yang berdeda untuk laki-laki dan perempuan, sedangkan kendala struktural berhubungan dengan sistem pemilu yang memperkecil peluang munculnya perempuan dalam partai
politik yang tidak didukung pula dengan sistem pendidikan politik di dalam internal partai Indriyati Suparno, 2005:27.
Streotipe yang ditujukan kepada perempuan membentuk pandangan bahwa wanita sering diragukan kemampuannya. Sebagian ahli menyatakan bahwa kemampuan
manajerial wanita yang baik akan mendukung kualitas kepemimpinannya. Kepemimpinan tidak dibedakan atas gender. Kepemimpinan dapat dipelajari oleh siapapun tetapi yang
pasti kepemimpinan perlu dikarakterkan dan tidak hanya dipelajari secara teori Jajan Kaswara 1999.
Gambaran ini dapat dilihat diantaranya banyak pemimpin negara adalah perempuan. Ini juga berlaku di Indonesia seperti keberhasilan wanita menjadi ketua partai
bahkan menjadi presiden. Namun tidak dapat dipungkiri kenyataannya belum banyak perempuan yang aktif dalam ranah politik. Tentunya dengan penetapan kuota 30
memberikan peluang dan kesempatan wanita dalam karier politiknya. Penelitian ini akan melihat sejauh mana partai ini menerapkan sistem keterwakilan perempuan dalam
pemenuhan kuota 30 serta bagaimana partai-partai yang ada memberikan peluang dan kesempatan wanita dalam karier politiknya. Dalam hal ini dikonsentrasikan pada partai
yang terdapat di Tapanuli Utara.
1.2. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, yang menjadi perumusan dalam penelitian ini adalah :
1. Untuk mengetahui bagaimana sebenarnya kesempatan dan peluang wanita
dalam pengembangan kariernya di salah satu partai politik peserta pemilu?
Universitas Sumatera Utara
2. Untuk mengetahui implementasi kebijakan partai terhadap sistem
keterwakilan? 3.
Untuk mengetahui sikap dan pandangan Partai terhadap sistem keterwakilan yang ditetapkan pemerintah ini?
1.3. Tujuan Penelitian
Adapun yang menjadu tujuan dalam penelitian ini adalah : 1.
Bagaimana sikap atau pandangan partai terhadap peluang dan kesempatan dalam karir politiknya?
2. Untuk mendapatkan jawaban tanggapan pengurus Partai perempuan
menanggapi kuota 30 tersebut.
1.4. Manfaat Penelitian
Adapun yang menjadi manfaat dalam penelitian ini adalah :
1.4.1. Manfaat Teoritis
Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat menjadi wawasan ilmiah yang berkaitan dengan sistem demokrasi yang terdapat di negara kita, sehingga dapat memberikan bahan
pertimbangan bagi pihak-pihak yang berkompeten dalam menjalankan pemerintahan untuk memberi kesempatan bagi seluruh wanita Indonesia untuk dapat berkarier dalam
bidang politik.
1.4.2. Manfaat Praktis
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi peneliti berupa fakta- fakta temuan di lapangan dalam meningkatkan daya, kritis dan analisis peneliti sehingga
memperoleh pengetahuan tambahan dari penelitian tersebut. Dan khususnya penelitian ini dapat menjadi referensi penunjang yang diharapkan dapat berguna bagi penelitian-
penelitian selanjutnya.
Universitas Sumatera Utara
1.5. Kerangka Teori
Dalam analisis politik modern, partisipasi politik merupakan suatu masalah yang dianggap penting terutama dalam kaitannya dengan perkembangan negara-negara
berkembang. Secara konseptual partisipasi politik merupakan kegiatan seseorang atau kelompok orang untuk ikut serta secara aktif dalam kehidupan politik, dengan jalan
memilih pemimpin negara dan kebijakan pemerintah. Kegiatan partisipasi politik mencakup pemilu, rapat-rapat umum, menjadi anggota suatu partai politik atau
kelompok-kelompok anggota kepentingan. Partisipasi politik adalah kegiatan warga negara yang bertindak sebagai pribadi-pribadi, yang dimaksudkan untuk mempengaruhi
pembuatan keputusan oleh pemerintah. Partisipasi politik juga bersifat individual atau koleksi, terorganisir atau spontan, mantap atau sporadif, secara damai atau dengan
kekerasan, legal atau ilegal, efektif atau tidak efektif Huntington Nelson dalam Antonius PS, 126.
Pandangan masyarakat luas yang meliputi konsep gender, peran gender dan streotipe, telah menciptakan ketidaksetaraan dan ketidakadilan diantara perempuan dan
laki-laki. Keadaan ini mengakibatkan marginalisasi dan pengucilan terhadap perempuan dari kehidupan politik formal. Dengan demikian keberadaan perempuan dalam kehidupan
politik formal di banyak tempat memperlihatkan gambaran yang tidak menggembirakan. Akar dari persoalan tersebut adalah budaya patriarkhi yang telah menghampiri semua
ruang gerak perempuan di semua bidang, termasuk di bidang politik. Menyatakan semua aktifitas politik punya dimensi politik yang penting, dan semua aktivitas itu juga
mempunyai ciri politik yaitu adanya power relation yang tidak setara antara laki-laki dan perempuan Bystydzienski dalam Ani Widyani 2005:26.
Universitas Sumatera Utara
Pada kenyataannya di dalam ruang publik dan domestik kebutuhan perempuan dapat digolongkan atas 2 kebutuhan yaitu kebutuhan praktis dan kebutuhan strategis.
Kebutuhan praktis ialah kebutuhan konkret yang diidentifikasi oleh perempuan sebagai kebutuhan pada peran tradisional reproduktif dan produktif perempuan. Misalnya,
perawatan kesehatan, pekerjaan, perumahan, makanan, dan minuman. Sedangkan kebutuhan strategis ialah kebutuhan yang dilihat dari analisis subordinasi ekonomi dan
sosial perempuan dan mencoba meningkatkan kesetaraan lebih besar antara laki-laki dan perempuan. Kebutuhan ini mempermasalahkan pembagian kerja dan isu-isu kekuasaan
dan kontrol. Misalnya, hak hukum dan politik, perlawanan terhadap KDRT kekerasan dalam rumah tangga, pembayaran gaji dan lain-lain. Dalam hal ini perempuan dalam
Partai Politik merupakan kebutuhan strategis yang akhir-akhir ini ingin disuarakan oleh perempuan, baik mengenai keterwakilan mereka dalam setiap instansi pemerintah.
Kate Millet dalam Indriati Suparno, dkk 2005;15 menyatakan politik sebagai hubungan kekuasaan yang terstruktur yang terbentuk ketika orang berada di bawah
kontrol kelompok yang lain. Dalam tradisi patriarkhi pada umumnya dan di Indonesia khususnya, dunia politik dikategorikan adalah dunianya laki-laki karenanya, dunia
perempuan tersingkir dari dunia tersebut. Laki-lakilah yang menetapkan dan memutuskan berbagai kebijakan dan perundang-undangan, dari dunia tersebut termasuk yang
menyangkut hak-hak dan kepentingan perempuan Macioni 1987; Susanto 1993, dalam
Indriati dkk; 2005:16.
Teori feminis merupakan label generik untuk perspektif atau kelompok teori yang mengeksplorasi konsep-konsep gender. Teori feminis mengamati bahwa banyak aspek
kehidupan terlepas dari seks biologis yang dipahami dalam pengertian kualitas gender,
Universitas Sumatera Utara
termasuk bahasa, kerja, peran keluarga , pendidikan sosialisasi. Kritik feminis bertujuan untuk membongkar kekuasaan dan batas-batas pembagian kekuasaan itu. Teori feminis
berupaya menentang asumsi-asumsi gender yang hidup dalam masyarakat dan mencapai cara yang lebih membebaskan wanita dan pria untuk hidup di dunia Idi Subandy Ibrahim
dan Hanf Suranto, 1998; xxxvii. Teori feminis tidak hanya satu melainkan banyak, namun hampir semua menjelaskan tentang penindasan terhadap perempuan, Rosmeri
Tong feminist Trought dalam Nunuk P. Murniati 2004:125. Teori feminis marxis didasari historis materialis, manusia menciptakan dirinya
sendiri secara individu dan kelompok. Dalam kehidupan sosial, manusia membedakan pekerjaan produksi dan reproduksi dan dibagikan kepada laki-laki dan perempuan. Tugas
produksi diserahkan kepada laki-laki, dan tugas reproduksi diserahkan kepada kaum perempuan. Pembagian tugas ini dilihat sebagai suatu persoalan oleh kaum feminis
Marxist. Menurut teorinya, produksi tidak hanya benda dan jasa, tetapi termasuk tugas melahirkan dan memelihara anak, sebab tugas ini merupakan produksi potensi manusia
SDM. Feminis Marxist percaya bahwa keadaan sosial ditentukan secara sadar, sehingga secara sadar pula dapat dirubah. Teori feminis marx menyebutkan bahwa secara politik
perempuan mempunyai kekuasaan dalam menentukan kehidupan, tetapi terampas oleh budaya patriarkhi pada waktu manusia mengenal kekayaan dan hak waris.
Beberapa tokoh aliran ini, seperti Alison Jaggar dan Paula Rothenberg, mengatakan bahwa perempuan berada di tempat penindasan yang paling bawah Nunuk P. Murniati,
2002:72. Situasi ini digambarkan sebagai berikut : a
Perempuan dalam sejarah digambarkan sebagai kelompok yang pertama tertindas,
Universitas Sumatera Utara
b Penindasan terhadap perempuan tersebar luas di berbagai kehidupan sosial,
c Penindasan terhadap perempuan adalah paling dalam, dan tidak dapat digeser
hanya oleh perubahan sosial antar kelas, d
Penindasan perempuan menyebabkan penderitaan kaum korban, secara kuantitatif dan kualitatif. Walaupun penderitaan ini tidak selalu diakui dan
disadari, baik pelaku ataupun oleh korban, e
Penindasan terhadap perempuan dapat memberikan konseptual model untuk mengetahui bentuk penindasan lain.
Dalam kaitannya dengan kekuasaan, teori feminis radikal mempermasalahkan perbedaan seks atas dasar biologis, kemudian dikonstruksi menjadi perbedaan gender oleh
budaya patriarkhi. Akibat dari konstruksi ini, perempuan teralienasi dari berbagai bidang kehidupan, khususnya bidang politik yang mengatur kehidupan masyarakat. Analisis
perempuan dari sudut pandang politik menjadi pusat perhatian teori ini. Bagi perempuan, politik tidak hanya mengatur kehidupan publik saja, melainkan juga kehidupan domestik
dan pribadi perempuan. Pandangan Dahrendorf mengatakan konflik berhubungan dengan kekuasaan yang
menyangkut bawahan dan atasan sehingga mengakibatkan munculnya perbedaan kelas di masyarakat, terdapat dikotomi antara penguasa dan orang yang dikuasai Poloma,
2003:136. Teori ini mencampur adukan biologis dan sosiologis, secara psikologis, feminis psikoanalitik menolak teori freud tentang penentuan biologis manusia sebagai
dasar perbedaan seks. Kenyataan biologis bahwa perempuan harus mengandung dan melahirkan bayi, menjadi kenyataan yang membedakan kedua peran gender tersebut.
Universitas Sumatera Utara
Dimulai dari keluarga, istri dianggap milik suami. Pada wilayah domestik, istri dikuasai suami, pada wilayah publik perempuan dikuasai oleh laki-laki. Kondisi ini
diperkuat oleh asumsi bahwa laki-laki adalah pemilik modal. Pemilik modal inilah yang menjadi penguasa di bidang ekonomi industri.
1.6. Defenisi Konsep