Uji Statistik a. Uji F Uji Simultan

69 model persamaan regresi tersebut sudah tidak mengandung masalah autokorelasi lagi.

2. Uji Statistik a. Uji F Uji Simultan

Pengujian ini bertujuan untuk mengetahui apakah variabel independent secara simultan atau bersama-sama mempengaruhi variabel dependent secara signifikan. Pengujian ini menggunakan uji F yaitu dengan membandingkan F hitung dengan F tabel. Uji ini dilakukan dengan syarat: 1. Bila F hitung F tabel maka H diterima dan ditolak H 1 , artinya bahwa secara bersama-sama variabel independen tidak berpengaruh terhadapvariabel dependen; 2. Bila F hitung F tabel, maka H ditolak dan menerima H 1 artinya bahwa secara bersama-sama variabel independen berpengaruh terhadap variabel dependen. Pengujian ini juga dapat menggunakan pengamatan nilai signifikan F pada tingkat α yang digunakan penelitian ini menggunaka tingkat α sebesar 5. Analisis ini didasarkan pada perbandingan antara nilai signifikansi F dengan nilai signifikansi 0,05 dengan syarat-syarat sebagai berikut: 70 1. Jika signifikansi F 0,05 maka H ditolak yang berarti variabel-variabel independent secara simultan berpengaruh terhadap variabel dependent; 2. Jika signifikansi F 0,05 maka H diterima yang berarti variabel independent secara simultan tidak berpengaruh terhadap variabel dependent. b. Uji T Uji Parsial Pada dasarnya, uji t digunakan untuk mengukur seberapa jauh pengaruh satu variabel independen secara individual dalam menerangkan variasi variabel dependen. Uji ini dilakukan dengan syarat: 1. Bila t hitung t tabel maka H diterima dan ditolak H 1 , artinya bahwa secara bersama-sama variabel independen tidak berpengaruh terhadap variabel dependen; 2. Bila t hitung t tabel, maka H ditolak dan menerima H 1 artinya bahwa secara bersama-sama variabel independent berpengaruh terhadap variabel dependent. Pengujian ini juga dapat menggunakan pengamatan nilai signifikan t pada tingkat α yang digunakan penelitian ini menggunaka tingkat α sebesar 5. Analisis ini didasarkan pada perbandingan antara nilai signifikansi t dengan nilai signifikansi 0,05 dengan syarat-syarat sebagai berikut: 71 1. Jika signifikansi t 0,05 maka Ho ditolak yang berarti variabel independent secara simultan berpengaruh terhadap variabel dependent; 2. Jika signifikansi t 0,05 maka Ho diterima yang berarti variabel independent secara simultan tidak berpengaruh terhadap variabel dependent. Untuk mengukur nilai t tabel, ditentukan tingkat signifikansi 5 persen dengan derajat kebebasan df = 4 dengan n adalah jumlah observasi. c. Uji R 2 Adjusted R Square Uji Nilai koefisien determinasi R 2 ini mencerminkan mengukur seberapa besar variasi dari variabel terikat Y dapat diterangkan oleh variabel bebas X. Bila nilai koefisien determinasi sama dengan 0 R 2 = 0, artinya variasi dari Y tidak dapat diterangkan oleh X sama sekali. Sementara bila R 2 = 1, artinya variasi dari Y secara kesesluruhan dapat diterangkan oleh X. Dengan kata lain jika Adjusted R 2 mendekati 1 satu maka variabel independent mampu menjelaskan perubahan variabel dependent, tetapi jika Adjusted R 2 mendekati 0 nol, maka variabel independent tidak mampu menjelaskan variabel dependent. Bila R 2 = 1, maka semua titik pengamatan berada tepat pada garis regresi. Dengan demikian baik atau buruknya persamaan regresi ditentukan 72 oleh R 2 -nya yang mempunyai nilai antara nol dan satu Nachrowi, 2006:20. Model analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis regresi berganda dengan metode SPSS 21.0. Analisis regresi berganda digunakan untuk mengetahui keakuratan hubungan antara ROA variabel dependen dengan CAR, NPF, NIM, BOPO dan Inflasi sebagai variabel yang mempengaruhi variabel independen dengan persamaan : Y = a + b 1 x 1 +b 2 x 2 +b 3 x 3 +b 4 x 4 +b 5 x 5 +e Dimana: Y = Profitabilitas Perbankan yang diukur dengan menggunakan Return On Asset ROA a = konstanta b 1 -b 5 = koefisien regresi masing-masing variabel X 1 = Capital Adequacy Ratio CAR X 2 = Non Performing Financing NPF X 3 = Net Interest Margin NIM X 4 = Biaya Operasional Pendapatan Operasional BOPO X 5 = Inflasi e = variabel gangguan 73

G. Operasional Variabel Penelitian

1. Variabel Dependent Y Variabel dependen atau variabel terikat merupakan variabel yang dipengaruhi atau yang menjadi akibat, karena adanya variabel bebas Sugiyono, 2008: 4. Variabel dependen terikat dalam penelitian ini adalah Profitabilitas bank syariah yang direpresentasikan oleh Return on Asset ROA. Profitabilitas Perbankan adalah suatu kesanggupan atau kemampuan bank dalam memperoleh laba. Masalah profitabilitas atau pendapatan bagi bank merupakan masalah penting karena pendapatan bank ini menjadi sasaran utama yang harus dicapai sebab bank didirikan untuk mendapatkan profitlaba. 2. Variabel Independent X a. Capital Adequecy Ratio CAR Capital Adequecy Ratio CAR adalah rasio yang memperlihatkan seberapa jauh seluruh aktiva bank yang mengandung risiko kredit, penyertaan, surat berharga, tagihan pada bank lain ikut dibiayai dari dana modal sendiri bank, disamping memperoleh dana-dana dari sumber-sumber di luar bank, seperti dana masyarakat, pinjaman utang, dan lain-lain Dendawijaya2009. Dengan kata lain, CAR adalah rasio kinerja Return On Asset = Keuntungan Sebelum Pajak x 100 Total Aset 74 bank untuk mengukur kecukupan modal yang dimiliki bank untuk menunjang aktiva yang mengandung atau menghasilkan risiko, misalnya kredit yang diberikan. Rasio ini dirumuskan sebagai berikut : CAR = x 100 CAR merupakan indikator terhadap kemampuan bank untuk menutupi penurunan aktivanya sebagai akibat dari kerugian- kerugian bank yang disebabkan oleh aktiva yang berisiko. b. Non Performing Financing NPF Non Performing Financing NPF adalah rasio yang digunakan untuk mengukur kemampuan manajemen bank dalam mengelola kredit bermasalah yang ada dapat dipenuhi dengan aktiva produktif yang dimiliki oleh suatu bank. Teguh Pudjo Mulyono, 1995. Kredit dalam hal ini adalah kredit yang diberikan kepada pihak ketiga dan tidak termasuk kredit kepada bank lain. Sedangkan kredit bermasalah adalah kredit dengan kualitas kurang lancar, diragukan, dan macet Arthes 2009. Besarnya nilai NPF suatu bank dapat dihitung dengan rumus : NPF = x 100 75 c. Net Interest Margin NIM Net Interest Margin NIM mencerminkan resiko pasar yang timbul karena adanya pergerakan variabel pasar, dimana hal tersebut dapat mempengaruhi keuntungan yang diperoleh bank. Berdasarkan peraturan Bank Indonesia salah satu proksi dari risiko pasar adalah suku bunga, yang diukur dari selisih antar suku bunga pendanaan funding dengan suku bunga pinjaman yang diberikan lending atau dalam bentuk absolut adalah selisih antara total biaya bunga pendanaan dengan total biaya bunga pinjaman Pandu,2008:45. NIM = × 100 Rasio ini digunakan untuk mengukur kemampuan manajemen bank dalam mengelola aktiva produktifnya untuk menghasikan pendapatan bunga bersih. Pendapatan bunga bersih diperoleh dari pendapatan bunga dikurangi beban bunga. Rasio ini menunjukkan kemapuan bank dalam memperoleh pendapatan operasionalnya dari dana yang ditematkan dalam bentuk pinjaman kredit. Semakin tinggi NIM menunjukkan semakin efektif bank dalam penempatan aktiva produktif dalam bentuk kredit. Standar yang ditetapkan Bank Indonesia untuk rasio NIM adalah 6 keatas. d. Biaya Operasional terhadap Pendapatan Operasional BOPO Biaya Operasional terhadap Pendapatan Operasional BOPO, merupakan rasio yang menunjukkan besaran perbandingan antara 76 beban atau biaya operasional terhadap pendapatan operasional suatu perusahaan pada periode tertentu Riyadi2004. BOPO = x 100 Biaya operasional dihitung berdasarkan penjumlahan dari total beban bunga dan total beban operasional lainnya. Pendapatan operasional adalah penjumlahan dari total pendapatan bunga dan total pendapatan operasional lainnya. e. Inflasi Inflasi dapat diartikan sebagai proses kenaikan harga-harga barang-barang secara terus menerus Dilihat definisi ini, paling tidak ada tiga komponen yang harus dipenuhi agar dapat dikatakan telah terjadi inflasi, yaitu: kenaikan harga, bersifat umum, berlangsung terus menerus. 77

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN

A. Gambaran Umum Objek Penelitian 1. Sejarah Umum Bank Syariah

Setelah diberlakukannya UU Nomor 10 Tahun 1998 tentang perubahan UU Nomor 7 Tahun 1992 tentang perbankan telah memberi kesempatan luas untuk pengembangan jaringan perbankan syariah. Menurut Undang-undang Nomor 10 tahun 1998 bank syariah adalah bank yang melaksanakan kegiatan usahanya berdasarkan prinsip syariah yang dalam kegiatannya memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran. Sedangkan menurut UU Nomor 21 Tahun 2008 bank syariah adalah bank yang menjalankan kegiatan usahanya berdasarkan prinsip syariah dan menurut jenisnya terdiri atas bank umum syariah dan bank pembiayaan rakyat syariah. Bank umum syariah adalah bank syariah yang dalam kegiatannya memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran. Kedua undang-undang tersebut menjadi dasar hukum penerapan dual banking sistem di Indonesia. Dual banking sistem yang dimaksud adalah terselenggaranya dua sistem perbankan konvensional dan syariah secara berdampingan, yang pelaksanaannya diatur dalam berbagai peraturan perundangundangan yang berlaku. Kehadiran bank 78 syariah di tengah-tengah perbankan konvensional adalah untuk menawarkan sistem perbankan alternatif bagi umat Islam, yang selama ini menikmati pelayanan perbankan dengan sistem bunga. Namun sejak tahun 1992 umat Islam sudah dapat menikmati pelayanan jasa bank yang tidak menggunakan sistem bunga, yaitu setelah didirikannya Bank Syariah Indonesia yang menjadi bank umum syariah terbesar di Indonesia. Beberapa tahun terakhir, industri perbankan syariah menunjukkan trend yang positif. Hal tersebut dapat dilihat dari pesatnya pertumbuhan perbankan syariah yang melebihi perkembangan perbankan konvensional. Dari data yang dipublikasikan oleh bank indonesia pada februari 2013, di Indonesia telah berdiri 11 Bank Umum Syariah, 24 Unit Usaha Syariah dan 158 BPR Syariah. Jumlah tersebut berbeda dengan jumlah perbankan syariah yang berdiri pada tahun 1999. Pada tahun 1999, di Indonesia hanya terdapat 2 Bank Umum Syariah, 1 Unit Usaha Syariah, dan 78 BPR Syariah. dari data tersebut dapat dikatakan bahwa industri perbankan syariah di Indonesia memiliki potensi yang besar untuk berkembang. Bank Umum Syariah Devisa adalah bank yang memperoleh surat penunjukan dari Bank Indonesia untuk dapat melakukan kegiatan usaha perbankannya dalam kegiatan valuta asing.bank yang tergolong kedalam bank umum syariah devisa dapat memberikan layanan yang berkaitan dengan mata uang asing misalnya transfer keluar negeri, transaksi eksport – import, jual beli valuta asing, serta jasa – jasa 79 valuta asing lainnya. Di Indonesia terdapat 4 Bank Umum Syariah Devisa yang terdiri dari Bank Syariah Mega Indonesia, Bank BNI Syraiah, Bank Mandiri Syariah, Bank Muamalat Indonesia.

B. Analisis dan Pembahasan 1. Uji Asumsi Klasik

a. Uji Normalitas

Uji normalitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi, variabel terikat dan variabel bebas keduanya mempunyai distribusi normal atau tidak. Model regresi yang baik adalah memiliki distribusi data normal atau mendekati normal. Salah satu metode untuk mengetahui normalitas adalah dengan menggunakan metode analaisis grafik, baik dengan melihat grafik secara histogram ataupun dengan melihat secara Normal Probability Plot. Normalitas data dapat dilihat dari penyebaran data titik pada sumbu diagonal pada grafik Normal P-Plot atau dengan melihat histogram dari residualnya. Uji normalitas dengan grafik Normal P-Plot akan membentuk satu garis lurus diagonal, kemudian plotting data akan dibandingkan dengan garis diagonal. Jika distribusi normal maka garis yang menggambarkan data sesungguhnya akan mengikuti garis diagonalnya. 80 Dasar pengambilan keputusan menurut Imam Ghozali 2012: 112 adalah: 1. Jika data menyebar disekitar garis diagonal dan mengikuti arah garis diagonal atau grafik histogramnya menunjukan pola distribusi normal, maka model regresi memenuhi asumsi normalitas. 2. Jika data menyebar jauh dari garis diagonal dan atau tidak mengikuti arah garis diagonal atau grafik histogramnya tidak menunjukan pola distribusi normal, maka model regresi tidak memenuhi asumsi normalitas. Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan uji normalitas dengan analisis grafik dan Uji statistik Kolmogorov – Smirnov. Berikut adalah hasil dari uji normalitas: Analisis Grafik Histogram Gambar 4.1 Histogram Sumber: Hasil olah data 81 Berdasarkan gambar diatas, terlihat bahwa sebaran data residual secara umum berbentuk lonceng, sehingga dapat disimpulkan bahwa nilai residual normal atau data berdistribusi normal. Analisis Grafik dengan Normal Probability Plot Normal P-P Plot. Gambar 4.2 Grafik P-Plot Sumber: Hasil olah data Berdasarkan gambar diatas, terlihat bahwa penyebaran data titik menyebar disekitar garis diagonal dan mengikuti arah garis diagonal yang berarti bahwa data berdistribusi normal atau model regresi memenuhi asumsi normalitas. 82 Uji statistik Kolmogorov – Smirnov. Tabel 4.1 One – Sample Kolmogorov – Smirnov Test Sumber: Hasil olah data Besarnya nilai Kolmogorov – Smirnov adalah 1,066 dan signifikan pada 0,206 hal ini H o diterima yang berarti data residual terdistribusi normal. Hasilnya konsisten dengan uji sebelumnya.

b. Uji Multikolinearitas

Uji ini bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi ditemukan adanya korelasi antara variabel independent. Model yang baik seharusnya tidak terjadi korelasi yang tinggi diantara variabel bebas. Tolerance mengukur variabilitas variabel bebas yang terpilih yang tidak dapat dijelaskan oleh variabel bebas lainnya. Jadi, nilai tolerance rendah sama dengan nilai VIF tinggi karena VIF = 1 tolerance dan menunjukkan adanya One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test Unstandardiz ed Residual N 60 Normal Parameters a,b Mean ,0000000 Std. Deviation ,50640912 Most Extreme Differences Absolute ,138 Positive ,082 Negative -,138 Kolmogorov-Smirnov Z 1,066 Asymp. Sig. 2-tailed ,206 a. Test distribution is Normal. b. Calculated from data. 83 kolinearitas yang tinggi. Nilai cut off yang umum dipakai adalah nilai tolerance 0,10 atau sama dengan nilai VIF diatas 10. Berdasarkan aturan variance inflation factor VIF dan tolerance, maka apabila VIF melebihi angka 10 atau tolerance kurang dari 0,10 maka dinyatakan terjadi gejala multikolinearitas. Sebaliknya apabila nilai VIF kurang dari 10 atau tolerance lebih dari 0,10 maka dinyatakan tidak terjadi gejala multikolinearitas. Tabel 4. 2 Uji Multikolinieritas dengan Tolerance dan VIF Sumber : Hasil olah data Berdasarkan output pada Coefficient di atas, terlihat bahwa nilai Tolerance variabel Capital Adequacy Ratio CAR sebesar 0,937, Non Performing Financing NPF sebesar 0,324, Net Interest Margin NIM sebesar 0,897, Biaya Operasional Pendapatan Operasional BOPO sebesar 0,326, dan Inflasi sebesar 0,885. Sedangkan nilai VIF variabel CAR CAR sebesar 1,067, NPF NPF sebesar 3,087, NIM NIM sebesar 1,114 Biaya Operasional Pendapatan Operasional BOPO sebesar 3,068, dan 84 Inflasi sebesar 1,130. Dapat disimpulkan bahwa dalam model regresi tidak terdapat gejala multikolinieritas, karena nilai Tolerance 0,10 dan nilai VIF 10. c. Uji Heteroskedastisitas Uji heteroskedastisitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi terjadi ketidaksamaan varian dari residual satu pengamatan ke pengamatan yang lain. Jika varian dari residual satu pengamatan kepengamatan yang lain tetap, maka disebut homoskedastisitas dan jika berbeda akan disebut heteroskedastisitas. Model regresi yang baik adalah model yang tidak terjadi heteroskedastisitas Ghozali, 2009. Metode yang dapat dipakai untuk mendeteksi gejala heterokedasitas dalam penelitian ini adalah metode grafik. Untuk mengetahui ada tidaknya heteroskedastisitas antar variabel independen dapat dilihat dari grafik plot antara nilai prediksi variabel terikat ZPRED dengan residualnya SRESID. Ada tidaknya gejala heteroskedastisitas dapat diketahui dengan dua hal, antara lain : 1. Jika pencaran data yang berupa titik-titik membentuk pola tertentu dan beraturan, maka terjadi masalah heteroskedastisitas. 85 2. Jika pencaran data yang berupa titik-titik tidak membentuk pola tertentu dan menyebar diatas dan dibawah sumbu Y, maka tidak terjadi masalah heteroskedastisitas. Adapun grafik hasil pengujian heterokesdastisitas menggunakan SPSS versi 21 dapat dilihat di bawah ini: Gambar 4.3 Grafik Scatterplot Sumber: Hasil olah data Berdasarkan tampilan pada Scatterplot di atas, terlihat bahwa titik -titik dari data menyebar secara acak serta tersebar baik di atas maupun di bawah angka nol pada sumbu Regression Studentized Residual dan tidak membentuk suatu pola tertentu. Oleh karena itu maka berdasarkan uji heteroskedastisitas menggunakan metode analisis garfik, pada model regresi yang terbentuk dinyatakan tidak terjadi gejala heteroskedastisitas atau 86 data bersifat homokedastisitas. Oleh karena itu maka berdasarkan uji heteroskedastisitas menggunakan metode analisis grafik, pada model regresi yang terbentuk dinyatakan tidak terjadi gejala heteroskedastisitas atau data bersifat homokedastisitas. Uji Park Park mengemukakan metode bahwa varaince merupakan fungsi dari variabel –variabel independen yang dinyatakan dalam persamaan sebagai berikut Imam Ghozali, 2012:130: i = Persamaan ini dijadikan linear dalam bentuk persamaan logaritma sehingga menjadi: Ln = LnXi + vi Karena i umumnya tidak diketahui, maka dapat di taksir dengan menggunakan residual Ut sebagai proksi, sehingga persamaan menjadi: Ln i = LnXi + vi Cara melakukan Uji Park dengan SPSS: 6. Lakukan regresi utama dengan persamaan ROA = fCAR, NPF, NIM, BOPO, INFLASI 7. Dapatkan variabel residual Ui dengan memilih tombol Save pada tampilan windows Linear Regression dan aktifkan unstandardized residual 87 8. Kuadratkan nilai residual dengan menu transform dan compute 9. Hitung logaritma dari kuadrat residual Ln i dengan menu transform dan compute 10. Regresikan variabel Ln i sebagai variabel dependen dan variabel independen CAR, NPF, NIM, BOPO, INFLASI sehingga persamaan regresi menjadi: Ln U2i = b0 + b1 CAR + b2 NPF + b3 NIM + b4 BOPO + b5 INFLASI Hasil output SPSS: Tabel 4.3 Uji Park Sumber hasil olah data Hasil tampilan output SPSS memberikan koefisien parameter untuk variabel independen tidak ada yang signifikan, maka dapat disimpulkan bahwa model regresi tidak terdapat Heteroskedastisitas. Hal ini konsisten dengan hasil uji Scatterplot. 88

d. Uji Autokolerasi

Uji autokorelasi digunakan untuk mengetahui ada atau tidaknya penyimpangan asumsi klasik autokorelasi yaitu korelasi yang terjadi antara residual pada satu pengamatan dengan pengamatan lain pada model regresi. Prasyarat yang harus terpenuhi adalah tidak adanya autokorelasi dalam model regresi. Uji Durbin-Watson Uji D-W merupakan uji yang sangat popular untuk menguji ada-tidaknya masalah autokorelasi dari model empiris yang diestimasi. Berikut adalah hasil dari uji autokorelasi: Tabel 4.4 Uji Durbin-Watson S S Sumber olah data Berdasarkan tabel di atas, nilai Durbin-Watson sebesar 1,078. Jika dibandingkan dengan tabel Durbin-Watson dengan n = 60 dan jumlah variabel independent k = 5 diperoleh nilai tabel dL lower = 1,4083 dan dU upper = 1,7671, sehingga nilai 4-dU Model Summary b Mod el R R Square Adjusted R Square Std. Error of the Estimate Durbin- Watson 1 ,798 a ,637 ,604 ,52934 1,078 a. Predictors: Constant, LN_INFLASI, LN_CAR, LN_BOPO, LN_NIM, LN_NPF b. Dependent Variable: ln_roa 89 sebesar 4 – 1,7671 = 2,2329 sedangkan nilai 4-dL sebesar 4 – 1,4083 = 2,5917 . Oleh karena nilai DW = 1,078 berada di bawah dU = 1,7671 maka dapat disimpulkan terjadi autokorelasi positif. Oleh karena adanya autokorelasi maka nilai standard error SE dan nilai t-statistik tidak dapat dipercaya sehingga diperlukan pengobatan. Pengobatan autokorelasi tergantung dari nilai ρ yang dapat diestimasi dengan beberapa cara seperti di bawah ini Imam Ghozali, 2012:130: 1. Nilai ρ diestimasi dengan Durbin-Watson d 2. Nilai ρ diestimasi dengan Theil-Nagar d Cochrane-Orcutt Step 1 Langkah Analisis: 1. Dapatkan nilai lag satu residual Ut_1 dengan perintah Transform dan Compute. Isikan pada target variabel Ut_1 dan isikan pada kotak Numeric Expression LagRes_1. 2. Dari menu utama SPSS, pilih Analyze, kemudian submenu Regression, lalu pilih Linear. Pada kotak dependent isikan variabel Res_1 Ut dan pada kotak independent isikan variable Ut_1 Lag satu dari Ut. Abaikan yang lain dan pilih OK. 90 Tabel 4.5 Tabel Ut Sumber hasil olah data Berdasarkan hasil output SPSS diperoleh nilai ρ sebesar 0,61 yaitu nilai koefisien variabel Ut_1. Berdasarkan pada perhitungan di atas diperoleh nilai ρ menurut berbagai metode seperti terlihat pada tabel di bawah ini: TABEL 4.6 NILAI ρ KE 1 Metode Nilai ρ Durbin-Watson d 0,461 Theil-Nagar d 0,471 Cochrane-Orcutt Step 1 0,461 Ketiga metode ternyata menghasilkan nilai yang hampir sama. Untuk itu penulis memilih metode Theil-Nagar d untuk mentransformasikan persamaan regresi. Langkah Analisis: 1. Membentuk variabel LN_ROAt, LN_CARt, LN_NPFt, LN_NIMt LN_BOPOt, dan LN_INFLASIt dengan perintah Transform dan Compute. Pada kotak Target Variable 91 diisikan LN_ROAt, dan pada kotak Numeric Expression diisikan LN_ROA-0,471LagLN_ROA. Lakukan hal yang sama untuk semua variabel X. 2. Dari menu utama SPSS pilih Analyze, kemudian Regression, lalu pilih Linear. Pada kotak dependent isikan variabel LN_ROAt, serta pada kotak independent isikan variabel LN_CARt, LN_NPFt, LN_NIMt, LN_BOPOt, dan LN_INFLASIt. 3. Pilih Statistik dan aktifkan Durbin-Watson untuk menguji apakah masih terjadi autokorelasi. Abaikan lainnya dan pilih OK. 4. Hasil output SPSS. Tabel 4. 7 Hasil Pengobatan Uji Durbin-Watson 1 Sumber hasil olah data Berdasarkan tabel 4.7 diatas, uji Durbin Watson memberikan nilai DW sebesar 1,726, nilai ini akan dibandingkan dengan tabel DW dengan dL lower = 1,4083 dan nilai dU upper = 1,7671 Oleh karena nilai DW Model Summary b Mod el R R Square Adjusted R Square Std. Error of the Estimate Durbin- Watson 1 ,518 a ,269 ,256 ,44041681 1,726 a. Predictors: Constant, Ut_1 b. Dependent Variable: Unstandardized Residual 92 = 1,726 berada diantara dL = 1,4083 dan dU = 1,7671, maka dapat disimpulkan bahwa keputusan yang diambil masih ragu-ragu. Untuk itu harus dilanjutkan ke iterasi kedua. Langkah iterasi kedua: 1. Nilai = 0.461 yang diperoleh dari iterasi pertama kita gunakan untuk mengestimasi model general difference equation sebagai berikut: Yt-  Yt-1 = 11-  + 2Xt-  Xt-1+  t -   t – 1 2. Oleh karena kita belum memiliki beberapa variabel seperti Yt-1 dan  Xt-1, maka kita membuat variabel ini dengan perintah Transform dan Compute. 3. Pilih Transform dan Compute dan isikan pada Target Variabel ROAt_1 = LN_ROA-0.461LagLN_ROA CARt_1= LN_CAR 0.461LagLN_CAR NPFt_1= LN_NPF0.461LagLN-NPF NIMt_1 = LN_NIM-0.461LagLN_NIM BOPOt_1 = LN_BOPO-0.461LagLN_BOPO INFLASIt_1 = LN_INFLASI-0.461LagLN_INFLASI Dari menu utama SPSS, pilih menu Analyze kemudian Regression lalu Linear 4. Pada kotak dependen isikan ROAt_1 Pada kotak independen isikan CARt_1, NPFt_1, NIMt_1, BOPOt_1, INFLASIt_1 5. Hasil Output SPSS 93 Tabel 4.8 Hasil Output SPSS Sumber: Hasil olah data 2 = 0,845, 3 = 1,312, 4 = -0,053, 5 = -7,721, 6 = -0,192 sedangkan nilai 1 = 11- =0,009.1-0.461= 0,004851 Berdasarkan kedua nilai ini maka nilai t dapat dihitung dengan seperti di bawah ini: t = Yt-12 Xt 6. Pilih Transform lalu Compute dan isikan seperti di bawah ini: LN_ROA-0,004851-0,845LN_CAR-1,312LN_NPF- -0,053LN_NIM--7,721BOPO--0,192LN_INFLASI 94 7. Pilih OK, sekarang kita punya variabel baru Ut 8. Buat variabel Lag satu Ut dengan Transform dan Compute 9. Langkah berikutnya mengestimasi pada iterasi kedua dengan persamaan regresi 10. Dari menu utama SPSS pilih Analyze kemudian Regression lalu Linear 11. Pada kotak dependen isikan Ut 12. Pada kotak independen isikan LagUt 13. Pilih OK 14. Hasil Output SPSS Tabel 4.9 Hasil Output SPSS Lag_Ut Sumber: Hasil olah data Berdasarkan hasil output SPSS pada tabel 4.9 diperoleh nilai ρ = 0,578 pada iterasi kedua. Berdasarkan pada perhitungan di atas diperoleh l dibawah ini. Kita memilih metode Cochrane-Orcutt Step 2 untuk mentransformasikan persamaan regresi menjadi seperti di bawah ini: Coefficients a Model Unstandardized Coefficients Standardi zed Coefficie nts T Sig. Collinearity Statistics B Std. Error Beta Tolera nce VIF Constan t ,319 ,154 2,073 ,043 LagUt ,578 ,108 ,578 5,348 ,000 1,000 1,000 a. Dependent Variable: Ut 95 TABEL 4.10 NILAI YANG KE 2 15. Pilih Transform lalu Compute Isikan Target Variabel dengan ROA dan Numeric Expression isikan ROA = LN_ROA - 0.578LAGLN_ROA Lakukan untuk semua variabel X-nya CAR = LN_CAR - 0.578LAGLN_CAR NPF = LN_NPF – 0,578LAGLN_NPF NIM = LN_NIM - 0.578LAGLN_NIM BOPO = LN_BOPO - 0.578LAGLN_BOPO INFLASI = LN_INFLASI - 0.578LAGLN_INFLASI 16. Dari menu utama spss pilih Analyze, kemudian Regression, lalu pilih Linear. Pada kotak dependent isikan variabel ROA, dan pada kotak independen variabel isikan variabel, CAR, NPF, NIM, BOPO dan INFLASI 17. Pilih statistik dan aktifkan Durbin-Watson untuk menguji apakah masih terjadi autokorelasi. Abaikan lainnya dan pilih Ok Metode Nilai ρ Durbin-Watson d 0,461 Theil-Nagar d 0,471 Cochrane-Orcutt Step 1 0,461 Cochrane-Orcutt Step 1 0,578 96 18. Berikut adalah tampilan hasil output spss TABEL 4.11 Nilai DW SETELAH PENGOBATAN Model Summary b Mod el R R Square Adjusted R Square Std. Error of the Estimate Durbin- Watson 1 ,873 a ,761 ,739 ,43886 1,817 a. Predictors: Constant, INFLASI, NPF, CAR, NIM, BOPO b. Dependent Variable: ROA Sumber: Hasil olah data Berdasarkan tabel 4.11 di atas nilai Durbin-Watson menjadi sebesar 1,817. Karena nilai Durbin Watson sebesar 1,817 terletak antara nilai dU 1,7671 dengan 4-Du 2,2329, maka dapat disimpulkan bahwa model persamaan regresi tersebut sudah tidak mengandung masalah autokorelasi lagi.

3. Uji Hipotesis a. Uji Simultan Uji F

Dokumen yang terkait

Analisis Pengaruh Rasio Capital Adequacy Ratio (CAR), Non Peforming Loan (NPL), Operating Expenses/Operating Income (BOPO), Return On Asset (ROA), dan Net Interest Margin (NIM) Terhadap Loan to Deposit Ratio (LDR) Dengan Dana Pihak Ketiga (DPK) Sebagai Va

5 73 122

Analisis Pengaruh Capital Adequacy Ratio, Non Performing Loan, Beban Operasi Terhadap Pendapatan Operasi, Net Interest Margin, Dan Loan To Deposit Ratio Terhadap Return On Asset Pada Bank Pembangunan Daerah

1 85 110

Pengaruh Biaya Operasional Terhadap Pendapatan Operasional, Non Performing Loan, Capital Adequacy Ratio, Loan to Deposit Ratio, dan Net Interest Margin terhadap Return on Asset pada Bank Umum Swasta Nasional Devisa di Bursa Efek Indonesia

0 62 107

Analisis Pengaruh Suku Bunga, Inflasi, Capital Adequacy Ratio, Beban Operasional terhadap Pendapatan Operasional, dan Non Performing Financing terhadap Profitabilitas Bank Umum Syariah di Indonesia

0 33 104

Analisis pengaruh Non Performing Financing (NPF), Biaya Operasional Terhadapa Pendapatan Operasional (BOPO), Capital Adequacy Ratio (CAR) dan Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS) terhadap laba perbankan syariah di Indonesia periode September 2009 – De

0 4 163

Analisis inflasi, gross domestic product, net performing financing, biaya operasional dan pendapatan operasional, net margin terhadap return on asset perbankan syariah di Indonesia periode 2010-2013

0 4 111

Pengaruh CAR, NPF, FDR dan BOPO Terhadap Profitabilitas Bank Umum Syariah (Periode 2011-2015)

1 9 152

Pengaruh Biaya Operasional Pendapatan Operasional (BOPO), Non Performing Financing (NPF), Financing to Deposit Ratio (FDR) dan Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS) terhadap Return On Asset (ROA) (Studi Kasus pada Bank Umum Syariah di Indonesia Periode

1 16 131

Pengaruh Capital Adequancy Ratio (CAR), Financing to Deposit Ratio (FDR), dan Non Performing Financing (NPF) terhadap Profitabilitas Bank Umum Syariah di Indonesia Periode 2011-2015

0 2 108

Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Loan to Deposit Ratio (LDR) (Studi Empiris pada Bank BUMN Persero di Indonesia Periode 2008-2014)

0 5 118