakukan anak tetap harus ada di bawah pengawasan orang tua dan dapat dipertanggung jawabkan secara moral. Orang tua dan anak tidak dapat berbuat semena-mena pada salah satu pihak atau kedua belah pihak tidak dapat memaksakan sesuatu tanpa berkomunikasi terlebih dahulu dan keputusan akhir disetujui oleh keduanya tanpa merasa tertekan.

Tipe pola asuh demokratis menurut Djamarah (2014:61) adalah tipe pola asuh yang terbaik dari semua tipe pola asuh yang ada. Hal ini disebabkan tipe pola asuh ini selalu mendahulukan kepentingan bersama di atas kepentingan individu anak. Tipe ini adalah tipe pola asuh orang tua yang tidak banyak menggunakan


(32)

kontrol terhadap anak. Pola ini dapat digunakan untuk anak SD, SLTP, SLTA, dan perguruan tinggi.

Pola asuh orang tua adalah sikap atau perlakuan orang tua dalam berinteraksi dengan anak untuk menamkan pendidikan, memenuhi kebutuhan dan memberi perlindungan dalam kehidupan sehari-hari. Berikut akan dijelaskan tentang bagaimana ciri-ciri pola asuh demokratis.

2.1.1.4 Ciri-ciri Pola Asuh Demokratis

Menurut Suyanto (2010:94), ciri-ciri pola asuh demokratis: 1) ada kerjasama antara orang tua-anak; 2) anak diakui sebagai pribadi; 3) ada bimbingan dan pengarahan dari orang tua; 4) ada control dari orang tua yang tidak kaku. Sedangkan Gordon (dalam Syamaun 2012:28) mengemukakan bahwa ciri pola asuh orang tua tipe demokratis: 1) menerima, kooperatif, terbuka terhadap anak; 2) mengajar anak untuk mengembangkan disiplin diri, jujur, dan ikhlas dalam menghadapi masalah anak-anak; 3) memberikan penghargaan positif kepada anak tanpa dibuat-buat, mengajarkan kepada anak untuk mengembangkan tanggung jawab atas setiap perilaku dan tindakannya; 4) bersikap akrab dan adil, tidak cepat menyalahkan, memberian kasih sayang dan kemesraan kepada anak.

Ciri-ciri pola asuh demokratis menurut Hurlock (dalam Walgito 2010:219) adalah sebagai berikut: 1) apabila anak harus melakukan suatu aktifitas, orang tua memberikan penjelasan alasan perlunya hal tersebut diajarkan; 2) anak diberikan kesempatan untuk memberi alasan mengapa ketentuan itu dilanggar sebelum menerima hukuman; 3) hukuman diberikan berkaitan dengan perbuatannya dan


(33)

16

berat ringannya hukuman tergantung kepada pelanggarannya, 4) hadiah dan pujian diberikan oleh orang tua untuk perilaku yang diharapkan.

Djamarah (2014:61) mengemukakan bahwa ciri-ciri pola asuh demokratis adalah sebagai berikut: 1) dalam proses pendidikan terhadap anak selalu bertitik tolak dari pendapat bahwa manusia itu adalah makhluk yang termulia di dunia; 2) orang tua selalu berusaha menyelaraskan kepentingan dan tujuan pribadi dengan kepentingan anak; 3) orang tua senang menerima saran, pendapat, dan bahkan kritik dari anak; 4) mentolerir ketika anak membuat kesalahan dan memberikan pendidikan kepada anak agar jangan berbuat kesalahan dengan tidak mengurangi daya kreativitas, inisiatif dan prakarsa anak; 5) lebih menitikberatkan kerja sama dalam mencapai tujuan; 6) orang tua selalu berusaha menjadikan anak lebih sukses darinya.

Tipe pola asuh demokratis mengharapkan anak untuk bertanggungjawab dan mampu mengembangkan potensi kepemimpinan yang dimilikinya. Memiliki kepedulian terhadap hubungan antarpribadi dalam keluarga. Meskipun tampak kurang terorganisasi dengan baik, namun gaya ini dapat berjalan dalam suasana rileks dan memiliki kecenderungan untuk menghaslkan produktivitas dan kreativitas, karena tipe pola asuh demokratis ini mampu memaksimalkan kemampuan yang dimiliki anak. Selain itu pada pola asuh demokratis orang tua juga mengajarkan disiplin pada anak.

Dari kajian mengenai pola asuh demokratis dari beberapa tokoh di atas, peneliti mengembangkan dan menggunakannya sebagai indikator pola asuh demokratis. Indikator pola asuh demokratis meliputi: 1) ada kerjasama antara anak


(34)

dan orang tua (Suyanto(2010:94)); 2) ada control dari orang tua yang tidak kaku (Suyanto(2010:94)); 3) ada bimbingan dan pengarahan dari orag tua (Suyanto(2010:94)); 4) mengajarkan anak mengembangkan disiplin (Gordon (dalam Syamaun 2012:28)); 5) mentolerir jika anak melakukan kesalahan (Djamarah (2014:61))

2.1.2 Kedisiplinan

2.1.2.1 Pengertian Kedisiplinan

Kedisiplinan berasal dari kata disiplin, menurut Daryanto (2013:49) disiplin pada dasarnya control diri dalam mematuhi aturan baik yang dibuat oleh diri sendiri maupun di luar diri baik keluarga, lembaga pendidikan, masyarakat, bernegara maupun beragama. Disiplin juga merujuk pada kebebasan individu untuk tidak bergantung pada orang lain dalam memilih, membuat keputusan, tujuan, melakukan perubahan perilaku, pikiran maupun emosi sesuai dengan prinsip yang diyakini dari aturan moral yang dianut. Dalam perspektif umum disiplin adalah perilaku social yang bertanggung jawab dan fungsi kemandirian yang optimal dalam suatu relasi social yang berkembang atas dasar kemampuan mengelola/ mengendalikan, memotivasi dan independensi diri.

Pengertian disiplin terkait dengan dua karakteristik. Pertama cara berpikir tentang disiplin dan kedua terkait dengan multi dimensi yang berhubungan dengan pikiran, tindakan dan emosi. Implikasinya sering terjadi pembahasan yang tumpang tindih antara disiplin dengan fungsi kematangan individu yang lain seperti kompetensi, kemandirian, dan pengendalian diri. Kata kunci berbicara


(35)

18

disiplin adalah aktif merujuk pada fungsi independensi dalam pengembangan diri, pengelolaan diri dan perilaku serta tindakan atas dasar keputusan diri.

Seseorang dengan karakteristik yang sehat adalah orang yang mampu melakukan fungsi psikososial dalam berbagai setting termasuk: 1) kompetensi dalam bidang akademik, pekerjaan dan relasi social; 2) pengelolaan emosi dan mengontrol perilaku-perilau yang implusif; 3) kepemimpinan; 4) harga diri yang positif dan identitas diri. Disiplin dapat diukur atau dapat diobservasi baik secara emosional maupun tampilan perilaku. Disiplin berfungsi menyeimbangkan antara independensi, tindakan yang percaya diri dan hubungan positif-positif dengan orang lain agar perkembangan dan mampu menyesuaikan diri secara optimal.

Menurut Tu’u (2004: 30), istilah disiplin berasal dari bahasa latin “Diciplina” yang menunjuk pada kegiatan belajar dan mengajar. Istilah tersebut sangat dekat dengan istilah dalam bahasa Inggris “Disciple” yang berarti mengikuti orang untuk belajar di bawah pengawasan seorang pemimpin.Dalam kegiatan belajar tersebut, bawahan dilatih untuk patuh dan taat pada peraturan-peraturan, yang dibuat oleh pemimpin.

Istilah bahasa Inggris lainnya yakni discipline, berarti tertib, taat, atau mengendalikan tingkah laku, penguasaan diri, kendali diri, latihan membentuk, meluruskan, atau menyempurnakan sesuatu, sebagai kemampuan mental atau karakter moral, hukuman yang diberikan untuk melatih atau memperbaiki, kumpulan atau sistem peraturan-peraturan bagi tingkah laku.

Prijodarminto (1994) dalam Tu’u (2004:31) disiplin adalah suatu kondisi yang tercipta dan berbentuk melalui proses dari serangkaian perilaku yang


(36)

menunjukan nilai-nilai ketaatan, kepatuhan, ketertiban, kesetiaan, keteraturan dan keterikatan.

Sedangkan disiplin menurut Hurlock (Jilid 2:82), disiplin berasal dari kata “disciple”, yakni seorang yang belajar dari atau secara suka rela mengikuti seorang pemimpin. Orang tua dan guru merupakan pemimpin dan anak merupakan murid yang belajar dari mereka cara hidup yang menuju ke hidup yang berguna dan bahagia. Jadi disiplin merupakan cara masyarakat mengajar anak perilaku moral yang disetujui kelompok.

Maman Rachman (1999) dalam Tu’u (2004:32) menyatakan disiplin sebagai upaya mengendalikan diri dan sikap mental individu atau masyarakat dalam mengembangkan kepatuhan dan ketaatan terhadap peraturan dan tata tertib berdasarkan dorongan dan kesadaran yang muncul dari dalam hatinya.

Menurut Priyatna (2011:67) sejatinya, disiplin itu adalah tentang menjaga anak-anak tetap aman dan membantu mereka untuk tumbuh menjadi orang dewasa yang baik, sukses, dan bahagia. Saat anak melakukan kesalahan, meskipun sudah dari satu kali kita ingatkan, bersabarlah. Anak kita masih perlu banyak belajar. Dan terkadang, belajar dari kesalahan adalah cara belajar yang paling efektif dan akan teringat terus sepanjang masa. Kita harus selalu mencintai anak kita apa adanya. Sesungguhnya, inti dari disiplin adalah cinta.Kita menerapkan disiplin pada anak, karena kita benar-benar cinta pada mereka. Dan tentunya disiplin memiliki banyak manfaat.

Dengan demikian, dapat dipahami bahwa disiplin merupakan sesuatu yang menyatu di dalam diri seseorang. Bahkan, disiplin itu sesuatu yang menjadi


(37)

20

bagian dalam hidup seseorang, yang muncul dalam pola tingkah lakunya sehari-hari. Disiplin terjadi dan terbentuk sebagai hasil dan dampak proses pembinaan cukup panjang yang dilakukan sejak dari dalam keluarga dan sekolah menjadi tempat penting bagi pengembangan disiplin seseorang.

2.1.2.2 Manfaat Disiplin

Disiplin diperlukan oleh siapapun dan di manapun, begitupun seorang siswa dia harus disiplin baik itu disiplin dalam menaati tata tertib sekolah, disiplin dalam belajar di sekolah, disiplin dalam mengerjakan tugas, maupun disiplin dalam belajar di rumah, sehingga akan dicapai hasil belajar yang optimal. Disiplin berperan penting dalam membentuk individu yang berciri keunggulam. Menurut Tu’u (2004:37) disiplin penting karena alasan berikut ini: 1) dengan disiplin yang muncul karena kesadaran diri, siswa berhasil dalam belajarnya. Sebaliknya siswa yang kerap kali melanggar ketentuan sekolah pada umumnya terhambat optimalisasi potensi dan prestasinya; 2) tanpa disiplin yang baik, suasana sekolah dan juga kelas menjadi kurang kondusif bagi kegiatan pembelajaran. Secara positif disiplin memberi dukungan yang tenang dan tertib bagi proses pembelajaran; 3) orang tua senantiasa berharap di sekolah anak-anak dibiasakan dengan norma norma, nilai kehidupan, dan disiplin. Dengan demikian anak-anak dapat menjadi individu yang tertib, teratur, dan disiplin; 4) disiplin merupakan jalan bagi siswa untuk sukses dalam belajar dan kelak ketika bekerja.

Kesadaran pentingnya norma, aturan, kepatuhan, dan ketaatan merupakan prasyarat kesuksesan seseorang. Sedangkan menurut Maman Rachman (1999) dalam Tu’u (2004:35) pentingnya disiplin bagi para siswa adalah sebagai berikut:


(38)

1) memberi dukungan bagi terciptanya perilaku yang tidak menyimpang; 2) membantu siswa memahami dan menyesuaikan diri dengan tuntutan lingkungan; 3) cara menyelesaikan tuntutan yang ingin ditunjukan peserta didik terhadap lingkungannya; 4) untuk mengatur keseimbangan keinginan individu satu dengan individu lainnya; 5) menjauhi siswa melakukan hal-hal yang dilarang sekolah; 6) mendorong siswa melakukan hal-hal yang baik dan benar; 7) peserta didik belajar hidup dengan kebiasaan-kebiasaan yang baik, positif dan bermanfaat baginya dan lingkungannya; 8) kebiasaan baik itu menyebabkan ketenangan jiwanya dan lingkungannya.

Dari uraian di atas dapat diketahui bahwa disiplin sangat penting dan dibutuhkan oleh setiap siswa. Disiplin yang tumbuh secara sadar akan membentuk sikap, perilaku, dan tata kehidupan yang teratur serta dapat berfungsi menjadikan siswa sukses dalam belajar.

2.1.2.3 Fungsi Disiplin

Fungsi disiplin sangat penting untuk ditanamkan pada siswa, sehingga siswa menjadi sadar bahwa dengan disiplin akan tercapai hasilbelajar yang optimal. Fungsi disiplin menurut Tu’u (2004:38-44) adalah sebagai berikut:

a. Menata kehidupan bersama

Manusia merupakan mahluk sosial. Manusia tidak akan bisa hidup tanpa batuan orang lain. Dalam kehidupan bermasyarakat sering terjadi pertikaian antara sesama orang yang disebabkan karena benturan kepentingan, karena manusia selain sebagai mahluk sosial ia juga sebagai mahluk individu yang tidak lepas dari sifat egonya, sehingga kadang-kadang di masyarakat terjadi benturan antara


(39)

22

kepentingan pribadi dengan kepentingan bersama. Di sinilah pentingnya disiplin untuk mengatur tata kehidupan manusia dalam kelompok tertentu atau dalam masyarakat. Sehingga kehidupan bermasyarakat akan tentram dan teratur.

b. Membangun kepribadian

Kepribadian adalah keseluruhan sifat, tingkah laku yang khas yang dimiliki oleh seseorang. Antara orang yang satu dengan orang yang lain mempunyai kepribadian yang berbeda. Lingkungan yang berdisiplin baik sangat berpengaruh terhadap kepribadian seseorang. Apalagi seorang siswa yang sedang tumbuh kepribadiannya, tentu lingkungan sekolah yang tertib, teratur, tenang, dan tentram sangat berperan dalam membangun kepribadian yang baik.

c. Melatih kepribadian yang baik

Kepribadian yang baik selain perlu dibangun sejak dini, juga perlu dilatih karena kepribadian yang baik tidak muncul dengan sendirinya. Kepribadian yang baik perlu dilatih dan dibiasakan, sikap perilaku dan pola kehidupan dan disiplin tidak terbentuk dalam waktu yang singkat, namun melalui suatu proses yang membutuhkan waktu lama.

d. Pemaksaan

Disiplin akan tercipta dengan kesadaran seseorang untuk mematuhi semua ketentuan, peraturan, dan noma yang berlaku dalam menjalankan tugas dan tanggung jawab. Disiplin dengan motif kesadaran diri lebih baik dan kuat.Dengan melakukan kepatuhan dan ketaatan atas kesadaran diri bermanfaat bagi kebaikan dan kemajuan diri. Sebaliknya disiplin dapat pula terjadi karena adanya pemaksaan dan tekanan dari luar. Misalnya, ketika seorang siswa yang kurang


(40)

disiplin masuk ke satu sekolah yang berdisiplin baik, maka ia terpaksa harus menaati dan mematuhi tata tertib yang ada di sekolah tersebut.

e. Hukuman

Dalam suatu sekolah tentunya ada aturan atau tata tertib. Tata tertib ini berisi hal-hal yang positif dan harus dilakukan oleh siswa.Sisi lainnya berisi sanksi atau hukuman bagi yang melanggar tata tertib tersebut. Hukuman berperan sangat penting karena dapat memberi motifasi dan kekuatan bagi siswa untuk mematuhi tata tertib dan peraturan-peraturan yang ada, karena tanpa adanya hukuman sangat diragukan siswa akan mematuhi paraturan yang sudah ditentukan.

f. Menciptakan lingkungan yang kondusif

Disiplin di sekolah berfungsi mendukung terlaksananya proses kegiatan pendidikan berjalan lancar. Hal itu dicapai dengan merancang peraturan sekolah, yakni peraturan bagi guru-guru dan bagi para siswa, serta peraturan lain yang dianggap perlu. Kemudian diimplementasikan secara konsisten dan konsekuen, dengan demikian diharapkan sekolah akan menjadi lingkungan pendidikan yang aman, tenang, tentram, dan teratur.

2.1.2.4 Faktor-faktor yang Mempengaruhi dan Membentuk Disiplin

Perilaku disiplin tidak akan tumbuh dengan sendirinya, melainkan perlu kesadaran diri, latihan, kebiasaan, dan juga adanya hukuman. Bagi siswa disiplin belajar juga tidak akan tercipta apabila siswa tidak mempunyai kesadaran diri. Siswa akan disiplin dalam belajar apabila siswa sadar akan pentingnya belajar dalam kehidupannya. Penanaman disiplin perlu dimulai sedini mungkin mulai dari


(41)

24

dalam lingkungan keluarga. Mulai dari kebiasaan bangun pagi, makan, tidur, dan mandi harus dilakukan secara tepat waktu sehingga anak akan terbiasa melakukan kegiatan itu secara kontinyu. Menurut Tu’u (2004:48-49) mengatakan ada empat faktor dominan yang mempengaruhi dan membentuk disiplin yaitu:

a. Kesadaran diri

Sebagai pemahaman diri bahwa disiplin penting bagi kebaikan dan keberhasilan dirinya.Selain itu kesadaran diri menjadi motif sangat kuat bagi terwujudnya disiplin. Disiplin yang terbentuk atas kesadarn diri akan kuat pengaruhnya dan akan lebih tahan lama dibandingkan dengan disiplin yang terbentuk karena unsur paksaan atau hukuman.

b. Pengikutan dan ketaatan

Sebagai langkah penerapan dan praktik atas peraturan-peraturan yang mengatur perilaku individunya. Hal ini sebagai kelanjutan dari adanya kesadaran diri yang dihasilkan oleh kemampuan dan kemauan diri yang kuat.

c. Alat pendidikan

Untuk mempengaruhi, mengubah, membina, dan membentuk perilaku yang sesuai dengan nilai-nilai yang ditentukan atau diajarkan.

d. Hukuman

Seseorang yang taat pada aturan cenderung disebabkan karena dua hal, yang pertama karena adanya kesadarn diri, kemudian yang kedua karena adanya hukuman. Hukuman akan menyadarkan, mengoreksi, dan meluruskan yang salah, sehingga orang kembali pada perilaku yang sesuai dengan harapan.


(42)

Tu’u (2004:49-50) menambahkan masih ada faktor-faktor lain yang berpengaruh dalam pembentukan disiplin yaitu,

a. Teladan

Teladan adalah contoh yang baik yang seharusnya ditiru oleh orang lain. Dalam hal ini siswa lebih mudah meniru apa yang mereka lihat sebagai teladan (orang yang dianggap baik dan patut ditiru) daripada dengan apa yang mereka dengar. Karena itu contoh dan teladan disiplin dari atasan, kepala sekolah dan guru-guru serta penata usaha sangatberpengaruh terhadap disiplin para siswa.

b. Lingkungan berdisiplin

Lingkungan berdisiplin kuat pengaruhnya dalam pembentukan disiplin dibandingkan dengan lingkungan yang belum menerapkan disiplin. Bila berada di lingkungan yang berdisiplin, seseorang akan terbawa oleh lingkungan tersebut.

c. Latihan berdisiplin

Disiplin dapat tercapai dan dibentuk melalui latihan dan kebiasaan.Artinya melakukan disiplin secara berulang-ulang dan membiasakannya dalam praktik-praktik disiplin sehari-hari.

Sedangkan menurut Lemhanas (1997:15) terbentuknya disiplin karena alasan berikut.

a. Disiplin tidak terjadi dengan sendirinya, melainkan harus ditumbuhkan, dikembangkan, dan diterapkan dalam semua aspek, menerapkan sanksi serta dengan bentuk ganjaran dan hukuman sesuai dengan amal perbuatan para pelaku.


(43)

26

b. Disiplin seseorang adalah produk sosialisasi sebagai hasil interaksi dengan lingkungannya, terutama lingkungan sosial. Oleh karena itu, pembentukan disiplin tunduk pada kaidah-kaidah proses belajar.

c. Dalam membentuk disiplin ada pihak yang memiliki kekuasaan lebih besar, sehingga mampu mempengaruhi tingkah laku pihak lain karena tingkah laku yang diinginkannya.

Menurut Syamsu Yusuf (2009:175) pada saat mengenalkan konsep-konsep baik-buruk, benar-salah, atau menanamkan disiplin pada anak, orang tua dan guru hendaknya memberikan penjelasan tentang alasannya.Seperti (1) mengapa menggosok gigi sebelum tidur itu baik, (2) mengapa sebelum makan harus mencucui tangan; atau (3) mengapa tidak boleh membuang sampah sembarangan. Penanaman disiplin dengan disertai alasannya ini, diharapkan akan mengembangkan self-control atau self discipline (kemampuan mengendalikan diri, atau mendisiplinkan diri berdasarkan kesadaran sendiri) pada anak. Apabila penanaman disiplin ini tidak diiringi penjelasan tentang alasannya, atau bersifat doktriner, biasanya akan melahirkan sikap disiplin buta, apalagi jika disertai dengan perlakuan kasar.

Dari kajian-kajian menurut para tokoh di atas, peneliti dapat mengembangkan dan menetapkan indikator-indikator yang dijadikan sebagai acuan pembuatan kisi-kisi instrumen untuk mengukur tingkat kedisiplinan siswa. Indikator kedisiplinan siswa menurut Prijodarminto (2004:31) meliputi:

1. Ketaatan 2. Kepatuhan


(44)

3. Ketertiban

2.1.3 Hubungan Pola Asuh Demokratis dengan Kedisiplinan Siswa

Kedisiplinan siswa dapat dipupuk sejak kecil. Salah satu cara efektif yang dapat orang tua lakukan ialah dengan melatih anak untuk tidak melanggar suatu aturan atau membiasakan hal-hal baik yang diajarkan orang tuanya. Dengan demikian dapat melatih anak untuk berdisiplin diri.

Peran orang tua dalam membesarkan dan mengasuh anak bukanlah hal yang sepele. Dibutuhkan kekompakan dan kompromi masing-masing orang tua dalam mengawal dan mempraktikkan konsep dan tujuan pola asuh yang sesuai dengan karakter anak. Peran aktif orang tua dalam pendidikan anak, telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pada Bab IV Pasal 7 dimana, “Orang tua berhak berperan serta dalam memilih satuan pendidikan dan memperoleh informasi tentang perkembangan pendidikan anaknya. Dan orang tua dari anak usia wajib belajar, berkewajiban memberikan pendidikan dasar kepada anaknya”. Orang tua memiliki tanggung jawab untuk menentukan masa depan anaknya, begitu pula dengan pembentukan karakter dalam diri anak.

Pola asuh orang tua mempunyai pengaruh terhadap pembentukan karakter anak, salah satunya ialah disiplin diri. Orang tua dapat mengembangkan pola asuh secara positif untuk meningkatkan disiplin diri pada anak. Keterkaitan pola asuh orang tua dengan anak berdisiplin diri dimaksudkan sebagai upaya dalam meletakkan dasar-dasar disiplin kepada anak dan membantu mengembangkannya sehingga anak memiliki disiplin diri.


(45)

28

Menurut Gordon (dalam Syamaun, 2012:28), mengajarkan anak untuk disiplin diri merupakan salah satu ciri-ciri dari pola asuh demokratis. Pola asuh demokratis merupakan pola asuh yang selalu mendahulukan kepentingan bersama, dalam arti orang tua selalu mempertimbangkan segala sesuatu tanpa memaksakan kehendak orang tua. Anak diberikan kebebasan di bawah pengawasan orang tua dan dapat dipertanggung jawabkan secara moral. Sehingga apabila orang tua dapat menerapkan pola asuh demokratis yang baik pada anak, dapat mengembangkan sikap disiplin diri pada anak.

2.2 Kajian Empiris

Penelitian ini diperkuat oleh hasil penelitian yang dilakukan oleh beberapa peneliti sebelumnya tentang pola asuh demokratis dan kedisiplinan. Adapun hasil penelitian adalah sebagai berikut:

2.2.1 Penelitian yang telah dilakukan oleh Rizki Lestari dalam Jurnal Pendidikan yang berjudul “Hubungan Pola Asuh Orang Tua dengan Kedisiplinan Siswa Kelas V Gugus I Hang Nadim Kecamatan Tampan Kota Pekanbaru” dengan Vol. 2 No. 23 Tahun 2013, menunjukan ada hubungan yang signifikan antara pola asuh orang tua otoriter, demokratis, permisif, dan abai dengan kedisiplinan siswa kelas V Gugus I Hang Nadim Kecamatan Tampan Kota Pekanbaru. Dimana pola asuh otoriter memiliki > atau 5,6172> 1,671, pola asuh demokratis memiliki > atau 4,5738>1,671, pola asuh permisif memiliki > atau 3,9028 > 1,671,pola asuh abai memiliki > atau 3,1071 > 1,671.

2.2.2 Penelitian yang dilakukan oleh Nisha Pramawaty dalam Journal Nursing Studies yang berjudul “Hubungan Pola Asuh Orang Tua dengan Konsep Diri


(46)

Anak Usia Sekolah (10-12 Tahun)” dengan Vol.1 Nomor 1 Tahun 2012, hasil menunjukkan terdapat hubungan antara pola asuh orang tua dengan konsep diri anak usia sekolah (10-12 tahun) (x2=6.808; p=0.033). Pola asuh demokratis lebih banyak didapatkan anak dengan konsep diri positif 73,3%, sedangkan pola asuh otoriter dan permisif didapatkan lebih banyak anak dengan konsep diri negatif yaitu 18,9% dan 28,4%. Saran diberikan kepada para orang tua agar menerapkan pola asuh demokratis dimana anak 10-12 tahun dengan konsep diri positif terbanyak didapatkan dari pola asuh tersebut, pihak sekolah dan orang tua diharapkan mampu berkolaborasi untuk meningkatkan prestasi siswa sesuai minat dan kemampuannya, pada perawat komunitas diharapkan dengan perannya di masyarakat dapat membantu menemukan masalah dan memberikan pendidikan kesehatan terkait pola asuh orang tua dan konsep diri anak,

2.2.3 Penelitian yang dilakukan oleh Rengga Indrawati dan Ali Maksum yang berjudul “Peningkatan Perilaku Disiplin Siswa Melalui Pemberian Reward dan Punishment dalam Pembelajaran Penjasorkes pada Siswa Kelas XII IPS 1 SMA Negeri 1 Lamongan” dengan Vol 01 No. 02 Tahun 2013. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, diketahui bahwa tingkat perilaku disiplin siswa meningkat dengan memenuhi seluruh indikator yang ditetapkan sebagai penyusun instrumen sebesar 84,96% dari batas minimal yang ditetapkan sebesar 75%. Maka, secara umum dapat disimpulkan bahwa penerapan pemberian reward dan punishment dalam pembelajaran penjasorkes dapat meningkatkan perilaku disiplin siswa.


(47)

30

2.2.4 Penelitian yang dilakukan oleh Veny Iswantiningtyas dalam Jurnal Pendidikan yang berjudul “Pola Asuh Orang Tua Demokratis, Kreativitas dan Adversity Quotient Remaja” tahun 2012, Vol. 1 No.1 menunjukkan hasil analisis korelasi pola asuh orang tua demokratis dengan Ownership R = 0,269, F = 17,923, p = 0,000 (p < 0,01) menunjukkan ada hubungan positif yang sangat signifikan antara pola asuh orangtua demokratis dengan Ownership. Hasil analisis korelasi pola asuh orangtua demokratis dengan Reach R = 0,174, F = 7,165, p = 0,008 (p < 0,01) menunjukkan ada hubungan positif yang sangat signifikan antara pola asuh orangtua demokratis dengan Reach. Hasil analisis korelasi pola asuh orangtua demokratis dengan Endurance R = 0,107, F = 2,678, p = 0,103 (p > 0,05) menunjukkan tidak ada hubungan antara pola asuh orangtua demokratis dengan Endurance.

2.2.5 Dalam sebuah Jurnal Daya Matematis dengan judul “Pengaruh Pola Asuh Demokratis, Interaksi Sosial Teman Sebaya, Kecerdasan Emosional dan Efikasi Diri Terhadap Hasil Belajar Matematika Siswa Kelas VII SMPN Se Kecamatan Manggala di Kota Makassar”, penelitian yang dilakukan oleh Suharti, dkk. (Vol.3 No. 1 Maret 2015) dengan hasil penelitian menunjukkan bahwa : (1) pola asuh demokratis berpengaruh positif terhadap hasil belajar matematika siswa kelas VIII SMPN se-Kecamatan Manggala di kota Makassar baik secara langsung maupun tidak langsung melalui kecerdasan emosional dan efikasi diri, (2) interaksi social teman sebaya berpengaruh positif terhadap hasil belajar matematika siswa kelas VIII SMPN se Kecamatan Manggala di kota Makassar baik secara langsung maupun tidak langsung melalui kecerdasan emosional dan efikasi diri.


(48)

2.2.6 Penelitian yang dilakukan oleh Fitria Rahmawati dengan judul “Hubungan

Antara Pola Asuh Orang Tua dan Kebiasaan Belajar Terhadap Prestasi Belajar Siswa SD Kelas IV Semester Genap di Kecamatan Melaya-Jembrana (Vol:2 No.1 Tahun 2014) menunjukkan hasil penelitian menunjukkan bahwa (1) terdapat hubungan yang signifikan pola asuh orang tua terhadap prestasi belajar siswa dengan kontribusi sebesar 18,23%, (2) terdapat hubungan yang signifikan kebiasaan belajar terhadap prestasi belajar siswa dengan kontribusi sebesar 10,6%, (3) secara bersama-sama terdapat hubungan yang signifikan antara pola asuh orang tua dan kebiasaan belajar terhadap prestasi belajar siswa dengan kontribusi sebesar 70,56% dengan kategori sangat kuat. Berdasarkan hasil penelitian, disimpulkan bahwa pola asuh orang tua dan kebiasaan belajar mempengaruhi prestasi belajar siswa.

2.2.7 Hasil penelitian oleh Muka Dalas, Emosda, Ekawarna yang dipublikasikan oleh Universitas Jambi (vol.2 No.1 Maret 2012) dengan judul “Pola Asuh Orang Tua Demokratis, Interaksi Edukatif, dan Motivasi Belajar Siswa”. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa, terdapat hubungan yang positif dan signifikan antara Pola Asuh Orang Tua Demokratis dengan Motivasi Belajar Siswa. Dalam hal ini Pola Asuh Orang Tua Demokratis memberikan pengaruh yang sedang terhadap peningkatan motivasi Belajar Siswa, semakin baik. Besaran hubungan yang didapat adalah r= 0,559 dengan arah positif dan tingkat hubungan “Sedang”.

2.2.8 Dalam Jurnal Internasional yang berjudul “Parental Personality, Parenting and Toddlers, Externalising Behaviours”, penelitian yang dilakukan oleh C. Van Aken dkk Vol.10 No.2 Tahun 2007. Penelitian ini menguji peran mediasi dari


(49)

32

orangtua tentang hubungan antara orangtua kepribadian dan perilaku eksternalisasi balita. Peserta 112 anak laki-laki dan mereka orang tua. Data dianalisis dengan menggunakan pemodelan multilevel dan dimoderatori mediasianalisis.Beberapa asosiasi yang ditemukan antara kepribadian orang tua dan orang tua ukuran.Selain itu, beberapa dimensi pengasuhan dikaitkan dengan anak-anak eksternalisasi perilaku. Kestabilan emosi adalah satu-satunya ciri kepribadian orang tua yang terkait dengan perilaku eksternalisasi anak-anak. Pengaruh stabilitas emosional ibu pada perilaku agresif anak-anak tampaknya dimediasi oleh dukungan ibu. Untuk ayah, tampaknya ada efek langsung dari stabilitas emosional pada anak-anak yang agresif perilaku. Selain itu, untuk kedua ibu dan ayah, kestabilan emosi langsungterkait dengan masalah perhatian anak-anak .

2.2.9 Dalam jurnal Internasional yang berjudul “The Role Parenting Styles in Enhancing or Hindering Children’s Performance in Preschool Activities”. Penelitian yang dilakukan oleh Benard Litali. Mwoma pada tahun 2013 dengan Vol.4 No.22 menunjukkan hasil bahwa ada hubungan yang signifikan antara gaya pengasuhan dan kinerja anak-anak dalam kegiatan prasekolah. Ada hubungan yang signifikan antara pola pengasuhan Authoritatif atau demokratis dan kinerja anak-anak di mana r = 0,882 dan p = 0,00<0,01, gaya pengasuhan otoriter berkorelasi negatif dengan kinerja anak-anak dalam kegiatan kurikulum di mana r = -0,261 dan p = 0,002<0,01. Tidak ada hubungan yang signifikan antara pola asuh permisif dan anak-anak kinerja. Oleh karena itu disimpulkan bahwa gaya


(50)

pengasuhan secara signifikan mempengaruhi kinerja anak-anak di kegiatan kurikulum prasekolah.

2.2.10 Penelitian yang dilakukan oleh Del Toro, Monica tahun 2011 yang berjudul “Parental Discipline Style: A Study of its Effect on the Development of Young Adults at The University Level” McNair Scholars Research Journal Vol.7: iss 1 menunjukkan hasil bahwa adanya hubungan positif pola asuh demokratis dengandisiplin. Ketika meneliti hubungan antaranegosiasi menggunakan korelasi dengan kuesioner pola asuh demokratis, hasilnya adalah korelasi positif antara penggunaan negosiasi dan memiliki seorang ibu yang demokratis (r = 0,73, p = <0,001) dan korelasi positif antara penggunaan disiplin keras dan memiliki seorang ayah demokratis (r = 0,66, p = <0,001).

2.3 Kerangka Berpikir

Sugiyono (2015:91) menyatakan bahwa kerangk berpikir merupakan sintesa tentang hubungan antara variabel yang disusun dari berbagai teori yang dideskripsikan. Variabel bebas dalam penelitian ini adalah pola asuh demokratis, dan variabel terikat dalam penelitian ini adalah kedisiplinan siswa.

Selain sekolah dan lingkungan, orang tua juga berperan sangat penting dalam hal pembentukan karakter anak, salah satunya dalam hal kedisiplinan. Pola asuh orang tua yang baik akan membentuk karakter yg baik pula pada diri anak, seperti halnya orang tua mengajarkan anaknya berlaku disiplin, maka anak akan terbiasa dengan hal itu. Pada orang tua yang menerapkan pola asuh demokratis, contoh dengan orang tua dapat menerima, kooperatif, dan terbuka dengan anak, orang tua mengajarkan anak untuk mengembangkan disiplin diri, jujur, dan ikhlas


(51)

34

dalam menghadapi masalah anak-anak, mengajarkan anak untuk mengembangkan tanggung jawab atas perilaku dan tindakannya, bersikap akrab dan adil, tidak cepat menyalahkan, memberikan kasih sayang dan kemesraan kepada anak. Maka secara tidak langsung anak akan terbiasa dengan apa yang sudah diajarkan orang tua mereka, termasuk dalam mengembangkan disiplin diri.

Berdasarkan uraian tersebut, maka penulis dapat membuat suatu kerangka berpikir sebagai berikut untuk mencari bagaimana arah hubungan pola asuh demokratis dengan kedisiplinan siswa:

Bagan 2.1 Kerangka Berpikir

2.4 Hipotesis Penelitian

Berdasarkan uraian kajian pustaka, kajian empiris dan kerangka berpikir di atas, maka dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut:

POLA ASUH DEMOKRATIS Indikator:

1. Ada kerjasama antara anak dan orang tua

(Suyanto(2010:94)) 2. Ada control dari orang tua

yang tidak kaku (Suyanto(2010:94)) 3. Ada bimbingan dan pengarahan dari orag tua

(Suyanto(2010:94)) 4. Mengajarkan anak mengembangkan disiplin (Gordon (dalam Syamaun

2012:28)) 5. Mentolerir jika anak melakukan kesalahan (Djamarah

(2014:61)) KEDISIPLINAN SISWA Indikator (Prijodarminto (2004:31)): 1. Ketaatan 2. Kepatuhan 3. Ketertiban


(52)

Hipotesis nol (H0) : Tidak ada hubungan yang signifikan antara pola asuh

demokratis dengan kedisiplinan siswa Kelas V SDN Gugus Melati Kecamatan Bangsri Kabupaten Jepara Hipotesis alternatif (Ha): Terdapat hubungan yang signifikan antara pola asuh

demokratis dengan kedisiplinan siswa Kelas V SDN Gugus Melati Kecamatan Bangsri Kabupaten Jepara

2.5 Definisi Operasional

Pola asuh demokratis adalah pola asuh yang menggunakan komunikasi dua arah. Kedudukan antara orang tua dan anak dalam berkomunikasi sejajar. Suatu keputusan diambil bersama dengan mempertimbangkan (keuntungan) kedua belah pihak (win-win solution). Anak diberi kebebasan yang bertanggung jawab (Helmawanti, 2014:139).

Kedisiplinan merupakan perilaku mematuhi aturan baik yang dibuat oleh diri sendiri maupun di luar diri baik keluarga, lembaga pendidikan, masyarakat, bernegara maupun beragama. Disiplin juga merujuk pada kebebasan individu untuk tidak bergantung pada orang lain dalam memilih, membuat keputusan, tujuan, melakukan perubahan perilaku, pikiran maupun emosi sesuai dengan prinsip yang diyakini dari aturan moral yang dianut (Daryanto, 2013:49).


(53)

36

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1

JENIS DAN DESAIN PENELITIAN

3.1.1 Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang akan digunakan yaitu penelitian kuantitatif. Sugiyono (2010:14) mengemukakan bahwa penelitian kuantitatif adalah metode penelitian yang berlandaskan pada filsafat positivisme, digunakan untuk meneliti pada populasi atau sampel tertentu, teknik pengambilan sampel pada umumnya dilakukan secara random, pengumpulan data menggunakan instrumen penelitian, analisis data bersifat kuantitatif/statistik dengan tujuan untuk menguji hipotesis yang telah ditetapkan.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan pola asuh demokratis dengan kedisiplinan siswa Kelas V SD Negeri Gugus Melati Kecamatan Bangsri Kabupaten Jepara.

3.1.2 Desain Penelitian

Penelitian ini menggunakan desain penelitian korelasional yaitu dengan melihat hubungan antara pola asuh demokratis dengan kedisiplinan siswa Kelas V SD Negeri Gugus Melati Kecamatan Bangsri Kabupaten Jepara. Arikunto (2010:4) menjelaskan “penelitian korelasi adalah penelitian yang dilakukan oleh peneliti untuk mengetahui tingkat hubungan antara dua variabel atau lebih tanpa


(54)

melakukan perubahan, tambahan, atau manipulasi terhadap data yang memang sudah ada.”

Desain penelitian menurut Sugiyono (2015:18), yaitu:

Bagan 3.1: desain penelitian Keterangan:

X = Pola Asuh Demokratis Y = Kedisiplinan Siswa

3.1.3 ProsedurPenelitian

Prosedur atau langkah-langkah penelitian menurut Arikunto (2013: 61) adalah:

1. Memilih masalah. 2. Studi pendahuluan. 3. Merumuskan masalah.

4. Merumuskan anggapan dasar. 5. Merumuskan hipotesis. 6. Memilih pendekatan.

7. Menentukan variabel dan sumber data. 8. Menentukan dan menyusun instrumen. 9. Mengumpulkan data.

10. Analisis data.

11. Menarik kesimpulan.


(55)

38

12. Menulis laporan.

3.2

SUBYEK, LOKASI, DAN WAKTU PENELITIAN

3.2.1 Subjek Penelitian

Subyek penelitian adalah siswa kelas V SD Negeri di Gugus Melati, Kecamatan Bangsri, Kabupaten Jepara.

3.2.2 Lokasi Penelitian

Penelitian dilaksanakan di kelas V Sekolah Dasar Negeri di Gugus Melati, Kecamatan Bangsri, Kabupaten Jepara.

3.2.3 Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei-Juni2016, dengan rincian sebagai berikut:

a. Tahap awal

Tahap awal meliputi pengajuan identifikasi masalah, penyusunan proposal penelitian, penyusunan kisi-kisi instrumen penelitian, penyusunan instrumen penelitian, uji coba instrumen serta konsultasi dan izin tempat pelaksanaan penelitian yang akan dilakukan pada bulan Mei tahun 2016.

b. Tahap Pelaksanaan

Tahap pelaksanaan meliputi pengambilan data di lapangan dengan instrumen yang telah valid dan reliabel. Pengambilan data dilaksanakan pada bulan Mei-Juni 2016. Setelah didapatkan data, data dianalisis kemudian ditarik sebuah kesimpulan.


(56)

c. Tahap Akhir

Pada tahap akhir peneliti menyusun laporan penelitian. Laporan penelitian disusun pada bulan Juni 2016.

3.3

POPULASI DAN SAMPEL PENELITIAN

3.3.1 Populasi Penelitian

Populasi menurut Sugiyono (2015:117) adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas obyek/ subyek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya.

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa SDN kelas V di Gugus Melati, Kecamatan Bangsri, Kabupaten Jepara. Populasi diasumsikan sama sebagai satu kesatuan populasi karena terdapat beberapa persamaan yaitu: a) memiliki latar belakang pengetahuan dan umur yang hampir sama; b) mempunyai jumlah jam dan fasilitas sekolah yang sama; dan c) lingkungan yang sama..

Tabel 3.1 Daftar Siswa Kelas V SDN Gugus Melati Bangsri Jepara

Nama Sekolah Jumlah Siswa

1. SDN 6 Bangsri 34

2. SDN 7 Bangsri 39

3. SDN 1 Bangsri 14

4. SDN 4 Bangsri 16

5. SDN 1 Tengguli 11

6. SDN 2 Tengguli 25

7. SDN 3 Tengguli 7

8. SDN 4 Tengguli 25

9. SDN 3 Srikandang 9


(57)

40

3.3.2 Sampel Penelitian

Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut (Sugiyono, 2015:118). Sampel dalam penelitian sebagian atau wakil dari populasi siswa kelas V SD Negeri di Gugus Melati, Kecamatan Bangsri, Kabupaten Jepara.

Dalam pengumpulan data, teknik sampling yang digunakan adalah teknik proportionl random sampling. Menurut Winarsunu (2007:16) teknik random sampling dilakukan dengan jalan memberikan kemungkinan yang sama bagi individu yang menjadi anggota populasi untuk dipilih menjadi anggota sampel penelitian.

Teknik ini tidak memperhatikan strata dan menetapkan azas tanpa pilih-pilih, semua populasi punya kesempatan yang sama untuk dipilih menjadi anggota sampel. Musfiqon (2012:91) menyatakan jika jumlah populasi melebihi 100 orang maka boleh dilakukan pengambilan sampel. Namun jika populasi kurang dari 100 maka diteliti semua. Pengambilan sampel disesuaikan dengan besarnya populasi yaitu berkisar antara 20-30% dari total populasi. Jumlah populasi dalam penelitian ini adalah 180 siswa. Maka jumlah sampel:

Pengambilan sampel menggunakan rumus proporsional sampling, menurut Winarsunu (2007:12) Proporsional Sampling diambil apabila karakteristik populasi terdiri dari kategori-kategori, kelompok, atau golongan yang setara atau


(58)

sejajar yang diduga secara kuat berpengaruh pada hasil-hasil penelitian. Rumus tersebut dapat dituliskan seperti di bawah ini :

JSB =

Keterangan :

JSB = Jumlah Sampel Bagian JST = Jumlah Sampel Total JPB = Jumlah Populasi Bagian JPT = Jumlah Populasi Total

Berdasarkan rumus di atas, maka dapat diperoleh jumlah sampel yang akan dijadikan sampel penelitian, yaitu dapat dilihat pada tabel di bawah ini :

Tabel 3.2 Tabel Pengambilan Sampel

No Nama Sekolah Populasi Sampel

1 SDN 6 Bangsri 34 siswa 50/180x34=10 2 SDN 7 Bangsri 39 siswa 50/180x36=11 3 SDN 1 Bangsri 14 siswa 50/180x14=4 4 SDN 4 Bangsri 16 siswa 50/180x16=5 5 SDN 1 Tengguli 11 siswa 50/180x11=3 6 SDN 2 Tengguli 25 siswa 50/180x25=8 7 SDN 3 Tengguli 7 siswa 50/180x7=2 8 SDN 4 Tengguli 25 siswa 50/180x25=8 9 SDN 3 Srikandang 9 siswa 50/180x9=3


(59)

42

3.4 VARIABEL PENELITIAN

3.4.1 Variabel Independen (variabel bebas)

Variabel independen (variabel bebas) merupakan variabel yang mempengaruhi atau yang menjadi sebab atau timbulnya variabel dependen (terikat) (Sugiyono, 2015:61). Variabel bebas dalam penelitian ini adalah pola asuh demokratis orang tua siswa kelas V Sekolah Dasar Negeri di Gugus Melati, Kecamatan Bangsri, Kabupaten Jepara.

3.4.2 Variabel Dependen (variabel terikat)

Sugiyono (2015:61) menyatakan bahwa variabel dependen (variabel terikat) merupakan variabel yang dipengaruhi atau yang menjadi akibat, karena adanya variabel bebas. Variabel terikat dalam penelitian ini adalah kedisiplinan siswa pada kelas V Sekolah Dasar di Gugus Melati, Kecamatan Bangsri, Kabupaten Jepara.

3.5 TEKNIK PENGUMPULAN DATA

Untuk memperoleh data dan informasi yang berkaitan dengan masalah yang dikaji, telah ditempuh pengumpulan data dengan berbagai cara yaitu melalui angket, wawancara, dan dokumentasi. Ke-tiga instrumen tersebut dapat diuraikan sebagai berikut:

3.5.1 Wawancara (Interview)

Wawancara merupakan suatu teknik pengumpulan data yang dilakukan secara lisan dalam pertemuan tatap muka secara individual dengan tujuan untuk


(60)

memperoleh informasi yang dibutuhkan oleh peneliti. Wawancara yang digunakan adalah wawancara tidak terstruktur. Dalam penelitian ini wawancara digunakan sebagai penguat dari angket pola asuh demokratis. Pedoman wawancara yang digunakan hanya berupa garis-garis besar permasalahan yang akan ditanyakan.

TABEL 3.3

KISI-KISI PEDOMAN WAWANCARA POLA ASUH DEMOKRATIS

Variabel Indikator Deskriptor No. item

Pola Asuh Demokatis

a. Ada kerjasama antara anak dan orang tua

1. Orang tua dan anak membuat jadwal kegiatan sehari-hari

4. merundingkan masalah bersama

7. Orang tua membantu anak yang kesulitan belajar

8. Memecahkan masalah bersama.

1, 4, 7, 8

b. Ada control dari orang tua yang tidak kaku

6. Orang tua menanyakan apa saja yang dilakukan anak

6

c. Ada bimbingan dan pengarahan dari orang tua

2. Orang tua menemani anak belajar

3. Orang tua menjelaskan cara bertingkah laku yang baik 5. Menegur saat anak belajar dengan menonton TV

2, 3, 5

d. Mengajarkan anak

mengembangkan disiplin

10. Orang tua mengingatkan untuk benbicara sopan

10

e. Mentolerir jika anak melakukan kesalahan

9. Mendengarkan penjelasan anak sebelum memberikan hukuman


(61)

44

TABEL 3.4 PEDOMAN WAWANCARA POLA ASUH DEMOKRATIS

3.5.2 Angket

Angket merupakan suatu teknik atau cara pengumpulan data secara tidak langsung. Instrumen angket berisi sejumlah pertanyaan-pertanyaan yang harus dijawab oleh responden (Sukmadinata, 2005:219).

NO. PERTANYAAN HASIL

WAWANCARA 1. Apakah orang tua membuat jadwal sehari-hari bersama

anak?

2. Apakah orang tua selalu menemani anak saat belajar? 3. Apakah orang tua menjelaskan pada anak tentang

perbuatan baik dan perbuatan buruk, agar anak dapat menentukan perbuatan mana yang akan diapilih? 4. Apakah orang tua merundingkan segala hal yang

terjadi kepada anak dan keluarga?

5. Apakah orang tua menegur saat anak belajar sambil menonton TV?

6. Apakah orang tua menanyakan setiap kegiatan yang dilakukan sehari-hari?

7. Apakah orang tua membantu anak saat kesulitan belajar dan mengerjakan tugas?

8. Apakah anak memecahkan masalah yang dihadapi bersama orang tua?

9. Apakah orang tua menghukum anak saat melakukan kesalahan tanpa menanyakan alasannya?

10. Apakah orang tua mengingatkan anak untuk berbicara sopan kepada orang lain?


(62)

Peneliti memberikan angket kepada siswa berkaitan dengan pola asuh demokratis orang tua dan kedisiplinan siswa. Setelah itu peneliti menyimpulkan hasil dari angket yang telah diisi oleh siswa.

TABEL 3.5 KISI-KISI INSTRUMEN ANGKET POLA ASUH DEMOKRATIS

Variabel Indikator Deskriptor No. item

Pola Asuh Demokatis

a. Ada kerjasama antara anak dan orang tua

1. Orang tua dan anak membuat jadwal kegiatan sehari-hari

11. Orang tua membantu anak yang kesulitan belajar

1, 11

b. Ada control dari orang tua yang tidak kaku

3. Orang tua menanyakan keinginan anak

12. orang tua mendengarkan pendapat anak

13. Orang tua menanyakan apa saja yang dilakukan anak

3, 12, 13

c. Ada bimbingan dan pengarahan dari orang tua

5. Menegur saat anak belajar dengan menonton TV

6. Orang tua menasehati anak agar rajin belajar

7. Orang tua menjelaskan cara bertingkah laku yang baik 10. Orang tua menasehati anak agar jujur dalam mengerjakan ulangan

5, 6, 7, 10

d. Mengajarkan anak

mengembangkan disiplin

8. Orang tua mengingatkan tugas anak

9. Orang tua mengingatkan untuk benbicara sopan

8, 9

e. Mentolerir jika anak melakukan kesalahan

2. mendengarkan penjelasan anak sebelum memberikan hukuman

4. mendengarkan penjelasan mengapa anak terlambat pulang ke sekolah, sebelum menghukumnya.


(63)

46

PEDOMAN PENSKORAN KISI-KISI INSTRUMEN POLA ASUH DEMOKRATIS

SKALA LIKERT

SKOR NO.ITEM

Selalu 4

Sering 3

Kadang-Kadang 2

Tidak Pernah 1

Skor Maksimum = Jumlah benar × 4 = 12 × 4

= 48

Skor Minimum = Jumlah benar × 1 = 12 × 1

= 12

TABEL 3.6 KISI-KISI INSTRUMEN ANGKET KEDISIPLINAN SISWA

No. Variabel Indikator Deskriptor No.item

1 Kedisiplinan Siswa

a. Ketaataan 1. Datang sekolah tepat waktu 2. Mengerjakan PR tepat waktu 3. Mengikuti upacara bendera 4. Tidak masuk tanpa keterangan 5. Melaksanakan piket

6. Pulang tepat waktu

2,3 ,12 4, 20 5 6, 15 8 13, 17 b. Kepatuhan 1. Berbicara sopan

2. Memberi salam kepada guru dan kepala sekolah

3. Meminta izin ketika akan meninggalkan kelas

10 11


(64)

c. Ketertiban 1. Memakai kelengkapan seragam 2. Menjaga kebersihan

3. Tertib saat ulangan

1, 22 9,23,24 21

PEDOMAN PENSKORAN KISI-KISI INTRUMEN

SKALA LIKERT SKOR NO.ITEM

Selalu 4

Sering 3

Kadang-Kadang 2

Tidak Pernah 1

Skor Maksimum = Jumlah benar × 4 = 20 × 4

= 80

Skor Minimum = Jumlah benar × 1 = 20 × 1

= 20

3.5.3 Dokumentasi

Dokumentasi merupakan pengumpulan data yang menghimpun dan menganalisis dokumen-dokumen, baik dokumen tertulis, gambar, maupun elektronik. Dokumentasi dalam penelitian ini adalah foto-foto pada saat peneliti melakukan penelitian, dan daftar nama siswa kelas V SDN Gugus Melati Kabupaten Jepara.

3.6 INSTRUMEN PENELITIAN

Sugiyono (2015:147) mengemukakan bahwa instrumen penelitian adalah suatu alat yang digunakan mengukur fenomena alam maupun sosial yang diamati.


(65)

48

Secara spesifik semua fenomena ini disebut variabel penelitian. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah lembar angket, lembar observasi, wawancara dan dokumentasi.

3.6.1 Uji Validitas Instrumen

Validitas adalah suatu ukuran yang menunjukkan tingkat-tingkat kevalidan atau kesahihan sesuatu instrumen (Arikunto, 2006:168). Suatu instrumen dikatakan valid atau sahih apabila mempunyai validitas tinggi. Sebaliknya, instrumen yang kurang valid berarti memiliki validitas rendah. Uji validitas instrumen merupakan prosedur pengujian untuk melihat apakah pertanyaan atau pernyataan yang digunakan dalam kuesioner dapat mengukur dengan cermat atau tidak.

Rumus korelasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah rumus korelasi product moment, sebagai berikut:

r

    

 

2 2

2

 

2

.

. x x N y y

N y x xy N hitung           

(Sugiyono, 2015: 178) Keterangan:

r hitung = koefisien korelasi ∑ X = jumlah skor item

∑ Y = jumlah skor total (seluruh item) N = jumlah responden

Kriteria:

Jika koefisien korelasi sama dengan 0,3 atau lebih (paling kecil 0,3), maka butir instrumen dinyatakan valid.


(66)

Sebelum data hasil penelitian untuk pengujian hipotesis, maka peneliti terlebih dahulu mengolah validitas dan reliabilitas instrument penelitian yang berupa angket pola asuh demokratis dan kedisiplinan yang telah diujicobakan kepada responden diluar sampel penelitian. Hasil

r

xy yang diperoleh dan

dibandingkan dengan

r

tabel product moment dengan ∂ = 5%. Jika

r

xy >

r

tabel

maka instrument itu dikatakan valid.

Uji validitas instrument dilakukan pada variable X dan Y menggunakan angket. Berdasarkan uji validitas untuk instrument angket pola asuh demokratis yang memenuhi standar validitas adalah 12 butir soal dari 13 pernyataan yang diuji cobakan. Data tersebut di atas diperoleh dari product moment untuk memperoleh koefisien korelasi (

r

xy), dari perhitungan validitas butir variable pola

asuh demokratis nomor 1 diperoleh r hitung 0,47. Dikarenakan r table untuk N=54 adalah 0,266 maka r hitung > r table sehingga butir soal nomor 1 dinyatakan valid. Uji validitas juga sudah dilakukan terhadap angket pola asuh demokratis. Dari hasil validitas yang telah dilakukan oleh ahli psikologi dan praktisi menyatakan bahwa angket yang digunakan dalam penelitian valid.

Kriteria validitas butir soal apabila harga r hitung ≥ r table untuk N=54 dengan taraf signifikansi 5% yakni 0,266 maka dinyatakan valid. Butir soal yang tidak valid tidak dipakai karena sudah ada butir soal yang mewakili berdasarkan indikator yang diukur sebagaimana tercantum pada kisi-kisi instrument variable penelitian.


(67)

50

Dari perhitungan dengan menggunakan Microsoft excel, dari 13 butir soal diperoleh soal yang valid sebanyak 12 butir dan yang tidak valid 1 butir soal untuk angket pola asuh demokratis. Sedangkan angket kedisiplinan, dari 24 butir soal yang diperoleh soal yang valid sebanyak 20 dan tidak valid 4 butir. Simpulan nomor butir yang valid dan tidak valid bisa dilihat dalam tabel:

Tabel 3.7 Hasil Uji Validitas Angket Pola Asuh Demokratis

No. Hasil No. Hasil

1. Valid 8. Valid

2. Valid 9. Valid

3. Valid 10. Valid

4. Valid 11. Valid

5. Valid 12. Tidak Valid

6. Valid 13. Valid

7. Valid

Tabel 3.8 Hasil Uji Validitas Angket Kedisiplinan Siswa

No. Hasil No. Hasil No. Hasil

1. Valid 9. Valid 17. Valid

2. Valid 10. Valid 18. Valid

3. Valid 11. Tidak Valid 19. Tidak Valid

4. Valid 12. Valid 20. Valid

5. Valid 13. Valid 21. Tidak Valid


(68)

7. Valid 15. Valid 23. Valid

8. Valid 16. Valid 24. Tidak Valid

3.6.2 Uji Reliabilitas Instrumen

Reliabilitas menunjuk pada satu pengertian bahwa sesuatu instrumen cukup dapat dipercaya untuk digunakan sebagai alat pengumpul data karena instrumen tersebut sudah baik (Arikunto, 2010:178). Suatu instrumen harus reliabel artinya, instrumen tersebut cukup baik hingga mampu mengungkap data yang bisa dipercaya.

Uji reliabilitas dalam penelitian ini menggunakan rumus Alpha sebagai berikut:

  

   

 

St Si k

k

r 1

1

11

(Arikunto, 2013: 239) Keterangan:

r11 = Nilai reliabilitas

k = Jumlah item

∑Si = Jumlah varians skor tiap-tiap item

St = Varians total

Kriteria:

Instrumen dikatakan reliabel apabila r11 ≥ r tabel dan dikatakan tidak reliabel apabila r11 ≤ r tabel.


(1)

(2)

(3)

(4)

(5)

(6)

Dokumen yang terkait

Hubungan Pola Asuh Orang Tua Dengan Prestasi Belajar Pendidikan Agama Islam (PAI) Siswa Kelas V SD Al-Irsyad Al-Islamiyyah Bekasi

0 5 91

HUBUNGAN ANTARA POLA ASUH DEMOKRATIS DENGAN EMPATI Hubungan Antara Pola Asuh Demokratis Dengan Empati.

0 2 17

HUBUNGAN ANTARA POLA ASUH DEMOKRATIS DENGAN KEDISIPLINAN DALAM PENGGUNAAN WAKTU Hubungan Antara Pola Asuh Demokratis Dengan Kedisiplinan Dalam Penggunaan Waktu.

1 1 16

PENDAHULUAN Hubungan Antara Pola Asuh Demokratis Dengan Kedisiplinan Dalam Penggunaan Waktu.

0 2 8

HUBUNGAN ANTARA POLA ASUH DEMOKRATIS DENGAN KEDISIPLINAN DALAM PENGGUNAAN WAKTU Hubungan Antara Pola Asuh Demokratis Dengan Kedisiplinan Dalam Penggunaan Waktu.

0 2 16

HUBUNGAN POLA ASUH ORANG TUA DENGAN TINGKAT KEDISIPLINAN SISWA KELAS V DI SD NEGERI 106178 DESA BARU KECAMATAN BATANG KUIS 2012/2013.

0 1 57

HUBUNGAN ANTARA POLA ASUH DEMOKRATIS DENGAN KEDISIPLINAN ANAK ASUH Hubungan Antara Pola Asuh Demokratis Dengan Kedisiplinan Anak Asuh Di Panti Asuhan Yatim Muhammadiyah Ning Amriyah Soepardho Kendal.

0 1 18

HUBUNGAN ANTARA POLA ASUH DEMOKRATIS DENGAN KEDISIPLINAN ANAK ASUH Hubungan Antara Pola Asuh Demokratis Dengan Kedisiplinan Anak Asuh Di Panti Asuhan Yatim Muhammadiyah Ning Amriyah Soepardho Kendal.

0 2 25

HUBUNGAN POLA ASUH ORANG TUA DENGAN HASIL BELAJAR PKn SISWA KELAS V SD NEGERI DI GUGUS ERLANGGA KABUPATEN JEPARA

0 3 48

HUBUNGAN POLA ASUH ORANG TUA DEMOKRATIS DENGAN PRESTASI BELAJAR SISWA KELAS V SD NEGERI SUKOREJO 1 SEMESTER 2 TAHUN PELAJARAN 20112012

0 0 124