27
B. Mutual Recognition Agreement MRA
1. MRAs Dalam Sektor Jasa Berkaitan Dengan Bisnis
Penerapan MRAs dalam sektor jasa berkaitan dengan bisnis diatur oleh Business Services Sectoral Working Group BSSWG
dibawah koordinasi ASEAN Coordinating Committee on Services CCS.
38
Pembagian MRAs yang termasuk ke dalam sektor ini, yaitu: 1.1 MRA Dalam Sektor Jasa Keinsinyuran
Perjanjian MRA ASEAN dalam sektor jasa keinsinyuran engineering services ditandatangani pada tanggal 9 Desember 2005 di Kuala Lumpur, Malaysia. Indonesia pada saat
itu diwakilkan oleh Mari Elka Pangestu selaku Menteri Perdagangan. Berbeda dengan sektor survei dan sektor akuntansi, MRA dalam sektor keinsinyuran telah ditandatangani oleh
kesepuluh negara dan bukan lagi merupakan kerangka kerja framework. Perjanjian tersebut terdiri dari 8 pasal:
39
1. Pasal 1 tentang maksud dan tujuan 2. Pasal 2 tentang definisi
3. Pasal 3 tentang pengakuan, kualifikasi, dan kelayakan 4. Pasal 4 tentang PRA, MC, dan ACPECC kelembagaanotoritas
5. Pasal 5 tentang perjanjian pengecualian 6. Pasal 6 tentang kemungkinan perubahan
38
The ASEAN Secretariat, ASEAN Integration in Services, Jakarta: ASEAN Secretariat, Desember 2015, hal 28.
39
Menuju MEA mengamati MRA keinsinyuran, https:imedimud.wordpress.c om20141217menuju- mea-mengamati-mra-di-bidang-keinsinyuran, diakses tanggal 14 Februari 2016
28 7. Pasal 7 tentang penyelesaian sengketa
8. Pasal 8 tentang penutup Tujuan dari MRA sektor jasa keinsinyuran adalah untuk memfasilitasi perdagangan dan
sebagai stimulan aktivitas ekonomi antarpihak melalui penerimaan kompetensi SDM dalam hal standar, kualifikasi, sertifikasi dan lisensi. Dalam artikel 1 MRA sektor keinsinyuran dijelaskan
bahwa tujuan dari adanya MRA dalam bidang keinsinyuran ini adalah untuk memfasilitasi pergerakan jasa keinsinyuran profesional serta sebagai sarana bertukar informasi dalam rangka
mengupayakan adopsi pelaksanaan praktik terbaik pada standar dan kualifikasi. Di dalam MRA ini, terdapat pendefinisian tentang apa saja yang diatur di dalam sektor jasa keinsinyuran. Apa
yang dinamakan dengan sektor keinsinyuran engineering services merujuk kepada aktivitas yang berada di lingkup Central Product Classification CPC Code 8672 dari Provisional CPC
yang diterbitkan oleh Persatuan Bangsa-Bangsa.
40
Selain itu, apa yang disebut dengan graduate engineer
merujuk kepada setiap warga negara anggota ASEAN yang telah menyelesaikan pendidikan tinggi di bidang keinsinyuran yang telah memperoleh pengakuan dan diakreditasi
oleh otoritas nasional di suatu negara. Berbeda dengan graduate engineer, professional engineer practitioner merujuk kepada:
“..natural person who holds the nationality of an ASEAN Member Country and is assessed by a Professional Regulatory Authority PRA of any participating ASEAN Member Country as being
technically, morally, and legally qualified to undertake independent professional engineering
40
Makmur Keliat dkk, op.cit, hal. 25
29 practice and is registered and licensed for such practice by the Authority. ASEAN Member
Countries may have different nomenclatures and requirements for this term. ‖
41
Sebenarnya, tujuan umum dari MRA bidang keinsinyuran ini adalah untuk menyeragamkan standar, ukuran, dan regulasi yang berbeda-beda di negara-negara ASEAN agar
mempunyai satu ukuran yang konsisten, metode dan spesialisasi yang secara bersama diterima dan bisa diterapkan oleh negara-negara ASEAN. Ada tiga prinsip yang dilakukan dalam
penyelenggaraan MRA bidang keinsinyuran ini, antaralain: transparansi, ekuivalensi, dan harmonisasi..
42
Agar seorang professional engineer bisa berpraktik di negara tujuan host country dan memperoleh gelar ACPE ASEAN Chartered Professional Engineer, ada beberapa kualifikasi
yang harus dipenuhi terlebih dahulu, antara lain mencakup:
43
a. Telah menyelesaikan pendidikan tinggi bidang keinsinyuran;
b. Mendapatkan izin lisensi dari otoritas profesi nasional untuk berpraktik mandiri;
c. Memiliki pengalaman kerja 7 tahun, 2 tahun di antaranya adalah pengalaman kerja di bidang
keinsinyuran; d.
Sejalan dengan kebijakan Continuing Professional Development CPD dengan tingkat yang memuaskan;
e. Memperoleh sertifikat dari badan penyelenggara nasional dan tidak pernah melakukan
tindakan yang melanggar hukum.
41
MRA on Engineering Services Article 2.10
42
Makmur Keliat dkk, op.cit, hal. 26
43
MRA on Engineering Services Article 3
30 Jika syarat di atas telah dipenuhi, maka professional engineer bisa mendaftarkan diri ke
ACPE Coordinating Committee di bawah ACPE Registers. Insinyur yang telah memperoleh
sertifikat ACPE bisa mendaftarkan diri kepada otoritas pengaturan profesional di host country untuk dicatat sebagai Registered Foreign Professional Engineers RFPE. Jika seorang ACPE
akan bekerja di host country, persyaratannya adalah ia tidak bisa bekerja secara mandiri, namun harus berkolaborasi dengan insinyur lokal yang telah memiliki standar kualifikasi yang sama.
Adanya MRA dalam bidang keinsinyuran ini sebenarnya merupakan awal untuk masuk ke dalam penetrasi pasar bebas sektor keinsinyuran, awal untuk memastikan bahwa keseragaman
dari kualitas sektor jasa keinsinyuran di negara-negara ASEAN itu sama.
44
Masih banyak peraturan dan standar yang bisa dibuat untuk mengarahkan kepada efisiensi dan daya saing.
Tidak bisa diartikan bahwa kualitas insinyur dari seluruh negara ASEAN harus sama karena adanya perbedaan kualifikasi dan kualitas SDM yang ada di negara-negara anggota ASEAN.
Semisal, SDM insinyur di Singapura tidak bisa disamakan begitu saja dengan SDM insinyur di Indonesia, atau negara lainnya.
Jasa keinsinyuran adalah jasa yang krusial khususnya dalam hal pembangunan fisik, infrastruktur, dan teknologi di suatu negara. Tanpa adanya sektor keinsinyuran, sektor-sektor
ekonomi lainnya tidak akan berjalan, misal tidak adanya jalan yang memadai untuk mendistribusikan barang dan jasa dari satu tempat ke tempat lain; tidak berkembangnya fasilitas
publik yang dibutuhkan, dan lain sebagainya. Di Indonesia, jasa keinsinyuran didasarkan pada bidang keilmuan dalam rumpun teknik dari kurikulum yang ada. Indonesia mengenal ada 12
jenis bidang dalam sektor keinsinyuran, antara lain:
45
44
Pernyataan dari perwakilan Persatuan Insinyur Indonesia dalam FGD di FISIP UI, 26 Oktober 2013
45
Makmur Keliat, op.cit, hal. 27
31 1. Teknik Sipil
2. Teknik Mesin 3. Teknik Elektro
4. Teknik Fisika 5. Teknik Perminyakan
6. Teknik Industri 7. Teknik Geodesi
8. Teknik Kelautan 9. Teknik Kimia
10. Teknik Lingkungan 11. Teknik Pertambangan
12. Teknik Aeronautikal Dalam bidang keinsinyuran, sebenarnya di MRA ada dua yang diatur, pertama adalah
bidang keinsinyuran engineering services dan sektor arsitektur architectural services. Akan tetapi, keduanya dipisah karena sekalipun sama-sama rumpun keinsinyuran namun mempunyai
karakteristik yang berbeda. Di Indonesia, asosiasi yang membidangi keinsinyuran adalah Persatuan Insinyur Indonesia yang dibentuk pada tahun 1952 dan saat ini dipimpin oleh Ir.
Bobby Gafur Umar, MBA hingga tahun 2015.
46
1.2 MRA Dalam Sektor Jasa Arsitektur MRA untuk jasa arsitektur ditandatangani pada tanggal 19 November 2007 di Singapura.
Tujuan dari MRA ini dijelaskan dalam empat poin yaitu:
47
46
Diakses dari http:pii.or.idprofiloverview
47
ASEAN MRA on Architectural Services diambil dari http: www.asean.org imagesarchive 21137.pdf
32 a.
Menfasilitasi mobilitas arsitek-arsitek; b.
Melakukan pertukaran informasi dalam upaya mempromosikan pengadopsian best practices dalam hal standar pendidikan arsitektur, praktik profesional dan kualifikasi-kualifikasi
lainnya; c.
Melaksanakan spirit kerjasama ASEAN yang menekankan pada distribusi sumber daya yang fair dan benefit melalui riset kolaborasi;
d. Mendorong, menfasilitasi dan membangun pengakuan timbal balik dalam hal jasa arsitek dan
menyusun standar dan komitmen untuk melakukan transfer teknologi di antara negara-negara anggota ASEAN.
Melihat tujuan MRA jasa arsitek ini, terkesan lebih maju dalam lingkup kegiatannya terutama terkait poin 3 dan 4, yang menekankan distribusi sumber daya yang fair dan riset
kolaborasi serta transfer teknologi. Poin-poin ini tidak disebutkan untuk MRA disektor lainnya seperti Keperawatan dan Kedokteran yang seyogyanya bisa juga ditujukan untuk melakukan
kegiatan-kegiatan yang lebih luas.
48
1.3 MRA Dalam Sektor Jasa Akutansi MRA Framework untuk sektor jasa akuntansi accountancy services Disepakati pada
tanggal 26 Februari 2009, oleh negara-negara anggota ASEAN. Pihak yang mewakili Indonesia adalah Mari Elka Pangestu yang saat itu menjabat sebagai Menteri Perdagangan. Sebagai sebuah
MRA Framework, kesepakatan tersebut tidak langsung mengatur secara detail namun memberikan panduan mengenai prinsip-prinsip besar dan kerangka kerja sama yang dapat
48
Makmur Keliat, op.cit, hal. 34
33 menjadi panduan untuk negosiasi lebih lanjut tentang MRA di sektor tersebut di antara negara-
negara ASEAN.
49
Di dalam dokumen tersebut, definisi ―Accountancy Services‖ merujuk pada kegiatan- kegiatan yang masuk ke dalam klasifikasi Central Product Classification CPC 862 dari
Provisional CPC dari Persatuan Bangsa-Bangsa, ditambah dengah berbagai jasa terkait
akuntansi atau jasa-jasa yang bersifat insidental bagi penyedia Jasa Akuntasi, yang ditentukan oleh kesepakatan di antara atau kesepakatan bersama negara-negara ASEAN yang
menegosiasikan MRA di sektor Jasa Akuntasi sebagai tindak lanjut dari MRA Framework yang disepakati tahun 2009 ini.
50
Menurut CPC 862, jasa akuntasi, audit dan bookkeeping digolongkan sebagai bagian dari subsektor
―A‖ dari ―Jasa-Jasa Bisnis‖ di dalam Services Sectoral Classification List. Di dalam Provisisonal CPC
, kategori ―Accounting, auditing and bookkeeping services atau sering disebut dengan CPC 862 tersebut dibagi lagi menjadi beberapa kategori. Di dalamnya terdapat ―Accounting
and Auditing Services ‖ CPC 8621 yang meliputi: 1 ―financial auditing services‖ CPC 86211,
yaitu ―jasa untuk melakukan penilaian terhadap catatan pembukuan serta bukti-bukti pendukung organisasi yang lain dengan tujuan untuk menyampaikan opini tentang apakah pernyataan keuangan
dari organisasi tersebut telah menunjukkan dengan baik posisi keuangan organisasi tersebut pada tanggal tertentu dan hasil-hasil dari kegiatannya pada periode yang berakhir pada tanggal tersebut
sesuai dengan prinsip-prins ip akuntansi yang diterima secara umum‖; 2 ―accounting review
services ‖ CPC 86212; yaitu jasa untuk melakukan penilaian terhadap financial statements tahunan
atau sementara dan berbagai informasi pembukuan yang lain, yang cakupannya lebih kecil dibandingkan audit sehingga tingkat keyakinannya lebih rendah dibandingkan dengan audit, 3
―Compilation of financial statements services‖ CPC 86213, yaitu jasa menyusun laporan keuangan
49
Makmur Keliat, op.cit, hal. 90
50
ASEAN MRA Framework on Accountancy Services, pasal 2.1.
34
berdasarkan informasi yang diberikan oleh klien. Tidak ada jaminan yang diberikan mengenai akurasi dari laporan tersebut., dan 4 jasa akuntansi yang lain CPC 86219. Kategori yang lain
adalah jasa pembukuan bookkeeping services yang diberi kode CPC 8622, yaitu jasa mengklasifikasi dan mencatat transaksi bisnis dalam nilai uang atau unit penilaian tertentu di dalam
buku catatan keuangan books of account.
51
MRA Framework tentang sektor jasa akutansi menggariskan prinsip-prinsip dasar mengenai dasar-dasar pengakuan profesi di sektor jasa akuntansi. Dalam aspek persyaratan pendidikan, MRA
Framework ini menggariskan bahwa Akuntan Profesional Aktif Practicing Professional Accountant
dari sebuah negara anggota ASEAN yang menginginkan pengakuan untuk dapat bekerja di negara anggota ASEAN yang lain harus memenuhi syarat-syarat pendidikan akuntan di negara
asalnya, yang kemudian dapat menjadi dasar untuk mengakui bahwa orang tersebut telah memenuhi syarat-syarat pendidikan di negara tempatnya akan bekerja host country. MRA Framework ini juga
menggariskan bahwa akuntan profesional yang menginginkan pengakuan di negara ASEAN yang lain juga harus menunjukkan kompetensinya untuk menunjukkan bahwa yang bersangkutan memiliki
pengetahuan yang memadai tentang peraturan-peraturan domestik dari Host Country yang ditujunya. Selain itu, ia juga harus memenuhi persyaratan pengalaman yang ditentukan di dalam peraturan
domestik dari Host Country. Dalam MRA Framework ini kita melihat bahwa peraturan domestik berkaitan dengan jasa
akuntansi akan sangat berpengaruh dalam menentukan jalannya MRA di sektor jasa akuntansi tersebut. MRA Framework ini mengakui keberagaman peraturan domestik di dalam jasa akuntasi di
masing-masing negara ASEAN dan tidak hendak memaksakan keseragaman. Bahkan, di dalam pasal 4 dokumen tersebut disebutkan bahwa:
51
Dokumen WTO Secretariat Note, SCW73, 4 December 1998, diakses dari www.wto.org englishtratop_e
serv_ew73.doc.
35
“Any bilateral or multilateral MRAs on Accountancy Services between or among ASEAN Member States shall not prejudice the rights, powers and authority of each ASEAN Member State and its NAB
andor PRA and other regulators of the profession to set and regulate the necessary Domestic Regulations.”
52
Meskipun demikian, MRA Framework ini juga mendorong negara-negara anggota ASEAN untuk menggunakan standar dan panduan dari International Federation of Accountants IFAC
dengan tetap memperhatikan peraturan domestik di masing-masing negara anggota ASEAN. IFAC adalah organisasi yang menaungi asosiasi-asosiasi akuntan di seluruh dunia. Sekarang, IFAC terdiri
dari 173 anggota yang tersebar di 130 negara dan yurisdiksi. Berdasarkan perkiraan jumlah anggota dari organisasi akuntan yang menjadi anggota IFAC, IFAC menaungi sekitar 2,5 juta akuntan di
seluruh dunia.
53
Ikatan Akuntan Indonesia, asosiasi yang menaungi para akuntan di Indonesia, aktif dalam keanggotaan IFAC sejak tahun 1997.
54
Pada tahun 2011, Ahmad Hadibroto dari Indonesia terpilih menjadi salah satu anggota dewan organisasi IFAC periode 2011-2014.
55
Di ASEAN sendiri, Indonesia menjadi salah satu pendiri ASEAN Federation of Accountants yang didirikan pada tahun
1977. Sekretariat IAI di Jakarta bahkan menjadi sekretariat dari federasi akuntan se-ASEAN tersebut.
56
1.5 MRA Dalam Sektor Jasa Surveying Qualfications Sebagai salah satu sektor yang masuk di dalam pasar jasa ASEAN, MRA
Framework dalam bidang surveying qualifications ditandatangani di Singapura, pada tanggal 19
52
ASEAN MRA Framework on Accountancy Services , pasal 4.1.
53
About IFAC ‖, diakses dari http:www.ifac.orgabout-ifacmembership
54
Diakses dari http:www.iaiglobal.or.idberitadetail.php?id=344
55
RI Masuk Anggota Dewan Organisasi Profesi Akuntan Dunia ,‖ http:economy.okezone.comread
20111119320531 563ri-masuk-anggota-dewan-organisasi-profesi-akuntan-dunia, diakses, 2 Maret 2016
56
Diakses dari http:www.aseanaccountants.orgabout.htm
36 November 2007 oleh kesepuluh perwakilan negara-negara ASEAN. Pada saat itu, dokumen
MRA ASEAN dalam bidang surveying ini perwakilan Indonesia ditandatangani oleh Mari Elka Pangestu selaku Menteri Perdagangan. Seperti halnya MRA di bidang-bidang lainnya, MRA
Framework dalam bidang surveying qualifications juga mengandung gambaran dan aturan
umum mengenai pengaturan bidang surveying di ASEAN.
57
Di dalam kerangka kerja MRA bidang surveying qualifications, ada beberapa pendefinisian mengenai bidang surveying qualifications. Pertama, yang disebut dengan surveyor
adalah warga negara dari negara anggota ASEAN yang telah menyelesaikan pendidikan sarjana pada universitas atau perguruan tinggi pada program surveying yang telah diakui oleh otoritas
kompetensi. Kedua, surveying professional merujuk kepada surveyor yang memiliki pengalaman atau keahlian teknis yang sesuai dengan ketentuan yang ditentukan oleh otoritas kompetensi.
Sementara, yang disebut dengan surveying services adalah satu atau lebih dari satu aktivitas yang terjadi di atas atau di bawah permukaan tanah atau laut dan dikelola oleh asosiasi dengan pekerja
profesional seperti yang didefinisikan dalam International Federation of Surveyors FIG, yang dijelaskan di dalam Appendix II di dalam MRA tersebut.
58
Di dalam Appendix II MRA Framework for the Mutual Recognition of Surveying Qualifications
disebutkan definisi FIG tentang fungsi dari surveyor.
59
Menurut FIG, yang disebut dengan surveyor adalah ―a professional person with the academic qualifications and technical expertise to conduct one, or
more, of the following activities :
57
Makmur Keliat, op.cit, hal. 83
58
ASEAN Framework Arrangement MRA for the Mutual Recognition of Surveying Qualifications, Article 2.9-2.11
59
Di dalam ulasan b erikutnya penggunaan istilah ―surveying‖ bersifat interchangeable dengan ―pemetaan‖,
―survei‖.
37 a.
to determine, measure and represent land, three-dimensional objects, point-fields and trajectories;
b. to assemble and interpret land and geographically related information,
c. to use that information for the planning and efficient administration of the land, the sea and
any structures thereon; and, d.
to conduct research into the above practices and to develop them”
Di dalam Article III di MRA tersebut, terdapat beberapa hal yang menjadi aturan umum mengenai pengakuan sektor survei di negara-negara ASEAN. Pertama adalah masalah
pendidikan. Dalam hal pendidikan, seorang calon surveyor harus bisa memenuhi kompetensi pendidikan yang disyaratkan di negara asalnya home country sesuai dengan aturan dan
kualifikasi yang ada di negara asalnya. Sementara, jika ia ingin mendapatkan pengakuan di negara lain, calon surveyor ini harus memenuhi standar yang diberikan oleh negara tujuan host
country di mana ia ingin memperoleh pengakuan. Kedua, masalah examinations. Negara-negara
ASEAN mengakui bahwa bisa jadi ada persyaratan bagi para calon surveyor untuk memenuhi ujian yang ditujukan untuk memastikan bahwa aplikan mempunyai pengetahuan yang memadai
atas praktik, standar, dan peraturan lokal dan nasional di host country. Namun jika calon surveyor
profesional sudah memperoleh pengakuan nasional di home country, maka ia bisa saja tidak perlu mengikuti seluruh ujian yang disyaratkan di host country, sepanjang persyaratan
pendidikan dan persyaratan profesional lainnya telah terpenuhi.
60
Aturan umum yang ketiga adalah masalah pengalaman experience, di mana aplikan harus memenuhi standar minimum
durasi pengalaman teknis profesional dalam hal surveying setelah lulus sarjana. Jumlah dan jenis pengalaman yang disyaratkan harus sesuai dengan yang diminta oleh host country, jika belum
60
Ibid, Article 3.2 b
38 terpenuhi, aplikan bisa melengkapinya di negara tujuan. Aturan pengakuan keempat adalah
proses pengakuan recognition process yang mensyaratkan bahwa seluruh negara ASEAN harus memastikan bahwa semua standar yang diadopsi terkait pengakuan, regsitrasi atau lisensi atas
surveying professional dari negara ASEAN lainnya harus berdasarkan kompetensi dan bisa
diakses dengan mudah. Negara-negara ASEAN setuju bahwa perihal registrasi danatau lisensi dari surveying professional pada yurisdiksinya disesuaikan dengan hukum dan peraturan
domestik, kebijakan, standard an kebutuhan nasional.
61
Dengan kata lain, peraturan domestik masih dijadikan sebagai pertimbangan untuk menerapkan standar regional di kalangan negara-
negara ASEAN. Meskipun di dalam kerangka kerja MRA dalam bidang surveying ini diatur mengenai hak
negara untuk mengatur bagaimana bidang surveying diatur di dalam negeri, di dalam Article IV dijelaskan bahwa pengaturan lokal tersebut harus disesuaikan dengan tujuan dari perjanjian
kerangka kerja tanpa menciptakan hambatan-hambatan yang tidak perlu unnecessary barriers bagi pengakuan surveying professional yang akan masuk ke suatu negara.
Satu hal yang menarik untuk dilihat adalah dibandingkan dengan sub sektor jasa lain yang sudah diatur dalam masing-masing MRA, sektor surveying ini di seluruh negara ASEAN
dipegang oleh instansi pemerintah, sementara di sektor MRA lainnya didelegasikan kepada asosiasi profesi dengan koordinasi dengan instansi pemerintah terkait. Salah satu alasan mengapa
demikian adalah karena bidang survei pemetaan berhubungan langsung dengan kekuasaan geografis suatu negara dengan kata lain berkaitan pula dengan kedaulatan negara dalam hal
geografi. Oleh sebab itu, dalam Appendix I di dalam kerangka kerja MRA surveying tersebut, competent authority
dari setiap negara dipegang oleh instansi pemerintah di bawah kementerian.
61
Ibid,. Article 3.4 b
39 Di Indonesia sendiri, otoritas yang merupakan representasi Indonesia dalam MRA
framework bidang surveying didelegasikan kepada Badan Informasi Geospasial atau
sebelumnya dikenal dengan Badan Koordinasi Survei dan Pemetaan Nasional. Selain itu, tidak semua informasi geospasial yang dimiliki oleh badan informasi bidang geospasial tersebut bisa
dipublikasikan. Banyak jenis data yang memang tidak bisa dibagi secara luas dan hanya untuk kepentingan negara saja.
62
Hal ini bisa jadi mencakup pemetaan potensi sumber daya alam yang ada di suatu negara dan jika informasi mengenai hal ini bisa diakses dengan mudah akan dapat
dimanfaatkan oleh pihak investor asing untuk melakukan eksplorasi sumber daya di negara tersebut yang mana pengelolaan sumber daya seharusnya berada penuh di tangan negara.
2. MRAs Dalam Sektor Jasa Berkaitan Dengan Pelayanan Kesehatan
Implementasi MRAs dalam sektor jasa berkaitan dengan pelayanan kesehatan dijalankan oleh ASEAN Joint Coordinating Committees AJCCs yang berada dikoordinasi the Healthcare
Services Sectoral Working Group HSSWG dibawah koordinasi the ASEAN Coordinating
Committee on Services CCS.
63
Ketiga bentuk AJCCs, yaitu : a.
ASEAN Joint Coordinating Committee on Medical Practitioners AJCCM yang mengkoordinir tenaga medis pada bidang dokter;
b. ASEAN Joint Coordinating Committee on Nursing AJCCN yang mengkoordinir tenaga
medis keperawatan; c.
ASEAN Joint Coordinating Committee on Dental Practitioners AJCCD yang mengkoordinir tenaga medis pada bidang kedokteran gigi.
62
http:infopublik.layanan.go.idread5421yusuf-surachman-deputi-bidang-infrastruktur-data-spasial- badan-koordinasi-survei-dan-pemetaan-nasional-bakosurtanal-.html , diakses tanggal 12 Februari 2016
63
ASEAN Integration in Services 2015, op.cit, hal, 30
40 Tujuan dari tiga 3 MRAs terkait kesehatan-ini adalah untuk:
64
a. Memfasilitasi mobilitas profesional dalam ASEAN;
b. Pertukaran informasi dan meningkatkan kerja sama dalam hal saling pengakuan dari para
profesional; c.
Mempromosikan adopsi praktik terbaik pada standar dan kualifikasi; dan d.
memberikan kesempatan untuk peningkatan kapasitas dan pelatihan. Sejalan dengan tujuan MRAs ini, bekerja yang dilakukan oleh AJCCs adalah untuk:
a. Pertukaran informasi berkaitan dengan hukum, praktik dan perkembangan dalam praktek
kesehatan; b.
Pertukaran informasi berkaitan dengan prosedur untuk pendaftaran dan perizinan dari praktisi dalam dan luar negeri di masing-masing Negara Anggota ASEAN;
c. Diskusikan kualifikasi yang dibutuhkan;
d. Mengidentifikasi dan melakukan program pertukaran;
e. Mengidentifikasi daerah potensi untuk memudahkan mobilitas lebih lanjut; dan
f. Tinjau MRA sebagai mandat. MRAs di pelayanan kesehatan tidak mengadopsi sistem
pendaftaran ASEAN-lebar tidak seperti orang-orang di bawah layanan bisnis. bentuk yang tepat dari mobilitas praktisi kesehatan terus dieksplorasi dengan mempertimbangkan
keselamatan pasien akun sebagai pertimbangan penting. Informasi tentang prosedur untuk pendaftaran dan perizinan dari praktisi asing di masing-masing Negara Anggota ASEAN
telah dibagikan untuk memfasilitasi pendaftaran dan perizinan dari profesional kesehatan di ASEAN.
64
http:www. asean.orgcommunitiesasean-economic-communitycategoryhealthcare-services, diakses tanggal 14 Februari 2016
41 Pembagian MRAs dalam sektor jasa berkaitan dengan pelayanan kesehatan adalah
sebagai berikut: 1.1 MRA Dalam Sektor Jasa Keperawatan
Jasa tenaga profesional perawat merupakan salah satu sektor yang disepakati dalam liberalisasi sektor jasa ASEAN. MRA untuk jasa perawat ditandantangani di Cebu, Filipina pada
tanggal 18 Desember 2006. MRA ditandatangani dengan empat tujuan yaitu:
65
a. Memfasilitasi mobilitas perawat professional di dalam negara-negara ASEAN;
b. Pertukaran informasi dan ahli dalam hal standar dan kualifikasi;
c. Mempromosikan pengadopsian praktik-praktik terbaik jasa perawat profesional; dan
d. Menyediakan kesempatan-kesempatan untuk kegiatan peningkatan kapasitas dan pelatihan
bagi perawat-perawat tersebut. Adapun perawat dalam MRA tersebut didefinisikan sebagai berikut:
66
―Nurserefers to a natural person who has completed the required professional training and conferred the professional nursing qualification; and has been assessed by the Nursing
Regulatory Authority of the Country of Origin as being technically, ethically and legally qualified to undertake professional nursing practice; and is registered andor licensed as a
professional nurse by the Nursing Regulatory Authority of the Country of Origin. This definition shall not apply to a technical level nurse
.‖
Dalam definisi tersebut terkandung makna secara jelas bahwa perawat yang dimaksud adalah seseorang yang memiliki keahlian di bidang jasa keperawatan yang didapatkan secara
65
ASEAN Mutual Recognition Arrangement on Nursing Services diambil dari
http:www.asean.orgcommunitiesasean-economic-communityitemasean-mutual-recognition-arrangement-on-nursing-services
66
Ibid.
42 formal dan secara administratif telah mendapatkan pengakuan dan lisensi dari otoritas yang
ditunjuk oleh negaranya masing-masing. Dengan demikian tergambarkan secara jelas bahwa hanya perawat-perawat yang mempunyai daya saing tinggi yang memiliki kesempatan untuk ikut
dan mendapatkan keuntungan dalam ―pasar‖ jasa perawat. Selain itu, peran negara menjadi poin penting terutama dalam menentukan dan meningkatkan kualifikasi tenaga-tenaga perawat untuk
dapat memanfaatkan secara optimal implementasi liberalisasi jasa perawat di level ASEAN. Di Indonesia, terdapat tumpang tindih dalam mendefinisikan profesi perawat. Istilah
perawat belum memiliki standar yang baku, sehingga posisi perawat profesional seringkali disamakan dengan jasa perawat-perawat yang lebih menekankan pada keterampilan.
67
Dalam upaya implementasi MRA ini, ada dua badan yang bertanggung jawab yaitu:
68
a. Nursing Regulatory Authority NRA, merupakan sebuah badan yang ditunjuk di masing-
masing negara yang biasanya dipegang oleh kementerian kesehatan atau dewan perawat seperti di Kamboja, Singapura, Phillipnes dan Brunei, yang bertanggung jawab untuk
memastikan bahwa tenaga-tenaga perawat yang tersedia sudah memenuhi kriteria dan standadr kualifikasi yang disepakati. Dengan kata lain badan ini melakukan kontrol dan
mengatur arus masuk dan keluar jasa perawat dari dan ke suatu negara. Beberapa negara seperti Brunei, Philipina, Singapura, dan Thailand menunjuk ―board of nursing‖ sebagai
badan yang menjalankan fungsi sebagai NRA. Hal ini mengindikasikan bagaimana posisi board of nursing
dipandang memiliki posisi strategis di negara-negara tersebut. Sementara di Indonesia ―board of nursing‖ baru berdiri di tahun 2014, dengan adanya UU keperawatan.
Dengan demikian focal point MRA Keperawatan berada di Kementerian Kesehatan dalam
67
Makmur Keliat, op.cit, hal. 40
68
Ibid
43 hal ini Direktorat Bina Upaya Pelayanan Keperawatan dan Keteknisian Medik Ditjen BUK
– Kemkes RI.
b. The ASEAN Joint Coordinating Committee on Nursing AJCCN merupakan suatu badan
yang terdiri dari kumpulan NRA masing-masing negara yang bertanggung jawab untuk melakukan pertukaran informasi, menyelaraskan dan mengharmonisasikan berbagai
kebijakan-kebijakan di setiap negara. Di level inilah diskusi dan negosiasi terhadap berbagai aspek dalam pelaksanaan liberalisasi jasa perawat yang dilakukan oleh masing-masing NRA
yang ditunjuk. Dalam hal monitoring dan evaluasi, peran NRA dan A-JCCN menjadi focal point untuk
menyelaraskan kepentingan-kepentingan yang ada dan melakukan evaluasi atas pelaksanaan MRA tersebut. Walau demikian, perlu dicatat bahwa mekanisme evaluasi belum tertera secara
detail dalam MRA yang disepakati.
69
1.2 MRA Dalam Sektor Jasa Praktisi Medis Dokter MRA untuk jasa dokter ditandatangani di Cha am, Thailand pada tanggal 26 Februaari
2009 bersamaan dengan penandatangan MRA untuk sektor jasa dokter gigi dental practitioners dan jasa akuntansi accountancy services. MRA ini bertujuan untuk:
70
a. Memfasilitasi mobilitas jasa dokter di dalam kawasan ASEAN;
b. Bertukar informasi dan meningkatakan kerjasama dalam skema MRA jasa dokter;
c. Mempromosikan pengadopsian best practices untuk standar dan kualifikasi;
d. Menyediakan kesempatan untuk meningkatkan kapasitas dan melatih para pelaku jasa dokter
69
Ibid.
70
ASEAN MRA on Medical Practitioners diambil dari http:www.asean.orgcommunitiesasean-economic-
communityitemasean-mutual-recognition-arrangement-on-medical-practitioners-2, diakses tanggal 14 Februari 2015
44 Definisi terkait jasa praktisi medisdokter sangat menekankan pada keahlian dan
kualifikasi. Bahkan untuk posisi specialiast secara jelas disebutkan memiliki kualifikasi pendidikan pascasarjana. Poin ini berbeda dengan MRA yang disepakati di bidang jasa
keperawatan yang tidak menyebutkan persyaratan level pendidikan pascasarjana sebagai syarat. Hal ini mungkin disebabkan cara pandangan terhadap profesi dokter dan perawat yang dianggap
sebagai sebuah strata. Padahal sesungguhnya cara pandang seperti ini mengotak-kotakkan profesi yang seharusnya dituntut memenuhi kualiifikasi yang sebaik mungkin.
71
Dalam menjalankan MRA ini, seperti juga di bidang keperawatan ada dua badan yang berfungsi untuk mengimplementasikan MRA ini. Dua badan tersebut adalah:
72
1. Professional Medical Regulatory Authority PMRA PMRA merupakan sebuah badan yang terdiri dari otoritas pemerintah setiap negara
anggota ASEAN yang secara umum berfungsi untuk mengatur dan mengontrol praktik jasa medis dan pengobatannya.
2. ASEAN Joint Coordinating Committee on Medical Practitioners AJCCMP Seperti halnya di sektor keperawatan, MRA jasa praktisi medis ditindaklanjuti dengan
pembentukan AJCCMP yang terdiri dari perwakilan PMRA dari setiap negara anggota yang tidak lebih dari dua orang.
Tugas AJCCMP ini menfasilitas implmentasi MRA melalui upaya-upaya menyelaraskan aturan domestik dengan tujuan yang ingin dicapai dalam MRA. AJCCMP juga secara
menghimbau agar negara anggota mengikuti standarisasi dan mengadopsi mekanisme dan
71
Makmur Keliat, op.cit, hal. 54
72
Detail tugas PMRA lihat ASEAN MRA on Medical Services. Ibid.
45 prosedur dalam MRA. Diharapkan hambatan-hambatan domestik sudah hilang pada tahun 2015.
Indonesia dapat dikatakan lebih liberal dari negara lainnya. Hambatan national treatment dan akses pasar hampir dipastikan sudah tidak diberlakukan. Hal ini hampir mirip dengan yang
terjadi di Thailand. Sementara di Filipina, UU Dasar negara melarang dokter asing praktik di Filipina. Adapun negara lainnya seperti Laos, Vietnam dan Kamboja belum memiliki regulasi
yang ditentukan negaranya. Di Singapura dokter asing dipatok dengan standar yang tinggi.
73
Di sisi lain, MRA juga menyatakan bahwa setiap negara host memiliki statutory responsibilities
untuk melindungi kesehatan, keselamatan dan lingkungan. Hal ini dapat menjadi celah untuk dapat ―memberlakukan‖ aturan-aturan yang spesifk untuk menjaga kepentingan
bangsa. Hal ini dikarenakan karakter MRA sendiri secara keseluruhan tidak bersifat otomatis.
74
Makmur Keliat dalam artikel Kompas 2013 menyatakan bahwa: ―MRA masih harus disertai adanya kebutuhan harmonisasi kebijakan antarnegara anggota
ASEAN. Namun, harmonisasi kebijakan tidaklah mudah karena menyangkut isu politik domestik dan perubahan regulasi. Karena itu, asas reciprocity dalam agenda liberalisasi perlu tetap
dipegang kuat. Tujuannya agar tenaga kerja terampil Indonesia dapat juga dengan mudah diberi akses bekerja di negara anggota ASEAN lain.‖
1.3 MRA Dalam Sektor Jasa Kedokteran Gigi ASEAN menyepakati Mutual Recognition Arrangement on Dental Practitioners
selanjutnya MRA-DP. MRA-DP ini ditujukan untuk memfasilitasi mobilitas dokter gigi di dalam ASEAN, seiring dengan komitmen negara-negara anggota ASEAN untuk meliberalisasi
sektor jasanya. Selain memfasilitasi mobilitas dokter gigi di kawasan ASEAN, diharapkan MRA
73
Lihat juga ―AJCCM: Jalan Panjang Menuju Kompetensi Bersama‖, Majalah Halo Internis, Edisi 19, September 2011.
74
Lihat juga Keliat 2013, Op.cit, hal . 8
46 ini dapat mendorong terjadinya pertukaran informasi dan penguatan kerjasa dalah hal pengakuan
tinggal balik dalam profesi dokter gigi, mempromosikan penerapan praktik terbaik best practices
dalam standar dan kualifikasi, serta menyediakan kesempatan untuk meningkatkan kapasitas dokter gigi di ASEAN.
75
Dalam MRA- DP ini, ―dental practitioners‖ didefinisikan sebagai “a natural person who
has completed the required professional dental training and conferred the professional dental qualification; and has been registered andor licensed by the Professional Dental Regulatory
Authority in the Country of Origin as being technically, ethically and legally qualified to undertake professional dental practice.
76
Dengan demikian, seseorang dapat disebut sebagai dokter gigi jika ia sudah menyelesaikan pendidikan profesional sebagai dokter gigi dan sudah mendapatkan kualifikasi
sebagai dokter gigi serta mendapatkan sertifikasi dari otoritas yang mengatur profesi dokter gigi di negaranya. Hal ini konsisten dengan apa yang selama ini berlaku bagi dokter gigi di Indonesia.
Untuk dapat berpraktik sebagai dokter gigi di Indonesia mendapatkan surat izin praktik sebagai dokter gigi, seseorang harus menyelesaikan pendidikan profesi dokter gigi dan mendapatkan
rekomendasi dari Persatuan Dokter Gigi Indonesia PDGI. Otomatis, berbeda dengan sektor lain seperti pariwisata yang pelaku jasanya tidak semua terdaftar atau sektor jasa akuntansi yang
tidak semua akuntan beregisternya menjadi bagian dari asosiasi profesi, seluruh dokter gigi di Indonesia adalah anggota dari PDGI.
77
Sementara itu, spesialis atau dokter gigi spesialis merujuk pada seseorang yang telah menyelesaikan pendidikan spesialis dan kualifikasi pascasarjana yang diakui oleh negara asalnya
75
ASEAN Mutual Recognition Arrangement on Dental Practitioners , artikel 1.
76
ASEAN Mutual Recognition Arrangement on Dental Practitioners , artikel 2.
77
Makmur Keliat dkk, op.cit, hal. 61
47 country of origin dan terdaftar atau memiliki lisensi sebagai dokter gigi spesialis yang berlaku
di negara tersebut. Berdasarkan MRA tersebut, entitas yang diakui sebagai PDRA Professional Dental
Regulatory Authority yang menjadi regulator dalam sektor jasa dokter gigi adalah Konsil
Kedokteran Indonesia. PDRA di masing-masing negara ini berperan penting di dalam MRA berkaitan dengan mekanisme bagi dokter gigi yang ingin berpraktik di negara ASEAN yang lain.
Seorang dokter gigi dari suatu negara ASEAN dapat mengajukan registrasi sebagai dokter gigi di negara ASEAN yang lain jika memiliki kualifikasi yang diakui oleh PDRA dari
negara asalnya dan PDRA dari negara ASEAN yang lain yang ditujunya untuk menjadi tempat praktik host country. Untuk itu, dokter gigi tersebut harus memiliki sertifikat praktik dokter
gigi dan terdaftar secara sah sebagai dokter gigi berdasarkan izin yang dikeluarkan oleh PDRA di negaranya country of origin. Sebelum bisa berpraktik di negara ASEAN yang lain, dokter gigi
maupun dokter gigi spesialis tersebut setidaknya harus sudah harus berpraktik minimal 5 tahun berturut-turut di negara asalnya serta mematuhi proses pendidikan berkelanjutan Continuing
Professional Development yang berlaku di negara tersebut. Selain itu, dokter gigi tersebut juga
harus dinyatakan oleh PDRA dari negara asalnya bebas dari segala bentuk pelanggaran profesional atau pelanggaran etika, baik di tingkat lokal maupun internasional, yang berkaitan
dengan praktik dokter gigi di negara asalnya dan di negara lain dalam batas pengetahuan PDRA di negara tersebut. Ia juga tidak boleh sedang tersangkut masalah hukum di negara asalnya
maupun di negara lain.
78
78
ASEAN Mutual Recognition Arrangement on Dental Practitioners , artikel 3.
48 3.
MRA Dalam Sektor Jasa Berkaitan Dengan Tenaga Terampil Kepariwisataan Pariwisata adalah salah satu sektor yang ditetapkan sebagai prioritas dalam liberalisasi
sektor jasa ASEAN. Bersama dengan transportasi udara, e-ASEAN, dan layanan kesehatan, sektor pariwisata merupakan salah satu sektor yang disepakati menjadi paket awal dari
pelaksanaan liberalisasi sektor jasa ASEAN dengan tenggat waktu tahun 2010.
79
Untuk mendukung liberalisasi sektor jasa pariwisata tersebut, disusunlah kesepakatan ASEAN Mutual
Recognition Arrangement on Tourism Professionals selanjutnya disebut sebagai MRA-TP.
MRA ASEAN dalam sektor jasa yang berkaitan dengan tenaga kerja terampil kepariwisataan memfasilitasi mobilitas tenaga kerja terampil kepariwisataan di ASEAN melalui
kesepakatan tentang kesetaraan pariwisata prosedur sertifikasi dan kualifikasi di ASEAN.
80
Di dalam MRA-TP, ada enam mekanisme atau komponen yang dibangun untuk mendorong terciptanya mobilitas tenaga kerja terampil di dalam bidang pariwisata. Keenam
komponen tersebut adalah: a.
The National Tourism Professional Board NTPB, b.
The Tourism Professionals Certification Board TPCB, c.
The Common ASEAN Tourism Curriculum CATC, d.
The ASEAN Tourism Professionals Registration System ATPRS, e.
The ASEAN Tourism Qualifications Equivalency Matrix ATQEM, f.
The ASEAN Tourism Professional Monitoring Committee ATPMC.
Tenaga kerja terampil kepariwisataan salah satu negara anggota ASEAN dapat diakui oleh negara ASEAN lainnya dan memenuhi syarat untuk bekerja di negara lain, asalkan dia
79
ASEAN Economic Community Blueprint , A2 21, halaman 10-11.
80
Asean Intergration in Servicer 2015, op.cit, hal. 32
49 memiliki sertifikat pariwisata kompetensi yang berlaku dalam pariwisata disertai jabatan spesifik
yang ditentukan dalam ASEAN Common Competency Standards for Tourism Professionals ACCSTP, yang dikeluarkan oleh Tourism Professional Certification Board TPCB di negara
anggota ASEAN. Kelayakan untuk bekerja di salah satu negara anggota ASEAN akan menyebabkan tenaga kerja terampil tersebut dikenakan undang-undang domestik yang berlaku
dan peraturan negara tuan rumah. Seluruh pelaksanaan MRA diawasi oleh ASEAN Tourism Professional Monitoring Committee
ATPMC.
81
Penting untuk melihat MRA-TP ini sebagai kesinambungan dari proses yang telah berlangsung sejak disepakatinya liberalisasi sektor jasa ASEAN. Sebelumnya, para pemimpin
ASEAN pada tahun 2002 juga sudah menyepakati ASEAN Tourism Agreement yang ditujukan untuk mendorong penciptaan kondisi yang kondusif bagi liberalisasi sektor jasa di ASEAN. Di
dalam ATA yang disepakati dalam KTT ASEAN ke-8 di Phnom Penh, Kamboja, pada tahun 2002, disebutkan bahwa negara-negara anggota ASEAN berkomitmen untuk saling bekerja sama
dalam membangun sumber daya manusia di dalam industri pariwisata dan perjalanan tourism and travel industry
dengan langkah-langkah berikut:
82
a. Menyusun pengaturan yang non-restriktif untuk mempermudah negara-negara anggota
ASEAN untuk mendayagunakan keahlian para tenaga profesional pariwisata yang tersedia di kawasan dengan menggunakan pengaturan yang bersifat bilateral;
b. Mengintensifkan pembagian sumber daya dan fasilitas bagi pendidikan pariwisata dan
program-program pelatihan;
81
http:www.asean.orgimages2013economichandbook20mra20tourism_opt.pdf, diakses tanggal 15 Februari 2015
82
ASEAN Tourism Agreement , Article VIII.
50 c.
Meningkatan kurikulum pendidikan pariwisata dan keahlian tenaga profesional dalam bidang pariwisata serta menyusun standar kompetensi dan prosedur sertifikasi, yang diharapkan
dapat mewujudkan pengakuan timbal balik terhadap keahlian dan kualifikasi di bidang tersebut di antara negara-negara ASEAN.
d. Memperkuat kerja sama pemerintah-swasta di dalam pengembangan sumber daya manusia;
e. Bekerja sama dengan negara-negara, perkumpulan negara-negara, serta organisasi
internasional untuk membangun sumber daya untuk pariwisata. f.
Di negara-negara anggota ASEAN sendiri, pariwisata merupakan salah satu primadona. The ASEAN Tourism and Travel Competitiveness Report 2012
yang diterbitkan oleh World Economic Forum memperkirakan bahwa sumbangan pariwisata pada GDP gabungan negara-
negara ASEAN mencapai 4,6 persen. Jika pengaruh tidak langsungnya dihitung, kontribusi sektor ini bisa mencapai 10,9 persen.
83
Tentu saja jumlah ini merupakan komponen yang cukup signifikan dari sumbangan sektor jasa yang mencapai 50,13 tahun 2011.
84
Bagi Indonesia sendiri, pendapatan dari wisatawan asing mencapai 7,952 miliar USD atau 1,1
dari total GDP Indonesia.
85
Dari segi penyerapan tenaga kerja, sektor pariwisata ini diperkirakan secara langsung menyerap sekitar 9,3 juta orang di seluruh ASEAN. Dalam persen, jumlah itu membentuk sekitar
3,2 persen dari total pekerjaan. Secara tidak langsung, sektor ini juga berdampak pada 25 juta pekerjaan di negara-negara ASEAN.
86
83
World Economic Forum, The ASEAN Tourism and Travel Competitiveness Report 2012, halaman 1.
84
ASEAN Secretariat, ASEAN Statistical Yearbook 2012, Jakarta: ASEAN Secretariat, 2013.
85
World Economic Forum, loc.cit.
86
Ibid.
51
C. ASEAN Agreement on Movement of Natural Person MNP