2 Saran KESIMPULAN DAN SARAN

FeSO 4 2N 1 : 5 dengan kadar Fe total sebesar 7.611 ppm , dan ZnSO 4 1 :3 dengan kadar Zn total sebesar 6.343 ppm. Berdasarkan pengujian daya pelepasan unsur hara, diketahui bahwa pupuk yang dibuat pada penelitian ini bersifat lambat tersedia. Selain itu juga diketahui bahwa unsur di dalam pupuk tidak mudah hilang akibat tercuci karena diadsorb dengan cukup kuat oleh arang aktif. Hasil pengamatan akar Acacia crassicarpa memperlihatkan bahwa dalam waktu yang relatif singkat telah terjadi penyerapan unsur hara mikro yang terdapat di dalam pupuk yang dibuat pada penelitian ini.

5. 2 Saran

Pada penelitian ini, aplikasi penambahan pupuk dilakukan dalam waktu yang relatif singkat. Selain itu juga tidak dilakukan pengamatan terhadap parameter tumbuh tanaman, oleh karena itu sebaiknya dilakukan penelitian lanjutan untuk melihat pengaruh penambahan pupuk terhadap tanaman dalam waktu yang lebih lama yang dilengkapi dengan pengukuran parameter tumbuh tanaman serta analisis kadar hara di dalam pupuk setelah pemanenan. DAFTAR PUSTAKA Alfianto, R. 2011. Kajian pembuatan arang aktif dari sekam padi dengan teknik pelarutan silika [skripsi]. Bogor: Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Asada, T., Ishihara, S., Yamane, T., Toba, A., and Oikawa, K. 2002. Science of bamboo charcoal: study on carbonizing temperature of bamboo charcoal and removal capability of harmful gases. Journal of Health Science 486: 473 – 479. Bell, G. E. 2011. Turfgrass Physiology and Ecology: Advanced Management Principles . London: Modular Texts. [BSN] Badan Standardisasi Nasional. 1995. Arang Aktif Teknis. Jakarta: BSN; SNI 06-3730-1995 Chan, K. Y., Zwietem, V. L., Meszarous, I., Downie, A., and Joseph, S. 2007. Agronomic values of greenwaste biochar as a soil amendment. Australian Journal of Soil Research 45: 629 – 634. Clark NB, Balodis V, Guigan F and Jingsia W. 1991. Pulping properties of tropical acacias, in : Turnbull JW Ed., Advances in Tropical Acacias Research: Proceedings of a Workshop held in Bangkok, Thailand , ACIAR Proceeding 35, pp.138-144. Clough, T. J., and Condron, L. M. 2010. Biochar and the nitrogen cycle: Introduction. J. Environ Qual 394: 1218 – 23. [FAO] Food and Agriculture Organization. 2000. Fertilizers and Their Use. Rome; FAO and IFA. Gowariker, V., Krishnamurthy, V. N., Gowariker, S., Dhanorkar, M., and Paranjape, K. 2009. The Fertilizer Encyclopedia. New Jersey: John Wiley Son, Inc. Hardwood CE, Haine MW and William ER. 1993. Early growth of Acacia crassicarpa in a seedling orchard at Melville Island, Australia, FAOIBPGR For, Gen. Res. Inform. 21:46-53. Hartoyo, Hudaya, N. dan Fadli, 1990. Pembuatan arang aktif dari tempurung kelapa dan kayu bakau dengan cara aktivasi uap. Jurnal Penelitian Hasil Hutan 8 1: 8 - 16. Hendaway, ANA. 2003. Influence of HNO 3 oxidation on the structure and adsorbtive properties of corncob-based activated carbon. Carbon 41: 713- 722. Hoshi, T. 2001. Growth promotion of tea trees by putting bamboo charcoal in soil, in Proceeding of 2001 International Conference on O-cha Tea Culture and Science, Tokyo, Japan, pp 147 – 150. Lempang, M. 2009. Sifat-sifat arang aktif tempurung kemiri dan aplikasinya sebagai komponen media tumbuh pada tanaman melina Gmelina arborea Roxb. [Tesis] Bogor: Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Masulili, A., Utomo, W. H., and Syechfani. 2010. Rice husk biochar for rice based cropping system in acid soil 1. The characteristics of rice husk biochar and its influence on the properties of acid sulfate soils and rice growth in west kalimantan, indonesia. Journal of Agricultural Science 21: 39 – 47. Miura, K., Nakagawa, H., and Okamoto, H. 2000. Production of high density activated carbon fiber by a hot briquetting method. Carbon 38: 119 – 125. Namgay, T., Singh, B., and Singh, B. P. 2010. Influence of biochar application on the availability of As, Cd, Cu, Pb, and Zn to maize Zea mays L.. Soil Research 487: 638 – 647. Nurhayati, T. 2000. Percobaan pembuatan arang aktif dari bambu. Prosiding Sarasehan Penelitian Bambu Indonesia . Serpong 21-22 Juni 1994. Hlm 177-184. _____. 1990. Pembuatan arang empat jenis bambu dengan cara timbun. Jurnal Penelitian Hasil Hutan 68: 495 – 498. Pari, G. 2004. Kajian struktur arang aktif dari serbuk gergaji kayu sebagai adsorben emisi formaldehida kayu lapis [Disertasi]. Bogor: Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. _____, dan Abdurrohim, S. 2003. Pembuatan arang aktif dari tempurung kelapa, serbuk kayu, tempurung dan tandan kelapa sawit. Buletin Penelitian Hasil Hutan 211: 55 - 65. _____ , Hendra, Dj., dan Pasaribu, R.A. 2006. Pengaruh lama waktu aktivasi dan konsentrasi asam fosfat terhadap mutu arang aktif kulit kayu Acacia mangium . Jurnal Penelitian Hasil Hutan 241: 33 – 34. Rosmarkam, A., dan Yuwono, N. W. 2002. Ilmu Kesuburan Tanah. Yogyakarta: penerbit Kanisius. Roy, G, M. 1995. Activated Carbon Applications in the Food and Pharmaceutical Industries . Pennsylvania: Technomic Publishing Company, Inc. Stevens, MP. 2007. Sopyan, I. penerjemah Kimia Polimer. Jakarta: Pradnya Paramita. Stevenson, R. J., and Cole, M. A. 1999. Cycles of Soil Carbon, Nitrogen, Phosphorus, Sulfur, Micronutrients . Canada: John Wiley Son, Inc. Sudradjat, R., Anggorowati, dan Setiawan, D. 2005. Pembuatan arang aktif dari kayu jarak pagar Jatropha curcas L.. Jurnal Penelitian Hasil Hutan 232: 143 – 162. ______, dan Pari, G. 2011. Arang Aktif Teknologi Pengolahan dan Masa Depannya . Jakarta: Balai Penelitian dan Pengembangan Kehutanan- Kementrian Kehutanan. ______, dan Soleh, S. 1994. Petunjuk Teknis Pembuatan Arang Aktif. Bogor: Bagian Proyek Litbang Pemanfaatan Hasil HTI Pusat Litbang Hasil Hutan dan Sosial Ekonomi Kehutanan Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan. Troeh, F. R., and Thompson, L. M. 2005. Soils and Soil Fertility 6 th edition. Australia: Blackwell Publishing. Turnbull JW. 1986. Multipurpose Australia Trees and Shrubs. Lesser Known Species for Fuel Wood Agroforestry . Australia Centre for International Agriculture Research ACIAR, Canberra. [UNIDO] United Nations Industrial Development Organization, [IFDC] International Fertilizer Development Center. 1998. Fertilizer Manual. Dordrecht: Kluwer Academic Publishers. Widjaja, E. A. 2001. Identikit Jenis-jenis Bambu di Jawa. Bogor: Pusat Penelitian dan Pengembangan Biologi – LIPI. Yamato, M., Okimori, Y., Wibowo, I. F., Anshori, S., and Ogawa, M. 2006. Effects of the application of charred bark of Acacia mangium on the yield of maize, cowpea and peanut, and soil chemical properties in South Sumatra, Indonesia. Soil Science and Plant Nutrition 52: 489 – 495. Zhu, X., Venosa, A. D., and Suidan, M. T. 2004. Literature Review on the Usage of Commercial Boremediation Agents for Cleanup of Oil-Contaminated Estuarine Environments. Cincinnati: U. S. Environmental Protection Agency. LAMPIRAN Gambar Lampiran 1. Difraktogram XRD Bambu Gambar Lampiran 2. Difraktogram XRD Tempurung Kelapa Gambar Lampiran 3. Hasil Pengamatan EDX pada Arang Bambu Gambar Lampiran 4. Hasil Pengamatan EDX pada Arang Tempurung Kelapa Gambar Lampiran 5. Hasil Pengamatan EDX pada Arang Aktif Tempurung Kelapa+Cu C2 Setelah Dicuci Sebanyak 5x Gambar Lampiran 6. Hasil Pengamatan EDX pada Arang Aktif Tempurung Kelapa+Cu C2 Setelah Dicuci Sebanyak 10x Gambar Lampiran 7. Hasil Pengamatan EDX pada Arang Aktif Tempurung Kelapa+Cu C2 Setelah Dicuci Sebanyak 15x Gambar Lampiran 8. Hasil Pengamatan EDX pada Arang Aktif Tempurung Kelapa+Cu C2 Setelah Dicuci Sebanyak 20x ABSTRACT DINA ALVA PRASTIWI. The Utilization of Activated Carbon as Micro Nutrients Carrier in Slow Release Fertilizer Formulation. Under the direction of Basuki Sumawinata, Iskandar, and Gustan Pari. In many plantations, fertilizers were often added in high dosage and applied several times in order to get maximum productivity. Actually, some processes in soil caused not all nutrients in fertilizer could be uptaken by plants. Besides, high dosage can be toxic to plants. The use of slow release fertilizer can overcome this case. Slow release fertilizers SRF were fertilizers coated within a substance that enables a slow release time and had higher efficiency rate than soluble fertilizers. This research was aimed to: 1 identify the characteristics of bamboo and coconut shell activated charcoal that were activated in 600 o C or 700 o C temperature and steamed for 90 minutes, 2 obtain the data of adsorptive capacity of activated charcoal to the nutrients mixed, 3 gathering the information about nutrients release rate of fertilizer produced, and 4 determine the influence of slow release fertilizer addition to nutrient uptake in Acacia crassicarpa. The study was conducted by converting materials into charcoal. The charcoal was then activated in 600 o C and 700 o C temperature and steamed for 90 minutes. The activated charcoal was ground and analyzed based on SNI 06-3730-1995. SRF was formulated by soaking fine activated charcoal in 1N or 2N of CuSO 4 , FeSO 4 or ZnSO 4 solution for 24 hours. Analysis conducted were observation of surface topography by SEM, qualitative analysis using EDX, calculation of chrystallinity, width, length and number of aromatic layer, and determination of total Cu, Fe and Zn in SRF. The optimal treatment was chosen to determine its release rate by extracting fertilizer with distilled water and 2 citric acid during 0, 15, 30, 45, and 60 minutes. The influence of SRF addition to nutrients uptake was determined by observing nutrients content in root. The results showed that the activated charcoal produced met SNI 06-3730-1995 except for its adsorptive capacity to iodine and blue methylene. Nevertheless, the activated charcoal could be used to adsorb nutrients mixed as shown by SEM and EDX results. The adsorption of Cu, Fe and Zn increased the activated charcoal chrystallinity and influence its width and length of aromatic layer. The highest nutrients concentration obtained were 11,443 ppm Cu, 5,476 ppm Fe, and 6,603 ppm Zn for bamboo activated charcoal and 10,775 ppm Cu, 7,611 ppm Fe, and 6,343 ppm Zn for coconut shell activated charcoal. Nutrients in the charcoal could be released slowly and could not be easily leached out. Key words: Activated charcoal, slow release fertilizer, micronutrients RINGKASAN DINA ALVA PRASTIWI. Pemanfaatan Arang Aktif sebagai Carrier Unsur Hara Mikro dalam Pembuatan Pupuk Lambat Tersedia. Dibimbing oleh Basuki Sumawinata, Iskandar, dan Gustan Pari. Pemupukan merupakan salah satu upaya untuk meningkatkan produktivitas tanaman. Adakalanya pupuk ditambahkan dalam dosis tinggi dan dilakukan beberapa kali untuk memperoleh produksi setinggi mungkin. Akan tetapi, berbagai proses di dalam tanah menyebabkan tidak seluruh kandungan hara dalam pupuk terserap oleh tanaman. Selain itu, pemupukan pada dosis tinggi dapat bersifat toksik bagi bibit di awal masa pertumbuhannya. Hal-hal tersebut dapat diatasi dengan penggunaan pupuk lambat tersedia. Pupuk lambat tersedia PLT merupakan pupuk yang kandungan hara di dalamnya berada sebagai senyawa kimia atau memiliki sifat fisik tertentu sehingga ketersediaannya tertunda beberapa saat setelah diaplikasikan. PLT dapat dibuat dengan beberapa cara. Pada penelitian ini, pupuk dibuat dengan “memasukkan” unsur hara mikro ke dalam arang aktif yang berperan sebagai “rumah” bagi unsur hara tersebut. Bahan baku arang aktif yang digunakan yaitu bambu dan tempurung kelapa, sedangkan unsur yang dimasukkan ke dalam arang aktif yaitu Cu, Fe dan Zn. Penelitian dilakukan dengan mengkonversi bahan baku menjadi arang. Arang yang dihasilkan kemudian diaktivasi pada suhu 600 o C dan 700 o C dan dialiri uap air selama 90 menit. Arang aktif kemudian dihaluskan hingga berukuran 100 mesh, dan dianalisis berdasarkan SNI 06-3730-1995. Pembuatan pupuk lambat tersedia dilakukan dengan merendam arang aktif halus dalam larutan CuSO 4 , FeSO 4 dan ZnSO 4 1N atau 2N dengan perbandingan 1 : 3, 1 : 5, atau 1 : 7 selama 24 jam, kemudian dicuci dan dikeringkan. Pupuk yang dihasilkan diamati topografi permukaannya dengan SEM, dianalisis secara kualitatif dengan EDX, dihitung derajat kristalinitas, lebar, tinggi dan jumlah lapisan aromatik, dan dilakukan analisis total dengan metode pengabuan basah aqua regia. Perlakuan yang optimal selanjutnya diuji daya pelepasan unsur haranya dengan mengekstrak pupuk menggunakan aquades dan asam sitrat dengan waktu pengocokkan 0, 15, 30, 45 dan 60 menit. Pengujian juga dilakukan dengan mencuci pupuk sebanyak 25x, kemudian diamati dengan EDX. Hasil penelitian menunjukkan bahwa arang aktif yang digunakan memenuhi SNI 06-3730-1995 kecuali untuk daya adsorb arang aktif terhadap iodium dan metilena biru. Akan tetapi, arang aktif dapat mengadsorb hara yang dicampurkan seperti yang ditunjukkan oleh hasil pengamatan dengan SEM dan EDX. Adsorbsi Cu, Fe, dan Zn meningkatkan derajat kristalinitas arang aktif. Perubahan lebar dan tinggi lapisan aromatik pada arang aktif yang telah diberi perlakuan menunjukkan bahwa Cu, Fe dan Zn berada di dalam struktur. Kadar hara tertinggi yang diperoleh yaitu 11.443 ppm Cu, 5.476 ppm Fe, dan 6.603 ppm Zn untuk arang aktif bambu dan 10.775 ppm Cu, 7.611 ppm Fe, dan 6.343 ppm Zn untuk arang aktif tempurung kelapa. Unsur hara di dalam arang aktif dilepaskan secara perlahan dan tidak mudah tercuci. Kata kunci: Arang aktif, pupuk lambat tersedia, unsur hara mikro

I. PENDAHULUAN

1. 1 Latar Belakang

Pemupukan merupakan salah satu upaya untuk meningkatkan produktivitas dengan memenuhi kebutuhan hara tanaman. Hingga dosis tertentu, semakin banyak pupuk diberikan, maka produktivitas akan semakin tinggi. Di perkebunan, seringkali pupuk ditambahkan dalam dosis cukup tinggi dan dilakukan beberapa kali pada masa tanam untuk memperoleh produksi setinggi mungkin. Akan tetapi, berbagai proses yang berlangsung di dalam tanah menyebabkan tidak seluruh unsur yang berasal dari pupuk dimanfaatkan secara optimal oleh tanaman. Hara tersebut dapat tercuci, menguap, atau pun terfiksasi. Selain itu, aplikasi pupuk pada dosis tinggi dapat bersifat toksik bagi bibit di awal masa pertumbuhannya. Kegiatan pemupukan yang dilakukan beberapa kali selama masa tanam pun sebenarnya menyebabkan biaya produksi lebih tinggi karena harus membayar tenaga kerja pada saat pemupukan. Hal-hal ini dapat diatasi dengan penggunaan pupuk lambat tersedia. Pupuk lambat tersedia merupakan pupuk yang kandungan hara di dalamnya berada sebagai senyawa kimia atau memiliki sifat fisik tertentu sehingga ketersediaannya tertunda beberapa saat setelah diaplikasikan sampai akhirnya digunakan oleh tanaman. Penundaan ini dapat dilakukan dengan mengendalikan kelarutan bahan di dalam air, hidrolisis lambat dan sebagainya. Pada penelitian ini, pupuk lambat tersedia dibuat dengan memasukkan unsur hara ke dalam bahan berpori, yaitu arang aktif yang mampu berperan sebagai sebagai “rumah” bagi unsur hara tersebut. Arang aktif atau karbon aktif adalah arang yang konfigurasi atom karbonnya dibebaskan dari ikatan dengan unsur lain serta rongga atau porinya dibersihkan dari senyawa lain atau kotoran, sehingga permukaan dan pusat aktifnya menjadi luas atau meningkatkan daya adsorbsi terhadap cairan dan gas. Penelitian Alfianto 2011 menunjukkan bahwa arang aktif berpotensi untuk digunakan sebagai carrier pupuk mikro, sehingga kemungkinan pupuk dapat bersifat slow release. Secara morfologi, arang aktif memiliki pori yang sangat efektif dalam mengikat dan menyimpan hara tanah yang berada di sekitarnya. Unsur hara ini kemudian dilepaskan secara perlahan sesuai dengan laju yang dikonsumsi oleh tanaman. Selain itu arang aktif bersifat higroskopis sehingga hara dalam tanah tidak mudah tercuci. Menurut Sudrajat dan Soleh 1994, setiap bahan yang mengandung karbon serta memiliki struktur anatomi berpori dapat dibuat arang aktif. Indonesia memiliki potensi bahan baku arang aktif yang cukup besar, yaitu berupa kayu, arang, limbah industri perkayuan, limbah perkebunan, serta limbah pertanian yang belum termanfaatkan secara optimal. Bahan baku arang aktif menentukan karakter arang aktif termasuk kemampuannya dalam mengadsorb suatu bahan. Oleh karena itu, penelitian ini menggunakan dua bahan baku yang berbeda untuk mengetahui bahan baku yang relatif lebih tepat untuk dijadikan sebagai carrrier. Bahan baku yang digunakan yaitu bambu yang didominasi oleh makropori dan tempurung kelapa yang didominasi oleh mikropori. Berdasarkan penelitian Nurhayati 2000, bambu merupakan salah satu bahan baku yang dapat digunakan untuk memproduksi arang aktif karena mempunyai hasil rendeman arang dan daya adsorbsi yang tinggi. Komponen kimia bambu, seperti kadar selulosa, lignin, dan hemiselulosa merupakan komponen yang berperan pada proses pembuatan arang aktif berkadar tinggi yang diinginkan. Akan tetapi, bambu memiliki kadar abu yang relatif tinggi padahal yang diinginkan adalah bahan baku dengan kadar abu rendah. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa bahan baku keras seperti tempurung kelapa dan batu bara menghasilkan arang aktif dengan berat jenis tinggi yang penggunaannya sesuai untuk penyerapan gas, sedangkan kayu atau limbah pertanian dengan kadar selulosa dan hemiselulosa tinggi serta struktur yang lunak lebih sesuai untuk penyerapan cairan Sudrajat dan Pari, 2011. Selain itu, struktur anatomi bahan baku juga menentukan kualitas arang aktif yang dihasilkan. Bahan baku yang memiliki pori dengan diameter kecil dalam jumlah banyak serta bertekstur keras artinya memiliki permukaan aktif yang luas dan dapat dibuat arang aktif dengan daya adsorbsi tinggi. Salah satu bahan baku dengan sifat-sifat demikian adalah tempurung kelapa. Tempurung kelapa merupakan salah satu bagian dari produk pertanian yang memiliki nilai ekonomis tinggi yang dapat dijadikan sebagai basis usaha.