dapat disimpulkan dengan tingkat pengangguran rendah kesempatan kerja tinggi maka tingkat kemiskinan juga akan rendah.
Sejalan dengan pertumbuhan penduduk yang tinggi, maka laju pertumbuhan angkatan kerja juga tinggi. Angkatan kerja di Indonesia pada
tahun 2014 sekitar 125,32 juta jiwa. Besarnya jumlah dan pertumbuhan angkatan kerja menuntut kesempatan kerja yang lebih besar dan di pihak
lain menuntut pembinaan angkatan kerja agar mampu menghasilkan keluaran yang lebih tinggi sebagai prasyarat untuk menuju tahap tinggal
landas.
Ditingkat regional sektor non riil tumbuh sangat cepat sedangkan sektor riil yang mampu menyerap tenaga kerja malah tumbuh lambat BPS
2014. Kondisi ini juga berlaku di daerah tertinggal, sektor riil tumbuh sangat lambat sehingga daya serap tenaga kerja menjadi rendah, ditambah
dengan kenaikan harga BBM semakin menurunkan daya saing sektor riil dan semakin menurunkan kemampuan daya beli masyarakat.
Hasil estimasi menunjukkan bahwa variabel jumlah pengangguran berkorelasi positif terhadap tingkat kemiskinan. Hal ini berarti bahwa
semakin meningkat tingkat pengangguran, maka tingkat kemiskinan juga semakin meningkat. Nilai elastisitas pengangguran sebesar 0,090 yang
berarti setiap kenaikan jumlah pengangguran sebesar 1 persen, akan meningkatkan jumlah penduduk miskin sebesar 0,090 persen.
d. Pengaruh indeks gini terhadap kemiskinan
Indeks gini atau koefisien gini adalah salah satu ukuran umum untuk mengukur distribusi pendapatan atau kekayaan yang menunjukkan seberapa
merata pendapatan dan kekayaan didistrubusikan diantara populasi. Indeks gini memiliki kisaran 0 sampai 1. Nilai mendekati 0 menunjukkan distribusi
yang sangat merata dan nilai yang mendekati 1 menunjukkan ketimpangan yang sangat tinggi.
Selama 10 tahun terakhir ketimpangan pendapatan di Indonesia meningkat cukup pesat. Koefisien Gini indonesia tahun 2013 adalah 0.413,
angka ini mencerminkan tingginya tingkat ketimpangan pendapatan di Indonesia. Tren kenaikan ketimpangan pendapatan terjadi baik di level
nasional, perkotaan, pedesaan, juga di semua propinsi di Indonesia. Di perkotaan, ketimpangan cenderung lebih tinggi daripada di pedesaan,
khususnya ketimpangan yang terjadi di kota-kota besar.
Beberapa faktor yang menyebabkan peningkatan ketimpangan pendapatan antara lain adalah: 1 ketidakberpihakan anggaran pemerintah
dalam melakukan redistribusi pendapatan sesuai fungsi hakikinya, anggaran pemerintah belum berpihak kepada golongan berpendapatan rendah, 2
kenaikan harga internasional dari komoditas ekspor utama Indonesia seperti komoditas perkebunan dan sumber daya alam misalnya batu bara yang
terjadi pada 10 tahun terakhir. keuntungan dari sektor-sektor ini umumnya lebih dinikmati golongan pemilik modal karena sifatnya yang padat modal
atau menguntungkan pemilik lahan besar, 3 ketidakberpihakan regulasi ketenagakerjaan yang cenderung hanya menguntungkan kaum pekerja
formal yang jumlahnya jauh lebih sedikit daripada pekerja informal plus mereka yang belum bekerja.
Hasil estimasi menunjukkan bahwa variabel indeks gini berkorelasi positif terhadap tingkat kemiskinan. Hal ini berarti bahwa semakin
meningkat tingkat ketimpangan, maka tingkat kemiskinan juga semakin meningkat. Nilai elastisitas indeks gini sebesar 0,138 yang berarti setiap
kenaikan 1 indeks gini, akan meningkatkan jumlah penduduk miskin sebesar 0,138 persen