Tinjauan Yuridis Terhadap Kebijakan Free Flow Of Services Terhadap Tenaga Kerja Terampil Negara- Negara Anggota Asean Dalam Implementasi Asean Economic Community (Aec) 2015 Ditinjau Dari Perspektif Hukum Ekonomi Internasional Dan Nasional

(1)

105

DAFTAR PUSTAKA A. Sumber dari Buku-buku

A.K, Syahmin. 2006. Hukum Dagang Internasional (Dalam Kerangka Studi Analitis), Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.

Ali, Zainuddin. 2006. Metode Penelitian Hukum, Jakarta; Sinar Grafika. ASEAN Secretariat. 2013. ASEAN Statistical Yearbook 2012, Jakarta:

ASEAN Secretariat.

Bustami, Gusmardi. 2015. Menuju ASEAN Economic Community 2015, Jakarta: Departement Perdagangan Indonesia.

Dirjen Kerja Sama ASEAN. 2009. Integrasi Ekonomi ASEAN dibidang Jasa, Jakarta: Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia.

Kartadjoemena, H.S. 1997. GATT WTO dan Hasil Uruguay Round, Jakarta: Universitas Indonesia (UI-Press).

Kementerian Perdagangan. 2015. Kerjasama Ekonomi ASEAN 2015

Mayana, Ranti. 2004. Perlindungan Desain Industri di Indonesia, Grasindo: Jakarta. Pritchett, L. 2006. Let Their People Come: Breaking the Gridlock on International

Labor Mobility. Center for Global Development: Baltimore.

Putnam,Robert. 1998 “Diplomacy and Domestic Politics: The Logic of Two Level Games”, International Organization.


(2)

106

Soegono, Bambang. 2006. Metode Penelitian Hukum, Jakarta: Raja Grafindo Persada.

Soekanto, Soerjono. 2005. Pengantar Penelitian Hukum, Jakarta: Universitas Indonesia Press.

Soesastro, Hadi. 2000. A New ASEAN in a New Millenium,Centre for Strategic and International Student, Jakarta.

The ASEAN Secretariat. 2009. ASEAN Integration in Services, Jakarta: ASEAN Secretariat.

The ASEAN Secretariat. 2015. ASEAN Integration in Services, Jakarta: ASEAN Secretariat.

Widiatedja, Parikesit. 2011. Kebijakan Liberalisasi Pariwisata Konstruksi Konsep,

Ragam Masalah, dan Alternatif Solusi, Udayana, Denpasar: University Press. B. Makalah, Karya Ilmiah, Artikel, dan Jurnal

Budi SP Nababan, "Perlunya PERDA Tentang Retribusi Perpanjangan Izin Mempekerjakan Tenaga Kerja Asing di Tengah Liberalisasi Tenaga Kerja Masyarakat Ekonomi ASEAN 2015", RechtsvindingJurnal Online, (vol.2, Nomor 02, Agustus 2014)

Cetak Biru Komunitas Ekonomi ASEAN, Dirjen Kerja Sama ASEAN Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia, Jakarta, 2009


(3)

107

Chia Siow Yue, ‗Free Flow of Skilled Labor in the AEC‘, dalam Urata, S. dan M. Okabe (ed), Toward a Competitive ASEAN Single Market: Sectoral Analysis, (Jakarta: ERIA Research Project Report 2010-03)

Chia, Siow Yue. Towards Freer Movement of Skilled Labour in AEC 2015 and Beyond. Economic Research Institute for ASEAN and East Asia Policy Brief, 2014

Direktorat Jenderal Kerjasama ASEAN Deplu Republik Indonesia, ASEAN Selayang Pandang, Edisi ke-19, 2010

Edrida Pulungan, Liberalisasi di MEA 2015, Tabloid Inspirasi, Vol 4, No.81,25 November 2013 G., Griffiths Desseler, J & Llyod-Walker, B. Human Resource Management (2nd Edition). Pearson: Australia, 2004

Flavia Jurje, ASEAN Economic Community, what model for labor mobility?, (Switzerland: NNCR Trade Regulation, 2015),

―Jalan Panjang Menuju Kompetensi Bersama‖, Majalah Halo Internis, Edisi 19, September 2011 Makmur Keliat dkk, "Pemetaan Pekerja Terampil Indonesia dan Liberalisasi Jasa ASEAN" Laporan Penelitian ASEAN Study Center UI bekerjasama dengan Kementrian Luar Negeri Republik Indonesia, Jakarta, 2013

M. Ari Sabilah Rahman, "Daya Saing Tenaga Kerja Indonesia Dalam Menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN", Jurnal Hubungan Internasional UNMUL, (Vol.03, Nomor 01, 2015),

Muhammad Fadli, "Optimalisasi Kebijakan Ketenagakerjaan dalam Menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN 2015" jurnal Rechsvinding online, (vol. 3 Nomor 02, Agustus 2014),


(4)

108

Nurchalis , Strategi Indonesia dalam Analisis Hukum Internasional Terhadap Liberalisasi Perdagangan Dibidang Jasa oleh Negara-negara ASEAN melalui AFAS, Skripsi, Fakultas Hukum Universitas Hasannudin, Makassar, 2013

Sri Sunardi, Strategi Indonesia dalam menghadapi liberalisasi Jasa Telekomunikasi dalam kerangka Asean Framework Agreement on Service (AFAS),Tesis, Fakultas Teknik Universitas Indonesia, Jakarta, 2012

Tereso S. Tullao,RTNet Working Paper Series, Enchanching the movement of Person in the ASEAN region: Opportunities and constraints, December 2006

Wickramasekara, P. Asian Labour Migration: Issues and Challenges in an Era of Globalization, In: Report and Conclusions: ILO Asia-Pacific Regional Symposium for Trade Union Organizations on Migrant Workers, 2000

World Bank. Global Economic Prospects: Economic Implications of Remittances and Migration 2006. Washington DC : The International Bank for Reconstruction and Development/ World Bank, 2006

World Economic Forum, The ASEAN Tourism and Travel Competitiveness Report 2012, 2012 Yoshimi Fukunaga, "Assesing the Progress of ASEAN MRAs on Professional Services", ERIA Discussion Paper Series, 2015

C. Konvensi dan Undang-Undang

ASEAN Economic Community Blueprint ASEAN Frameworks Agreement on Services ASEAN MRA on Architectural Services ASEAN MRA on Engineering Services


(5)

109 ASEAN MRA on Dental Practitioners

ASEAN MRA Framework on Accountancy Services

ASEAN MRA for the Mutual Recognition of Surveying Qualifications, ASEAN MRA on Medical Practitioners

ASEAN MRA on Nursing Services ASEAN MRA on Tourism Professionals ASEAN Tourism Agreement

Permenkes 47 tahun 2012 tentang Pendayagunaan Perawat ke Luar negeri Permenkes 317 tahun 2010 tentang Tenaga Kerja Warga Negara Asing Permenkes 1796 tahun 2011 tentang Registrasi Tenaga Kesehatan Peraturan Presiden nomor 94 tahun 2011 tentang Informasi Geospasial Undang-Undang No. 34 tahun 1954 tentang Pemakaian Gelar Akuntan Undang-undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Mineral dan Batubara Undang-undang Nomor 29 tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran Undang-undang Nomor 10 tahun 2009 tentang Kepariwisataan Undang-undang No 4 tahun 2011 tentang Informasi Geospasial Undang-Undang No. 5 tahun 2011 tentang Akuntan Publik Undang-undang Nomor 12 tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi


(6)

110

Undang-undang Nomor 11 Tahun 2014 Tentang Keinsinyuran D. Website

http://apspig.com/anggota_aspig_list.php http://www.aseanaccountants.org/about.htm

http://www.antaranews.com/berita/3 84830/menperin-minta-freeport-taati-u

http://www. asean.org/communities/asean-economic-community/category/healthcare-services, http://www.astti.or.id/media/SERTIFIKASI%20NAKER%20JASA%20KONSTRUKSI %20DAN%20IMPLEMENTASINYA.pdf undang-undang-soal-smelter

http://www.asean.org/communities/asean-economiccommunity/item/asean-framework-agreement-on-services,

http://www.asean.org/images/archive/21137.pdf

http://www.asean.org/images/2012/Economic/sectoral_aem/service/agrement/ASEN/AGREEME NT/ON/THE/MOVEMENT%20OF%20NATURAL%20PERSONS.pdf,

http://www.asean.org/images/2013/economic/handbook%20mra%20tourism_opt.pdf,

http://economy.okezone.com/read/2011/11/19/320/531563/ri-masuk-anggota-dewan-organisasi-profesi-akuntan-dunia

http://economy.okezone.com/read/2011/11/19/320/531563/ri-masuk-anggota-dewan-organisasi-profesi-akuntan-dunia

http://balianzahab.wordpress.com/makalah-hukum/metode-penelitian-hukum http://www.iaiglobal.or.id/berita/detail.php?id=344


(7)

111 http://www.ifac.org/about-ifac/membership

https://imedimud.wordpress.com/2014/12/17 /menuju-mea-mengamati-mra-di-bidang-keinsinyuran/

http://infopublik.layanan.go.id/read/5421/yusuf-surachman-deputi-bidang-infrastruktur-data-spasial-badan-koordinasi-survei-dan-pemetaan-nasional-bakosurtanal-.html

http://www.kemlu.go.id/Documents/Kerjasama/Ekonomi/ASEAN.doc/,diambil dari kerjasama ekonomi ASEAN,

http://www.pbpapdi.org/images/file_halo_internist/Halo%20Internis%

20Edisi%2019;%20Harmonisasi%20ASEAN%20di%20Bidang%20Kesehatan_8.pdf http://pii.or.id/profil/overview

http://www.scribd.com/doc/ 83165104/ Kerjasama- Ekonomi -ASEAN https://wisuda.unud.ac.id/pdf/1103005092-3-Bab/2.pdf


(8)

55 BAB III

IMPLEMENTASI ASEAN ECONOMIC COMMUNITY (AEC) 2015 TERHADAP MOBILITAS TENAGA KERJA TERAMPIL NEGARA-NEGARA ANGGOTA ASEAN

A. Struktur ASEAN Economic Community (AEC) 2015

Dalam melaksanakan proses intergrasi ekonomi ASEAN menuju AEC 2015, sesuaidengan Piagam ASEAN, dibentuk struktur kelembagan ASEAN yang terdiri dariASEAN Summit, ASEAN Coordinating Council, ASEAN Community Council, ASEAN Economic Ministers, ASEAN Free Trade Area Council, ASEAN Investment Area Council, Senior Economic Officials Meeting, dan Coordinating Committee. Langkah awal kesiapan ASEAN dalam menjalankan integrasi ekonominya setelah diberlakukannya Piagam ASEAN (ASEAN Charter) adalah dengan ditetapkannya Wakil Sekretaris Jenderal ASEAN bidang ASEAN Economic Community/ AEC dengan tugas mengawasi implementasi AEC Blueprint, memantau dan menfasilitasi proses kesiapan kawasan menghadapi perekonomian global, serta mendukung pelaksanaan inisiatif lainnya dalam rangka integrasi ekonomi ASEAN.93

1. ASEAN Summit

ASEAN Summit merupakan pertemuan tingkat Kepala Negara/ Pemerintahan ASEAN, yang berlangsung 2 (dua) kali dalam setahun dan diselenggarakan secara bergilir berdasarkan alfabet di Negara yang sedang menjabat sebagai Ketua ASEAN. Secara rinci dijelaskan dalam Piagam ASEAN Pasal 7 bahwa ASEAN Summit adalah:94

a. Merupakan badan pengambil kebijakan tertinggi ASEAN

93

Gusmardi Bustami, Menuju ASEAN Economic Community, (Jakarta: Departement Perdagangan Indonesia, 2015), 2015, hal. 11.

94 Ibid.


(9)

56

b. Membahas, memberikan arah kebijakan dan mengambil keptusan atas isu-isu utama yang menyangkut realisasi tujuan-tujuan ASEAN, hal-hal pokok yang menjadi kepentingan Negara-Negara Anggota dan segala isu yang dirujuk kepadanya oleh ASEAN Coordinating Council (Dewan Koordinasi ASEAN), ASEAN Community Council (Dewan Komunitas ASEAN) dan ASEAN Sectoral Ministerial Bodies (Badan Kementerian Sektoral ASEAN). c. Menginstruksikan para Menteri yang relevan di tiap-tiap Dewan Terkait untuk

menyelenggarakan pertemuan-pertemuan antar-Menteri yang bersifat ad hoc, dan membahas isu-isu penting ASEAN yang bersifat lintas Dewan Komunitas.Aturan pelaksanaan pertemuan dimaksud diadopsi oleh Dewan Koordinasi ASEAN, dalam hal di Indonesia, koordinasikan oleh Departemen Luar Negeri dengan mengundang departemen terkait dibidang masing-masing.

d. Menangani situasi darurat yang berdampak pada ASEAN dengan mengambil tindakan yang tepat.

e. Memutuskan hal-hal yang dirujuk kepadanya berdasarkan Bab VII dan VIII di Piagam ASEAN

f. Mengesahkan pembentukan dan pembubaran Badan-badan Kementerian Sektoral dan lembaga-lembaga ASEAN

g. Mengangkat Sekretaris Jenderal ASEAN, dengan pangkat dan status setingkat Menteri, yang akan bertugas atas kepercayaan dan persetujuan para Kepala Negara/Pemerintahan berdasarkan rekomendasi pertemuan para Menteri Luar Negeri ASEAN.

2. ASEAN Coordinating Council (ACC).

ASEAN Coordinating Council adalah dewan yang dibentuk untuk mengkoordinasikan seluruh pertemuan tingkat Menteri ASEAN yang membawahi ketiga ASEAN Community


(10)

57

Council yaitu ASEAN Political Security Community Council, ASEAN Economic Community Council, dan ASEAN Sociocultural Community Council. ACC melakukan pertemuan sekurang-kurangnya duakali setahun sebelum ASEAN Summit berlangsung. Berdasarkan amanat Piagam ASEAN Pasal 8 tugas dan fungsi ASEAN Coordinating Council adalah untuk:95

a. menyiapkan pertemuan ASEAN Summit;

b. mengkoordinasikan pelaksanaan perjanjian dan keputusan ASEAN Summit;

c. berkoodinasi dengan ASEAN Community Council untuk meningkatkan keterpaduan kebijakan, efisiensi dan kerjasama antar mereka;

d. mengkoordinasikan laporan ASEAN Community Council kepada ASEAN Summit;

e. mempertimbangkan laporan tahunan Sekretaris Jenderal ASEAN mengenai hasil kerja ASEAN;

f. mempertimbangkan laporan Sekretaris Jenderal ASEAN mengenai fungsi-fungsi dan kegiatan Sekretariat ASEAN serta badan relevan lainnya;

g. menyetujui pengangkatan dan pengakhiran para Deputi Sekretaris Jenderal ASEAN berdasarkan rekomendasi Sekretaris Jenderal; dan

h. menjalankan tugas lain yang diatur dalam Piagam ASEAN atau fungsi lain yang ditetapkan oleh ASEAN Summit.

3. ASEAN Economic Community Council (AEC Council).

ASEAN Economic Community Council merupakan Dewan yang mengkoordinasikan semua economic sectoral ministers seperti bidang perdagangan, keuangan, pertanian dan kehutanan, energi, perhubungan, pariwisata dan telekomunikasi dan lain-lain. Pertemuan AEC

95


(11)

58

Council berlangsung sekurang-kurangnya 2 (dua) kali dalam setahun yang dirangkaikan dengan pertemuan ASEAN Summit.

Wakil Indonesia untuk pertemuan AEC Council adalah Menteri Koordinator Bidang Perekonomian dengan Menteri Perdagangan sebagai alternate. AEC Council bertugas untuk melaporkan kemajuan di bidang kerjasama ekonomi kepada Kepala Pemerintahan/ Negara ASEAN.

4. ASEAN Economic Ministers (AEM).

ASEAN Economic Ministers (AEM) merupakan dewan Menteri yang mengkoordinasikan negosiasi dan proses implementasi integrasi ekonomi. Para AEM melakukan pertemuan AEM, AEMRe treat, dan dalam rangkaian ASEAN Summit. AEM menyampaikan laporannya kepada AEC Council, dan selanjutnya AEC Council melaporkan semua hasil-hasil implementasi ASEAN Blueprint kepada ASEAN Summit. Di bawah koordinasi AEM, terdapat AFTA Council dan AIA Council, masing-masing dewan Menteri yang membidangi bidang barang dan investasi. AEM dalam setiap pertemuannya menerima laporan serta membahas isu-isu yang masih pending di tingkat SEOM.96 AEM selanjutnya menyampaikan laporan secara komprehensif implementasi ASEAN Blueprint kepada AEC Council pada pertemuan ASEAN Summit. Menteri Ekonomi yang mewakili Indonesia dalam AEM adalah Menteri Perdagangan.

5. ASEAN Free Trade Area Council (AFTA Council).

AFTA Council adalah dewan menteri ASEAN yang pada umumnya diwakili oleh Menteri Ekonomi masing-masing Negara Anggota bertanggung jawab atas proses negosiasi dan implementasi komitmen di bidang perdagangan barang ASEAN. AFTA Council melakukan pertemuan tahunan para Menteri Ekonomi ASEAN dalam rangkaian pertemuan sebelum AEM.

96


(12)

59

Dalam pertemuannya, AFTA Council pada umumnya menerima laporan dari Coordinating Committee on the Implementation on the CEPT Scheme for AFTA (CCCA) dan membahas isu-isu yang masih pending di tingkat SEOM. Koordinator AFTA Council untuk Indonesia adalah Menteri Perdagangan.

6. ASEAN Investment Area Council (AIA Council).

AIA Council adalah dewan menteri ASEAN yang bertanggung jawab atas proses negosiasi dan implementasi komitmen di bidang investasi ASEAN. Pada umumnya, AIA Council mengadakan pertemuan tahunan dalam rangkaian dengan pertemuan AEM. AIA Council menerima laporan dari pertemuan Coordinating Committee on Investment (CCI) dan membahas isu-isu yang masih pending di tingkat SEOM. Koordinator Indonesia untuk AIA Council adalah Kepala BKPM yang didampingi oleh Menteri Perdagangan pada setiap pertemuan.

7. Senior Economic Official Meeting (SEOM).

SEOM merupakan pertemuan ASEAN di tingkat pejabat Eselon 1 yang menangani bidang ekonomi. Pertemuan diadakan4 (empat) kali dalam setahun, SEOM 1, 2, 3, dan 4. Dalam 2 (dua) pertemuan SEOM (1 dan 3), pertemuan fokus pada isu intra ASEAN sedangkan pada 2 (dua) pertemuan SEOM lainnya (2 dan 4), ASEAN mengundang Negara Mitra Dialog yaitu China, Jepang, Korea, India, Australia & New Zealand untuk melakukan konsultasi dengan SEOM ASEAN. SEOM dalam pertemuannya menerima laporan hasil pertemuan dari dan membahas isu yang masih pending di tingkat Coordinating Committee/ Working Group.Selain SEOM, ASEAN membentuk task force tingkat pejabat Eselon 1, High Level Task Force (HLTF). HLTF dalam pertemuannya membahas isu-isu penting yang masih pending dan memerlukan


(13)

60

pertimbangan khusus untuk dilaporkan ke tingkat Menteri. Pertemuan HLTF biasanya hanya dihadiri oleh SEOM+1.

8. Coordinating Committees / Working Groups.

Coordinating Committee / Working Groups merupakan pertemuan teknis setingkat pejabat Eselon 2 atau Pejabat Eselon 3 di instansi terkait masing-masing Negara Anggota ASEAN. Pertemuan ini diadakan 4 (empat) kali dalam setahun, dimana hasil pertemuannya akan dilaporkan kepada SEOM untuk diteruskan kepada AEM, AEC Council, ASEAN Coordinating Council dan ASEAN Summit.

B. Faktor Mobilitas Tenaga Kerja Terampil ASEAN

Mobilitas tenaga kerja, atau kemampuan pekerja untuk pindah ke yang lokasi geografis yang berbeda, memiliki banyak manfaat yang telah banyak dibahas dalam berbagai artikel maupun jurnal menyangkut ketenaga kerjaan.

Pada tingkat pribadi, pekerja melihat keuntungan dalam hal perpindahan yang mereka lakukan jika mereka bisa mendapatkan upah yang lebih tinggi dari satu lokasi daripada di lokasi lain.97 Motivasi untuk pindah ke negara lain untuk mendapatkan lebih banyak upah ini sangat kuat di antara para pekerja dari negara-negara yang memiliki tingkat pengangguran maupun kemiskinan yang tinggi.98

Catatan Bank Dunia menyatakan bahwa tingkat penghasilan di negara-negara berpenghasilan tinggi, ketika disesuaikan dengan daya beli masing-masing negara, sekitar lima kali penghasilan di negara-negara berpenghasilan rendah untuk pekerjaan yang serupa. Hal ini

97

Pritchett, L. (2006). Let Their People Come: Breaking the Gridlock on International Labor Mobility.

Center for Global Development: Baltimore, hal.2 98

Wickramasekara, P. Asian Labour Migration: Issues and Challenges in an Era of Globalization. In:

Report and Conclusions: ILO Asia-Pacific Regional Symposium for Trade Union Organizations on Migrant Workers, 2000, hal.6-8


(14)

61

tentu memberikan insentif besar untuk beremigrasi, terutama ketika kita menganggap bahwa ketika para pekerja migran mengirim sebagian dari gaji mereka kembali ke negara asal mereka, jumlah yang dikirimkan bisa mencakup lebih banyak barang dan jasa di negara penerima dibandingan dengan di negara pengirim.99

Wickramasekara menyebutkan tiga alasan lain mengapa para pekerja akan ingin pindah kenegara lain dimana mereka bukan merupakan warga negara tersebut, yaitu:100

a. Mendapatkan bujukan oleh teman-teman, kerabat dan jaringan sosial yang telah ada di negara yang akan menjadi tujuan bahwa mereka dapat menjadi kelompok pendukung bagi mereka yang baru ikut bekerja di negara tersebut;

b. Adanya keininginan untuk melakukan petualangan atau rasa ingin tahu tentang negara-negara yang membutuhkan tenaga kerja; dan

c. Keinginan untuk melarikan diri dari penganiayaan dan konflik bersenjata.

Terdapat pula faktor yang dapat menghambat mobilitas tenaga kerja berkeahlian, yaitu :101

a. Kebijakan proteksi yang berlaku di setiap negara;

b. disparitas yang tinggi antara upah dan kesempatan kerja yang tersedia; c. geographicalproximity dan lingkungan sosial budaya serta bahasa; d. disparitas perkembangan sektor pendidikan di antara negara di ASEAN.

Keuntungan dari mobilitas tenaga kerja juga meluas ke negara yang menjadi tuan rumah penerima para tenaga kerja asing tersebut. Chia mencatat bahwa masuknya TKI memungkinkan

99

World Bank (2006). Global Economic Prospects: Economic Implications of Remittances and Migration 2006. Washington DC : The International Bank for Reconstruction and Development/ World Bank, hal.20

100

Wickramasekara, P. Asian Labour Migration: Issues and Challenges in an Era of Globalization, 2000, hal.12

101


(15)

62

negara-negara tuan rumah untuk mendorong investasi asing, mengatasi kekurangan tenaga kerja, dan memenuhi komitmen di bawah Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) dan kesepakatan mengenai perdagangan lainnya.102

Arus migran juga menaikkan pendapatan warga negara yang berpenghasilan tinggi, menurut Bank Dunia, yang melakukan simulasi yang menunjukkan bahwa adanya kenaikan tiga persen di kolom tenaga kerja negara berpenghasilan tinggi bisa meningkatkan pendapatan penduduk setempat sebesar 0,4 persen.103

Selain itu, negara-negara berpenghasilan tinggi juga dapat mengambil manfaat dari peningkatan fleksibilitas pasar tenaga kerja dimana hal ini akan menyebabkan sebuah peningkatan angkatan kerja karena didapat harga yang lebih rendah untuk berbagai layanan seperti halnya perawatan anak, dan mungkin akan menyebabkan peningkatan keragaman tenaga kerja.

Berbagai penelitian juga menunjukkan bahwa pengiriman uang yang dikirim oleh pekerja di luar negeri ke rumah mereka di negara asal mereka akan menjadi nilai yang tergolong diatas rata-rata di negara tersebut. Catatan Bank Dunia bahwa pengiriman uang akan membantu untuk mengurangi keparahan akibat kemiskinan di negara asal; langsung meningkatkan Pendapatan dari penerima; dan dapat membantu mencegah kekurangan dalam mencukupi kebutuhan rumah tangga disisi lain, seperti halnya apabila terjadi gagal panen atau adanya anggota keluarga yang sakit.104

102

Chia, S Y. Towards Freer Movement of Skilled Labour in AEC 2015 and Beyond. Economic Research Institute for ASEAN and East Asia Policy Brief, 2014, hal. 2.

103

World Bank, op.cit.hal. 22 104


(16)

63

Pengiriman uang juga memungkinkan keluarga untuk mendiversifikasi sumber pendapatan, meningkatkan tabungan dan sumber investasi di bidang pendidikan, kewirausahaan dan kesehatan, yang keseluruhannya pada umumnya akan meningkatkan keadaan keluarga pada keadaan yang lebih baik.Laju pergerakan bebas para pekerja juga akan meningkatkan keuntungan efisiensi dalam ekonomi global. Clemens menunjukkan perhitungan yang menunjukkan bahwa menghapus hambatan mobilitas tenaga kerja dapat meningkatkan keuntungan efisiensi dalam ekonomi global antara 67 sampai dengan 122 persen dan menghemat triliunan dolar dengan asumsi bahwa setidaknya setengah bagian dari orang-orang di negara-negara berpenghasilan rendah pindah ke negara-negara-negara-negara yang berpenghasilan tinggi untuk bekerja.105

Hal ini sejalan dengan perhitungan Bank Dunia bahwa kenaikan tiga persen saham para pekerja migran di negara-negara berpenghasilan tinggi bisa menaikkan upah dunia sampai dengan USD 356 miliar, atau 0,6 persen.106

Dalam hal mobilitas yang dilakukan oleh tenaga kerja terampil yang berada di ASEAN juga berkaitan dengan pendapatan lebih tinggi yang akan didapatkan oleh pekerja tersebut dengan adanya ketrampilan yang dibutuhkan oleh negara penerima tenaga kerja terampil tersebut seperti halnya tenaga medis yang banyak dibutuhkan oleh negara-negara yang berpenghasilan tinggi di ASEAN yang berbanding lurus dengan kemajuan teknologi di bidang kesehatan di negara-negara tersebut sehingga terdapat simbosis mutualisme dimana negara penerima akan mendapat tenaga kerja terampil dengan biaya yang cenderung lebih murah dan pekerja terampil tersebut akan mendapat upah yang lebih tinggi atas ketrampilan yang dimilikinya.

105

Ibid. 106


(17)

64

C. Perkembangan Terkait Mobilitas Tenaga Kerja Antar Negara Anggota ASEAN

1. Implementasi Berdasarkan ASEAN Framework Agreement on Services

Dengan terbentuknya AFAS negara-negara anggota menyetujui bahwa "akan ada aliran modal maupun tenaga kerja terampil dan profesional yang lebih bebas di antara negara-negara anggota".107Agenda ini telah berkembang relatif pada saat yang sama dengan perkembangan mobilitas WTO GATS. Aliran tenaga kerja terampil dan profesional ini terkait dengan perdagangan jasa yaitu dengan apa yang disebut dengan "mode 4" mobility of natural person yang merupakan salah satu dari empat mode perdagangan antar batas negarayang didefinisikan oleh perjanjian 1995 WTO / GATS.

Tujuan dari mobility of natural person itu sendiri berusaha untuk memperluas perdagangan jasa dan memperdalam integrasi ekonomi antar negara yang terlibat di dalamnya. Sejauh ini, anggota ASEAN telah menegosiasikan delapan paket komitmen dalam kerangka AFAS, meletakkan persyaratan dalam Moda 4 sebagai akses pasar dan perlakuan nasional dibawah kesepakatan yang dilakukan secara horizontal. Selain itu, jadwal spesifik komitmen dan daftar berisi ketentuan-ketentuan tarif bea masuk umum yang diambil oleh masing-masing negara di sektor-sektor tertentu untuk kategori tertentu dari penyedia layanan (misalnya pengecualian tarif bea masuk umum Singapura memungkinkan kehadiran tenaga kerja terampil atau semi-terampil yang berasal dari sumber-sumber tradisional,108 perhitungan dalam peninjauan kebijakan domestik berkala; Indonesia mencadangkan pekerjaan yang membutuhkan tenaga kerja semi-terampil untuk wara negara Indonesia, dengan pengecualian secara terbatas untuk warga negara dari Malaysia, Singapura, Brunei Darussalam, Papua Nugini, dan Australia).

107

ASEAN Frameworks Agreement on Services, Article 4 e

108

Negara-negara yang termasuk dalam pengecualian ini tidak ditentukan secara spesifik dalam daftar pengecualian bea masuk umum Singapura ( Berdasarkan Paket 8 Komitmen Persetujuan Kerangka Kerja ASEAN di Bidang Jasa ) .


(18)

65

Meskipun beberapa putaran perundingan dibidang jasa dan paket komitmen ditandatangani, anggota ASEAN belum bergerak lebih jauh dari hasil WTO / GATS awal. Secara khusus, komitmen pada moda 4 terutama terkait dengan investasi dan arus bisnis, dipandang sebagai sesuatu yang hanya memfasilitasi pergerakan tenaga kerja terampil, manajer, dan staf yang berkualitas di bawah kategori pengalihan intra-perusahaan yang memiliki cabang-cabang di negara-negara yang berbeda.109

2. Implementasi Berdasarkan on Movement of Natural Person

Perjanjian Movement of Natural Person (MNP) ditandatangani oleh negara-negara ASEAN pada tahun 2012, namun pelaksanaannya bervariasi di seluruh negara anggota ASEAN.110 Selain menggabungkan semua komitmen dalam mode 4 yang asalnya merupakan bagian dari AFAS, juga bertujuan untuk lebih memfasilitasi pergerakan orang secara alami yang terlibat dalam perdagangan barang, jasa dan investasi melalui prosedur imigrasi efisien bagi orang-orang tersebut untuk masuk dan tinggal sementara di negara tujuan. Komitmen pada mobilitas tertulis awalnya diatur dalam AFAS dan kemudian diatur juga di dalam MNP walaupun tetap dalam cakupan yang terbatas, mirip dengan yang telah disepakati oleh anggota ASEAN dalam GATS. Lebih khusus, kategori penyedia jasa yang membuat komitmen horisontal telah dibuat untuk orang yang diserahi komitmen tersebut terutama Intra-Perusahaan (durasi tinggal antara 2 hingga 5/8 tahun) dan Pengunjung Bisnis (diperbolehkan untuk tinggal 30 sampai 90 hari, dan 120 hari di Indonesia). Hanya Vietnam yang lebih memfokuskan terhadap keahlian danperdagangan yang terkait tenaga kerja terampil dalam Perjanjian MNP dengan memungkinkan adanya mobilitas penyedia jasa berdasarkan perjanjian dengan negara tersebut

109Flavia Jurje, ASEAN Economic Community, what model for labor mobility?, (Switzerland: NNCR Trade Regulation, 2015), hal.4

110


(19)

66

(untuk tinggal selama maksimum 90 hari dan tunduk pada persyaratan pendidikan dan pengalaman), yang baru-baru ini diikuti oleh Kamboja.111

3. Implementasi Berdasarkan Mutual Recognition Agreement

Kebebasan yang terlalu luas kadang bisa menjadi boomerang tersendiri, oleh karena itu ketetapan dalam arus bebas di sektor tenaga kerja terampil diatur dalam suatu rencana atau penatapan yang dinamakan Mutual Recognition Arrangement (MRA). MRA sendiri merupakan kesepakatan yang diakui bersama oleh seluruh negara ASEAN untuk saling mengakui atau menerima beberapa atau semua aspek hasil penilaian seperti hasil tes atau berupa sertifikat. MRA bertujuan untuk menciptakan suaut prosedur dan mekanisme akreditasi untuk mendapatkan kesetaraan serta mengakui perbedaan antar negara untuk pendidikan, pelatihan, pengalaman, dan persyaratan lisensi untuk para tenaga kerja terampil yang ingin berpraktek.

Negara-negara anggota ASEAN sendiritelah terlibat dalam mengembangkan beberapa Mutual Recognition Arrangements (MRA), merupakan hal yang dipandang sebagai langkah penting menuju mobilitas yang lebih besar dan integrasi regional. Dimana hal ini dimaksudkan untuk memfasilitasi perdagangan jasa dengan saling mengakui hak, perizinan, atau sertifikasi tenaga kerja terampil, namun dengan mempertimbangkan "peraturan domestik dan kondisi permintaan pasar".112 Diskusi tentang harmonisasi jasa profesional telah berkembang di delapan sektor, meliputi teknik, akuntansi, arsitektur, survei, keperawatan, praktisi gigi dan medis, dan pariwisata.

Namun demikian, pelaksanaan MRA ini masih berada dalam proses, dengan tingkat pelaksanaan yang berbeda-beda bagi setiap keterampilan yang diatur di dalam MRA dan

111 Ibid

112ASEAN Integration in Services 2009


(20)

67

sebagian besar tergantung pada kapasitas regulasi nasional. Khususnya, untuk profesi seperti teknik dan arsitektur, badan-badan regional, dalam bentuk Chartered Professional Coordinating Committees, telah dirancang untuk mengembangkan dan memantau standar yang diterima antar negara anggota dan kriteria untuk memfasilitasi praktek profesi masing-masing dalam negara-negara ASEAN. Hanya dua profesi ini yang menetapkan kelayakan yang disebut ASEAN Chartered Professional Engineer atau ASEAN Architect.113

Untuk mendapatkan sertifikasi standar, pemohon harus memegang lisensi profesional yang dikeluarkan oleh badan pengawas di dalam negeri, yang kemudian akan ditinjau oleh Chartered Professional Engineers Coordinating Committee atau the ASEAN Architect Council. Jika permohonan disetujui, tenaga kerja terampil di bidang teknik atau arsitektur tersebut diperbolehkan untuk bekerja sebagai "Registered Foreign Professional Engineer" di negara ASEAN lain, namun tunduk pada aturan domestik dan regulasi di negara penerima. persyaratan kebangsaan / kewarganegaraan sehingga bisa merupakan hambatan untuk pergerakan tenaga kerja terampil di kawasan ini.114

Oleh karena itu, MRA tidak menyamakan pengakuan otomatis pergerakan bebas tenaga kerja terampil di kawasan ASEAN. Untuk profesi lainnya, MRAs hanya meletakkan prinsip-prinsip dan kerangka kerja untuk negosiasi pengakuan dan mobilitas kondisi untuk profesional secara bilateral atau multilateral dan tetap tunduk pada berbagai peraturan nasional.

Misalnya, meskipun MRA untuk keperawatan memberikan pada prinsipnya kesempatan besar bagi perawat untuk berlatih di negara lain, persyaratan bahasa sebenarnya bisa

113

Flavia Jurje, op.cit, hal. 5 114


(21)

68

meningkatkan hambatan serius untuk mobilitas (misalnya untuk perawat Filipina untuk berlatih di Thailand, calon harus lulus lisensi nasional ujian dalam bahasa Thai).

Dalam visi MEA 2015, negara-negara anggota berjanji untuk adanya mobilitas intra-regional yang lebih besar dari tenaga kerja terampil, upaya yang juga didukung oleh mitra eksternal. Program yang diprakarsai oleh pemerintah Australia dan New Zeeland, yang disebut "Kualifikasi Regional Kerangka Acuan" merupakan proyek untuk memperlancar mobilitas tersebut. Tujuannya adalah untuk memperkuat kapasitas kelembagaan dan mendukung negara-negara ASEAN mengembangkan instrumen kebijakan yang efisien untuk akreditasi dan lisensi tenaga kerja terampil.115

Penilaian MRA di tingkat nasional dibagi menjadi dua bagian: a. Tahap pelaksanaan MRA di masing-masing negara, dan

b. Persiapan lingkungan peraturan di negara-negara anggota. Elemen pertama meneliti kemajuan dalam hal berikut: penyampaian pemberitahuan partisipasi, pembentukan komite pemantauan, penyusunan dan penyampaian laporan penilaian, penyaringan pelamar domestik, persetujuan pemohon dalam negeri oleh pemerintah, dan pembentukan sistem untuk mengotorisasi RFPEs . Elemen kedua tampak pada lingkungan peraturan. Bagian ini berfokus pada aspek pertama pelaksanaan nasional.

Brunei Darussalam, Malaysia, Filipina, Singapura, dan Viet Nam telah menyelesaikan semua persiapan dalam hal ini. Sementara negara-negara lain masih memiliki beberapa langkah untuk menyelesaikan persiapan tersebut. Perbaikan dalam proses implementasi MRA dibandingkan dengan status MRA di 2011 adalah sebagai berikut:

115


(22)

69

a. Semua AMSs telah mengajukan resmi masing-masing notificationsof partisipasi.

b. Semua AMSs telah menyiapkan komite monitoring mereka (termasuk Lao PDR dan Myanmar baru-baru ini).

c. Semua AMSs memiliki pernyataan mereka masing-masing penilaian disetujui oleh ACPECC (Laos, Myanmar, dan Filipina havegottenthe persetujuan).

d. Komite pemantauan di semua AMSs, kecuali Kamboja, Laos, dan Thailand, telah melakukan pemantauan pelamar domestik untuk diserahkan kepada ACPECC (Myanmar, Filipina, dan VietNam yang baru-baru ini telah dilaksanakan proses penyaringannya).

D. Mobilitas Tenaga Kerja Terampil Sebagai Bentuk Implementasi ASEAN Economic Community (AEC) 2015

Arus bebas bagi tenaga kerja terampil atau biasa disebut free flow of skilled labor di wilayah ASEAN merupakan salah satu kesepakatan dalam blueprint menuju AEC 2015. Maksudnya, apabila AEC sudah terimplementasi dengan baik, maka perpindahan tenaga kerja antar negara-negara ASEAN hanya sebatas persoalan visa dan izin kerja yang difasilitasi untuk dimiliki oleh seorang tenaga kerja terampil untuk dapat bekerja di negara kawasan ASEAN. Tidak ada restriksi yang kaku, sejauh tenaga kerja tersebut sudah mematuhi peraturan dari negara tujuan serta memiliki kompetensi dan kualifikasi yang dibutuhkan oleh sebuah perusahaan di salah satu negara ASEAN.

Bentuk kerjasama dalam mobilitas tenaga kerja terampil dalam ASEAN Economic Community bertujuan untuk memfasilitasi mobilitas tenaga kerja terampil melalui penerbitan visa dan izin kerja untuk bisnis dan tenaga kerja terampil disertai dengan pengakuan kualifikasi keterampilan, melaksanakan dan mengembangkan MRAs baru, pengembangan sumber daya


(23)

70

manusia di bidang kompetensi jasa inti dan kualifikasi di layanan prioritas, dan memperkuat program kapasitas pasar tenaga kerja.

Untuk dapat mewujudkan hal tersebut badan sektoral yang relevan, dan khususnya Menteri Ekonomi ASEAN, harus bertanggung jawab atas pelaksanaan keseluruhan Blueprint, sementara pemantauan dan peninjauan kemajuan pelaksanaan ditugaskan ke Sekretariat ASEAN. Hal ini pada dasarnya terdiri dari laporan kemajuan berkala dipersiapkan untuk kepala pemerintah dan pemangku kepentingan lainnya berdasarkan indikator statistik, database yang hambatan non-tarif dan dugaan scorecard AEC. The Enhanced Dispute Settlement Mechanism (DSM) tidak akan berlaku untuk Cetak Biru AEC, sebagaimana bagian III, Art. 72 dokumen ini menetapkan bahwa penggunaannya hanya "direkomendasikan". Komitmen AFAS bersifat mengikat, namun, jika negara-negara anggota tidak menerjemahkan kewajiban mereka yang ditetapkan dalam Cetak Biru AEC menjadi komitmen AFAS, maka DSM tidak dapat dipanggil.

Dengan demikian, tidak ada mekanisme sanksi yang berlaku keras dalam kasus ketidakpatuhan dengan tonggak yang ditetapkan dalam Cetak Biru, negara-negara anggota memiliki kontrol penuh atas kecepatan adopsi dan tingkat pelaksanaan target yang tergambar di dalam AEC Blueprint. Selanjutnya, AEC memungkinkan fleksibilitas dalam memenuhi target yang disepakati. Blueprint yang menyatakan bahwa harus ada "fleksibilitas sebelum terbentuk kesepakatan untuk mengakomodasi kepentingan semua Negara Anggota ASEAN". Hal ini terutama dibenarkan oleh kesenjangan pembangunan ekonomi antara negara-negara di kawasan ini, namun, jika tidak secara berkala dipantau hal ini juga mungkin memberikan negara sebuah "dalih" untuk tidak melaksanakan kepatuhan kesepakatan di dalam AEC.116

116


(24)

71

Salah satu topik utama yang dibahas mendalam oleh para Menteri dalam Pertemuan Menteri Ekonomi ASEAN yang dilaksanakan pada bulan Agustus 2006 di Kuala Lumpur, Malaysia adalah mekanisme ASEAN Economic Community (AEC) Scorecard. Mekanisme ini bertujuan untuk menegakkan disiplin para anggota dalam melaksanakan Cetak Biru AEC, mengukur pencapaian AEC 2015, sekaligus sebagai alat komunikasi publik mengenai kemajuan dan hambatan ASEAN dalam mewujudkan AEC 2015.

Berbagai langkah yang ditempuh ASEAN berdasarkan kerangka waktu yang ditetapkan dalam Cetak Biru AEC dinilai dalam Scorecard ini, baik sebagai kelompok (ASEAN secara keseluruhan) maupun oleh masing-masing negara anggota (secara individual). Karena Scorecard merupakan instrumen untuk mengukur kemajuan dan menjadi jendela bagi berbagai pihak untuk menilai kesungguhan ASEAN. Scorecard dimaksud akan memberikan gambaran komprehensif bagaimana kemajuan ASEAN untuk mengimplementasikan AEC pada tahun 2015.

Dalam kaitan ini negara-negara ASEAN telah menyepakati bahwa AEC Scorecard yang diusulkan telah dilaporkan pada KTT ke-14 ASEAN, Desember 2008 di Thailand.117

Dalam upaya menghasilkan scorecard yang akurat, akan dilakukan analisis yang lebih tajam dan konsultasi yng lebih intens dengan berbagai sectoral bodies, sebagaimana diusulkan oleh Indonesia di setiap bidang kerjasama. Hal ini penting mengingat beberapa perhitungan dalam AEC Blueprint bersifat inspiratif dan sulitdiukur secara kuantitatif, sementara perhitungan lainnya lebih mudah diukur tetapi memerlukan kesepahaman dengan sectoral bodies mengenai kriteria penentuan measures yang akan diukur. Berdasarkan usul Indonesia, disepakati agar AEC Scorecard disiapkan dalam dua versi. Pertama, untuk keperluan internal ASEAN guna melihat

117

Kerjasama Ekonomi ASEAN, http://www.scribd.com/doc/ 83165104/ Kerjasama- Ekonomi -ASEAN diakses pada 27 February 2016


(25)

72

kepatuhan anggota memenuhi komitmen-komitmennya, sedangkan yang ke-2 adalah untuk konsumsi publik yang lebih umum sifatnya namun dapat memberikan gambaran kemajuan menuju AEC 2015 serta menumbuhkan dukungan masyarakat atas upaya pencapaia AEC dimaksud.

Scorecard AEC menggunakan data agregat pada kemajuan yang dicapai negara-negara anggota, menawarkan gambaran yang agak umum yang berhadapan dengan tantangan yang cukup besar dalam pelaksanaan di seluruh negara dan sektor-sektor tertentu. Menilai apa yang telah dilaksanakan terkait mobilitas jasa terkait, bukaan di kawasan ini tetap terbatas pada orang yang sangat terampil, yang terkait dengan tenaga kerja terampil yang berkualitas.

Selain AEC Scorecard, Sekretariat ASEAN juga menjelaskan perkembangan terakhir dari penyusunan AEC Communications Plan. AEC Communications Plan ini dimaksudkan untuk meningkatkan kesadaran pemangku kepentingan mengenai prakarsa AEC serta mendapatkan umpan-balik dan dukungan dari mereka dalam mewujudkan AEC. AEC Communications Plan mencakup informasi mengenai 10 (sepuluh) manfaat AEC, yaitu AEC Media Kits, Frequently Asked Questions, kesaksian/ cerita keberhasilan/ artikel fitur dan lain-lain. Melalui AEC Commincations Plan, semua pihak—badan-badan sektoral ASEAN, sector swasta, pemerintahpusat dan daerah di Negara ASEAN, kalangan perguruan tinggi dan LSM dapat dan diharapkan terlibat secara aktif.

Dalam kesepakatan menuju AEC 2015 hanya tenaga kerja terampil yang bekerja sebagai insinyur dan arsitek yang ditentukan memiliki kelayakan untuk mengajukan lisensi di negara anggota lainnya, yang dikoordinasikan melalui badan pengawas dalam negeri. Masih diperlukan usaha untuk secara efektif mengoperasionalkan MRAs tenaga kerja terampil lainnya


(26)

73

(keperawatan, medis, gigi, akuntansi, survei dan pariwisata), dimana dalam bidang-bidang pekerjaan ini negosiasi umumnya telah dilakukan secara bilateral. Hambatan untuk pelaksanaan terkait dengan perbedaan tingkatan anggota dalam sistem pendidikan dan pengujian untuk akreditasi tenaga kerja terampil, pembatasan kebangsaan untuk profesi tertentu dan akhirnya, hambatan bahasa dan budaya. Perjanjian ASEAN tentang Movement of Natural Persons telah disusun pada tahun 2012, namun ratifikasi nasional / penegakkan oleh negara-negara anggota masih tertinggal.118

118


(27)

74 BAB IV

PENGATURAN HUKUM EKONOMI INTERNASIONAL DAN HUKUMNASIONAL INDONESIA MENGENAI HUBUNGAN FREE FLOW OF SERVICES DENGAN TENAGA KERJA TERAMPIL DALAM ASEANECONOMIC COMMUNITY (AEC) 2015

A. Pengaturan Free Flow of Services Dalam ASEAN Economic Community (AEC) 2015 ASEAN telah menetapkan 5 (lima) sektor jasa prioritas dari 12 sektor prioritas integrasi barang dan jasa yang akan diliberalisasi menjelang pembentukan Komunitas Ekonomi ASEAN 2015, yaitu: Jasa Kesehatan, Jasa Pariwisata, e-ASEAN, Jasa Logistik dan Jasa Transportasi Udara.

Target penghapusan hambatan dalam perdagangan bidang jasa di empat sektor prioritas bidang jasa adalah tahun 2010 untuk jasa perhubungan udara, e-ASEAN, kesehatan, dan pariwisata dan tahun 2013 untuk jasa logistik. Adapun liberalisasi bidang jasa seluruhnya ditargetkan pada tahun 2015.

Masing-masing sektor prioritas tersebut telah dilengkapi peta kebijakan (roadmaps) yang mengkombinasikan inisiatif-inisiatif khusus dengan inisiatif yang lebih luas secara lintas sektor seperti langkah-langkah fasilitasi perdagangan yang kemudian pembidangannya sebagai berikut:119

1. Jasa Angkutan Udara (Air Transport Services)

Sidang ke 18 ASEAN Air Transport Working Group (ATWG) di Kuala Lumpur tanggal 12 – 14 Agustus 2008 membahas berbagai hal terkait dengan upaya liberalisasi jasa angkutan udara ASEAN, termasuk ASEAN Multilateral Agreement on the Full Liberalisation of Air

119


(28)

75

Freight Services, ASEAN Multilateral Agreement on Air Services, ASEAN Single Aviation Market (SAM) dan Kerjasama Angkutan Udara dengan Mitra Dialog.

2. Jasa Angkutan Laut (Maritime Transport Services)

Sidang ke-16 ASEAN Maritime Transport Working Group (MTWG) di Nha Trang, Viet Nam tanggal 9-11 September telah membahas langkah-langkah lebih lanjut dalam mengimplementasikan Roadmap Towards an Integrated and Competitive Maritime Transport. Terkait Roadmap Towards an Integrated and Competitive Maritime Transport, Indonesia ditunjuk bertanggung jawab sebagai lead coordinator untuk measure (langkah kebijakan) no.11 ―Confirm the Principle of Open Access to the International Maritime Trade of All ASEAN Member States” dan measure no.12 “Develop the Strategies for an ASEAN Single Shipping Market” dari Roadmap dimaksud.

3. Jasa Keuangan (Finance Services)

Pertemuan terkini Para Menteri Keuangan ASEAN dan ASEAN Finance Minister Investors Seminar (AFMIS) diselenggarakan di Dubai, Uni Emirat Arab pada tanggal 7-9 Oktober 2008. Para Menteri menegaskan komitmennya untuk memperkuat kerja sama ekonomi dan keuangan sekaligus memperkuat tingkat kompetensi di pasar global. Pertumbuhan GDP regional diperkirakan akan mengalami sedikit perlambatan dibandingkan tahun sebelumnya yang mencapai 6,7 %.

Untuk merespon hal tersebut, ditegaskan perlunya upaya kapitalisasi yang kuat pada sektor perbankan dan institusi keuangan selain upaya untuk segera dapat mengimplementasikan Chiang Mai Initiative Multilateralisation pada pertengahan tahun 2009 sejalan dengan inisiatif regional yang lain dalam upaya kerjasama dan integrasi regional.


(29)

76

4. Jasa Telekomunikasi (Telecommunications Services)

ASEAN menyadari pentingnya Teknologi Informasi dan Komunikasi bagi seluruh lapisan masyarakat. Terkait hal ini telah disepakati upaya sinergis untuk membangun infrastruktur komunikasi melalui ―Siem Reap Ministerial Declaration on Enhancing Universal Access on ICT Services in ASEAN” yang disepakati dalam sidang TELSOM/TELMIN ke-7 tahun 2007 di Siem Reap, Kamboja.

9th ASEAN Telecommunications & Information Technology Senior Officials Meeting (TELSOM-9) dan 8th ASEAN Telecommunications & Informations Technology Ministers Meeting (TELMIN-8) dengan tema „‟High Speed Connection to Bridge ASEAN Digital Divide” di Bali, pada tanggal 25-29 Agustus 2008 telah membahas dan mengesahkan indikator dan target dalam ICT Scorecard yang diperlukan untuk mencapai proses integrasi dan pengembangan sektor ICT ASEAN tahun 2008-2010.

5. Jasa Pariwisata (Tourism Services)

Dalam pertemuan ASEAN Tourism Meetings di Manila tanggal 6 – 9 Juli 2008, telah dibicarakan beberapa hal antara lain:

a. Penyusunan MRA di bidang Pariwisata diharapkan selesai pada akhir 2008 dan dapat ditandatangani oleh para Menteri Pariwisata ASEAN pada saat ASEAN Tourism Forum (ATF) 2009 di Ha Noi, Viet Nam, tanggal 5-12 Januari 2009.

b. Dalam kerangka ASEAN Tourism Resource Management and Development Network (ATMR) telah direncanakan untuk mengadakan beberapa kegiatan antara lain: Training on eco tourism di Thailand, Pelatihan Tourism Heritage di Indonesia, ATMR Cruise di Singapura, Workshop tentang Home stay di Malaysia.


(30)

77

c. Guna lebih meningkatkan promosi ASEAN sebagai destinasi tunggal telah dibahas beberapa kegiatan promosi bersama, yaitu: ASEAN Promotional Chapter for Tourism, ASEAN Tourism Area in International tourism Fairs dan Joint Promotion Activities with ASEAN Airlines. d. Terkait dengan NTO/VAC Fund dinyatakan bahwa Balance of NTO/VAC Fund hingga bulan

Mei 2008 adalah USD 58,791.25. 6. Jasa Logistik (Logistic Services)

Jasa logistik telah ditetapkan sebagai sektor prioritas kedua belas yang akan diliberalisasikan oleh ASEAN. Roadmap for Integration of Logistics Services telah ditandatangani pada Sidang ke-39 ASEAN Economic Ministers‟ di Makati City, Filipina, pada tanggal 24 Agustus 2007.

7. Mutual Recognition Arrangements Bidang Jasa

Para Menteri Ekonomi ASEAN telah menandatangani Mutual Recognition Agreement (MRA) Framework on Accountancy Services, MRA on Medical Practitioner and MRA on Dental Practitioners. MRA Framework on Accountancy Services yang akan menjadi prinsip-prinsip dasar dan kerangka negosiasi bilateral atau multilateral. Sedangkan MRAs mengenai Medical Practitioners and Dental Practitioners diharapkan dapat memfasilitasi mobilitas qualified medical and dental practitioners di ASEAN.

Di samping itu juga telah ditandatangani MRAs di bidang engineering services, architectures services, nursing services and surveying and urged renewed efforts by the related professional bodies to implement the MRAs. Sedangkan Mutual Recognition Arrangements on Tourism Professionals, diharapkan akan dapat ditandatangani pada ASEAN Tourism Ministers Meeting pada bulan Januari 2009.


(31)

78

8. Ratifikasi Perjanjian-perjanjian Ekonomi ASEAN

Hingga saat ini terdapat 92 Perjanjian Ekonomi ASEAN. Dari jumlah tersebut, 57 perjanjian telah diratifikasi, sedangkan 35 masih dalam proses. Diantaranya terdapat 12 perjanjian yang selesai diratifikasi pada akhir tahun 2008.

B. Hubungan Antara Free Flow of Services dengan Daya Saing Tenaga Kerja Terampil Negara-negara ASEAN

Free Flow of Services membuka kesempatan kerja lebih luas bagi tenaga kerja di kawasan ASEAN sebagai penyedia dan pelaku langsung dalam sektor-sektor jasa yang ada di ASEAN. Kesempatan kerja yang lebih luas ini juga membawa tantangan yang lebih berat dimana tenaga kerja harus memiliki keterampilan tertentu untuk mampu bersaing dan bekerja di salah satu negara anggota.

Dalam perjanjian ASEAN ada beberapa sektor jasa bidang industri akan diliberalkan. Dengan kata lain, tenaga kerja di sektor jasa yang diliberalkan bisa bebas berpindah antar negara di ASEAN. Karena berdasarkan ASEAN Framework Agreement on Services (AFAS), pada 2010 telah ditargetkan 80 subsektor yang diliberalkan dan baru tercapai pada 2012. Dan 80 subsektor tersebut berbeda perkembangannya untuk setiap negara, Sementara itu, untuk AFAS 9 yang sudah memasuki perundingan metargetkan ada 104 subsektor yang akan diliberalkan.120

Daya saing tenaga kerja umumnya mengikuti pendekatan ekonomi. Daya saing ini dipengaruhi oleh upah yang mencerminkan harga daripada tenaga kerja itu sendiri. Semakin tinggi upah, semakin tinggi produktivitas dan daya saing tenaga kerja. Sebaliknya semakin

120


(32)

79

rendah upah, semakin rendah produktivitas dan daya saing itu sendiri. Penelitian yang pernah dilakukan di Malaysia menunjukkan bahwa upah dan produktivitas memiliki hubungan yang positif, demikian pula sebaliknya. Selain itu, daya saing tenaga kerja juga dipengaruhi oleh skill (keterampilan) dan pendidikannya.121

Daya saing global pada dasarnya berhubungan dengan biaya, sehingga yang memenangkan kompetisi adalah negara yang mampu memasarkan produk dengan harga paling rendah atau kualitas terbaik. Biaya berhubungan dengan harga faktor-faktor input (seperti nilai tukar, upah domestik, biaya material), produktivitas, kemampuan untuk memproduksi barang berkualitas, biaya transportasi, biaya komunikasi, kendala perdagangan, strategi perdagangan dan kemampuan untuk memenuhi spesifikasi pasar.

Dinamisme ekonomi antar wilayah dalam dekade terakhir telah secara signifikan meningkatkan pendapatan masyarakat, meningkatkan standar hidup, memperluas perdagangan, menarik investasi asing dan merangsang aliran orang antar wilayah. Selanjutnya, dinamisme ekonomi ini dikemudian hari akan memperluas arus sumber daya manusia.122

Selain pertumbuhan ekonomi, kekuatan-kekuatan globalisasi, munculnya teknologi informasi dan komunikasi dan persaingan yang ketat di antara perusahaan juga faktor-faktor yang didorong oleh pasar yang dapat mempengaruhi aliran sumber daya manusia di seluruh wilayah. Negara telah melakukan liberalisasi perdagangan dan investasi dalam hal sumber daya manusia pada rezim mereka sebagai tanggapan terhadap kekuatan-kekuatan ini. Sebuah kenaikan

121

G., Griffiths Desseler, J & Llyod-Walker, B. 2004. Human Resource Management

(2nd Edition). Pearson: Australia hal. 4 122

Tereso S. Tullao,RTNet Working Paper Series, December 2006, Enchanching the movement of Person in the ASEAN region: Opportunities and constraints, hal. 44


(33)

80

substansial dalam investasi langsung dari pihak asing dan jaringan produksi global di wilayah ini telah diamati dalam beberapa tahun terakhir.123

Dengan adanya keterampilan yang dimiliki tenaga kerja maka tenaga kerja tersebut memiliki kelebihan dalam bersaing pada sektor penyediaan jasa di kawasan ASEAN. Hal ini tentu akan memberikan kemudahan bagi tenaga kerja maupun negara dan perusahaan yang mennyediakan lapangan kerja. Terlebih lagi apabila terdapat standard khusus yang dapat membantu kualifikasi tenaga kerja dengan suatu keterampilan seperti halnya pada lapangan penyediaan jasa Engineering dan Architecture.

C. Kebijakan Negara-negara Anggota ASEAN Dengan Adanya Free Flow of Services yang Berkaitan Dengan Tenaga Kerja Terampil Antar Negara Anggota ASEAN

Free flow of services memungkinkan dan medorong adanya perpindahan orang antar negara anggota ASEAN dalam peranannya pada sektor jasa. Dalam hal ini dikarenakan hal ini berhubungan dengan pekerjaan dan tenaga kerja tentu akan mempengaruhi kebijakan negara-negara anggota ASEAN dalam hal penerbitan visa sebagai bentuk izin kerja pada negara-negara tersebut.

Kebijakan imigrasi dari negara-negara ASEAN bervariasi dalam hal jenis visa yang diberikan kepada orang asing untuk pekerjaan sementara, durasi visa, kemungkinan perpanjangan, periode pengolahan, biaya visa, dan persyaratan lainnya. Selain itu, variasi juga ada dalam hal persyaratan pra-kerja serta bagaimana negara-negara, seperti mengirim atau negara-negara penerima, mengelola migrasi tenaga kerja sementara.124

123

Ibid. 124


(34)

81

1. Kebijakan Berkaitan Dengan Ketentuan Untuk Mendapatkan Visa

Informasi dari Lampiran A ke J dalam ASEAN Agreement on Movement of Natural Person (MNP) menunjukkan bahwa sebagian besar negara-negara ASEAN mengeluarkan visa bisnis untuk pekerjaan yang bersifat sementara. Visa bisnis ini juga dapat bervariasi dalam hal keabsahannya tergantung pada preferensi pemohon visa tersebut. Ada juga negara-negara tertentu yang mengeluarkan berbagai jenis visa tergantung pada alasan untuk tinggal di negara tersebut. Negara-negara ini adalah Singapura, Thailand, dan Filipina.

Validitas setiap visa dikeluarkan untuk pekerjaan sementara bervariasi sesuai dengan negara di mana pemohon tersebut datang dari dan di mana pemohon tersebut akan pergi. Beberapa negara mengeluarkan visa yang hanya berlaku selama 2 bulan, sementara negara-negara yang lain dalam hal pemberlakuan visa mencapai maksimal satu tahun sebelum tanggal kadaluwarsa. Jenis visa yang akan dikeluarkan harus dipertimbangkan ketika mencoba untuk membandingkan perbedaan panjang validitas visa tertentu.

Waktu pemrosesan visa akan selesai berkisar dari tiga hari sampai satu minggu, tergantung pada jenis visa yang diterapkan dan durasi tinggal yang dimaksud oleh pekerja untuk tinggal. Selanjutnya, waktu pemrosesan visa juga tergantung pada penerimaan dokumen lengkap yang diperlukan untuk penerbitan visa.

Pelamar harus membayar jumlah tertentu untuk penerbitan visa mereka. Biaya visa bervariasi per negara. Selain itu, jumlah biaya visa juga tergantung pada durasi tinggal pemohon visa. Apabila visa dilakukan untuk jangka panjang berarti biaya visa akan lebih mahal. Biaya visa itu sendiri dapat dibayar dalam mata uang lokal, atau dolar.

Akhirnya, dalam persyaratan masuk prasyarat, dapat dilihat bahwa ada hal-hal penting lainnya yang harus dipertimbangkan ketika mengajukan permohonan visa. Ini termasuk paspor


(35)

82

dan dokumen penting dan pendukung lainnya seperti formulir aplikasi, foto paspor, surat dari rekan, dan surat perusahaan.

2. Persyaratan Pra-Kerja

Komponen kedua dalam perspektif pasar tenaga kerja dalam arus pekerja regional mengacu pada persyaratan pra-kerja. Persyaratan pra-kerja meliputi kelonggaran berkaitan dengan kesehatan, izin keamanan, dan referensi pribadi dan keterampilan.

Dengan memeriksa data pada Lampiran K pada Work Permit Regimesin ASEAN Countries, dapat diamati bahwa sektor yang memiliki arus masuk terbesar dari pekerja di kawasan ASEAN berasal dari tiga sektor / kategori. Yaitu sektor-sektor ini meliputi sektor manufaktur, perpindahan intra perusahaan yang memiliki bagian di negara lain, dan pelancong bisnis jangka pendek.

Dalam hal penerbitan izin kerja, waktu yang relatif singkat berasal dari Singapura dan Thailand dengan 7 hari kerja. Di sisi lain, negara-negara seperti Filipina, Indonesia, Malaysia, dan Brunei mengambil rata-rata 5-6 minggu untuk penerbitan izin kerja. Pada masalah validitas, rata-rata waktu untuk semua negara ASEAN adalah antara 6 bulan sampai 2 tahun dengan kemungkinan perpanjangan.

Pelamar izin kerja sementara juga harus mengamankan beberapa dokumen penting untuk mendukung / nya tinggal di suatu negara. Lampiran menunjukkan bahwa ini adalah persyaratan penting untuk penerbitan izin kerja. Persyaratan lain meliputi: visa, surat keterangan dokter, & surat keterangan catatan kepolisian. Hampir semua negara ASEAN membutuhkan hal-hal ini sebelum pemohon dapat bekerja.

Hal lain yang dipertimbangkan oleh pemohon dalam mengajukan permohonan izin kerja adalah biaya aplikasi. Ada biaya yang harus dibayar oleh pekerja sebelum pekerja tersebut bisa


(36)

83

mendapatkan izin kerja. Biaya ini termasuk pajak, retribusi, obligasi, dan persyaratan pra-kerja lainnya tergantung pada negara tujuannya. Ada beberapa negara tidak mengenakan biaya pajak atau retribusi kepada pekerja dengan persyaratan, pekerja harus mampu memenuhi standar dan persyaratan yang ditetapkan oleh negara tersebut.

Dalam hal konsesi, ada beberapa negara ASEAN seperti Singapura, Malaysia, & Brunei memiliki konsesi dengan warga negara ASEAN. Seperti untuk kasus Singapura, ikatan untuk biaya keamanan sebesar S $ 5,000 dibebaskan untuk pekerja Malaysia.

3. Manajemen Imigrasi yang Bersifat Sementara

Komponen ketiga dalam perspektif pasar tenaga kerja di aliran sumber daya manusia mengacu pada manajemen migrasi tenaga kerja yang bersifat sementara di kawasan ASEAN. Tujuan keseluruhan dari migrasi tenaga kerja temporer berbeda dari pandangan negara pengirim dari negara penerima. Banyak negara pengirim menggunakan pekerjaan di luar negeri untuk mengatasi meningkatnya pengangguran di dalam negeri, memberikan alternatif untuk meningkatkan standar hidup bagi warga negara mereka, menghasilkan devisa, dan sebagai bentuk perlindungan kepada pekerja mereka. Di sisi lain, bagi negara-negara yang menerima, tujuan mereka salah satunya adalah mendukung kebutuhan sumber daya manusia yang terampil isebagai bentuk inventasi asing bagi negara tersebut. Sehingga dalam hal ini tenaga kerja terampil merupakan pihak yang sangat diharapkan bagi negara penerima terutama negara-negara di ASEAN yang memiliki lapangan kerja yang luas namun tenaga kerja terbatas seperti halnya Singapura.

Karena manajemen migrasi tenaga kerja sementara adalah program yang komprehensif yang mencakup isu-isu kesadaran, rekrutmen, penempatan, perlindungan dan pemulangan, banyak instansi pemerintah yang terlibat. Selain dari Departemen Tenaga Kerja, lembaga terkait


(37)

84

lainnya termasuk adalah Departemen Imigrasi, Kementerian Dalam Negeri dan Kementerian Luar Negeri. Hal ini dapat dilihat bahwa ada kolaborasi antara berbagai instansi pemerintah sehingga dapat membantu mengkonsolidasikan upaya untuk manajemen lebih mudah dari pekerja sementara di luar negeri.

Unsur ketiga dari manajemen migrasi tenaga kerja sementara mengacu pada pengenaan biaya pada pekerja yang masuk dan keluar. Untuk negara-negara penerima, mereka telah menggunakan pungutan variabel dibayar oleh pengusaha pada berbagai jenis kategori pekerjaan dan sektor ekonomi. Kadang-kadang negara-negara memberlakukan peraturan tidak adanya retribusi bagi para pekerja yang memiliki keterampilan tinggi. Untuk negara-negara pengirim, tidak ada pajak yang dikenakan tetapi pekerja yang keluar diminta untuk berkontribusi pada dana kesejahteraan sebagai asuransi mereka, perlindungan dan dukungan para pekerja setelah kembali. Unsur keempat mengacu pada dampak ekonomi dan sosial dari pekerjaan di luar negeri. Efek dan isu-isu migrasi tenaga kerja temporer berbeda apakah suatu negara sedang mengirim atau menerima. Untuk negara-negara pengirim, isu eksploitasi buruh, tingginya biaya migrasi, dan perlindungan yang sangat menonjol. Di negara-negara penerima, isu ketergantungan pada pekerja asing terutama yang memiliki keterampilan tinggi dengan biaya yang relatif lebih murah, dan perpindahan pekerja lokal dan terampil adalah beberapa alasan mengapa negara-negara ini menerapkan aturan dan peraturan yang ketat pada masuknya pekerja asing.

Elemen terakhir dari program manajemen adalah perlindungan pekerja sementara. Hal ini dapat dilihat bahwa negara-negara ASEAN yang berbeda memiliki lembaga sendiri dan instansi yang membina kesejahteraan dan perlindungan pekerja sementara. lembaga ini baik didukung oleh undang-undang atau dengan upaya konsolidasi kelompok kesejahteraan yang berbeda untuk membantu mempromosikan perlakuan yang adil dan setara dengan pekerja sementara di luar


(38)

85

negeri. Selanjutnya, instansi dan lembaga-lembaga ini memastikan bahwa pekerja sementara diberi kesempatan yang sama seperti warga negara dari negara penerima semakin dalam hal kesehatan, lingkungan kerja, dan layanan sosial lainnya.

Bagian berikut adalah pembahasan rinci dari unsur-unsur manajemen migrasi tenaga kerja sementara dari perspektif beberapa negara di ASEAN:125

Brunei

Kesultanan Brunei telah menjadi tujuan yang menarik bagi para pekerja asing terutama tenaga kerja terampil mengingat tidak adanya pajak penghasilan, perumahan gratis, penyediaan pendidikan dan pelayanan medis yang dapat diakses dan tingkat upah yang tinggi. Selain dari faktor penarik tersebut, pemerintah memiliki program yang menekankan peran penting dari pekerja asing dalam pembangunan negara kecil ini.

Menurut Peraturan Imigrasi dan Departemen Registrasi Nasional asing Brunei yang berniat untuk bekerja di Brunei harus memiliki visa kerja yang sah dengan pengecualian dari pekerja Malaysia dan Singapura. Sebuah Smart Identity Card (Green) juga dikeluarkan untuk setiap orang asing yang tinggal di negara itu selama lebih dari tiga bulan.

a. Malaysia

Kemajuan pesat yang dicapai oleh ekonomi Malaysia dalam beberapa dekade terakhir telah menciptakan kegiatan produktif yang lebih besar dan standar hidup yang lebih tinggi bagi warganya. Berdampingan dengan pertumbuhan ekonomi ini terjadi peningkatan permintaan untuk berbagai jenis jasa tenaga kerja. Permintaan berlebih untuk tenaga kerja memaksa pemerintah untuk membuka perbatasan bagi tenaga kerja terampil asing untuk pekerjaan kotor, sulit dan berbahaya. tenaga kerja asing yang bekerja di Malaysia biasanya diberikan salah satu dari tiga jenis visa kerja yaitu: izin kerja, izin kunjungan tenaga kerja, atau izin kunjungan tenaga

125


(39)

86

kerja terampil tergantung pada jenis pekerjaan yang akan mereka lakukan di dalam negeri. Izin kerja diberikan kepada investor, pekerja terampil, tenaga profesi, dan manajer senior dengan jangka waktu minimal 2 tahun. Sementara izin kunjungan kerja diberikan kepada pekerja tidak terampil dan semi terampil dalam manufaktur, konstruksi, dan bidang layanan selama 3 tahun dan dapat diperpanjang dari tahun ke tahun. Izin kunjungan tenaga kerja profesi diberikan kepada ahli teknis, termasuk ahli dalam pemasangan mesin, dan pelatih teknis untuk secara jangka pendek.

Meskipun adanya peraturan yang ketat, banyak pekerja dari negara tetangga seperti Indonesia dan Filipina masih tertarik untuk mencari pekerjaan di Malaysia. Seperti disebutkan sebelumnya, pertumbuhan ekonomi yang relatif cepat yang dialami oleh negara bersama-sama dengan kebijakan perlindungan tenaga kerja untuk pekerja sementara asing membuat Malaysia tujuan yang menarik untuk pekerjaan di luar negeri.

b. Filipina

Mengenai kebijakan ketenagakerjaan, pemerintah Filipina berupaya untuk mengelola pekerjaan di luar negeri sekonsisten mungkin dengan tujuan pembangunan nasional. Kemajuan hak, kesejahteraan, dan kepentingan warga Filipina di luar negeri terus menjadi dorongan utama dari kebijakan luar negeri negara itu. Sebelum perusahaan asing dapat merekrut pekerja Filipina, akreditasi diperlukan untuk memastikan keberadaan pokok / proyek dan kebutuhan tenaga kerja tersebut. The Philippine Overseas Employment Administration (POEA) memberikan lisensi kepada agen perekrutan, mengatur dan memonitor kinerja mereka, dan menuntut perekrut ilegal. Untuk pekerja terampil dan profesional berbagai dokumen asli yang diperlukan berupa fotokopi kontrak kerja ditandatangani oleh pihak tempat pekerja tersebut akan bekerja dan pekerja itu sendiri, izin kerja, visa atau dokumen yang setara dan fotokopi paspor yang masih


(40)

87

berlaku. Setelah evaluasi dokumen berikut ini diperlukan termasuk bentuk rujukan medis, orientasi rujukan pra-keberangkatan, bentuk kepatuhan kepada perusahaan tujuan, jika ada kekurangan ketentuan, pernyataan tersumpah untuk dokumen yang belum diverifikasi dan jika ada lampiran keringanan dalam ketentuan kontrak kerja.

c. Singapura

Karena kekurangan tenaga kerja, sekitar 30 persen dari angkatan kerja di Singapura bersumber dari luar negeri. Untuk pekerja tidak terampil berasal dari negara tetangga di Asia dan untuk tenaga kerja yang sangat terampil berasal dari negara maju. Negara ini telah mengadopsi sistem pekerja tamu dalam menerapkan sistem demand-driven yang menyebabkan adanya migrasi sementara. Singapura memiliki kebijakan yang relatif liberal pada masuknya pekerja asing terutama tenaga kerja sangat terampil dan mereka yang bekerja atau melekat dengan FDI di bawah Foreign Talents Policy nya. Kebijakan ini menawarkan potongan pajak pengusaha untuk menutupi relokasi dan perekrutan biaya untuk menarik tenaga kerja terampil asing yang sangat terampil dan ditetapkan kebijakan tidak ada pungutan yang dibebankan kepada tenaga kerja yang sangat terampil.

D. Tinjauan Hukum Nasional Mengenai Kebijakan Free Flow of Services Dalam ASEAN Economic Community (AEC) 2015

Dalam menghadapi Kebijakan Free Flow of Services dalam AEC 2015 Indonesia dalam hukum nasional diharuskan mempersiapkan berbagai kebijakan untuk melindungi tenaga kerja Indonesia maupun untuk memaksimalkan sektor jasa yang ada di Indonesia sehingga Indonesia tidak tertinggal dari negara-negara ASEAN lainnya.


(41)

88

1. Sisi-sisi Pengambilan Kebijakan Dalam Mempersiapkan Daya Saing Tenaga Kerja Indonesia Pembagian kebijakan tersebut ditinjau dari hukum nasional dapat dilihat dari berbagai sisi yang mendukung terbentuknya sektor jasa yang kuat dan tenaga kerja Indonesia yang terampil, yaitu:126

1.1. Kebijakan Daya Saing Tenaga Kerja dari Sisi Pendidikan

Peningkatan daya saing tenaga kerja Indonesia dari sisi pendidikan dalam rangka menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN telah dilakukan melalui kebijakan dari kementerian terkait. Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi Indonesia dan Kamar Dagang Industri Nasional (KADIN) telah menandatangani Memorandum of Understanding (MoU) telah menetapkan beberapa kebijakan dalam rangka peningkatan daya saing tersebut. Hal ini dituangkan di antaranya ialah:

a. Peningkatan kualitas tenaga kerja melalui pengembangan sistem pendidikan dan pelatihan berbasis kompetensi. Contohnya ialah telah diimplementasikan dengan membentuk Lembaga Sertifikasi Profesi(LSP) di bawah naungan dari Asosiasi-asosiasi profesi bidang.

b. Dalam sistem berbasis kompetensi ini terdapat tiga komponen yan saling berhubungan yaitu standar kompetensi, pelatihan berbasis kompetensi, dan sertifikasi kompetensi. Contoh yang diimplementasikan dengan menghubungkan kebijakan kurikulum pendidikan vokasional perawat (SMK, Diploma), lembaga sertifikasi profesi (Kementerian Kesehatan), dan penyelenggaran sertifikasi di Indonesia. Berdasarkan data BPS sebelumnya, sumber daya manusia Indonesia belum mampu menghadapi era MEA karena hampir 50 persen angkatan kerja lokal hanya lulusan Sekolah Dasar (SD). Lulusan perguruan tinggi juga hanya berkisar 10 persenan.

126


(42)

89

Adapun kebijakan dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, melalui Kepala Pusat Pengembangan Profesi Pendidikan, yaitu :

a. Menyusun kurikulum 2013 untuk menjawab persoalan SDM dalam menghadapi industri dan pasar bebas. Kurikulum ini berisikan banyak perubahan dan menekankan pada skill, knowledge, dan attitude dari pendidikan dasar hingga pendidikan menengah atas;

b. Kurikulum 2013 diarahkan pada orientasi keterampilan tertentu;

c. Memfokuskan pada kurikulum di perguruan tinggi berbasis kompetensi dan sertifikasi internasional.

d. Penguasan soft skill dan bahasa Inggris.

1.2 Kebijakan Daya Saing Tenaga Kerja dari Sisi Produktivitas

Menurut BNP2TKI, tenaga kerja Indonesia memiliki potensi yang unggul melebihi tenaga kerja dari negara-negara lain. Masalahnya ialah belum adanya pemberdayaan yang optimal yang membuat dampaknya tidak begitu terlihat. Keunggulan TKI adalah tekun, ulet, telaten dan sabar.

Namun yang lebih penting lagi ialah faktor budaya daerah di Indonesia banyak digemari oleh bangsa-bangsa di dunia. Dengan kata lain jika keunggulan ini dipadukan dengan keahlian mereka, maka TKI akan dapat bersaing dengan negara-negara lain.

Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi Indonesia telah menetapkan beberapa kebijakan dalam rangka peningkatan daya saing tenaga kerja dari sisi produktivitas ini di Indonesia dalam menghadapi MEA.

Adapun kebijakan-kebijakan yang dilakukan pemerintah Indonesia terkait tenaga kerja dalam menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN ialah:


(43)

90

a. Mempercepat pelaksanaan Sertifikasi Internasional dalam bidangbidang tertentu: arsitek, tenaga konstruksi, operator alat berat, tenaga perawat, guru, dokter, akuntan, tenaga pariwisata, pertanian, ekonomi, petugas pengoperasian traktor.

b. Memproteksi jabatan-jabatan pekerjaan terampil tertentu dengan menerapkan kualifikasi-kualifikasi pada setiap sektor ekonomi.

c. Merevisi Undang-Undang Ketenagakerjaan Indonesia khususnya Pasal 39 terkait dengan penempatan dan perlindungan tenaga kerja Indonesia (TKI).

1.3 Kebijakan Daya Saing Tenaga Kerja dari Sisi Upah

Kebijakan daya saing upah tenaga kerja di Indonesia, pada dasarnya sangat berkaitan dengan produktivitas tenaga kerja sendiri. Dengan kata lain semakin tinggi produktivitas yang dihasilkan, semakin besar potensi kenaikan upah yang didapatkan. Sehingga kebijakan peningkatan produktivitas inilah yang akan berkorelasi positif dengan upah.

Data tahun 2012 menunjukkan bahwa upah tertinggi > Rp 2.000.000 umumnya diisi oleh tenaga kerja yang memiliki level pendidikan Universitas, SMA/SMK, dan Diploma/Akademi. Hal yang cukup menarik adalah masuknya kelompok tenaga kerja berpendidikan SMA/SMK ke dalam strata upah terbesar mengindikasikan semakin prospektifnya daya saing lulusan SMA/SMK dalam mendapatkan level upah yang memadai di pasar kerja.

2. Kebijakan Hukum yang Telah diambil Indonesia Sebagai Persiapan Menghadapi Free Flow of Services

Kebijakan Hukum dalam mempersiapkan adanya Free Flow of Services pada wilayah ASEAN oleh Indonesia dapat tercermin dari kebijakan hukum yang diambil akibat adanya Mutual Recognition Agreement yang merupakan dasar adanya kebijakan free flow of services di Indonesia. Dimana kebijakan tersebut antara lain:


(44)

91

2.1. Kebijakan Pemerintah Dalam Sektor Jasa Keinsinyuran

Kebijakan pemerintah dalam hal pengelolaan bidang keinsinyuran sepertinya juga menjadi satu masalah tersendiri. Sebagai contoh, pemerintah telah mengeluarkan Undang-undang nomor 4 tahun 2009 tentang Mineral dan Batubara, di mana di dalam Undang-undang-Undang-undang tersebut mewajibkan perusahaan mineral dan batubara untuk membuat smelter di Indonesia paling lambat tahun 2014. Akan tetapi banyak perusahaan yang tidak mematuhinya, seperti Freeport di Papua.127 Lebih spesifik, pemerintah tidak menyediakan pendidikan bagi masyarakat di daerah perusahaan mineral dan batubara tersebut dan kesalahan kebijakan pemerintah adalah menjual hasil mineral yang diambil dari bumi Indonesia begitu saja tanpa diolah terlebih dahulu sehingga yang diperoleh hanyalah nilai mentah saja tanpa adanya nilai tambah. Hal ini juga menjadi permasalahan yang menyebar ke hal lainnya. Karena tidak adanya peraturan pemerintah untuk mengolah hasil mineral atau batubara atau tambang di Indonesia, maka kesempatan kerja pun juga terbatas bagi sarjana teknik. Akhirnya, bidang non-teknik pun menjadi daya tarik bagi lulusan sarjana teknik.

Saat ini UU Insinyur telah disahkan dalam Undang-undang No. 11 Tahun 2014 Tentang Keinsinyuran. Dengan adanya UU Keinsinyuran maka proses standardisasi, sertifikasi, profesionalisme, serta kesetaraan dalam menghadapi MEA 2015 bisa lebih dikendalikan. Dengan disahkannya UU ini maka profesi insinyur juga bisa melakukan kerja sama kemitraan antara publik dengan privat, sehingga koordinasi berjalan dengan baik antara pemerintah dengan swasta dan juga profesi insinyur.

127

Selengkapnya, lihat http://www.antaranews.com/berita/384830/menperin-minta-freeport-taati-undang-undang-soal-smelter


(45)

92 2.2. Kebijakan Pemerintah Dalam Sektor Jasa Arsitektur

Sektor jasa arsitektur merupakan salah satu sektor yang memiliki perangkat kebijakan memadai dibandingkan beberapa sektor lainnya seperti jasa keperawatan. Aturan tersebut antara lain menyangkut kualifikasi arsitektur yang sudah tertata dengan baik. Klasifikasi dan kualifikasi sudah dibuat sedemikian rupa sehingga jenjang pendidikan dan profesi arsitek secara jelas dapat dipahami.

Terkait dengan durasi masa studi empat tahun yang tidak sesuai dengan yang disyaratkan di level internasional yaitu lima tahun, dibutuhkan regulasi pemerintah untuk melakukan penyesuaian, dengan mengupayakan koordinasi antara Kemendikbud dan Ikatan Arsitek Indonesia (IAI) sebagai lembaga yang bertanggung jawab atas proses sertifikasi.

Adapun terkait rendahnya jumlah ASEAN Architect (AA) Indonesia antara lain disebabkan sulitnya mendorong arsitek bersertifikat untuk menjadi AA. Akan lebih efektif jika sertifkat daerah/nasional bisa disetarakan dengan AA.128

2.3. Kebijakan Pemerintah Dalam Sektor Jasa Keperawatan

Tingkat kebutuhan negara-negara maju maupun negara berkembang terhadap jasa keperawatan terus meningkat, hal ini kemudian ditindaklanjuti oleh pemerintah melalui Permenkes 47 tahun 2012 tentang Pendayagunaan Perawat ke Luar negeri dan Permenkes 317 tahun 2010 tentang Tenaga Kerja Warga Negara Asing, yang salah satunya menekankan perlunya adaptasi tenaga asing yang akan masuk ke Indonesia.

Dalam upaya memanfaatkan peluang dan meningkatkan daya saing tenaga perawat Indonesia, jaminan mutu baik tenaga perawat maupun pelayanan keperawatan profesional, maka

128

Sistem sertifkasi dapat dilihat darihttp://www.astti.or.id/media/ SERTIFIKASI%20 NAKER% 20JASA% 20KONSTRUKSI%20DAN%20IMPLEMENTASINYA.pdf


(46)

93

proses kredensial yang mencakup registrasi, sertifikasi, dan lisensi menjadi sebuah keharusan. Untuk registrasi diatur dalam Permenkes 1796 tahun 2011 tentang registrasi tenaga kesehatan di mana registrasi ini merupakan pencatatan resmi terhadap tenaga kesehatan yang telah mempunyai sertifikasi. Jadi sekalipun ada lulusan perawat baik dari perguruan tinggi maupun yang profesi, akan tetapi tidak memperoleh surat tanda registrasi (STR), maka lulusan tersebut tidak dapat bekerja sebagai perawat sekalipun merupakan lulusan profesi perawat.

Lebih jauh, merujuk Permenkes yang sama, diatur juga standar kompetensi yaitu surat tanda pengakuan terhadap kompetensi seseorang tenaga kesehatan untuk dapat menjalankan praktik dan/atau pekerjaan profesinya di seluruh Indonesia setelah lulus uji kompetensi. Sertifikat ini dikeluarkan oleh Majelis Tenaga Kerja Indonesia (MTKI).

Dalam hal pengaturan hukum selain kedua Permenkes diatas mengenai perawat telah diatur dalam UU No. 38 Tahun 2014 tentang Keperawatan yang menjadi dasar hukum keberadaan dan pengurusan profesi perawat mulai dari registrasi seorang perawat, izin praktik sampai dengan pembaharuan izin praktik seorang perawat.

Dalam hal sertifikasi, terdapat peraturan lain yang mengatur yaitu UU no 12 tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi, di mana terdapat dua hal yaitu; sertifikat profesi dan sertifikat kompetensi. Sertifikat profesi sebagai pengakuan untuk melakukan praktik profesi yang diperoleh lulusan pendidikan profesi. Kemudian sertifikat profesi ini diterbitkan oleh perguruan tinggi bersama dengan kementerian lain, lembaga profesi, dan sebagainya. Adapun sertifikat kompetensi, merupakan pengakuan kompetensi terhadap lulusan. Hal ini menjadikan proses tersebut (uji kompetensi) seolah sebagai exit exam sebelum peserta didik dinyatakan lulus.


(47)

94

Sertifikat ini diterbitkan oleh perguruan tinggi bersama dengan lembaga profesi. UU tersebut sudah diterjemahkan ke dalam Permendikbud no 83 tahun 2013 tentang sertifikat kompetensi.129

Dalam hal sertifikasi keperawatan, hal ini dapat dikaitkan dengan UU no. 20 Tahun 2014 tentang Standarisasi dan Penilaian Kesesuaian (SPK) yang menetapkan standarisasi sebagai upaya meningkatkan kepastian, kelancaran, dan efisiensi transaksi perdagangan barang dan/ atau jasa di dalam dan luar negeri sesuai dengan pasal 3 huruf C UU SPK..

Namun, Perbedaan kedua aturan ini dalam hal sertifikasi, kemudian memunculkan kebingungan aturan mana yang harus diikuti. Sementara Permenkes 1796 tahun 2011, terkesan terburu-buru karena hingga saat ini proses uji kompetensi untuk mendapatkan STR belum siap.130

Oleh karena itu, untuk mencapai standarisasi perawat yang jelas dalam mendukung tugas seorang perawat, dalam pasal 18 ayat 3 UU Keperawatan menetapkan persyaratan untuk mendapatkan STR yang berlaku bagi perawat selama lima tahun dan dapat diregister ulang oleh perawat setiap 5 (lima) tahun, yaitu:

a. memiliki ijazah pendidikan tinggi Keperawatan; b. memiliki Sertifikat Kompetensi atau Sertifikat Profesi; c. memiliki surat keterangan sehat fisik dan mental;

d. memiliki surat pernyataan telah mengucapkan sumpah/janji profesi; dan e. membuat pernyataan mematuhi dan melaksanakan ketentuan etika profesi.

129

Laporan Akhir Liberalisasi Jasa, op. cit, hal. 46 130


(48)

95 2.4. Kebijakan Pemerintah Dalam Sektor Jasa Dokter

Dalam hal tata kelola/regulasi, tahun 2011 UU Pendidikan Kedokteran telah diundangkan dalam UU No. 20 Tahun 2013 tentang Pendidikan Kedokteran. Implementasi dari UU Kedokteran ini memerlukan koordinasi anatara Kemenkes, Kemendiknas, KKI dan organisasi profesi kedokteran lainnya. UU ini diharapkan dapat menjadi solusi Indonesia untuk menyamakan kompetensi dengan negara ASEAN lainnya.

UU Pendidikan Kedokteran memegang peranan penting dalam hal menjamin mutu dokter yang ada di Indonesia dimana dalam UU Pendidikan Kedokteran pasal 4 mengatur mengenai tujuan diselenggarakan pendidikan kedokteran untuk mengasilkan dokter berbudi luhur, bermutu, kompeten dan memenuhi kebutuhan dokter dan dokter gigi di Indonesia.

Tujuan dari UU Pendidikan Kedokteran, secara umum dapat dijabarkan menjadi tiga hal. Yang pertama, adalah upaya mengintegrasikan peran pendidikan atau akademik dan layanan kesehatan atau profesi, dimana secara operasional dikelola oleh kementrian dibawah sektor pendidikan dan kesehatan. Kedua, mengatasi berbagai problem dalam rangka menjaga mutu, yang terkait dengan proses seleksi, proses pembelajaran, ketersediaan sarana dan prasarana serta alat-alat laboratorium, dosen, tenaga medik dan masalah pendanaan pendidikan kedokteran. Terakhir, UU Pendidikan Kedokteran bertujuan memberikan kepastian hukum, disamping undang-undang yang sudah ada yaitu Undang-undang Nomor 20 tahun 2003 tentang sistem Pendidikan Nasional dan Undang-undang Nomor 29 tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran.

Mengenai standarisasi pendidikan dokter diatur dalam pasal 24 UU Pendidikan Dokter ditetapkan standar nasional pendidikan kedokteran untuk menjamin mutu pendidikan dokter.


(1)

x

DAFTAR SINGKATAN AA : ASEAN Architect

ACC : ASEAN Coordinating Council

ACCSTP : ASEAN Common Competency Standards for Tourism Professionals

ACPE : ASEAN Chartered Professional Engineer

AEC : ASEAN Economic Community

AEM : ASEAN Economic Meeting

AFAS : ASEAN Framework Agreementon Service

AFM : ASEAN Finance Ministers

AFMIS : ASEAN Finance Minister Investors Seminar

AFMM : ASEAN Financial Minister Meeting

AIA : ASEAN Investment Area

AJCCD : ASEAN Joint Coordinating Committee on Dental Practitioners

AJCCMP : ASEAN Joint Coordinating Committee on Medical Practitioners

AJCCN : ASEAN Joint Coordinating Committee on Nursing


(2)

xi

ANCER : Australia-New Zealand Closer Economic Relations

AQRF : ASEAN Qualifications Reference Framework

ASEAN : Association of Southeast Asian Nations

ATA : ASEAN Tourism Agreement

ATF : ASEAN Tourism Forum

ATM : ASEAN Transport Ministers

ATPMC : The ASEAN Tourism Professional Monitoring Committee

ATMR : ASEAN Tourism Resource Management and Development Network

ATPRS : The ASEAN Tourism Professionals Registration System

ATQEM : The ASEAN Tourism Qualifications Equivalency Matrix

ATWG : Air Transport Working Group

BIG : Badan Informasi Geospasial

BNP2TKI : Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia

BSSWG : Business Services Sectoral Working Group


(3)

xii

CATC : Common ASEAN Tourism Curriculum

CCS : Coordinating Committee on Services

CPC : Central Product Classification

CPD : Continuing Professional Development

CPE : Chartered Professional Engineer

CSS : Contractual Service Suppliers

DSM : The Enhanced Dispute Settlement Mechanism

FIG : Federation Internationale des Geometres

GATS : General Agreement on Tarrif and Services

GDP : Gross Domestic Product

HLTF : High Level Task Force

HSSWG : Healthcare Services Sectoral Working Group

IAI : Ikatan Arsitek Indonesia

ICT : Intra-Corporate Transferees

IFAC : International Federation of Accountants


(4)

xiii MNP : Movement of Natural Persons

MRA-DP : Mutual Recognition Arrangement on Dental Practitioners

MRAs : Mutual Recognition Agreements

MRA-TP : Mutual Recognition Arrangement on Tourism Professionals

NRA : Nursing Regulatory Authority

NTO : National Tourism Organization

NTPB : The National Tourism Professional Board

PDGI : Persatuan Dokter Gigi Indonesia

PDRA : Professional Dental Regulatory Authority

PMRA : Professional Medical Regulatory Authority

POEA : Philippine Overseas Employment Administration

PRA : Professional Regulatory Authority

RFPE : Registered Foreign Professional Engineers

SAM : Single Aviation Market

SDM : Sumber Daya Manusia


(5)

xiv

SKKNI : Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia

TELMIN : Telecommunications & Informations Technology Ministers Meeting

TELSOM : Telecommunications & Information Technology Senior Officials Meeting

TKI : Tenaga Kerja Indonesia

TPCB : The Tourism Professionals Certification Board

UE : Uni Eropa

WC-FSL : Working Committee on Financial Service Liberalisation


(6)

xv ABSTRAK

TINJAUAN YURIDIS TERHADAP KEBIJAKAN FREE FLOW OF SERVICES TERHADAP TENAGA KERJA TERAMPIL NEGARA-NEGARA ANGGOTA ASEAN DALAM IMPLEMENTASI ASEAN ECONOMIC COMMUNITY (AEC) 2015 DITINJAU DARI PERSPEKTIF HUKUM EKONOMI INTERNASIONAL

DAN NASIONAL. Yara Olivia*)

Dr. Mahmul Siregar, SH.,M.Hum.**) Arif, SH.,M.Hum.***)

Penerapan ASEAN Economic Community (AEC) 2015 yang memiliki pilar kebijakan free flow of services akan sangat berpengaruh pada mobilitas tenaga kerja terampil antar negara anggota ASEAN. Bertolak dari pemikiran tersebut permasalahan yang akan diangkat dalam penelitian ini adalah aturan hukum ekonomi internasional dan nasional mengenai kebijakan free flow of services terhadap tenaga kerja terampil negara-negara anggota ASEAN dalam Implementasi AEC 2015.

Penilitian ini menggunakan pendekatan yuridis normatif yakni penelitian yang mengkaji penerapan kaidah-kaidah hukum ekonomi internasional dan nasional mengenai Free flow of services terhadap tenaga kerja terampil dalam implementasi AEC 2015. Data yang diperoleh dari penelusuran kepustakaan, dianalisis dengan deskriptif kualitatif. Metode deskriptif yaitu menggambarkan secara menyeluruh tentang apa yang menjadi pokok permasalahan.

Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh, bahwa kebijakan free flow of services memiliki hubungan sangat erat dengan tenaga kerja terampil. Dalam penerapannya, tenaga kerja terampil merupakan aktor utama dalam berjalannya free flow of services antar negara anggota ASEAN. Keterampilan yang dimiliki tenaga kerja merupakan modal untuk menyediakan jasa yang alirannya akan lebih bebas dan membuka lapangan kerja yang lebih luas antar negara anggota ASEAN dalam AEC 2015. Hal ini mendorong negara-negara anggota ASEAN membuat kebijakan sehubungan dengan adanya perpindahan tenaga kerja terampil antar negara anggota berdasarkan kesepakatan AFAS, MNP, MRA dan AQRF yang telah dibuat dalam ASEAN yang menjadi dasar perpindahan tenaga kerja antar negara anggota ASEAN khususnya. Kebijakan hukum nasional memiliki peranan penting untuk menjalankan standar kualifikasi tenaga kerja terampil dan mempersiapkan perlindungan yang jelas mengenai bidang ketenagakerjaan dengan keterampilan tersebut.

Kata Kunci: Free Flow of Services, Tenaga Kerja Terampil, AEC 2015 *) Mahasiswa Fakultas Hukum USU

**) Dosen Pembimbing I ***) Dosen Pembimbing II


Dokumen yang terkait

Analisis Terhadap Asean Tourism Agreement (Ata) 2002 Dalam Hubungannya Terhadap Asean Economic Community 2015 Dan Pengaruhnya Terhadap Indonesia

9 87 153

Tinjauan Hukum Internasional Mengenai Regulasi Hukum Nasional Indonesia Sebagai Negara Anggota Asean Dalam Rangka Menghadapi Asean Economic Community 2015

2 82 130

Peran ASEAN ECONOMIC COMMUNITY (AEC) Terhadap Kebijakan Liberalisasi Tenaga Kerja Indonesia (STUDI KASUS TENAGA KERJA INDONESIA DI MALAYSIA)

4 74 89

Pengaruh ASEAN Charter (Piagam ASEAN) terhadap Yurisdiksi Negara Anggotanya

3 80 108

Asean Economic Community (AEC) 2015 (Studi : Persiapan Pemerintah Indonesia Dalam Menghadapi ASEAN Economic Community (AEC) 2015 Pilar Fasilitas Perdagangan Khususnya Dalam Pembentukan Indonesia National Single Windows (INSW)

1 51 87

Kesepakatan Investasi Langsung Dalam Rangka Asean Economic Community (AEC) 2015 Menurut Perspektif Hukum Perjanjian Internasional dan Hukum Nasional

4 105 139

Tinjauan Yuridis Terhadap Kebijakan Free Flow Of Goods Terhadap Negara-Negara Asia Tenggara (Asean) Dalam Implementasi Asean Economic Community (Aec) 2015 Ditinjau Dari Perspektif Hukum Ekonomi Internasional Dan Nasional

7 44 149

Kesepakatan Investasi Langsung Dalam Rangka Asean Economic Community (AEC) 2015 Menurut Perspektif Hukum Perjanjian Internasional dan Hukum Nasional

0 0 10

Kesepakatan Investasi Langsung Dalam Rangka Asean Economic Community (AEC) 2015 Menurut Perspektif Hukum Perjanjian Internasional dan Hukum Nasional

0 0 2

PERAN ASEAN ECONOMIC COMMUNITY (AEC) TERHADAP KEBIJAKAN LIBERALISASI TENAGA KERJA INDONESIA

0 0 10