I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Pembangunan subsektor peternakan merupakan bagian yang tak terpisahkan dari pembangunan subsektor pertanian, yang memiliki tujuan jangka
panjang: 1 meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan peternak; 2 meningkatkan penyediaan komoditi ternak dan hasil ternak untuk memenuhi
permintaan pasar dalam negeri dan internasional; 3 meningkatkan ketersediaan kesempatan kerja dan kesempatan berusaha yang produktif dari subsektor
peternakan; 4 meningkatkan perolehan devisa dari ekspor ternak dan hasil ternak; dan 5 memelihara kelestarian sumberdaya peternakan untuk
pembangunan yang berkelanjutan Direktorat Jenderal Peternakan, 2002. Pembangunan subsektor peternakan khususnya peternakan ayam broiler
dapat dilihat dari perkembangan populasi dan produksi daging yang dihasilkan. Berdasarkan data dari buku Statistik Peternakan 2002, populasi ayam broiler di
Indonesia pada tahun 2000 berjumlah 530.874.057 ekor dan pada tahun 2001 meningkat menjadi 621.870.428 ekor atau mengalami peningkatan 17,14 persen.
Pada tahun 2002 meningkat lagi menjadi 716.131.475 ekor atau mengalami peningkatan sebesar 15,16 persen dari tahun 2001. Untuk produksi daging ayam
broiler terus mengalami peningkatan dari tahun 2000 hingga 2002. Produksi ayam broiler pada tahun 2000 berjumlah 515.002 ton, kemudian pada tahun 2001
mengalami peningkatan sebesar 4,26 persen 536.954 dan pada tahun 2002 berjumlah 555.721 ton atau mengalami peningkatan sebesar 3,49 persen dari
tahun 2001. Perkembangan populasi dan produksi ayam broiler dapat dilihat pada lampiran I.
Pada tahun 2002 kontribusi konsumsi daging ayam terhadap total konsumsi daging mencapai 56 persen sedangkan daging sapi hanya 23 persen dan
daging babi 13 persen. Kecenderungannya, kontribusi daging ayam akan terus meningkat dan mendesak daging sapi dan kambing atau domba Tangendjaya,
2002. Kondisi tersebut mengindikasikan bahwa usaha ternak ayam broiler
mempunyai peluang yang cukup baik. Permintaan akan produk hasil ternak ayam broiler diperkirakan akan terus meningkat, hal ini dipengaruhi oleh 5 faktor yaitu:
1 Pendapatan, konsumsi produk hasil ternak meningkat ketika pendapatan penduduk naik; 2 Harga, menurunnya harga akan meningkatkan konsumsi.
Harga riel daging, susu, biji-bijian di dunia menurun antara 23 persen hingga 46 persen sehingga mendorong konsumsi lebih tinggi lagi; 3 Gaya hidup
masyarakat. Penduduk di perkotaan urban mendiversifikasikan pola makanannya sehingga mengkonsumsi daging dan susu lebih tinggi lagi; 4
Meningkatnya populasi penduduk dunia akan mendorong permintaan produk daging yang makin tinggi, hal ini tampak dari permintaan negara-negara tertentu
seperti China, Asia Tenggara bahkan India; 5 Perdagangan dan komunikasi global mengakibatkan tersedianya produk ternak sampai pelosok-pelosok
Tangendjaya, 2002. Berdasarkan data SI-LMUK Sistem Informasi Pola Pengembangan Lending Model Usaha Kecil, 2002.
Saat ini pertumbuhan permintaan terhadap daging ayam broiler rata-rata 7 persen per tahun. Angka kebutuhan nasional terhadap daging ayam broiler sebesar
3,3 kilogram per kapita per tahun, sementara permintaan terhadap total daging
ayam unggas 4,6 persen kilogram per tahun. Dengan demikian protein hewani asal daging unggas, yang berasal dari daging ayam broiler mencapai 71,7 persen.
Ditengah laju peningkatan produksi ayam broiler di Indonesia.
Merebaknya isu wabah penyakit flu burung Avian Influenza sejak bulan September dan Oktober 2003 mengejutkan dunia subsektor peternakan. Sekitar 15
juta ekor unggas di Indonesia mati akibat wabah flu burung AI tersebut. Jumlah tersebut merata di Jawa Timur, Bali, sebagian Jawa Tengah dan Jawa Barat.
Namun, pemerintah saat itu belum mengakui dan terkesan menutup-nutupi Sukarno, 2004. Tindakan pemerintah yang terkesan lambat dan menutup-nutupi
akan adanya wabah flu burung Avian Influenza dengan tujuan untuk menjaga ekspor ternak unggas Indonesia, ternyata membawa dampak positif dan negatif.
Dampak positif tersebut hanya dirasakan oleh perusahaan-perusahaan besar yang melakukan ekspor, sedangkan dampak negatif dirasakan oleh peternak
rakyat dalam negeri. Berkembangnya isu tentang virus flu burung AI yang dapat menular kepada manusia diduga bisa mengakibatkan konsumsi masyarakat
terhadap daging ayam broiler menjadi menurun sehingga jumlah permintaan dan harga jual terhadap ayam broiler juga mengalami penurunan. Penurunan harga
jual ayam broiler tersebut diduga akan dapat mengakibatkan penurunan penerimaan peternak rakyat ayam broiler.
Selain dihadapkan pada wabah penyakit flu burung AI yang menyerang ternaknya, para peternak ayam broiler juga dihadapkan pada kendala tingginya
harga input produksi dan rendahnya harga hasil produksi. Di Indonesia masuknya peternak ayam besar pada sektor budidaya yang dimulai pada tahun 1999 telah
membuat ketidakmenentuan pasar ternak, apalagi peternak ayam besar menguasai
70 persen pasokan ayam yang dikonsumsi masyarakat
1
. Dengan memproduksi DOC dan pakan sendiri mereka dapat menekan harga jual ayam di pasar yang
otomatis merugikan usaha peternakan kecil karena harga jualnya tidak menutupi biaya produksi. Hal lain yang terjadi adalah over produksi DOC dan peternak
ayam besar yang membuat berlimpahnya pasokan ayam yang beredar di pasar sehingga harga ayam di pasar jatuh.
Kestabilan nilai tukar rupiah juga sangat berpengaruh pada naik turunnya harga input produksi ayam broiler karena sebagian besar bahan baku utama pakan
ternak, yakni; jagung dan kedelai serta beberapa jenis vaksin, antibiotik dan beberapa jenis desinfektan masih merupakan bahan impor. Fluktuasi harga pakan
memang tidak seperti fluktuasi harga DOC dan ayam broiler yang dapat berubah setiap harinya. Namun sangat signifikan pengaruhnya karena biaya pakan dalam
usaha budidaya ternak ayam broiler merupakan komponen terbesar, yaitu sekitar 70 persen. Ketersediaan yang tidak menentu dan tidak adanya jaminan stabilitas
kualitas bahan pakan dalam negeri menyebabkan penggunaan bahan baku impor, yang biayanya jelas lebih tinggi. Akibat masuknya industri peternakan ayam besar
dan pengaruh nilai rupiah pada besarnya penggunaan bahan baku impor seperti yang telah dijelaskan diatas menggambarkan bahwa tidak saja dalam pemasaran
hasil produksinya tetapi juga dalam pembelian sarana produksi ternaknya, usaha peternakan ayam kecil bertindak sebagai price taker.
Dalam usaha ternak ayam broiler, pendapatan yang diperoleh peternak merupakan hasil dari selisih setiap modal yang ditanam per ekor ayam dengan
harga penjualan per kilo bobot ayam hidup siap potong. Dengan kondisi tersebut, pendapatan yang diperoleh merupakan kemampuan dari peternak itu sendiri dalam
memanajemen faktor produksi yag dimilikinya seefisien mungkin. Alokasi modal yang efisien menjadi kendala utama para peternak ayam broiler untuk
menjadikannya usaha yang maju dan menjadi bisnis yang baik. Ditengah banyaknya pilihan input produksi dari berbagai perusahaan yang menawarkan
keunggulan produknya dengan harga yang kompetitif, para peternak ayam broiler khususnya para peternak ayam skala usaha kecil dituntut untuk memilih input
produksi apa yang dapat memberikan hasil produksi optimal dengan biaya yang relatif murah, kemudian mengalokasikan faktor-faktor produksi yang
digunakannya secara efisien. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang berlangsung disegala
bidang membawa perubahan pada berbagai bidang kehidupan termasuk bidang peternakan dan kesehatan. Berbagai perubahan-perubahan baru ilmu pengetahuan
dan teknologi yang mengarah kepada efisiensi penggunaan input produksi pada usahaternak banyak dilakukan, salah satunya adalah teknologi penggunaan
mikrobiotik. Mikrobiotik atau yang lebih dikenal dengan istilah probiotik yaitu biakan mikroorganisme tertentu yang ada dalam tubuh hewan dan akan menjamin
pembentukan secara efektif organisme yang bermanf aat dalam tubuh inang hewan terutama sistem pencernaan.
Penggunaan teknologi probiotik ini banyak digunakan karena mampu mengefisienkan input-input produksi pada usahaternak ayam ras terutama dalam
input produksi pakan yang mempunyai komposisi biaya terbesar dalam biaya produksi. Probiotik mampu meningkatkan pertambahan bobot badan ternak,
konversi pakan yang lebih rendah serta menjaga kesehatan ternak dan merupakan alternatif yang aman karena aktivitasnya dalam mendukung perkembangan
mikroba yang menguntungkan dan menekan pertumbuhan bakteri patogen dalam saluran pencernaan. Pemberian probiotik dapat menjaga keseimbangan komposisi
mikroorganisme dalam sistem pencernaan ternak yang berakibat meningkatnya daya cerna dan hewan ternak menjadi lebih kebal terhadap penyakit yang
menyerang.
1.2. Perumusan Masalah