kognitif tinggi yang melakukan praktikum dengan pendekatan inquiry terbimbing X
A2B1
= 48.90909 sedangkan rerata kemampuan psikomotorik mahasiswa dengan kemampuan kognitif rendah yang melakukan praktikum
dengan pendekatan inquiry terbimbing X
A2B2
= 39.38095. Perbedaan rerata antar kedua sel adalah 9,52859. Nilai ini cukup besar sehingga menimbulkan
efek yang signifikan terhadap nilai kemampuan psikomotorik antara mahasiswa dengan kemampuan kognitif tinggi yang diberi pengajaran dengan
pendekatan inquiry bebas termodifikasi, dan mahasiswa dengan kemampuan kognitif rendah yang diberi pengajaran dengan pendekatan inquiry
terbimbing. Mahasiswa yang sudah memiliki kemampuan kognitif tinggi kemudian diberi pengajaran yang lebih efektif menunjukan kemampuan
psikomotorik yang tinggi. Sedangkan mahasiswa yang kemampuan kognitifnya rendah kemudian diberi pengajaran yang kurang efektif, maka
kemampuan psikomotoriknya juga rendah.
D. Pembahasan Hasil Analisis Data
1. Hipotesis Pertama
Uji hipotesis pertama menghasilkan kesimpulan bahwa ada perbedaan pengaruh antara penggunaan pendekatan inquiry bebas termodifikasi dan
pendekatan inquiry terbimbing terhadap kemampuan psikomotorik. Dari uji lanjut ANAVA disimpulkan bahwa praktikum dengan pendekatan inquiry bebas
termodifikasi memberikan pengaruh yang lebih baik dari pada praktikum dengan pendekatan inquiry terbimbing pada Percobaan Melde.
Hal ini disebabkan pada penggunaan pendekatan inquiry bebas termodifikasi mahasiswa diberi kesempatan untuk menemukan jawaban dari
permasalah yang disajikan melalui proses ilmiah dengan cara mengeksplorasi, mengobservasi, mengukur, menginvestigasi, memprediksi, serta menarik
kesimpulan secara mandiri. Sedangkan salah satu ciri khas keterampilan psikomotorik adalah otomatisme. Serangkaian gerakan terpadu berjalan dengan
lancar dan supel tanpa membutuhkan banyak refleksi tentang apa yang harus dilakukan dan mengapa harus dilakukan. Dengan penggunaan pendekatan inquiry
bebas termodifikasi, keterampilan psikomotrik dapat tereksplorasi lebih optimal tanpa mengurangi independensi peserta didik namun tetap berada dalam pola
struktur pembelajaran yang telah ditetapkan. Dengan demikian kemampuan psikomotorik dapat terukur secara lebih baik.
2. Hipotesis Kedua
Uji hipotesis kedua menghasilkan kesimpulan bahwa ada perbedaan pengaruh kelompok mahasiswa dengan kemampuan kognitif tinggi dan kelompok
mahasiswa dengan kemampuan kognitif rendah terhadap kemampuan psikomotorik. Berdasarkan uji lanjut ANAVA diperoleh kesimpulkan bahwa
mahasiswa yang mempunyai kemampuan kognitif tinggi mempunyai kemampuan psikomotorik yang tinggi pula. Demikian pula sebaliknya, mahasiswa yang
mempunyai kemampuan kognitif rendah juga mempunyai kemampuan psikomotorik yang rendah.
Tiap jenjang dalam aspek kognitif mendukung penampilan aspek psikomotorik. Mahasiswapeserta didik menggunakan kemampuan kognitif
mereka untuk mengenali pola aktivitas yang akan mereka lakukan selama proses pembelajaran, mengkongkretkan prosedur percobaan dalam aktivitas motorik,
menjabarkan gagasan-gagasan yang diperlukan dalam suatu komunikasi, serta melakukan sintesis untuk menarik kesimpulan. Mahasiswa yang memiliki
kemampuan kognitif tinggi cenderung menampilkan kemampuan psikomotrik yang tinggi pula. Karena proses berpikir dalam ranah kognitifnya memberikan
cara untuk menampilkan keterampilan-keterampilan motoriknya.
3. Hipotesis Ketiga