Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN
Kehadiran otonom daerah bagi setiap warga di desa memberikan dinamika dan suasana baru dalam proses penyelenggaraan pemerintahan desa. Sebab, masyarakat desa sadar
bahwa keberadaan institusi-institusi demokrasi selama ini berada dalam posisi yang tidak kondusif dalam mendorong penegakan demokrasi pada masyarakat pedesaan.
Konsekwensi implementasi otonomi daerah salah satu perubahan yang fundamental adalah terjadinya pergeseran struktur politik pemerintahan desa yang jauh
berbeda dibanding sebelumnya. Angin segar yang dibawa arus reformasi adalah lahirnya pelembagaan politik ditingkat desa yang diharapkan memberikan dinamika dan suasana
politik yang lebih demokratis, otonom, independent dan sekaligus prospektif dalam pembangunan masyarakat desa. Pengaturan mengenai desa dalam undang-undang ini
meliputi peraturan tentang: 1.
Pembentukan, penghapusan dan pembangunan desa 2.
Pemerintahan desa 3.
Badan Permusyaratan Desa 4.
Keuangan Desa 5.
Kerjasama antar desa Maka yang utama dari undang-undang ini bagi desa adalah kedudukan desa yang
tidak lagi dibawahi kecamatan. Desa adalah entitas politik yang otonom. Fungsi kecamatan dalam konteks ini adalah sekedar menjalankan fungsi administratif dan
koordinasi di wilayah kecamatan, sesuai dengan status kecamatan yang tidak lagi merupakan sebuah wilayah kekuasaan melainkan sebagai perpanjangan tangan dari
kabupaten.
Untuk memperkuat dasar-dasar operasional pelaksanaan pemerintahan desa, pemerintah kemudian mengeluarkan Peraturan Pemerintah PP No. 72 Tahun 2006
tentang pedoman Umum Pengaturan Mengenai Desa. Peraturan pemerintah ini melengkapi peraturan sebelumnya dengan menegaskan kewenangan desa.
Hal yang menarik sekali dan penting dalam struktur baru pemerintahan desa adalah hadirnya Badan Permusyaratan Desa yang berkedudukan sejajar dan menjadi
mitra Pemerintaha Desa. Kehadiran BPD ditingkat desa, hendakanya diarahkan pada membangun hubungan yang sinergis antar lembaga legislatif dan eksekutif desa, tanpa
perlu menimbulkan kesalah pahaman yang menjurus pada timbulnya konflik yang dapat mengganggu proses penegakan demokrasi di desa.
Terbentuknya BPD bertujuan mendorong terciptanya partnership yang harmonis serta tidak konfrontatif antara kepala desa sebagai kepala pemerintah desa dan BPD sebagai
wakil-wakil rakyat desa yang diperagakan oleh lembaga legislatif baik ditingkat kabupatenkota, provinsi dan pusat.
Eksistensi lembaga ini memiliki tugas, fungsi, kedudukan wewenang yang tidak kalah kemandiriannya dengan pemerintah Desa Kepala Desa. Seperangkat peraturan
perundang-undangan yang menyinggung masalah Badan Permusyaratan Desa BPD, menyebutkan bahwa secara garis besar institusi ini memiliki tugas dan misi luhur yang
berfungsi mengayomi adat istiadat, membuat peraturan desa, menampung dan
menyalurkan aspirasi masyarakat desa serta melakukan pengawasan terhadap
penyelenggaraan pemerintah desa. Fungsi kontrol yang memiliki Badan Permusyaratan Desa BPD hendaknya diarahkan kepada upaya terselenggaranya pemerintah desa
berkualitas, dinamis, transparan, baik dan bersih. Jika sebelumnya fungsi kritis dan
kontrol warga itu berlangsung tertutup dan sembunyi, kini bisa disuarakan secara langsung, terbuka dan prosedural.
Kembalinya fungsi kontrol atas kekuasaan eksekutif desa, yang selama ini didominasi oleh kepala desa, sekarang fungsi kontrol atas kekuasaan eksekutif desa
dijalankan oleh Badan Permusyaratan Desa BPD sebagai badan legislatif desa yang merupakan lembaga kepercayaan masyarakat. Lahirnya Badan Permusyaratan Desa
BPD, dinilai sebagai institusi politik demokrasi di masyarakat pedesaaan sebagai pengganti LMD yang memberikan suasana baru dalam kehidupan demokrasi di desa.
Badan Permusyaratan Desa BPD diharapkan menjadi wadah atau gelanggang politik baru bagi warga desa dan membangun tradisi demokrasi, sekaligus tempat pembuatan
kebijakan publik desa serta menjadi alat kontrol bagi proses penyelenggaraan
pemerintahan dan pembangunan ditingkat desa. Hal ini bisa terealisasi apabila Badan Permusyaratan Desa BPD sebagai mitra Kepala Desa, berperan aktif dalam
membangun desa bersama kepala desa dan masyarakat. Lahirnya Badan Permusyaratan Desa BPD di Desa Janjimaria Kecamatan
Sigumpar merupakan konsekwensi dari implementasi otonomi daerah. Dalam jangka waktu yang relatif cepat lembaga ini dibentuk untuk melakukan pilkades. Lembaga yang
masih muda ini adalah lembaga legislatif desa yang baru dalam kehidupan demokrasi di tingkat desa, seharusnya memiliki tanggung jawab penuh untuk menjalankan peranan
atau fungsinya sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Setiap lembaga, termasuk Badan Permusyaratan Desa BPD Di Desa Janjimaria Kecamatan Sigumpar akan
seoptimal mungkin melaksanakan peran atau fungsinya secara baik, namun semua itu harus dipersiapkan secara matang dan terencana.
Badan Permusyaratan Desa BPD menjadi alat kontrol bagi pemerintah desa dalam menjalankan tugas-tugas pemerintah di desa. Sehingga diharapkan pemerintah
desa komitmen terhadap tugas dan tanggung jawabnya. Akan tetapi pembentukan Badan Permusyratan Desa BPD yang tidak melibatkan berbagai perwakilan dari masyarakat
yang ada akan mengakibatkan pelaksanaan fungsinya tidak optimal. Hal ini terjadi pada proses pembentukan Badan Permusyaratan Desa BPD di Desa Janjimaria, maka yang
terjadi adalah tubuh anggota Badan Permusyaratan Desa BPD hanya berlaku parsial bagi pemerintah desa yang terpilih.
Padahal, kegagalan dan kurang optimalnya sebuah lembaga dalam menjalankan peranan serta fungsinya secara maksimal disebabkan karena secara individu maupun
lembaga kurang memiliki kinerja yang baik. Kerja pemerintah Desa Janjimaria tidak berjalan dengan baik, karena tidak adanya satu lembaga yang mampu mengontrol seluruh
program kerja dalam rangka pelayanan bagi masyarakat untuk meningkatkan kesejahteraan dan kemajuan desa. Sehingga seluruh tanggung jawab yang dibebankan
tidak dilaksanakan secara efektif dan efisien. Maka, menjadi sangat penting kehadiran Badan pemusyaratan Desa BPD dapat diterapkan dengan optimal di pemerintahan desa
Janjimaria. Dalam hal ini penulis sangat tertarik untuk menggambarkan secara maksimal
bagaimana pengaruh pelaksanaan fungsi Badan Permusyaratan Desa BPD terhadap pelaksanaan kerja yang dijalankan oleh kepala desa sebagi pemerintah desa, agar
terwujudnya demokratisasi serta semakin baiknya pelayanan terhadap masyarakat didesa sebagai mana yang dicita-citakan dalam otonomi daerah.
Berdasarkan pemikiran di atas penulis tertarik untuk melakukan penelitian tentang Badan Permusyaratan Desa BPD dalam menjalankan peran fungsinya terhadap
pelaksanaan pemerintahan desa dengan judul ” Pelaksanaan Fungsi Badan Permusyaratan Desa di Desa Janjimaria ” .