Proses Aktivasi Fisika LOKASI DAN WAKTU PENELITIAN

HNO 3 , HCl, Ca 3 PO 4 2 , H 3 PO 4 , ZnCl 2 , dan sebagainya. Unsur-unsur mineral yang terkandung dalam aktivator masuk diantara plat heksagon dari kristalit dan memisahkan permukaan bahan baku yang mula-mula tertutup [21,22]. Sehingga, saat pemanasan dilakukan, senyawa kontaminan yang berada dalam pori menjadi lebih mudah terlepas [5,21,22]. Hal ini menyebabkan luas permukaan yang aktif bertambah besar dan meningkatkan daya serap karbon aktif . Proses aktivasi karbon aktif dapat dilakukan sebelum maupun sesudah proses karbonisasi, tergantung pada kandungan unsur karbon dari bahan baku yang akan dijadikan karbon aktif. Pada penelitian tentang karakteristik karbon aktif dengan aktivasi kimia yaitu bahwa bahan baku dikarbonisasi terlebih dahulu dengan tujuan memperbanyak unsur karbonnya [23]. Proses aktivasi karbon aktif secara kimia pada umumnya dipengaruhi oleh faktor- faktor sebagai berikut [3,24]: • Jenis zat aktivasi Untuk tiap jenis zat aktivasi, kenaikan daya serap karbon yang dihasilkan juga akan berbeda. • Konsentrasi zat aktivasi Semakin besar konsentrasi zat aktivasi maka daya serap karbon yang dihasilkan semakin besar, tetapi pada penggunaan konsentrasi yang telalu tinggi akan mendegradasi atau merusak selulosa yang mengakibatkan daya serap karbon aktif menurun. • Durasi aktivasi Durasi aktivasi yang optimum untuk berbagai jenis aktivator maupun bahan baku berbeda-beda. • Ukuran bahan baku Ukuran bahan baku yang semakin kecil akan semakin baik karena luas permukaan kontak antara bahan baku dengan larutan aktivasi semakin besar. • Suhu pengarangan atau suhu karbonasi Penggunaan suhu karbonisasi yang berbeda akan menghasilkan karbon aktif dengan daya serap yang berbeda. • Durasi karbonasi Durasi karbonasi yang optimum untuk berbagai jenis aktivator maupun bahan baku berbeda-beda. Dalam pembuatan karbon aktif khusunya di Indonesia ada beberapa hal yang dijadikan parmeter kelayakan, salah satunya adalah Persyaratan Arang Akif SNI. Berikut merupakan tabel karakteristik standar karbon aktif yang berlaku di Indonesia: Tabel 2.1 Persyaratan Arang Aktif Standar Nasional Indonesia SNI 06 – 3730-1995 Jenis Persyaratan Parameter Kadar air Maks 15 Kadar abu Maks 10 Kadar zat menguap Maks 25 Kadar karbon terikat Min 65 Daya serap terhadap yodium Min 750 mgg Daya serap terhadap Benzena Min 25 Sumber : Dewan Standarisasi Nasional, 1995

2.2.3 Struktur Fisik dan Struktur Kimia Karbon Aktif

Atom – atom karbon dengan letak yang tidak teroganisir menyusun karbon aktif dan terikat secara kovalen dalam suatu kisi yang hexagonal, dimana kisi yang hexagonal itu sendiri terletak tidak beraturan sehingga membuat struktur arang menjadi amorf. Hal tersebut telah dibuktikan dengan penelitian menggunakan sinar- X yang menunjukkan adanya bentuk – bentuk kristalin yang sangat kecil dengan struktur grafit seperti pada gambar 2.3. Gambar 2.3 Struktur Fisik Karbon Aktif www.constraarchenviro.com dan www.carbonallotropes.com Daerah kristalin memiliki ketebalan 0,7 – 1,1 nm, jauh lebih kecil dari grafit. Hal ini menunjukkan adanya 3 atau 4 lapisan atom karbon dengan kurang lebih terisi 20 – 30 heksagon di tiap lapisannya. Di antara kristal – kristal karbon terdapat rongga yang diisi oleh karbon – karbon amorf yang berikatan secara tiga dimensi dengan atom-atom lainnya terutama oksigen. Retakan – retakan dan celah yang disebut pori berada di antara susunan karbon yang tidak teratur ini. Pori yang ditemukan biasanya berbentuk silindris [28,29]. Struktur kimia dari karbon aktif dipengaruhi oleh sifat dari bahan baku serta proses pembuatan dari karbon aktif itu sendiri. Sifat kimia dari karbon aktif sangat spesifik, sifat ini juga sangat menentukan kemampuan karbon aktif dalam mengadsorpsi atau menyerap. Struktur kimia dari karbon aktif disusun oleh atom C, H, dan O yang terikat secara kimia membentuk gugus fungsional seperti pada gambar 2.4 berikut. Gugus fungsional ini membuat permukaan karbon aktif reaktif secara kimiawi dan mempengaruhi sifat adsorpsinya sehingga karbon aktif bersifat selektif [20,31]. Gambar 2.4 Struktur Kimia Karbon Aktif Sudibandriyo, 2003

2.2.4 Penggunaan Karbon Aktif

Penggunaan karbon aktif dibagi atas 2 tipe, yaitu karbon aktif sebagai pemucat dan sebagai penyerap uap [3]. 1. Karbon aktif sebagai pemucat Pada umumnya memiliki bentuk powder yang sangat halus, dimana karbon dapat digiling sebelum maupun sesudah aktivasi. Karbon aktif jenis ini memiliki diameter pori mencapai 1000 Å, digunakan dalam fase cair, biasa digunakan untuk memindahkan zat-zat pengganggu yang menyebabkan warna dan bau yang tidak diharapkan, membebaskan pelarut dari zat-zat pengganggu dan kegunaan lain yaitu pada industri kimia dan industri farmasi [3]. Bahan baku yang digunakan untuk membuat karbon aktif sebagai pemucat biasanya berasal dari serbuk-serbuk gergaji, ampas pembuatan kertas atau dari bahan baku yang mempunyai densitas kecil dan mempunyai struktur yang lemah [3,6]. 2. Karbon aktif sebagai penyerap uap Karbon Biasanya berbentuk granular atau pellet yang sangat keras, diameter pori berkisar antara 10-200 Å, tipe pori lebih halus, digunakan dalam fase gas, berfungsi untuk memperoleh kembali pelarut, katalis, pemisahan dan pemurnian gas. Bahan baku yang digunakan untuk membuat karbon aktif sebagai penyerap uap dapat diperoleh dari tempurung kelapa, tulang, batu bata atau bahan baku yang mempunyai bahan baku yang mempunyai struktur keras [3,6]. Berikut merupakan penggunaan karbon aktif dalam industri pangan dan bukan pangan [6]. 1. Penggunaan dalam Industri pangan: a. Pemurnian minyak goreng b. Pemurnian gula c. Penjernihan air 2. Penggunaan dalam industri bukan pangan: a. Industri kimia dan farmasi b. Katalis Berikut merupakan tabel kegunaan karbon aktif : Tabel 2.2 Penggunaan Karbon Aktif [6] No Pemakai Kegunaan JenisMesh 1 Industri obat dan makanan Menyaring, penghilangan bau, dan rasa 8 x 30,325 2 Minuman keras dan ringan Pengilangan warna, bau pada minuman 4 x 8,4 x 12 3 Kimia perminyakan Penyulingan bahan mentah 4 x 8,4 x 12,8 x 30 4 Pembersih air Pengilangan warna, bau penghilangan resin 5 Budidaya udang Pemurnian, penghilangan ammonia, netrite phenol, dan 4 x 8,4 x 12 logam berat 6 Industri gula Penghilangan zat – zat warna, menyerap proses penyaringan menjadi lebih sempurna 4 x 8,4 x 12 7 Pelarut yang digunakan kembali Penarikan kembali berbagai pelarut 4 x 8,4 x 12,8 x 30 8 Pemurnian gas Menghilangkan sulfur, gas beracun, bau busuk asap 4 x 8,4 x 12 9 Katalisator Reaksi katalisator pengangkut vinil klorida, vinil asetat 4 x 8,4 x 30 10 Pengolahan pupuk Pemurnian, penghilangan bau 8 x 30

2.3 ADSORPSI

Karbon aktif karena strukuturnya yang berpori berfungsi sebagai penyerap yang sangat erat kaitannya dengan proses atau peristiwa adsorpsi. Adsorpsi diketahui sebagai proses penggumpalan substansi terlarut soluble yang terdapat dalam fluida, oleh permukaan zat atau benda penyerap, dimana terjadi suatu ikatan kimia fisika antara substansi dengan permukan benda penyerapnya, sehingga menyebabkan terjadinya pemisahan atau berpindahnya substansi dari fluida tersebut ke permukaan penyerapnya [20,32]. Di dalam proses adsorpsi dikenal istilah adsorben dan adsorbat, dimana adsorben adalah suatu penyerap yang dalam hal ini berupa senyawa karbon, sedangkan adsorbat adalah suatu media yang diserap [5,32]. Adsorpsi dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu [20,33,34]: 1. Adsorpsi Fisika Gaya tarik menarik antara adsorbat dengan permukaan adsorben sering disebut dengan Gaya Van der Waals. Gaya ini yang menyebabkan terjadinya adsorpsi fisika. Adsorpsi fisika bersifat relatif lemah, pada proses ini adsorbat tidak terikat kuat pada adsorben sehingga adsorbat dapat bergerak dari suatu bagian permukaan adsorben ke bagian permukaan adsorben lainnya dan pada permukaan yang ditinggal oleh adsorbat tersebut dapat digantikan oleh adsorbat lainnya. Jika kondisi operasi dari proses adsorpsi ini diubah laju penyerapannya bisa reversibel, maka akan membentuk kesetimbangan yang baru. Proses adsorpsi fisika terjadi tanpa memerlukan energi aktivasi. Ikatan yang terbentuk dalam adsorpsi ini dapat diputuskan dengan mudah yaitu dengan pemanasan pada temperatur sekitar 150- 200 o C selama 2-3 jam. 2. Adsorpsi Kimia Ikatan kimia antara molekul – molekul adsorbat dengan adsorben membentuk ikatan yang kuat yang menyebabkan terjadinya adsorpsi kimia. Pada proses ini ikatan kimia yang kuat tadi membentuk lapisan yang merupakan lapisan monolayer. Adsorpsi kimia bersifat tidak reversibel dan umumnya terjadi pada suhu tinggi di atas suhu kritis adsorbat. Proses desorpsi hanya dapat dilakukan dengan energi aktivasi yang lebih tinggi agar dapat memutuskan ikatan yang terjadi antara adsorben dengan adsorbat. Menurut IUPAC Internationl Union of Pure and Applied Chemical ada beberapa klasifikasi pori [20], yaitu : a. Mikropori : diameter 2 nm b. Mesopori : diameter 2 – 50 nm c. Makropori : diameter 50 nm Proses adsorpsi adsorbat oleh adsorben biasanya berlangsung pada bagian mikropori pada adsorben tersebut. Sementara itu, makropori hanya berperan sebagai tempat transfer adsorbat dari permukaan luar ke mikropori. karakteristik adsorben, temperatur, tekanan, dan jenis adsorbat sangat mempengaruhi daya serap dari adsorbat [34]. Gambar 2.5 Struktur Pori Karbon Aktif www.mindandmetallurgy.com Berdasarkan fasa substansi yang diserap, adsorpsi juga dapat dibagi menjadi adsorpsi fasa uap dan adsorpsi fasa cair [36,37]. Pemulihan pelarut organik yang digunakan pada zat, tinta cetak, serta larutan untuk pembuatan film atau pelapisan tekstil adalah beberapa contoh penerapan adsorpsi fasa uap. Adsorpsi juga dapat digunakan untuk memulihkan reaksi yang tidak mudah dipisahkan dengan kristalisasi atau distilasi. Beberapa adsorben jenis yang sama dapat digunakan baik untuk adsorpsi fasa uap maupun untuk adsorpsi fasa cair. Namun, biasanya untuk penyerapan pada fasa cair lebih sering digunakan adsorben dengan pori – pori besar [36]. Dalam dunia perindustrian pada saat ini, adsorben yang paling banyak digunakan ialah karbon aktif karena luas permukaan yang dimilikinya cukup tinggi sehingga daya adsorpsinya lebih baik dibandingkan dengan adsorben lain.

2.3.1 Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Daya Adsorpsi

Berikut ini merupakan faktor – faktor yang mempengaruhi daya adsorpsi suatu adsorben [6,33]: 1. Jenis Adsorbat a. Ukuran molekul adsorbat Proses adsorpsi dapat terjadi dan berjalan dengan baik jika diameter molekul adsorbat lebih kecil dari diameter pori adsorben [19,33]. b. Kepolaran zat Untuk molekul yang berdiameter sama, molekul – molekul non-polar lebih kuat diadsorpsi oleh karbon aktif daripada molekul – molekul yang polar. 2. Karakteristik Adsorben a. Kemurnian adsorben Adsorben yang semakin murni semakin memiliki kemampuan adsorpsi yang lebih baik. b. Luas permukaan dan volume pori adsorben Salah satu faktor utama yang mempengaruhi proses adsorpsi merupakan luas permukaan adsorben. Jumlah molekul adsorbat yang teradsorp meningkat dengan bertambahnya luas permukaan dan volume pori adsorben [19,33,]. c. Kepolaran adsorben Sebagai padatan yang berpori, karbon aktif memiliki kemampuan sebagai penyerap. Namun, kemampuan ini dipengaruhi lagi dengan sifat dari permukaan karbon aktif itu sendiri. Permukaan karbon aktif yang menjadi media penyerapan memiliki sifat yang spesifik tergantung pada gugus fungsi dari karbon aktif tersebut. Namun sebagian besar dari karbon aktif terdiri dari unsur karbon bebas yang berikatan secara kovalen, sehingga permukaan arang akif pada umumnya bersifat non polar [6,38]. 3. Temperatur Berdasarkan prinsip Le Chatelier, maka proses adsorpsi yang merupakan proses eksotermis, dengan peningkatan temperatur pada tekanan tetap akan mengurangi jumlah senyawa yang terserap. Hal ini berlaku juga untuk sebaliknya. Temperatur disini yang dimaksudkan merupakan temperatur adsorbat yang juga disebut dengan temperatur absolut. 4. Tekanan adsorbat Pada adsorpsi fisika, jumlah zat yang diadsorpsi akan bertambah seiring dengan naiknya tekanan adsorbat, sedangkan pada adsorpsi kimia, jumlah zat yang diadsorpsi akan berkurang dengan menaikkan tekanan adsorbat. 5. Waktu Kontak Dalam proses penyerapan, adsorben yang merupakan padatan dikontakkan dengan adsorbatnya yang biasanya berupa fluida. Pengontakan kedua fase yang berbeda ini memerlukan waktu, dan waktu yang diperlukan untuk memperoleh hasil pengontakan yang maksimal berbeda-beda tergantung pada dosis adsorben yang digunakan dan ada-tidaknya pengadukan 6,38.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

1.5 LOKASI DAN WAKTU PENELITIAN

Penelitian dilakukan di Laboratorium Penelitian, Laboratorium Proses Industri Kimia dan Laboratorium Kimia Analisa Teknik Kimia, Departemen Teknik Kimia, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara, Medan. Penelitian ini dilakukan selama lebih kurang 3 bulan.

1.6 BAHAN

Pada penelitian ini bahan yang digunakan antara lain: 1. Pelepah aren di peroleh dari Desa Namorambe 2. Iodine 3. Kalium hidroksida KOH 4. Zink klorida ZnCl 2 5. Asam Fosfat H 3 PO 4 6. Natrium tiosulfat Na 2 S 2 O 3 1 N 7. Aquadest 8. Amilum

3.3 PERALATAN PENELITIAN

1. Furnace 2. Erlenmeyer 3. Oven listrik 4. Pipet tetes 5. Gelas ukur 6. Buret 7. Corong gelas 8. Desikator 9. Kertas saring Whatman 10. Neraca Digital 11. pH indikator 3.4 PROSEDUR PENELITIAN 3.4.1 Persiapan Bahan Baku Pelepah aren yang diperoleh dari Desa Namorambe dicuci dengan air keran beberapa kali hingga bersih. Kemudian pelepah aren dipotong – potong kecil, lalu dikeringkan pada suhu 110 °C dengan oven selama 1 jam hingga bahan baku kering atau hilang kadar airnya sehingga diperoleh berat yang konstan.

3.4.2 Persiapan Larutan KOH

Disiapkan beaker gelas 250 ml. Lalu dimasukkan KOH 30 gram dalam beaker gelas dan ditambahkan aquadest sampai tenggelam seluruhnya 150 ml lalu dilarutkan sampai homogen.

3.4.3 Persiapan Larutan ZnCl

2 Disiapkan beaker gelas 250 ml. Lalu dimasukkan ZnCl 2 20 gram ke dalam beaker gelas dan ditambahkan aquadest sampai tenggelam seluruhnya 150ml. Kemudian diaduk pada suhu 25°C suhu ruangan hingga semua padatan terlarut sempurna.

3.4.4 Persiapan Larutan H

3 PO 4 Disiapkan beaker gelas 250 ml. Untuk membuat larutan H 3 PO 4 1 M, ditambahkan 13,68 ml larutan H 3 PO 4 ke dalam beaker gelas dan ditambahkan akuades hingga volume mencapai 200 ml. Kemudian diaduk hingga larutan homogen.

3.4.5 Pembuatan Karbon Aktif a. Aktivator KOH

1. 10 gram sampel direndam di dalam larutan KOH dengan perbandingan berat 1:3 selama 24 jam 2. Bahan baku kemudian disaring dengan kertas saring. 3. Bahan baku dipanaskan di dalam furnace selama 1 jam dengan suhu 400 o C, 500 o C, dan 600 o C. 4. Didiamkan dalam desikator selama 30 menit untuk menurunkan suhunya.