Kerangka Pemikiran TINJAUAN PUSTAKA

rintangan dan hambatan baginya untuk melakukan kegiatan secara layak yang terdiri dari : 1. Penyandang cacat fisik 2. Penyandang cacat mental 3. Penyandang cacat fisik dan mental. Upaya peningkatan kesejahteraan sosial penyandang cacat bertujuan untuk mewujudkan kemandirian dan kesejahteraan penyandang cacat melalui kesamaan, rehabilitasi, bantuan sosial, pemeliharaaan taraf kesejahteraan sosial. Maka untuk mencapai kemandirian itu pengusaha wajib memberikan kesempatan yang sama kepada tenaga kerja penyandang cacat yang memenuhi persyaratan jabatan dan kualifikasi pekerjaan untuk memperoleh pekerjaan sesuai dengan jenis dan derajat kecacatannya. Sesuai dengan Undang-undang RI No. 43 pasal 30 persyaratan jabatn dan penyandang cacat dengan memperhatikan factor : 1 Jenis dan derajat kecacatan 2 Pendidikan 3 Ketrampilankeahlian 4 Informasi yang tersedia 5 Jenis dan bidang usaha

2.7 Kerangka Pemikiran

Keluarga merupakan suatu kelompok terkecil dalam suatu tatanan kehidupan sosial. Keluarga sebagai kelompok dari dua atau lebih individu yang dihubungkan oleh kelahiran, pernikahan, atau adopsi dan tinggal bersama serta berbagi fungsi sosial lainnya satu dengan yang lain. Keluarga adalah kelompok sosial yang terdiri dari ayah, ibu dan anak. Kehadiran anak di tengah-tengah keluarga menjadi Universitas Sumatera Utara kebanggan tersendiri bagi orang tua, namun kelahiran anak tidak selalu sesuai dengan yang diharapkan. Sebab ada anak yang lahir secara normal, dan ada juga yang abnormal seperti autis. Salah satu karakteristik anak autis adalah keterlambatan anak dalam perkembangan baik dalam komunikasi, interaksi serta kognitif. Hal ini sangat berkaitan dengan perilaku anak, yang menjadikan pola perilaku anak terbatas. Perilaku anak tersebut dapat diamati dari luar melalui 3 hal, yaitu : a. Pengetahuan b. Sikap c. Tindakan atau practice Perilaku anak yang normal secara umum berbeda dengan perilaku anak autis. Perilaku tersebut dapat dibedakan melalui : 1. Bahasakomunikasi 2. Hubungan dengan orang 3. Hubungan dengan lingkungan 4. Respon terhadap rangsangan inderasensoris 5. Kesenjangan perkembangan perilaku Secara garis besar perilaku anak autis dikelompokkan menjadi dua jenis perilaku, yaitu perilaku eksesif berlebihan dan perilaku defisit berkekurangan. 1. perilaku yang eksesif berlebihan. Yang termasuk perilaku eksesif adalah : a. hiperaktif b. tantrum mengamuk, di sini sering terjadi anak mengamuk pada orang lain agresif dan menyakiti diri sendiri self abuse. Universitas Sumatera Utara c. Mild Disruptive Behavior MDB, anak mencoba menolak atau menawar instruksi. Selain itu MDB juga timbul akibat frustasi dan imbalan yang tidak efektif. 2. Perilaku yang defisit berkekurangan. Ditandai dengan adanya stimulasi diri, terjadi bila anak terlalu banyak sendiri atau tidak berada dalam keadaan interaktif dengan orang lain. Sedangkan perilaku defisit ditandai dengan : a. gangguan bicara, b. perilaku sosial kurang sesuai, c. defisit sensoris sehingga dikira tuli, d. bermain tidak benar, dan e. emosi yang tidak tepat. Perkembangan perilaku anak autis yang tidak seperti anak normal lainnya menjadi tantangan tersendiri bagi orang tua dalam mengasuh anak-anak autis tersebut. Orang tua pun perlu mempunyai dan menerapkan pola asuh tersendiri dalam membentuk perilaku anaknya yang autis tersebut menuju masa depannya. Secara umum jenis-jenis pola asuh orang tua tersebut dibagi menjadi 3, yaitu : 1. Pola asuh demokratis, yaitu pengasuhan yang dicirikan beberapa kondisi dimana orangtua senantiasa mengontrol perilaku anak, namaun control tersebut dilakukan dengan fleksibel atau tidak kaku. 2. Pola asuh Otoriter, yaitu pengasuhan yang menempatkan orangtua sebagai pusat dan pengendali utama dan pemegang kendali. 3. Pola asuh Permisif, yaitu pengasuhan serba membolehkan, dicirikan oleh perilaku orang tua yang senantiasa menyetujui keinginan anak. Universitas Sumatera Utara Bagan Alur Pikir

2.8 Defenisi Konsep dan Defenisi Operasional