mengembangkan Pulau Morotai untuk menjadi suatu daerah tujuan wisata baru di Kawasan Timur Indonesia. Karena juga memiliki nilai sejarah yang tinggi, selain
kondisi alamnya yang mendukung sebagai wisata alam serta budaya masyarakat yang dapat dikembangkan.
Berdasarkan uraian di atas, dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut: 1. Berapa besar kemampuan Daya Dukung Kawasan Pulau Morotai?
2. Berapa besar Nilai Ekonomi Pulau Morotai untuk wisata bahari? 3. Bagaimana Kebijakan Pengembangan wisata bahari Pulau Morotai?
1.3. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian adalah: 1. Mengetahui daya dukung Pulau Morotai untuk wisata bahari.
2. Mengestimasi nilai ekonomi Pulau Morotai untuk wisata bahari.
3. Merumuskan kebijakan pengembangan wisata bahari Pulau Morotai.
1.4. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk: 1. Menghasilkan informasi tentang potensi wisata bahari Pulau Morotai
Kabupaten Halmahera Utara Provinsi Maluku Utara. 2. Memberikan arah bagi pengambil kebijakan di Kabupaten Halmahera Utara
untuk menentukan prioritas pengembangan wisata bahari di Pulau Morotai sesuai daya dukung.
3. Bahan acuan bagi pemerintah daerah Kabupaten Halmahera Utara dan Provinsi Maluku Utara dalam menyusun program pengembangan wisata
bahari Pulau Morotai.
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Valuasi Ekonomi Sumber Daya PPK Untuk Wisata Bahari
Dalam paradigma neoklasik, nilai ekonomi economic values dapat dilihat dari sisi kepuasan konsumen preference of consumers dan keuntungan
perusahaan profit of firms. Dalam hal ini konsep dasar yang digunakan adalah surplus ekonomi economic surplus yang diperoleh dari penjumlahan surplus
oleh konsumen comsumers surplusCS dan surplus oleh produsen produsen surplus
PS Grigalunas and Conger 1995; Freeman III 2003 dalam Adrianto 2006. Konsep valuasi ekonomi konvensional mendefinisikan nilai ekonomi
sebagai nilai ekonomi total yang merupakan penjumlahan dari nilai-nilai pemanfaatan use value dan nilai non-pemanfaatan non-use value. Menurut
Fauzi 2000 secara umum, memang sulit mengukur dengan pasti konsep use value dan non-use value, sehingga valuasi ekonomi dengan menggunakan
pendekatan di atas sering menjadi perdebatan menyangkut akurasi atau ketepatan dari pengukuran nilai ekonomi sumberdaya alam. Salah satu kesulitan dalam
mengukur nilai dari barang atau jasa yang dihasilkan sumberdaya alam adalah terdapat barang atau jasa dari sumberdaya alam yang tidak memiliki harga pasar
dan tidak dapat diobservasi, sehingga nilai riel-nya tidak dapat di ukur dengan baik.
Surplus konsumen terjadi apabila jumlah maksimum yang mampu konsumen bayar lebih besar dari jumlah yang secara aktual harus dibayar untuk
mendapatkan barang atau jasa. Selisih jumlah tersebut disebut consumers surplus
CS dan tidak dibayarkan dalam konteks memperoleh barang yang diinginkan. Sementara itu, produser surplusPS terjadi ketika jumlah yang
diterima oleh produsen lebih besar dari jumlah yang harus dikeluarkan untuk memproduksi sebuah barang atau jasa. Nilai ekonomi suatu komoditas goods
atau jasa service lebih diartikan sebagai “berapa yang harus dibayar” dibanding “berapa biaya yang harus dikeluarkan untuk menyediakan barangjasa tersebut”.
Dengan demikian, apabila ekosistem dan sumberdaya eksis dan menyediakan barang dan jasa bagi kita, maka “kemampuan membayar”willingness to pay
merupakan proxy bagi nilai sumberdaya tersebut, tanpa memasalahkan apakah
kita secara nyata melakukan proses pembayaranpayment atau tidak Barbier et al 1997 dalam Adrianto 2006.
Tujuan valuasi ekonomi pada dasarnya adalah membantu mengambil keputusan untuk menduga efisiensi ekonomi economic effisiency dari berbagai
pemanfaatan competing uses yang mungkin dilakukan terhadap ekosistem yang ada di kawasan PPK. Asumsi yang mendasari fungsi ini adalah bahwa alokasi
sumberdaya yang dipilih adalah yang mampu menghasilkan manfaat bersih bagi masyarakat net gain to society yang diukur dari manfaat ekonomi dari alokasi
tersebut dikurangi dengan biaya alokasi sumberdaya tersebut. Namun demikian, siapa yang diuntungkan dan dirugikan dalam konteks nilai manfaat masyarakat
bersih tidak dipertimbangkan dalam term “economic efficiency”. Oleh karena itu, faktor distribusi kesejahteraan walfare distribution menjadi salah satu isu
penting dalam valuasi ekonomi yang lebih adil seperti yang dianut dalam ecological economicst
Adrianto 2006. Garrod dan Willis 1999 membagi valuasi ekonomi dalam dua metode,
yaitu Revealed Preference dan ExpressedState preference. Releaved Preference adalah teknik valuasi yang mengandalkan harga implisit dimana Willingness to
pay WTP terungkap melalui model yang dikembangkan. Beberapa teknik valuasi
yang termasuk dalam releaved preference adalah, a Travel Cost MethodTCM yang diperkenalkan oleh Hotelling 1941 yang selanjutnya dikembangkan oleh
Wood dan Trice 1958; dan b Hedonic Price MethodHPM yang didasarkan pada teori atribut yang dikembangkan oleh Lancaster 1966 dalam Fauzi 2000.
Sedangkan Expressed atau State Preference adalah teknik valuasi ekonomi yang didasarkan pada survei dimana keinginan membayarWTP diperoleh langsung dari
responden, yang langsung diungkapkan secara lisan maupun tertulis. Salah satu teknik yang cukup populer dalam kelompok ini adalah Contingent Valuation
Method CVM atau Metode Valuasi Kontingensi. CVM adalah metode teknik
survei untuk menanyakan tentang nilai atau harga yang diberikan terhadap komoditas yang tidak memiliki nilai pasar non-market.
Metode Biaya PerjalananTCM boleh dikatakan sebagai metode yang pertama kali digunakan untuk menduga nilai ekonomi sebuah komoditas yang
tidak memiliki nilai pasar non-market goods. Metode ini beranjak pada asumsi
dasar bahwa setiap individu baik aktual maupun potensial bersedia mengunjungi sebuah daerah untuk mendapatkan manfaat tertentu tanpa harus membayar biaya
masuk no entry fee. Namun demikian, walaupun asumsinya tidak ada biaya masuk, namun secara aktual ditemukan pengunjung yang berasal dari lokasi yang
jauh dari obyek yang dikunjungi. Dalam konteks ini terdapat perbedaan “harga” yang harus dibayar antar pengunjung untuk mendapatkan manfaat yang sama.
Kondisi ini dalam teori ekonomi dianggap sebagai representasi dari permintaan demand pengunjung konsumen terhadap manfaat tersebut Adrianto 2006.
Metode ini dapat digunakan untuk mengukur manfaat dan biaya akibat dari, a perubahan biaya aksestiket masuk di suatu tempat rekreasi; b
penambahan tempat rekreasi baru; c perubahan kualitas lingkungan tempat rekreasi; d penutupan tempat rekreasi yang ada. Tujuan dasar dari TCM adalah
ingin mengetahui nilai kegunaan dari sumberdaya alam melalui proxy. Dengan kata lain, biaya yang dikeluarkan untuk mengkonsumsi jasa dari sumberdaya alam
digunakan sebagai proxy untuk menentukan harga dari sumberdaya alam tersebut Fauzi 2004.
Pada umumnya ada dua teknik sederhana yang sering digunakan untuk menentukan nilai ekonomi berdasarkan TCM, yaitu a pendekatan sederhana
melalui zonasi; dan b pendekatan individual. TCM berdasarkan pendekatan individu menggunakan data yang sebagian besarnya berasal dari kegiatan survey
lapangan. Asumsi dasar yang digunakan dalam TCM agar penilaian sumberdaya alam tidak bias, atara lain a biaya perjalanan dan biaya waktu digunakan
sebagai proxy atas harga rekreasi; b waktu perjalanan bersifat netral, artinya tidak menghasilkan utilitas maupun disutilitas; dan c biaya perjalanan
merupakan perjalanan tunggal Fauzi 2004. Menurut FAO 2000, penilaian berdasarkan preferensiCVM adalah
sebuah metode yang digunakan untuk melihat atau mengukur seberapa besar nilai suatu barang berdasarkan estimasi seseorang. CVM juga dapat diumpamakan
sebagai suatu pendekatan untuk mengetahui seberapa besar nilai yang diberikan seseorang untuk memperoleh suatu barangWTP dan seberapa besar nilai yang
diinginkan untuk melepaskan suatu barang willingness to acceptWTA.
CVM digunakan pada kondisi dimana masyarakat tidak mempunyai preferensi terhadap suatu barang yang langsung diperjualbelikan di pasar.
Pendekatan CVM dilakukan untuk mengukur preferensi masyarakat dengan cara wawancara langsung tentang seberapa besar mereka membayarWTP untuk
mendapatkan lingkungan yang baik dan bersih atau menerima kompensasiWTA bilamana mereka harus kehilangan nuansa atau kualitas lingkungan yang baik,
Barton 1994 dalam Adrianto 2006. Selanjutnya dinyatakan bahwa metode CVM secara umum lebih memberikan penekanan terhadap nilai pentingnya suatu
barang dibandingkan dengan nilai barang yang sebenarnya. Hal ini dilakukan untuk mengeliminasi beberapa pilihan kebijakan dan menawarkan informasi
penting dalam penentuan keputusan. Dengan demikian dalam perencanaan pengembangan daerah tujuan wisata,
maka salah satu yang harus dilakukan sebagai analisis awal untuk melihat efisiensi ekonominya adalah dengan melakukan penilaian ekonomi dengan
beberapa metode yang umumnya digunakan selama ini untuk menilai kelayakan
atau kemungkinan pengembangan daerah tujuan wisata dimaksud.
2.2. Permintaan dan Penawaran Wisata