sempurna, sehingga semakin luas permukaan yang aktif Pari et al. 2006. Akan tetapi daya adsorb yang dihasilkan masih di bawah SNI, kecuali daya adsorb T2
terhadap iodium. Rendahnya daya adsorb terhadap iodium dan metilena biru menunjukkan bahwa perlakuan aktivasi terhadap bahan belum cukup untuk
membuka pori-pori bahan. Daya adsorb arang aktif dapat ditingkatkan dengan meningkatkan suhu atau waktu aktivasi.
4. 2 Hasil Analisis Pupuk Lambat Tersedia
Kondisi optimum arang aktif dalam mengadsorb unsur hara belum diketahui, oleh karena itu dilakukan percobaan dengan mengkombinasikan
konsentrasi larutan pupuk dan perbandingan arang dengan larutan pupuk. Pupuk bubuk kering yang diperoleh selanjutnya dianalisis dengan menggunakan SEM
untuk mengetahui topografi permukaan arang, arang aktif dan arang aktif yang telah diberi perlakuan perendaman. Hasil pengamatan dapat dilihat pada Gambar
2 dan Gambar 3.
a b
c
d e
Gambar 2. Topografi Permukaan Arang Bambu a, Arang Aktif Bambu b, Arang Aktif Bambu+Cu c, Arang Aktif Bambu+Fe d, dan Arang
Aktif Bambu+Zn e dengan pembesaran 1000x
a b
c
d e
Gambar 3. Topografi Permukaan Arang Tempurung Kelapa a, Arang Aktif Tempurung Kelapa b, Arang Aktif Tempurung Kelapa+Cu c,
Arang Aktif Tempurung Kelapa+Fe d dan Arang Aktif Tempurung Kelapa+Zn e dengan pembesaran 1000x
Pemanasan bahan baku hingga suhu 500
o
C menyebabkan terdegradasinya komponen holoselulosa dan lignin yang menghasilkan produk gas antara lain
CO
2
, H
2
, CO, CH
4
dan benzena, produk cair tar, hidrokarbon dengan bobot molekul tinggi dan air dan produk padatan berupa arang Vigouroux, 2001 dalam
Lempang, 2009. Proses karbonisasi menghasilkan lebih banyak karbon, akan tetapi pada arang masih terdapat senyawa hidrokarbon yang menutupi pori dan
permukaan arang seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2a dan Gambar 3a. Proses aktivasi menyebabkan penyusutan pada arang karena semakin banyak
bahan volatil yang terlepas. Hal ini terlihat juga pada kadar zat terbang arang aktif yang lebih rendah dibandingkan arang Tabel 7. Aktivasi menyebabkan
terbentuknya mikropori baru dan kerusakan dinding pori mikro, sehingga diameternya menjadi bertambah besar. Gambar 2b, 2c, 2d dan 2e
memperlihatkan bahwa pori-pori yang semula kosong pada arang aktif menjadi terisi setelah diberi perlakuan perendaman. Hasil yang sama ditemukan pada
Gambar 3b, 3c, 3d, dan 3e, hanya saja ukuran pori pada arang aktif
tempurung kelapa terlihat relatif lebih kecil dibandingkan dengan arang aktif bambu.
Walaupun telah diketahui bahwa pori arang aktif telah terisi setelah diberi perlakuan perendaman, perlu dilakukan pengujian lebih lanjut untuk mengetahui
unsur yang mengisi arang akrif tersebut. Pengujian dilakukan secara kualitatif dengan menggunakan EDX. Hasil pengujian dapat dilihat pada Gambar 4 dan
Gambar 5.
a b
c d
Gambar 4. Hasil Pengamatan EDX pada Arang Aktif Bambu a, Arang Aktif Bambu yang Telah Direndam dengan CuSO
4
b Arang Aktif Bambu yang Telah Direndam dengan FeSO
4
c, dan Arang Aktif Bambu yang Telah Direndam dengan ZnSO
4
d Berdasarkan Gambar 4 diketahui bahwa Cu, Fe dan Zn ditemukan pada
arang aktif bambu yang telah direndam dengan larutan CuSO
4
, FeSO
4
, dan ZnSO
4
yang kemudian dicuci dan dikeringkan. Analisis kualitatif juga dilakukan pada arang aktif tempurung kelapa dan arang aktif tempurung kelapa yang diberi
perlakuan perendaman. Gambar 5 menunjukkan bahwa Cu, Fe dan Zn ditemukan pada arang aktif tempurung kelapa yang telah direndam dengan larutan CuSO
4
, FeSO
4
dan ZnSO
4
.
a b
c d
Gambar 5. Hasil Pengamatan EDX pada Arang Aktif Tempurung Kelapa a, Arang Aktif Tempurung Kelapa yang Telah Direndam dengan CuSO
4
b Arang Aktif Tempurung Kelapa yang Telah Direndam dengan FeSO
4
c, dan Arang Aktif Tempurung Kelapa yang Telah Direndam dengan ZnSO
4
d Setelah diketahui bahwa unsur Cu, Fe dan Zn ditemukan pada arang aktif
yang telah diberi perlakuan perendaman, selanjutnya dilakukan pengamatan untuk mengetahui distribusi unsur-unsur tersebut di dalam arang aktif. Hasil pengamatan
dapat dilihat pada Gambar 6 - 10.
= C = O
= Si = Zn
= C = O
= Si = Fe
= C = O
= Cu
Gambar 6. Hasil Pengamatan Distribusi Cu pada Arang Aktif Bambu yang Telah Direndam Larutan CuSO
4
Gambar 7. Hasil Pengamatan Distribusi Fe pada Arang Aktif Bambu yang Telah Direndam Larutan FeSO
4
Gambar 8. Hasil Pengamatan Distribusi Zn pada Arang Aktif Bambu yang Telah Direndam Larutan ZnSO
4
= C = O
= Fe
= C = O
= Zn = C
= O = Cu
Gambar 9. Hasil Pengamatan Distribusi Cu pada Arang Aktif Tempurung Kelapa yang Telah Direndam Larutan CuSO
4
Gambar 10. Hasil Pengamatan Distribusi Fe pada Arang Aktif Tempurung Kelapa yang Telah Direndam Larutan FeSO
4
Gambar 11. Hasil Pengamatan Distribusi Zn pada Arang Aktif Tempurung Kelapa yang Telah Direndam Larutan ZnSO
4
Hasil pengamatan distribusi unsur Cu, Fe dan Zn menunjukkan bahwa unsur-unsur tersebut tersebar secara tidak merata pada permukaan arang aktif.
Unsur-unsur tersebut tersembunyi di dalam pori arang aktif, sehingga ketika diamati, yang tampak di permukaan hanya sedikit dan terdapat di titik-titik
tertentu saja. Posisi unsur-unsur di dalam arang aktif dapat diketahui dengan
menghitung lebar, tinggi dan jumlah lapisan aromatik melalui analisis dengan XRD. Analisis XRD dilakukan pada bahan baku, arang, arang aktif, dan arang
aktif yang diberi perlakuan perendaman. Difraktogram XRD pada bambu, arang dan arang aktif bambu disajikan
pada Gambar 12, sedangkan difraktogram XRD tempurung kelapa, arang dan arang aktif tempurung kelapa disajikan pada Gambar 13.
Gambar 12. Difraktogram XRD pada Bambu merah, Arang Bambu biru, Arang Aktif Bambu ungu
Gambar 13. Difraktogram XRD pada Tempurung Kelapa merah, Arang Tempurung Kelapa biru, dan Arang Aktif Tempurung Kelapa
ungu
Berdasarkan Gambar 12 dan Gambar 13, dapat dilihat bahwa proses pengarangan telah mengubah struktur bahan. Komponen utama bambu dan
tempurung kelapa terdiri dari lignin, selulosa dan hemiselulosa. Pada umumnya lignin dan hemiselulosa memiliki struktur amorf, sedangkan selulosa sendiri
hanya memiliki sebagian struktur yang kristalin. Pada bahan baku, struktur kristalin berada pada struktur selulosa, sedangkan pada arang struktur kristalin
terbentuk dari senyawa karbon yang membentuk lapisan heksagonal. Pengamatan dengan XRD juga dilakukan terhadap arang aktif yang telah
diberi perlakuan perendaman. Difraktogram yang dihasilkan disajikan pada Gambar 14 dan Gambar 15. Selanjutnya dilakukan perhitungan untuk mengetahui
derajat kristalinitas X, jarak antar lapisan d, lebar L
a
, tinggi L
c
, dan jumlah N lapisan aromatik pada bahan baku, arang, arang aktif dan arang aktif yang
telah diberi perlakuan. Hasil perhitungan dicantumkan pada Tabel 11.
Gambar 14. Difraktogram XRD pada Arang Aktif Bambu merah, Arang Aktif Bambu+Cu biru, Arang Aktif Bambu+Fe ungu, dan Arang Aktif
Bambu+Zn hijau
Gambar 15. Difraktogram XRD pada Arang Aktif Tempurung Kelapa merah, Arang Aktif Tempurung Kelapa+Cu biru, Arang Aktif Tempurung
Kelapa+Fe ungu, dan Arang Aktif Tempurung Kelapa+Zn hijau
Difraktogram XRD pada arang aktif dan arang aktif yang telah diberi perlakuan Gambar 14 dan 15 menunjukkan bahwa perlakuan perendaman arang
aktif di dalam larutan CuSO
4
, FeSO
4
dan ZnSO
4
tidak mengubah struktur karbon pada arang aktif. Akan tetapi, perubahan lain dapat diamati dari hasil perhitungan
pada Tabel 8. Tabel 8. Derajat Kristalinitas X, Sudut Difraksi
θ, Jarak Antar Lapisan d, Lebar L
a
, Tinggi L
c
, dan Jumlah N Lapisan Aromatik pada Bahan Baku, Arang, Arang Aktif dan Arang Aktif yang Telah Diberi Perlakuan
Perendaman
Contoh X
θ
002 o
d nm θ
100 o
D nm La nm
Lc nm N
B 26,33
22,50 0,3948
- -
- -
- AB
27,26 23,88
0,3723 44,75
0,2023 7,804
1,259 3,38
AAB 27,99
23,75 0,3743
43,75 0,2067
6,666 1,396
3,73 AAB+Cu
29,22 22,63
0,3925 44,00
0,2056 7,374
1,377 3,51
AAB+Fe 30,17
23,88 0,3723
44,00 0,2056
6,841 1,427
3,83 AAB+Zn
33,85 24,00
0,3704 44,00
0,2056 8,481
1,460 3,94
TK 26,04
22,50 0,3948
- -
- -
- ATK
27,98 24,00
0,3704 43,00
0,2101 9,308
1,338 3,61
AATK 35,46
24,13 0,3685
43,75 0,2067
6,999 1,412
3,83 AATK+Cu 38,56
22,63 0,3925
44,13 0,2050
8,019 1,472
3,75 AATK+Fe
37,82 22,50
0,3948 44,00
0,2056 6,523
1,525 3,25
AATK+Zn 38,99 23,88
0,3723 44,00
0,2056 7,784
1,446 3,89
Keterangan: B
= Bambu AB
= Arang Bambu AAB
= Arang Aktif Bambu TK
= Tempurung Kelapa ATK
= Arang Tempurung Kelapa AATK = Arang Aktif Tempurung Kelapa
Derajat kristalinitas arang bambu maupun arang tempurung kelapa lebih tinggi dibandingkan dengan bahan bakunya. Pada arang bambu, perubahan terjadi
karena adanya pergeseran intensitas sudut difraksi dari θ 22,50 menjadi θ 23,88
dan terbentuknya sudut baru di θ 44,75. Pada arang tempurung kelapa, perubahan
terjadi karena adanya pergeseran intensitas sudut difraksi dari θ 22,50 menjadi
θ 24,00 dan terbentuknya sudut baru di θ 43,00. Pergeseran dan terbentuknya sudut difraksi baru tersebut menunjukkan bahwa struktur kristalin bahan baku
berbeda dari arangnya. Kristalinitas suatu bahan terinduksi dengan sejumlah cara, antara lain
pendinginan leburan polimer, evaporasi larutan polimer atau pemanasan suatu polimer dalam kondisi hampa udara atau suatu atmosfer yang lembam untuk
mencegah oksidasi pada suhu tertentu Stevens, 2007. Tabel 8 menunjukkan bahwa derajat kistalinitas arang aktif lebih tinggi dibandingkan dengan arang.
Proses aktivasi menyebabkan derajat kristalinitas meningkat dengan adanya penyusunan struktur kristalit dari arang ke arang aktif ke arah yang semakin
teratur. Keteraturan tersebut terjadi karena adanya pergeseran pada stuktur
kristalit yang ditunjukkan dengan penyempitan lebar lapisan aromatik dan peningkatan tinggi lapisan aromatik setelah arang diaktivasi.
Arang aktif yang telah diberi perlakuan memiliki derajat kristalinitas yang lebih tinggi dibandingkan dengan arang aktif.
Adapun perlakuan perendaman arang aktif bambu di dalam larutan CuSO
4
, FeSO
4
dan ZnSO
4
menambah lebar lapisan aromatik. Perlakuan perendaman arang aktif bambu di dalam FeSO
4
dan ZnSO
4
menambah tinggi lapisan aromatik tetapi tidak demikian dengan perendaman arang aktif bambu di dalam larutan CuSO
4
. Unsur Fe dan Zn yang ditambahkan pada arang aktif bambu berada pada bidang yang memotong sumbu
a dan searah dengan sumbu b dan sumbu c, selain itu juga menempati bidang yang memotong sumbu c dan searah dengan sumbu a dan sumbu b, sedangkan Cu yang
ditambahkan pada arang aktif bambu hanya menempati bidang yang memotong sumbu a dan searah dengan sumbu b dan sumbu c. Perlakuan perendaman arang
aktif tempurung kelapa di dalam larutan CuSO
4
, FeSO
4
, dan ZnSO
4
menambah tinggi lapisan aromatik, tetapi hanya perendaman arang aktif tempurung kelapa di
dalam larutan CuSO
4
dan ZnSO
4
saja yang meningkatkan lebar lapisan aromatik. Unsur Cu dan Zn yang ditambahkan pada arang aktif tempurung kelapa berada
pada bidang yang memotong sumbu a dan searah dengan sumbu b dan sumbu c, selain itu juga menempati bidang yang memotong sumbu c dan searah dengan
sumbu a dan sumbu b, sedangkan Fe yang ditambahkan pada arang aktif tempurung kelapa hanya menempati bidang yang memotong sumbu c dan searah
dengan sumbu a dan sumbu b. Hal ini menunjukkan bahwa Cu, Fe dan Zn yang dimasukkan berada di dalam lapisan aromatik, sehingga mempengaruhi lebar dan
tinggi lapisan aromatik. Selanjutnya dilakukan analisis kuantitatif arang aktif yang telah diberi
perlakuan. Analisis dilakukan dengan metode pengabuan basah menggunakan
aqua regia. Hasil pengabuan kemudian diukur kadar Cu, Fe, dan Zn total dengan menggunakan AAS. Hasil analisis dicantumkan pada Tabel 9.
Tabel 9. Hasil Analisis Arang Aktif setelah Direndam dalam Larutan CuSO
4
Perlakuan arang : larutan bv
Kadar air Kadar abu
Cu total ppm
B1 Tanpa perendaman
1,59 6,86
96 CuSO
4
1N 1 : 3 0,38
6,41 11.443
CuSO
4
1N 1 : 5 0,85
6,45 8.749
CuSO
4
1N 1 : 7 0,76
6,47 7.850
CuSO
4
2N 1 : 3 1,75
6,43 9.002
CuSO
4
2N 1 : 5 1,68
6,28 6.866
CuSO
4
2N 1 : 7 1,12
6,38 6.109
B2 Tanpa perendaman
2,14 5,67
104 CuSO
4
1N 1 : 3 0,80
6,59 9.501
CuSO
4
1N 1 : 5 0,93
6,80 8.530
CuSO
4
1N 1 : 7 0,82
6,79 6.845
CuSO
4
2N 1 : 3 1,61
6,91 8.541
CuSO
4
2N 1 : 5 1,06
6,57 6.293
CuSO
4
2N 1 : 7 1,65
6,32 5.951
T1 Tanpa perendaman
0,51 2,04
36 CuSO
4
1N 1 : 3 2,33
2,61 4.260
CuSO
4
1N 1 : 5 5,21
2,41 3.206
CuSO
4
1N 1 : 7 6,90
2,83 4.064
CuSO
4
2N 1 : 3 0,33
3,01 4.880
CuSO
4
2N 1 : 5 0,60
2,84 4.062
CuSO
4
2N 1 : 7 1,26
2,45 3.509
T2 Tanpa perendaman
4,49 3,22
91 CuSO
4
1N 1 : 3 4,10
2,95 7.435
CuSO
4
1N 1 : 5 0,85
3,01 7.741
CuSO
4
1N 1 : 7 1,11
3,29 10.775
CuSO
4
2N 1 : 3 0,36
3,32 3.558
CuSO
4
2N 1 : 5 0,45
3,02 5.513
CuSO
4
2N 1 : 7 0,41
3,17 5.968
Keterangan: B1 = Arang aktif bambu aktivasi 600
o
C dengan uap air 90 menit B2 = Arang aktif bambu aktivasi 700
o
C dengan uap air 90 menit T1 = Arang aktif tempurung kelapa aktivasi 600
o
C dengan uap air 90 menit T2 = Arang aktif tempurung kelapa aktivasi 700
o
C dengan uap air 90 menit
Pada B1 dan B2, kadar Cu total pada B1 dan B2 yang direndam di dalam larutan CuSO
4
1N relatif lebih tinggi dibandingkan dengan B1 yang direndam di dalam larutan CuSO
4
2N. Hal ini dikarenakan ukuran dan bentuk pori pada arang aktif bambu yang didominasi oleh makropori, sehingga walaupun jumlah Cu yang
ditambahkan lebih banyak, tetapi dapat terbawa keluar pori pada proses pencucian. Adsorbsi Cu oleh B1 dan B2 pada perbandingan 1 : 3 lebih tinggi
dibandingkan dengan perbandingan 1 : 5, dan 1 : 7, hal ini dikarenakan walaupun jumlah Cu ditambahkan lebih banyak, namun konsentrasi arang aktif berbanding
larutan menjadi semakin rendah, dengan kemampuan adsorb arang aktif yang terbatas, jumlah Cu yang diadsorb menjadi lebih sedikit karena di dalam larutan,
Cu juga berikatan dengan molekul air. Pada T1, kadar Cu total yang diadsorb relatif tidak berbeda, yaitu pada
kisaran 3.206 – 4.880 ppm. Jumlah Cu yang diadsorb menunjukkan kapasitas arang aktif dalam mengadsorb Cu. Walaupun jumlah Cu yang ditambahkan lebih
banyak, tetapi banyaknya Cu yang diadsorb tidak akan melebihi daya adsorbnya. Selain itu, diketahui juga bahwa pada T1, proses pencucian arang aktif setelah
direndam tidak menyebabkan Cu di dalam arang aktif kembali keluar. Pada T2, kadar Cu total pada T2 yang direndam larutan CuSO
4
1N 7.435 – 10.775 ppm jauh lebih tinggi dibandingkan dengan T2 yang direndam
dalam CuSO
4
2N 3.558 – 5.968 ppm. Peningkatan jumlah Cu yang ditambahkan pada T2 ternyata menurunkan banyaknya Cu yang diadsorb arang aktif. Data ini
memperlihatkan bahwa penambahan jumlah adsorbat tidak selalu meningkatkan jumlah adsorbat yang dapat diadsorb adsorben. Akan tetapi, berbeda dengan
arang aktif bambu, pada arang aktif tempurung kelapa, penurunan perbandingan arang aktif dengan larutan mengakibatkan Cu yang diadsorb semakin banyak.
Proses adsorbsi yang terjadi pada arang aktif terjadi dengan tahapan sebagai berikut:
1. Perpindahan massa adsorbat dari cairan ke permukaan butir arang aktif.
2. Difusi adsorbat dari permukaan butir ke dalam arang aktif melalui pori.
3. Adsorbsi zat terlarut pada dinding pori arang aktif.
Selain proses yang telah dijelaskan, diketahui juga bahwa arang aktif memiliki muatan net negatif di permukaannya, sehingga arang aktif dapat
berikatan dengan kation yang berada di sekitarnya. Berdasarkan data pada Tabel 9 diketahui bahwa secara umum, kadar Cu
total dalam B1 6.109 – 11.443 ppm lebih tinggi dibandingkan dengan kadar Cu dalam B2 5.951 – 9.501 ppm, sedangkan kadar Cu dalam T2 3.508 – 10.775
ppm lebih tinggi dibandingkan dengan kadar Cu dalam T1 3.206 – 4.880 ppm. Menurut data pada Tabel 7, daya adsorb B2 terhadap iodium 734 mgg lebih
tinggi dibandingkan dengan B1 446 mgg, artinya B2 memiliki pori yang lebih banyak. Akan tetapi, karena arang aktif bambu didominasi oleh makropori, maka
Cu
2+
yang awalnya telah berhasil masuk ke dalam pori dapat hilang karena tercuci pada saat arang dibersihkan.
Pada arang aktif tempurung kelapa, daya adsorb T2 760 mgg lebih tinggi daripada T1 648 mgg, sehingga Cu yang teradsorb lebih banyak.
Kombinasi perlakuan yang optimal untuk masing-masing bahan baku yaitu perendaman B1 dalam CuSO
4
1N 1 : 3 dengan kadar Cu total yaitu 11.443 ppm
yang selanjutnya disebut sebagai pupuk C1 dan perendaman T2 dalam CuSO
4
1N 1 : 7 dengan kadar Cu total 10.775 ppm yang selanjutnya disebut sebagai pupuk
C2 .
Berdasarkan data yang diperoleh lebih dulu, dapat dikatakan bahwa konsentrasi larutan dan perbandingan arang aktif dengan larutan tidak bisa
disamakan begitu saja karena kedua bahan baku memiliki karakter yang berbeda dalam mengadsorb kation yang ditambahkan. Beberapa sifat yang mempengaruhi
adsorbsi arang aktif yaitu sifat fisik kimia adsorben seperti ukuran pori, kehalusan dan komposisi kimia permukaan arang aktif, sifat fisik kimia adsorbat seperti
ukuran dan polaritas molekul, sifat fase cair seperti pH dan suhu serta lamanya proses adsorbsi berlangsung.
Pada percobaan ini dilakukan juga perendaman di dalam FeSO
4
dan ZnSO
4
yang memiliki ukuran molekul yang berbeda dengan CuSO
4
. Adapun radius atom Cu yaitu 1,32 Å, radius atom Fe yaitu 1,52 Å, dan radius atom Zn
yaitu 1,22 Å. Percobaan perendaman arang aktif di dalam FeSO
4
dan ZnSO
4
dilakukan pada B1 dan T2 karena berdasarkan data pada Tabel 9, daya adsorb terhadap Cu pada kedua bahan lebih tinggi dibandingkan pada B2 dan T1. Hasil
analisis arang aktif yang direndam dalam FeSO
4
dan ZnSO
4
disajikan pada Tabel 10 dan Tabel 11.
Tabel 10. Hasil Analisis Arang Aktif setelah Direndam dalam Larutan FeSO
4
Perlakuan arang : larutan bv
Kadar air Kadar abu
Fe Total ppm
B1 Tanpa
perendaman 1,59
6,86 303
FeSO
4
1N 1 : 3 0,94
6,13 2.034
FeSO
4
1N 1 : 5 1,37
6,30 2.499
FeSO
4
1N 1 : 7 1,06
6,16 3.797
FeSO
4
2N 1 : 3 1,55
6,28 4.241
FeSO
4
2N 1 : 5 2,31
5,93 5.476
FeSO
4
2N 1 : 7 2,47
6,15 4.748
T2 Tanpa
perendaman 4,49
3,22 294
FeSO
4
1N 1 : 3 1,68
2,54 1.266
FeSO
4
1N 1 : 5 1,69
2,34 5.448
FeSO
4
1N 1 : 7 1,85
2,40 4.775
FeSO
4
2N 1 : 3 1,98
2,65 6.581
FeSO
4
2N 1 : 5 1,80
3,20 7.611
FeSO
4
2N 1 : 7 2,03
3,22 7.051
Keterangan: B1 = Arang aktif bambu aktivasi 600
o
C dengan uap air 90 menit T2 = Arang aktif tempurung kelapa aktivasi 700
o
C dengan uap air 90 menit
Data pada Tabel 10 menunjukkan bahwa pada kedua bahan baku, kadar Fe yang diadsorb arang aktif pada perendaman arang aktif di dalam larutan FeSO
4
1N lebih tinggi dibandingkan perendaman arang aktif di dalam larutan FeSO
4
2N. Selain itu, diketahui juga tidak terdapat pola yang tetap untuk menjelaskan
hubungan perbandingan arang aktif dan larutan dengan kadar Fe yang diadsorb arang aktif.
Berdasarkan data pada Tabel 10, kombinasi perlakuan yang optimal untuk masing-masing bahan baku yaitu perendaman B1 dalam FeSO
4
2N 1 : 5 dengan
kadar Fe total yaitu 5.476 ppm yang selanjutnya disebut sebagai pupuk F1 dan
perendaman T2 dalam FeSO
4
2N 1 : 5 dengan kadar Fe total yaitu 7.611 ppm
yang selanjutnya disebut sebagai pupuk F2. Jumlah Fe yang teradsorb arang aktif
relatif lebih rendah dibandingkan dengan penyerapan Cu, hal ini dikarenakan radius atom Fe berukuran lebih besar daripada atom Cu.
Tabel 11. Hasil Analisis Arang Aktif setelah Direndam dalam larutan ZnSO
4
Perlakuan arang : larutan bv
Kadar air Kadar abu
Zn total ppm
B1 Tanpa perendaman
1,59 6,86
23 ZnSO
4
1N 1 : 3 1,97
6,00 6.603
ZnSO
4
1N 1 : 5 1,74
5,94 4.648
ZnSO
4
1N 1 : 7 1,85
6,18 3.879
ZnSO
4
2N 1 : 3 2,36
6,09 4.290
ZnSO
4
2N 1 : 5 1,87
6,24 2.873
ZnSO
4
2N 1 : 7 2,14
6,15 2.856
T2 Tanpa perendaman
4,49 3,22
8 ZnSO
4
1N 1 : 3 1,96
2,60 6.343
ZnSO
4
1N 1 : 5 1,79
2,81 4.443
ZnSO
4
1N 1 : 7 1,60
2,96 2.638
ZnSO
4
2N 1 : 3 1,78
3,07 4.441
ZnSO
4
2N 1 : 5 1,93
2,60 2.205
ZnSO
4
2N 1 : 7 1,75
2,77 1.900
Keterangan: B1 = Arang aktif bambu aktivasi 600
o
C dengan uap air 90 menit T2 = Arang aktif tempurung kelapa aktivasi 700
o
C dengan uap air 90 menit
Berdasarkan data pada Tabel 11, diketahui bahwa kadar Zn teradsorb arang aktif pada kedua bahan lebih tinggi pada perendaman arang aktif di dalam
larutan ZnSO
4
1N, dan kadar Zn yang diadsorb pada konsentrasi arang aktif yang lebih pekat perbandingan 1 : 3 merupakan kadar Zn tertinggi dibandingkan
dengan dua kombinasi perbandingan yang lain. Kombinasi perlakuan yang optimal untuk masing-masing bahan baku yaitu perendaman B1 dalam ZnSO
4
1N 1 : 3 dengan kadar Zn total sebesar 6.603 ppm yang selanjutnya disebut sebagai
pupuk Z1 dan perendaman T2 dalam ZnSO
4
1N 1 : 3 dengan kadar Zn total
sebesar 6.343 ppm yang selanjutnya disebut sebagai pupuk Z2. Jumlah Zn yang
teradsorb arang aktif relatif lebih rendah dibandingkan dengan Cu, hal ini dikarenakan radius atom Zn berukuran lebih kecil daripada atom Cu sehingga
walaupun atom Zn dapat diadsorb oleh arang aktif, tetapi juga dapat hilang pada saat proses pencucian.
Setelah diketahui berbagai karakteristik dari pupuk lambat tersedia yang dihasilkan, selanjutnya dilakukan pengujian daya pelepasan hara dalam pupuk
lambat tersedia.
4. 3 Hasil Pengujian Daya Pelepasan Hara dalam Pupuk Lambat Tersedia