2 Bambu sebagai Bahan Baku Arang Aktif

Beberapa penelitian telah menunjukkan pengaruh positif dari aplikasi arang aktif dalam bidang pertanian. Penelitian Masulili et al. 2010 menunjukkan bahwa aplikasi arang aktif dengan dosis 10 – 15 tonha menurunkan bobot isi tanah, Al dapat dipertukarkan, dan Fe terlarut serta meningkatkan porositas tanah, kadar air tanah tersedia, kadar C-organik, pH tanah, kadar P-tersedia, KTK tanah, K dan Ca dapat dipertukarkan. Perbaikan sifat-sifat tanah ini meningkatkan biomas yang dihasilkan. Selanjutnya, Clough dan Condron 2010 mengemukakan bahwa arang aktif memiliki kemampuan untuk memanipulasi laju siklus N dalam sistem tanah dengan mempengaruhi laju nitrifikasi dan adsorbsi amonia dan meningkatkan simpanan NH 4 + dengan meningkatnya KTK tanah, sehingga mereduksi kehilangan N dalam bentuk gas seperti N 2 O dan mengurangi pencucian nitrat. Penelitian Namgay et al. 2010 menunjukkan aplikasi arang aktif dapat mereduksi ketersediaan trace elements Pb, Cu, Cd, Zn, dan As bagi tanaman. Hasil penelitian ini pun dapat menjadi referensi bahwa arang aktif dapat digunakan dalam mengatasi permasalahan tanah yang terkontaminasi trace elements . Penelitian Yamato 2006 memberikan informasi bahwa penggunaan arang aktif meningkatkan pH tanah, kadar N total, P 2 O 5 tersedia, KTK, jumlah kation dapat dipertukarkan dan kejenuhan basa, serta menurunkan kadar Al 3+ dapat dipertukarkan. Akan tetapi, berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Chan et al . 2007, diketahui bahwa aplikasi arang aktif tidak meningkatkan produksi pada tanaman lobak, bahkan pada dosis 100 tonha tanpa adanya penambahan pupuk N, sedangkan penambahan arang aktif dengan dosis 50 tonha disertai dengan penambahan pupuk N meningkatkan produksi, pH tanah, kadar C-organik dan juga KTK tanah.

2. 2 Bambu sebagai Bahan Baku Arang Aktif

Bambu merupakan tumbuhan bernilai ekonomi tinggi di Pulau Jawa. Pemakaiannya sangat luas, baik untuk keperluan sehari-hari maupun hasil-hasil lain untuk diperdagangkan. Mulai dari akar hingga daun bambu dapat dimanfaatkan. Pada umumnya akar bambu dimanfaatkan untuk dibuat ukiran bambu, sedangkan buluh biasa dimanfaatkan untuk bahan bangunan, bahan jembatan, kerajinan tangan, keranjang, mebel, alat-alat pertanian dan perikanan, alat rumah tangga, pipa air, kertas, sumpit, tusuk gigi, tusuk satai, dan sebagainya. Selain itu, buluh bambu digunakan sebagai alat musik tradisional maupun modern. Buluh muda atau yang disebut rebung banyak dimanfaatkan sebagai sayuran, dan daun bambu dapat digunakan untuk membungkus makanan Widjaja, 2001. Diperkirakan terdapat 1.200 – 1.300 jenis bambu di dunia, dan 143 jenis bambu diketahui tumbuh di Indonesia. Jenis bambu yang sering ditanam di Pulau Jawa adalah bambu andong, bambu betung, bambu tali dan bambu atter Nurhayati, 2000. Nurhayati 2000 menganalisis komponen kimia lima jenis bambu. Hasil analisis tersebut dicantumkan pada Tabel 3. Komponen kimia ini merupakan komponen yang berperan pada proses pembuatan arang aktif berkadar tinggi yang diinginkan. Sebaliknya untuk kadar abu, bambu memiliki kadar abu yang relatif tinggi padahal yang diinginkan adalah kadar yang rendah. Tabel 3. Komponen Kimia Lima Jenis Bambu Jenis bambu Lignin Selulosa Pentosan Abu Apus Gigantochloa apus 25,8 54,7 19,1 2,9 Ulet Gigantochloa sp. 26,8 54,9 - 2,0 Andong Gigantochloa pseudoarundinaceae 28,0 53,8 - 3,2 Betung Dendrocalamus asper 25,6 55,4 - 3,8 Ampel Bambusa vulgaris 28,2 50,8 - 4,3 Berdasarkan data penelitian Nurhayati 1990, diketahui bahwa diameter dan tebal buluh bambu andong dan bambu betung lebih besar dibandingkan dengan jenis bambu lainnya yang tumbuh di Pulau Jawa. Oleh karena itu, bambu andong dan bambu betung diasumsikan berprospek baik sebagai bahan baku pembuatan arang aktif. Beberapa penelitian mengenai pemanfaatan bambu sebagai arang aktif telah dilaporkan. Penelitian Hoshi 2001 menunjukkan bahwa aplikasi arang aktif bambu ke dalam tanah dapat mempertahankan pupuk dan pH tanah agar tetap sesuai untuk pertumbuhan pohon teh. Tinggi dan volume pohon yang diaplikasikan arang aktif meningkat 20 – 40 dibandingkan dengan kontrol. Penelitian Asada et al.2002 mengemukakan bahwa berdasarkan uji adsorbsi arang aktif bambu yang dibuat dengan suhu aktivasi 500 o C, 700 o C, dan 1000 o C terhadap beberapa gas berbahaya dan berbau menunjukkan bahwa suhu aktivasi yang paling efektif berbeda-beda untuk setiap bahan kimia, sehingga perlu pengujian lebih lanjut untuk pemanfaatan arang aktif baik sebagai adsorben maupun penghilang bau.

2. 3 Tempurung Kelapa sebagai Bahan Baku Arang Aktif