bagian dalam. Sehingga perlu dilakukan penelitian mengenai cara pemberian ETRAT 1240 yang tepat agar stimulansia dapat diserap pohon dengan baik
sehingga getah yang dikeluarkan dapat maksimal.
1.2 Perumusan Masalah
Penggunaan ETRAT 1240 pada penyadapan kopal selama ini baru pertama kali dilakukan. Stimulansia organik berupa asam sitrat yang terkandung dalam
ETRAT 1240 bekerja mempengaruhi pohon agathis dari luar sedangkan ethylene mempengaruhi pohon agathis dari dalam. Perlu dilakukan penelitian agar dapat
diketahui cara pemberian yang sesuai agar asam sitrat dan ethylene dapat menyerap dan bekerja dengan baik sehingga getah yang dihasilkan dapat
meningkat.
1.3 Tujuan
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui cara pemberian ETRAT 1240 yang efektif agar diperoleh produktivitas penyadapan kopal yang tinggi.
1.4 Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini yaitu dapat mengetahui cara pemberian yang efektif sehingga stimulansia organik dan ZPT dapat bekerja dengan baik dan
mempengaruhi pohon dalam memproduksi getah.
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Hasil Hutan Bukan Kayu HHBK
Menurut Undang-undang Pokok Kehutanan No. 41 Tahun 1999, hasil hutan adalah benda-benda hayati, non hayati dan turunannya, serta jasa yang berasal dari
hutan. Salah satu kelompok hasil hutan yang dikenal di Indonesia adalah hasil hutan bukan kayu HHBK, yaitu semua hasil hutan baik berupa makhluk hidup
nabati kecuali kayu pertukangan dan kayu bakar dan hewani, maupun jasa dari kawasan hutan Sumadiwangsa 1998. Menurut Statistik Kehutanan Indonesia
2010 produksi kopal setiap tahun mengalami peningkatan. Data terakhir produksi kopal mencapai 414 ton pada tahun 2009.
2.2 Agathis 2.2.1 Ciri Pohon Agathis
Agathis spp. merupakan tanaman dari famili Araucariaceae. Pohon ini
berukuran sedang hingga sangat besar, berumah satu, tingginya hingga 60-65 m, batang utamanya lurus, berbentuk silinder, diameter hingga 150 cm, tajuk
berbentuk kerucut dan berwarna hijau dengan percabangan yang melingkari batang. Kulit luar berwarna kelabu sampai coklat tua, mengelupas kecil-kecil
berbentuk bundar atau bulat telur. Pohon tidak berbanir, mengeluarkan damar yang lazim disebut kopal. Pohon agathis tumbuh dalam hutan primer pada tanah
berpasir, berbatu-batu atau tanah liat yang selamanya tidak digenangi air, pada ketinggian 2-1.750 m dari permukaan laut Martawijaya et al. 2005.
Agathis loranthifolia memiliki kayu gubal keputih-putihan hingga
kecoklatan, kadang bersemu merah jambu tanpa teras yang jelas. Daun dewasa berhadapan, bundar telur, panjang 6-8 cm, lebar 2-3 cm, pangkal daun membaji,
ujung runcing, banyak tulang daun sejajar. Bunga jantan dan betina berada pada tandan berbeda, pada pohon yang sama berumah satu. Kerucut betina berbentuk
elips hingga bundar berukuran 6-8,5 x 5,5-6,5 cm, terdiri dari sayap berukuran 30- 40 x 20-25 mm, berbentuk segitiga kasar, batas bagian ujung membulat, sisinya
rata, panjang 3-4 cm, diameter melintang 10 mm. Tangkai dari kelompok atau sebagian kerucut jantan memanjang hingga 4 mm, bersifat permanen atau
menyatu dengan dasarnya, diameter melintang microsporophyl berukuran hingga 2 mm, bagian ujung membulat. Kerucut jantan berwarna hijau sampai hijau cerah
dan berubah menjadi coklat saat masak dan pelepasan serbuk sari. Serbuk sari tidak bersayap berdiameter 20,16-50,4 mikron
Nurhasybi Sudrajat 2001
.
Kayu agathis diklasifikasikan agak kuat namun tidak awet dan tidak tahan terhadap pembusukan. Kayunya terutama digunakan untuk korek api, perabot
rumah tangga, finir bermutu baik, bahan kertas, kayu lapis dan pulp. Bagian dalam kulit kayu mengeluarkan resin bening kopal, yang merupakan bagian
penting dalam pembuatan pelitur dan dahulu digunakan dalam pembuatan minyak pelapis lantai, pernis, dupa, cat dll Nurhasybi Sudrajat
2001. Menurut Salverda 1937 dalam Manuputty 1995, saluran-saluran getah
pada agathis terdapat dalam kulit bagian dalam, berjalan tangensial antara kambium dan kambium gabus. Jika ditampang, kulit bagian dalam agathis terlihat
saluran-saluran damar yang lebar dan terang. Jalannya saluran-saluran damar membujur tetapi hubungan melintang dalam lapisan-lapisan tangensial juga
terdapat. Lapisan masing-masing tidak berhubungan satu sama lain. Jika dilukai, tentu terdapat aliran yang keras oleh karena banyak saluran damar yang terpotong.
Jumlah saluran kopal yang berada dalam kulit yang masih hidup itu, semakin ke dalam semakin bertambah. Jika suatu luka dibuat pada kulit dalam, maka sesudah
beberapa detik, kopal mengalir keluar dari saluran-saluran dan merupakan titik- titik pada permukaan luka itu. Jika kopal mulai mengeras, saluran damar itu
menjadi tersumbat dan luka itu harus diperbaharui setelah kopal diambil.
2.2.2 Penyebaran dan Habitat
Nurhasybi dan Sudrajat 2001 mengatakan bahwa daerah penyebaran alami Agathis loranthifolia
meliputi Papua New Guinea, New Britain, Indonesia Maluku, Sulawesi, Kalimantan, Sumatera, Irian Jaya, Philipina, Malaya. Jenis
ini umumnya tumbuh pada dataran tinggi 300 1.200 m dpl dengan kelembaban 3.000-4.000 mmtahun. Temperatur rata-rata tahunan 25-300°C. Pada dataran
rendah, jenis ini ditemukan pada tanah berbatu seperti pasir podzolik pada hutan kerangas, ultrabasa, tanah kapur, dan batuan endapan. Anakan jenis ini
memerlukan naungan dan memperlihatkan pertumbuhan yang lambat selama
tahun pertama. Setelah bebas dari kompetisi dengan semak belukar, pertumbuhannya menjadi cepat, seperti terlihat pada sebagian besar hutan hujan
primer. Sistem perakaran sensitif terhadap kekurangan oksigen dan pohon tidak tahan genangan air. Jenis ini ditanam sebagai hutan tanaman, penanaman sulaman
dan reboisasi di berbagai wilayah sebaran alaminya. Di luar sebaran alaminya, telah di tanam di Jawa. Agathis memerlukan drainase yang baik dan tumbuh pada
kondisi tanah dengan pH 6,0-6,5 serta tahan terhadap tanah berat heavy soil dan keasaman.
2.3 Struktur Anatomi Kayu Konifer
Mandang dan Pandit 1997 menyatakan kelompok kayu daun jarum, juga sering disebut kayu lunak atau kayu konifer. Struktur kayu daun jarum lebih
sederhana bila dibandingkan dengan struktur kayu daun lebar. Oleh karena itu kelompok ini sering juga disebut sebagai kayu berstruktur homogen. Struktur
anatominya meliputi: 1.
Macam sel, fungsi dan susunannya Berbeda dengan jenis-jenis pohon kayu daun lebar, jenis-jenis pohon
kayu daun jarum tidak memiliki sel-sel pembuluh dalam kayunya. Yang ada hanya serat, parenkima aksial dan jari-jari. Fungsinya sama dengan
sel-sel serupa pada daun lebar. Fungsi saluran air dan zat hara yang ada pada kayu daun lebar dijalankan oleh sel-sel pembuluh, pada kayu daun
jarum dirangkap oleh serat. Tidak adanya pembuluh pada kayu daun jarum memudahkan untuk membedakannya dari kayu daun lebar secara
makroskopik. Pada penampang bujur tangensialradial kayu daun lebar terdapat goresan-goresan sel pembuluh, tetapi tidak demikian pada kayu
daun jarum. Susunan sel-sel kayu daun jarum dalam batang pohon terdapat saluran interseluler, tetapi perlu diketahui bahwa tidak semua kayu daun
jarum mempunyai saluran interselular. 2.
Trakeid Serat pada kayu daun jarum dikenal juga dengan nama trakeid yang
ujungnya pipih. Serat berfungsi sebagai penguat batang pohon. Panjangnya dapat mencapai 6000 mikron, bahkan ada yang dapat
mencapai 10.000 mikron, 3-4 kali lebih panjang dari serat kayu daun lebar. Pada dindingnya terdapat noktah-noktah berhalaman.
3. Parenkima
Parenkima pada kayu daun jarum mempunyai bentuk dan fungsi yang sama dengan parenkima pada kayu daun lebar. Parenkima adalah sel-sel
yang mirip kotak. Dinding selnya relatif tipis. Sel-sel inilah yang berfungsi sebagai tempat penyimpanan sementara hasil fotosintesis, dan mungkin
juga sebagai tempat pengolahan lebih lanjut untuk keperluan jaringan di sekitarnya. Parenkima tidak ada atau sangat jarang terlihat pada kayu
agathis dan araukaria. Pada beberapa jenis kayu terdapat rongga-rongga antar sel yang berupa saluran-saluran sempit yang dikelilingi oleh
parenkima, serta selaput yang terdiri atas sel-sel epitel. Ke saluran interseluler ini, parenkima mengeluarkan zat-zat damar pada jenis-jenis
pohon Dipterocarpaceae dan Pinaceae atau zat-zat seperti balsam pada pohon sindur dan pada pohon kenari.
Ada dua macam saluran interseluler jika dilihat dari arah bentangannya. Saluran interseluler yang membentang searah dengan
sumbu batang dinamakan saluran aksial dan saluran yang membentang searah dengan jari-jari dinamakan saluran radial. Kehadiran saluran
interseluler pada suatu jenis kayu mungkin akibat sifat keturunan, seperti yang terdapat pada kayu tusam, atau karena kombinasi faktor keturunan
dengan faktor luar, misalnya serangan hama seperti yang sering dijumpai pada kayu dari pohon-pohon suku Dipterocarpaceae dan yang kadang-
kadang dijumpai pada pohon sindur dan palapi. Saluran yang hadir karena faktor keturunan dinamakan saluran normal sedangkan saluran yang
timbul karena faktor luar disebut saluran traumatik. Pada damar dapat dijumpai saluran radial, kehadiran saluran ini ditandai dengan getah yang
berwarna putih ketika disayat Yayan 1992.
2.4 Kopal