Pengaruh Pembangunan Infrastruktur terhadap Pertumbuhan Ekonomi 25 Kabupaten Tertinggal Kawasan Timur Indonesia

(1)

PENGARUH PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR

TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI 25 KABUPATEN

TERTINGGAL KAWASAN TIMUR INDONESIA

OLEH PERWITA SARI

H14094007

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2009


(2)

   

 

RINGKASAN

PERWITA SARI, Pengaruh Pembangunan Infrastruktur Terhadap Pertumbuhan Ekonomi 25 Kabupaten Tertinggal Kawasan Timur Indonesia (dibimbing oleh LUKYTAWATI ANGGRAENI).

 

Pembangunan kabupaten tertinggal menjadi salah satu agenda penting dalam pemerintahan Kabinet Indonesia Bersatu. Pembangunan kabupaten tertinggal dilaksanakan melalui berbagai program kebijakan yang diterapkan oleh Kementerian Negara Pembangunan Daerah Tertinggal (KNPDT). Salah satu program yang dilaksanakan adalah Program Pengembangan Sarana dan Prasarana melalui instrumen Percepatan Pembangunan Infrastruktur Pedesaan Daerah Tertinggal (P2IPDT), melalui program ini diharapkan dapat mendorong semakin bergeraknya perekonomian kabupaten tertinggal. Penelitian ini bertujuan untuk memberikan gambaran umum keragaan dan menganalisis pengaruh infrastruktur khususnya infrastruktur ekonomi dan sosial terhadap pertumbuhan ekonomi 25 kabupaten tertinggal Kawasan Timur Indonesia (KTI).

Penelitian menggunakan data sekunder berupa data panel 25 kabupaten tertinggal KTI untuk periode 3 tahun (2003, 2005 dan 2007). Teknik estimasi yang dilakukan adalah analisis regresi data panel dengan metode Generalized Least Square (GLS). Hasil penelitian dengan menggunakan model fixed effect menunjukkan bahwa infrastruktur ekonomi (panjang jalan, jumlah keluarga pengguna telepon, jumlah keluarga pengguna listrik) dan infrastruktur sosial (jumlah sekolah) serta program P2IPDT yang dilakukan KNPDT berdampak positif terhadap pertumbuhan ekonomi sehingga dapat membantu kabupaten tertinggal menjadi suatu kabupaten yang terbuka dan mampu berinteraksi dengan “dunia luar” sehingga akses ke berbagai faktor produksi menjadi semakin mudah untuk dijangkau.

Berdasarkan hasil penelitian, disampaikan beberapa saran dalam rangka pembangunan daerah tertinggal, antara lain perlu diteruskannya program P2IPDT yang saat ini tengah dijalankan karena memberikan pengaruh positif terhadap pertumbuhan ekonomi kabupaten tertinggal. Saran lain adalah perlunya KNPDT lebih menajamkan sasaran program bantuan, dengan lebih menitikberatkan pembangunan infrastruktur bidang pendidikan.


(3)

   

 

PENGARUH PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR TERHADAP

PERTUMBUHAN EKONOMI 25 KABUPATEN TERTINGGAL

KAWASAN TIMUR INDONESIA

Oleh

PERWITA SARI H14094007

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2009


(4)

   

 

Judul Skripsi : Pengaruh Pembangunan Infrastruktur terhadap Pertumbuhan Ekonomi 25 Kabupaten Tertinggal Kawasan Timur Indonesia

Nama Mahasiswa : Perwita Sari Nomor Register Pokok : H14094007

dapat diterima sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor.

Menyetujui, Dosen Pembimbing,

Lukytawati Anggraeni, Ph.D NIP. 19971213 200501 2 002

Mengetahui,

Ketua Departemen Ilmu Ekonomi,

Dedi Budiman Hakim, Ph.D NIP. 1961022 198903 1 003


(5)

   

 

PERNYATAAN

DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI ADALAH BENAR-BENAR HASIL KARYA SAYA SENDIRI YANG BELUM PERNAH DIGUNAKAN SEBAGAI SKRIPSI ATAU KARYA ILMIAH PADA PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN.

Bogor, Oktober 2009

Perwita Sari H14094007


(6)

   

 

RIWAYAT HIDUP

Penulis bernama Perwita Sari, lahir di Jakarta pada 6 Pebruari 1980. Penulis merupakan anak keenam dari 8 bersaudara dan merupakan putri dari pasangan Drs. Soekidjo dengan KT Wahyuni. Penulis menikah dengan Syaefudin, S.ST dan dikaruniai satu orang putra bernama Abrar Rahman Rizki Satria.

Penulis menamatkan pendidikan di SDN Ulujami 02 pada Tahun 1992 kemudian melanjutkan pendidikan di SLTP Negeri 56 Jakarta. Pada Tahun 1995 penulis melanjutkan pendidikan di SMUN 70 jakarta dan kemudian melanjutkan ke jenjang yang lebih tinggi pada Sekolah Tinggi Ilmu Statistik dan berhasil memperoleh gelar Sarjana Sains Terapan (S.ST) pada Tahun 2002.

Sejak Tahun 2002-2004 penulis bekerja di BPS Provinsi Kalimantan Timur, kemudian pindah ke BPS Kabupaten Merauke pada Tahun 2004-2009. Sejak Tahun 2009 penulis bekerja di BPS Pusat pada Direktorat Diseminasi Statistik dan saat ini penulis melanjutkan pendidikan melalui program beasiswa kerjasama BPS-IPB.


(7)

   

 

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena dengan rahmat dan hidayah-Nya, penyusunan skripsi yang berjudul “Pengaruh Pembangunan Infrastruktur terhadap Pertumbuhan Ekonomi 25 Kabupaten Tertinggal Kawasan Timur Indonesia” dapat diselesaikan dengan baik. Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor.

Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada semua pihak yang telah memberikan dukungan moral-spritual dan material kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini, khususnya kepada:

1. Ibu Lukytawati Anggraeni, selaku dosen pembimbing yang telah meluangkan waktunya dan mencurahkan perhatiannya dalam penyelesaian skripsi ini.

2. Ibu Tanti Novianti, selaku dosen penguji atas komentar dan saran untuk kesempurnaan skripsi ini.

3. Bapak dan Ibu yang tercinta, atas segala doa dan dukungan yang telah diberikan.

4. Suamiku tercinta, atas kesabaran, dukungan serta kesiapannya membantu dalam setiap kesulitan.

5. Rekan-rekan di Diseminasi Statistik khususnya Pak Beno, Pak Ghofar, Pak Bawor, Mas Ulah dan Diena yang telah menyediakan data pendukung. 6. Willing atas kebersamaan dan semua kerjasamanya selama ini.

7. Semua pihak yang telah mendukung terselesaikannya skripsi ini.

Semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi penulis dan semua pihak yang memerlukannya.


(8)

DAFTAR ISI

Halaman DAFTAR TABEL ...

DARTAR GAMBAR ... DAFTAR LAMPIRAN ...

ix x xi I.

II.

PENDAHULUAN ... 1.1. Latar Belakang ... 1.2. Permasalahan ... 1.3. Tujuan Penelitian ... 1.4. Ruang Lingkup Penelitian ... 1.5. Manfaat Penelitian ... TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN ... 2.1. Kerangka Teori ... 2.1.1. Tugas Pokok dan Fungsi KNPDT ... 2.1.2. Pengertian dan Program Prioritas Daerah Tertinggal .... 2.1.3. Teori Pertumbuhan Ekonomi ... 2.1.4. Produk Domestik Bruto (PDB) ... 2.1.5. Prasarana (Infrastruktur) ... 2.1.6. Pengaruh Pembangunan Infrastruktur terhadap

Pertumbuhan Ekonomi ... 2.1.7. Tinjauan Penelitian Sebelumnya ... 2.2. Kerangka Pemikiran ...

1 1 3 4 5 5 6 6 6 7 12 14 14 15 16 17 III. METODE PENELITIAN ...

3.1. Jenis dan Sumber Data ... 3.2. Metode Analisis ...

3.2.1. Analisis Deskriptif ... 3.2.2. Analisis Pengaruh Pembangunan Infrastruktur

terhadap Pertumbuhan Ekonomi ... 3.3. Metode Pemilihan Model (Uji Kesesuaian Model) ... 3.3.1. Chow Test ...

19 19 19 19 20 22 22


(9)

IV.

V.

VI.

3.3.2. Haussman Test ... 3.4. Model Penelitian Pengaruh Pembangunan Infrastruktur

terhadap Pertumbuhan Ekonomi ... 3.5. Pengujian Asumsi ... 3.6. Pengujian Validitas Model ... 3.7. Hipotesis ... GAMBARAN UMUM DUA PULUH LIMA KABUPATEN TERTINGGAL KTI ... 4.1. Pertumbuhan Ekonomi ... 4.2. Keragaan Infrastruktur Sosial ... 4.2.1. Bidang Kesehatan ... 4.2.2. Bidang Pendidikan ... 4.3. Keragaan Infrastruktur Ekonomi ... 4.3.1. Jalan ... 4.3.2. Listrik ... 4.3.3. Telepon ... HASIL DAN PEMBAHASAN ... 5.1. Hasil Analisis Pengaruh Pembangunan Infrastruktur terhadap Pertumbuhan Ekonomi 25 Kabupaten Tertinggal KTI ... 5.2. Faktor-Faktor yang Memengaruhi Pertumbuhan Ekonomi 25

Kabupaten Tertinggal KTI ... KESIMPULAN DAN SARAN ... 6.1. Kesimpulan ... 6.2. Saran ...

23 24 26 28 30 32 32 35 35 37 39 39 41 43 45 45 48 52 52 52 DAFTAR PUSTAKA ...

LAMPIRAN ...

54 56


(10)

DAFTAR TABEL Nomor Halaman 4.1. 4.2. 4.3. 4.4. 4.5. 4.6. 5.1. 5.2. 5.3.

Perkembangan Nilai PDRB Atas Dasar Harga Konstan di 25 Kabupaten Tertinggal KTI, Tahun 2003 dan 2007 (dalam miliar rupiah) ... Perkembangan Jumlah Puskesmas di 25 Kabupaten Tertinggal KTI, Tahun 2003 dan 2007... Perkembangan Jumlah SD dan SMP di 25 Kabupaten Tertinggal KTI, Tahun 2003 dan 2007... Perkembangan Panjang Jalan di 25 Kabupaten Tertinggal KTI, Tahun 2003 dan 2007 ... Perkembangan Jumlah Keluarga Pengguna Listrik di 25 Kabupaten Tertinggal KTI, Tahun 2005 dan 2007 ... Perkembangan Jumlah Keluarga Pengguna Telepon di 25 Kabupaten Tertinggal KTI, Tahun 2005 dan 2007 ... Nilai Statistik Uji Model Pengaruh Pembangunan Infrastruktur terhadap Pertumbuhan Ekonomi ……… Matriks Korelasi Antarvariabel Independen ………... Hasil Estimasi Persamaan Pengaruh Pembangunan Infrastruktur terhadap Pertumbuhan Ekonomi 25 Kabupaten Tertinggal KTI …… 34 36 38 40 42 44 46 47 49


(11)

PENGARUH PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR

TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI 25 KABUPATEN

TERTINGGAL KAWASAN TIMUR INDONESIA

OLEH PERWITA SARI

H14094007

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2009


(12)

   

 

RINGKASAN

PERWITA SARI, Pengaruh Pembangunan Infrastruktur Terhadap Pertumbuhan Ekonomi 25 Kabupaten Tertinggal Kawasan Timur Indonesia (dibimbing oleh LUKYTAWATI ANGGRAENI).

 

Pembangunan kabupaten tertinggal menjadi salah satu agenda penting dalam pemerintahan Kabinet Indonesia Bersatu. Pembangunan kabupaten tertinggal dilaksanakan melalui berbagai program kebijakan yang diterapkan oleh Kementerian Negara Pembangunan Daerah Tertinggal (KNPDT). Salah satu program yang dilaksanakan adalah Program Pengembangan Sarana dan Prasarana melalui instrumen Percepatan Pembangunan Infrastruktur Pedesaan Daerah Tertinggal (P2IPDT), melalui program ini diharapkan dapat mendorong semakin bergeraknya perekonomian kabupaten tertinggal. Penelitian ini bertujuan untuk memberikan gambaran umum keragaan dan menganalisis pengaruh infrastruktur khususnya infrastruktur ekonomi dan sosial terhadap pertumbuhan ekonomi 25 kabupaten tertinggal Kawasan Timur Indonesia (KTI).

Penelitian menggunakan data sekunder berupa data panel 25 kabupaten tertinggal KTI untuk periode 3 tahun (2003, 2005 dan 2007). Teknik estimasi yang dilakukan adalah analisis regresi data panel dengan metode Generalized Least Square (GLS). Hasil penelitian dengan menggunakan model fixed effect menunjukkan bahwa infrastruktur ekonomi (panjang jalan, jumlah keluarga pengguna telepon, jumlah keluarga pengguna listrik) dan infrastruktur sosial (jumlah sekolah) serta program P2IPDT yang dilakukan KNPDT berdampak positif terhadap pertumbuhan ekonomi sehingga dapat membantu kabupaten tertinggal menjadi suatu kabupaten yang terbuka dan mampu berinteraksi dengan “dunia luar” sehingga akses ke berbagai faktor produksi menjadi semakin mudah untuk dijangkau.

Berdasarkan hasil penelitian, disampaikan beberapa saran dalam rangka pembangunan daerah tertinggal, antara lain perlu diteruskannya program P2IPDT yang saat ini tengah dijalankan karena memberikan pengaruh positif terhadap pertumbuhan ekonomi kabupaten tertinggal. Saran lain adalah perlunya KNPDT lebih menajamkan sasaran program bantuan, dengan lebih menitikberatkan pembangunan infrastruktur bidang pendidikan.


(13)

   

 

PENGARUH PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR TERHADAP

PERTUMBUHAN EKONOMI 25 KABUPATEN TERTINGGAL

KAWASAN TIMUR INDONESIA

Oleh

PERWITA SARI H14094007

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2009


(14)

   

 

Judul Skripsi : Pengaruh Pembangunan Infrastruktur terhadap Pertumbuhan Ekonomi 25 Kabupaten Tertinggal Kawasan Timur Indonesia

Nama Mahasiswa : Perwita Sari Nomor Register Pokok : H14094007

dapat diterima sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor.

Menyetujui, Dosen Pembimbing,

Lukytawati Anggraeni, Ph.D NIP. 19971213 200501 2 002

Mengetahui,

Ketua Departemen Ilmu Ekonomi,

Dedi Budiman Hakim, Ph.D NIP. 1961022 198903 1 003


(15)

   

 

PERNYATAAN

DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI ADALAH BENAR-BENAR HASIL KARYA SAYA SENDIRI YANG BELUM PERNAH DIGUNAKAN SEBAGAI SKRIPSI ATAU KARYA ILMIAH PADA PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN.

Bogor, Oktober 2009

Perwita Sari H14094007


(16)

   

 

RIWAYAT HIDUP

Penulis bernama Perwita Sari, lahir di Jakarta pada 6 Pebruari 1980. Penulis merupakan anak keenam dari 8 bersaudara dan merupakan putri dari pasangan Drs. Soekidjo dengan KT Wahyuni. Penulis menikah dengan Syaefudin, S.ST dan dikaruniai satu orang putra bernama Abrar Rahman Rizki Satria.

Penulis menamatkan pendidikan di SDN Ulujami 02 pada Tahun 1992 kemudian melanjutkan pendidikan di SLTP Negeri 56 Jakarta. Pada Tahun 1995 penulis melanjutkan pendidikan di SMUN 70 jakarta dan kemudian melanjutkan ke jenjang yang lebih tinggi pada Sekolah Tinggi Ilmu Statistik dan berhasil memperoleh gelar Sarjana Sains Terapan (S.ST) pada Tahun 2002.

Sejak Tahun 2002-2004 penulis bekerja di BPS Provinsi Kalimantan Timur, kemudian pindah ke BPS Kabupaten Merauke pada Tahun 2004-2009. Sejak Tahun 2009 penulis bekerja di BPS Pusat pada Direktorat Diseminasi Statistik dan saat ini penulis melanjutkan pendidikan melalui program beasiswa kerjasama BPS-IPB.


(17)

   

 

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena dengan rahmat dan hidayah-Nya, penyusunan skripsi yang berjudul “Pengaruh Pembangunan Infrastruktur terhadap Pertumbuhan Ekonomi 25 Kabupaten Tertinggal Kawasan Timur Indonesia” dapat diselesaikan dengan baik. Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor.

Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada semua pihak yang telah memberikan dukungan moral-spritual dan material kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini, khususnya kepada:

1. Ibu Lukytawati Anggraeni, selaku dosen pembimbing yang telah meluangkan waktunya dan mencurahkan perhatiannya dalam penyelesaian skripsi ini.

2. Ibu Tanti Novianti, selaku dosen penguji atas komentar dan saran untuk kesempurnaan skripsi ini.

3. Bapak dan Ibu yang tercinta, atas segala doa dan dukungan yang telah diberikan.

4. Suamiku tercinta, atas kesabaran, dukungan serta kesiapannya membantu dalam setiap kesulitan.

5. Rekan-rekan di Diseminasi Statistik khususnya Pak Beno, Pak Ghofar, Pak Bawor, Mas Ulah dan Diena yang telah menyediakan data pendukung. 6. Willing atas kebersamaan dan semua kerjasamanya selama ini.

7. Semua pihak yang telah mendukung terselesaikannya skripsi ini.

Semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi penulis dan semua pihak yang memerlukannya.


(18)

DAFTAR ISI

Halaman DAFTAR TABEL ...

DARTAR GAMBAR ... DAFTAR LAMPIRAN ...

ix x xi I.

II.

PENDAHULUAN ... 1.1. Latar Belakang ... 1.2. Permasalahan ... 1.3. Tujuan Penelitian ... 1.4. Ruang Lingkup Penelitian ... 1.5. Manfaat Penelitian ... TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN ... 2.1. Kerangka Teori ... 2.1.1. Tugas Pokok dan Fungsi KNPDT ... 2.1.2. Pengertian dan Program Prioritas Daerah Tertinggal .... 2.1.3. Teori Pertumbuhan Ekonomi ... 2.1.4. Produk Domestik Bruto (PDB) ... 2.1.5. Prasarana (Infrastruktur) ... 2.1.6. Pengaruh Pembangunan Infrastruktur terhadap

Pertumbuhan Ekonomi ... 2.1.7. Tinjauan Penelitian Sebelumnya ... 2.2. Kerangka Pemikiran ...

1 1 3 4 5 5 6 6 6 7 12 14 14 15 16 17 III. METODE PENELITIAN ...

3.1. Jenis dan Sumber Data ... 3.2. Metode Analisis ...

3.2.1. Analisis Deskriptif ... 3.2.2. Analisis Pengaruh Pembangunan Infrastruktur

terhadap Pertumbuhan Ekonomi ... 3.3. Metode Pemilihan Model (Uji Kesesuaian Model) ... 3.3.1. Chow Test ...

19 19 19 19 20 22 22


(19)

IV.

V.

VI.

3.3.2. Haussman Test ... 3.4. Model Penelitian Pengaruh Pembangunan Infrastruktur

terhadap Pertumbuhan Ekonomi ... 3.5. Pengujian Asumsi ... 3.6. Pengujian Validitas Model ... 3.7. Hipotesis ... GAMBARAN UMUM DUA PULUH LIMA KABUPATEN TERTINGGAL KTI ... 4.1. Pertumbuhan Ekonomi ... 4.2. Keragaan Infrastruktur Sosial ... 4.2.1. Bidang Kesehatan ... 4.2.2. Bidang Pendidikan ... 4.3. Keragaan Infrastruktur Ekonomi ... 4.3.1. Jalan ... 4.3.2. Listrik ... 4.3.3. Telepon ... HASIL DAN PEMBAHASAN ... 5.1. Hasil Analisis Pengaruh Pembangunan Infrastruktur terhadap Pertumbuhan Ekonomi 25 Kabupaten Tertinggal KTI ... 5.2. Faktor-Faktor yang Memengaruhi Pertumbuhan Ekonomi 25

Kabupaten Tertinggal KTI ... KESIMPULAN DAN SARAN ... 6.1. Kesimpulan ... 6.2. Saran ...

23 24 26 28 30 32 32 35 35 37 39 39 41 43 45 45 48 52 52 52 DAFTAR PUSTAKA ...

LAMPIRAN ...

54 56


(20)

DAFTAR TABEL Nomor Halaman 4.1. 4.2. 4.3. 4.4. 4.5. 4.6. 5.1. 5.2. 5.3.

Perkembangan Nilai PDRB Atas Dasar Harga Konstan di 25 Kabupaten Tertinggal KTI, Tahun 2003 dan 2007 (dalam miliar rupiah) ... Perkembangan Jumlah Puskesmas di 25 Kabupaten Tertinggal KTI, Tahun 2003 dan 2007... Perkembangan Jumlah SD dan SMP di 25 Kabupaten Tertinggal KTI, Tahun 2003 dan 2007... Perkembangan Panjang Jalan di 25 Kabupaten Tertinggal KTI, Tahun 2003 dan 2007 ... Perkembangan Jumlah Keluarga Pengguna Listrik di 25 Kabupaten Tertinggal KTI, Tahun 2005 dan 2007 ... Perkembangan Jumlah Keluarga Pengguna Telepon di 25 Kabupaten Tertinggal KTI, Tahun 2005 dan 2007 ... Nilai Statistik Uji Model Pengaruh Pembangunan Infrastruktur terhadap Pertumbuhan Ekonomi ……… Matriks Korelasi Antarvariabel Independen ………... Hasil Estimasi Persamaan Pengaruh Pembangunan Infrastruktur terhadap Pertumbuhan Ekonomi 25 Kabupaten Tertinggal KTI …… 34 36 38 40 42 44 46 47 49


(21)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

2.1. 2.2.

5.1.

5.2.

Kerangka Pemikiran Penelitian ... Perkembangan Rata-Rata PDRB Atas Dasar Harga Konstan di 25 Kabupaten Tertinggal KTI, Tahun 2003, 2005 dan 2007…………. Hasil Estimasi Persamaan Pengaruh Pembangunan Infrastruktur terhadap Pertumbuhan Ekonomi 25 Kabupaten Tertinggal KTI... Matriks Korelasi Antarvariabel Bebas ...

18

33

46 48


(22)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman

1. 2. 3. 4. 5. 6. .

Daftar 123 Kabupaten Tertinggal di Kawasan Indonesia Timur ... Hasil Estimasi dengan Model Fixed Effect (OLS) ... Hasil Uji Chow pada Model Fixed Effect ... Hasil Estimasi dengan Model Random Effect ...

Hasil Estimasi dengan Model Fixed Effect (GLS)... Nilai Variance Inflation Factor (VIF) untuk Uji Multikolinieritas ..

56 58 59 60 61 62


(23)

(24)

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Tiga komitmen yang menjadi perhatian utama dari Kabinet Indonesia Bersatu adalah melaksanakan pemerintahan yang pro job (penyediaan lapangan kerja), pro poor (pengentasan kemiskinan) dan pro growth (peningkatan pertumbuhan ekonomi). Salah satu pengejawantahan dari ketiga komitmen ini adalah dengan dibentuknya Kementerian Negara Pembangunan Daerah Tertinggal (KNPDT). Sesuai Peraturan Presiden Nomor 9 Tahun 2005 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Susunan Organisasi dan Tata Kerja Kementrian Negara Republik Indonesia, KNPDT mempunyai tugas membantu Presiden dalam merumuskan kebijakan dan koordinasi di bidang pembangunan daerah tertinggal (KNPDT, 2008).

Tugas pokok dan fungsi KNPDT dilaksanakan dengan menerapkan berbagai kebijakan dalam rangka mempercepat pembangunan daerah tertinggal yaitu dengan melaksanakan upaya pemihakan, percepatan dan pemberdayaan masyarakat di daerah tertinggal. Kebijakan ini dilaksanakan pada 199 kabupaten yang masuk dalam kategori daerah tertinggal seperti tertuang dalam Peraturan Presiden Nomor 7 Tahun 2005 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Nasional Tahun 2004-2009. Kebijakan ini dilaksanakan dalam rangka upaya pemerataan pembangunan melalui pengentasan dari ketertinggalan kabupaten-kabupaten yang dikategorikan sebagai daerah tertinggal. Penetapan


(25)

2

199 kabupaten tertinggal tersebut didasarkan pada beberapa kriteria utama yaitu perekonomian masyarakat, sumber daya manusia, prasarana (infrastruktur), kemampuan keuangan lokal (celah fiskal), aksesibilitas dan karakteristik daerah. Selain keenam kriteria tersebut penentuan daerah tertinggal didasarkan juga pada pertimbangan kabupaten yang berada di daerah perbatasan antarnegara dan daerah rawan bencana yang ditentukan secara khusus.

Kebijakan yang diterapkan KNPDT pada 199 kabupaten tertinggal tersebut diwujudkan dengan melaksanakan beberapa program kerja, yang salah satunya adalah Program Pengembangan Sarana dan Prasarana melalui instrumen Percepatan Pembangunan Infrastruktur Pedesaan Daerah Tertinggal (P2IPDT). Program dan instrumen ini bermaksud membantu kabupaten tertinggal agar dapat menjadi suatu kabupaten yang terbuka dan mampu berinteraksi dengan “dunia luar” sehingga akses ke berbagai faktor produksi menjadi semakin mudah untuk dijangkau, yang pada gilirannya dapat membuka peluang semakin bergeraknya perekonomian kabupaten tertinggal.

Program pengembangan infrastruktur dan program-program lain yang dilaksanakan oleh KNPDT, dititikberatkan pada kabupaten tertinggal yang terletak di Kawasan Timur Indonesia (KTI). Hal ini terlihat dari besarnya dana yang digulirkan oleh KNPDT ke kabupaten tertinggal KTI yang mencapai 77,16 persen dari total dana yang disiapkan KNPDT untuk pembangunan kabupaten tertinggal seluruh Indonesia. Mengingat besarnya dana yang digulirkan KNPDT ke kabupaten tertinggal KTI maka dampak kebijakan KNPDT (khususnya di bidang infrastruktur) terhadap perekonomian kabupaten tertinggal perlu diteliti


(26)

3

lebih lanjut. Atas dasar pemikiran tersebut, dalam penelitian ini penulis mengangkat tema “Pengaruh Pembangunan Infrastruktur terhadap Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten Tertinggal di Kawasan Timur Indonesia”. Dengan mengetahui infrastruktur apa saja yang signifikan memengaruhi pertumbuhan ekonomi kabupaten tertinggal, diharapkan kebijakan KNPDT yang diambil dalam rangka mengentaskan kabupaten tertinggal, dapat berorientasi pada faktor-faktor tersebut, sehingga kebijakan yang diambil dapat tepat guna dan tepat sasaran.

1.2. Permasalahan

Program dan instrumen di bidang infrastruktur yang dilakukan oleh KNPDT perlu dievaluasi dampaknya dalam membuka peluang bergeraknya perekonomian kabupaten tertinggal dengan melihat tingkat kemajuan yang dicapai oleh masing-masing kabupaten, yang salah satunya diukur oleh besaran nilai pertumbuhan ekonomi. Besaran nilai pertumbuhan ekonomi juga dapat menilai bahwa telah terjadi proses pembangunan khususnya di bidang ekonomi pada kabupaten tertinggal.

Berdasarkan pemikiran tersebut, perlu dilakukan studi mengenai kemajuan yang dicapai oleh masing-masing kabupaten, yang salah satunya diukur oleh besaran nilai pertumbuhan ekonomi daerah tersebut. Besaran nilai pertumbuhan ekonomi ini diduga merupakan pengaruh dari perbaikan sarana dan prasarana di kabupaten tertinggal, yang merupakan akibat dari intervensi KNPDT terhadap kabupaten tertinggal, khususnya melalui instrumen Percepatan Pembangunan Infrastruktur Pedesaan Daerah Tertinggal (P2IPDT). Untuk itu, perlu diteliti


(27)

4

faktor-faktor apa saja yang signifikan memengaruhi pertumbuhan ekonomi kabupaten tertinggal, khususnya faktor-faktor di bidang infrastruktur ekonomi dan sosial.

Kebijakan maupun program yang diambil oleh KNPDT sangat penting dilakukan pada bidang yang memang benar-benar diperlukan oleh masing-masing daerah sesuai karakteristik daerahnya, agar kebijakan ataupun intervensi yang dilakukan dapat tepat guna dan tepat sasaran. Untuk itu gambaran mengenai kondisi kabupaten tertinggal di KTI sangat diperlukan sebagai referensi bagi KNPDT dalam pengambilan kebijakan. Selain itu dengan mengetahui faktor-faktor apa yang memengaruhi pertumbuhan ekonomi khususnya di bidang infrasruktur sosial dan ekonomi dapat mempertajam kebijakan yang diambil oleh KNPDT.

1.3. Tujuan Penelitian

Tujuan yang ingin dicapai pada penelitan ini, antara lain:

1. Memberikan gambaran mengenai keragaan 25 kabupaten tertinggal KTI, agar dapat menjadi masukan bagi KNPDT dalam melakukan intervensi atau mengambil kebijakan pada bidang yang memang benar-benar diperlukan oleh masing-masing daerah sesuai karakteristik daerahnya.

2. Menganalisis pengaruh pembangunan infrastruktur ekonomi dan sosial terhadap pertumbuhan ekonomi 25 kabupaten tertinggal KTI.


(28)

5

1.4. Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup penelitian ini difokuskan pada 25 kabupaten tertinggal di KTI yang termasuk dalam 199 kabupaten tertinggal yang telah ditetapkan oleh KNPDT. Pemilihan 25 kabupaten tertinggal KTI tersebut didasarkan pada besaran dana yang digulirkan oleh KNPDT, dimana 25 kabupaten yang dipilih merupakan kabupaten yang mendapatkan dana bantuan terbesar untuk program pengembangan kabupaten tertinggal. Selain itu, pemilihan 25 kabupaten tersebut juga mempertimbangkan faktor ketersediaan data.

1.5. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dan gambaran kepada pembaca mengenai faktor-faktor yang memengaruhi pertumbuhan ekonomi khususnya di bidang infrastruktur ekonomi dan sosial di 25 kabupaten tertinggal KTI. Penelitian ini juga diharapkan dapat memberikan masukan bagi KNPDT dalam mengambil kebijakan terutama yang terkait dengan pembangunan infrastruktur di kabupaten tertinggal. Selain itu, penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumber referensi dan informasi tambahan bagi penelitian selanjutnya khususnya terkait masalah pertumbuhan ekonomi dan infrastruktur.


(29)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN

2.1. Kerangka Teori

2.1.1. Tugas Pokok dan Fungsi Kementerian Negara Pembangunan Daerah Tertinggal (KNPDT)

Tugas Pokok dan Fungsi Kementerian Negara Pembangunan Daerah Tertinggal (KNPDT) sesuai Peraturan Presiden Nomor. 09 Tahun 2005 tentang Kedudukan, Tugas Pokok, Fungsi, Susunan Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Negara Republik Indonesia adalah membantu Presiden dalam merumuskan kebijakan dan koordinasi di bidang pembangunan daerah tertinggal. (KNPDT, 2008). Tugas pokok dan fungsi ini kemudian disempurnakan melalui Peraturan Presiden Nomor. 90 Tahun 2006, dimana KNPDT mempunyai penambahan fungsi operasional kebijakan di bidang:

1. Bantuan infrastruktur pedesaan 2. Pengembangan ekonomi Lokal

3. Pemberdayaan Masyarakat (KNPDT, 2008).

Dalam melaksanakan tugas pokok dan fungsinya, KNPDT mengacu pada strategi nasional pembangunan daerah tertinggal, yang memuat tentang beberapa hal, meliputi: pengertian daerah tertinggal, kriteria penentuan daerah tertinggal, kebijakan dan strategi pembangunan daerah tertinggal, program prioritas dan sumber-sumber pendanaan. Strategi Nasional Pembangunan Daerah Tertinggal ini ditetapkan melalui Surat Keputusan Menteri Pembangunan Daerah Tertinggal Nomor 001/KEP/M-PDT/I/2005 (Kepmeneg PDT No. 001, 2005).


(30)

7

2.1.2. Pengertian dan Program Prioritas Daerah Tertinggal

Daerah tertinggal adalah daerah kabupaten yang relatif kurang berkembang dibandingkan daerah lain dalam skala nasional dan berpenduduk yang dapat dikategorikan relatif tertinggal. Untuk lebih memberikan gambaran, berikut akan diuraikan fator penyebab ketertinggalan, sebaran daerah tertinggal dan kriteria penetapan daerah tertinggal.

1. Faktor Penyebab

Suatu daerah dapat dikategorikan sebagai daerah tertinggal, karena beberapa faktor penyebab, antara lain:

a. Geografis

Umumnya secara geografis daerah tertinggal relatif sulit dijangkau karena letaknya yang jauh di pedalaman, perbukitan/pegunungan, kepulauan, pesisir dan pulau-pulau terpencil atau karena faktor geomorfologis lainnya sehingga sulit dijangkau oleh jaringan baik transportasi maupun media komunikasi.

b. Sumber daya alam

Beberapa daerah tertinggal tidak memiliki potensi sumber daya alam, daerah yang memiliki sumber daya alam yang besar namun lingkungan sekitarnya merupakan daerah yang dilindungi atau tidak dapat dieksploitasi dan daerah tertinggal akibat pemanfaatan sumber daya alam yang berlebihan.


(31)

8

c. Sumber Daya Manusia

Pada umumnya masyarakat di daerah tertinggal mempunyai tingkat pendidikan, pengetahuan dan keterampilan yang relatif rendah serta kelembagaan adat yang belum berkembang.

d. Prasarana dan Sarana

Keterbatasan prasarana dan sarana komunikasi, transportasi, air bersih, irigasi, kesehatan, penddikan dan pelayanan lainnya yang menyebabkan masyarakat di daerah tertinggal tersebut mengalami kesulitan utuk melakukan aktivitas ekonomi dan sosial.

e. Daerah Rawan Bencana dan Konflik Sosial

Seringnya suatu daerah mengalami bencana alam dan konflik sosial dapat menyebabkan terganggunya kegiatan pembangunan sosial dan ekonomi

f. Kebijakan Pembangunan

Suatu daerah menjadi tertinggal dapat disebabkan oleh beberapa kebijakan yang tidak tepat seperti kurang memihak pada pembangunan daerah tertinggal, kesalahan pendekatan dan prioritas pembangunan serta tidak dilibatkannya kelembagaan masyarakat adat dalam perencanaan dan pembangunan.

2. Sebaran

Sebaran daerah tertinggal secara geografis digolongkan menjadi beberapa kelompok, antara lain:


(32)

9

a. Daerah yang terletak di wilayah pedalaman, tepi hutan, dan pegunungan yang pada umumnya tidak atau belum memiliki akses ke daerah lain yang relatif lebih maju

b. Daerah yang terletak di pulau-pulau kecil, gugusan pulau yang berpenduduk dan memiliki kesulitan akses ke daerah lain yang lebih maju

c. Daerah yang secara administratif sebagian atau seluruhnya terletak di perbatasan antarnegara baik batas darat maupun laut

d. Daerah yang terletak di wilayah rawan bencana alam baik gempa, longsor, gunung api, maupun banjir.

e. Daerah yang sebagian besar wilayahnya berupa pesisir. 3. Kriteria Penetapan Daerah Tertinggal

Unit terkecil daerah tertinggal yang digunakan dalam Strategi Nasional Pembangunan Daerah Tertinggal adalah wilayah administrasi kabupaten. Hal ini sesuai dengan kewenangan otonomi daerah yang secara penuh diberikan kepada pemerintah kabupaten.

Penetapan kriteria daerah tertinggal dilakukan dengan menggunakan pendekatan berdasarkan pada perhitungan 6 kriteria dasar yaitu: perekonomian masyarakat, sumber daya manusia, prasarana (infrastruktur), kemampuan keuangan lokal (celah fiskal), aksesibilitas dan karakteristik daerah. Berdasarkan pendekatan tersebut, maka dalam Strategi Nasional Pembangunan Daerah Tertinggal, ditetapkan 199 kabupaten yang dikategorikan kabupaten tertinggal, dimana 58 kabupaten berada di Pulau


(33)

10

Sumatera, 18 kabupaten di Pulau Jawa dan Bali, dan 123 kabupaten berada di Kawasan Indonesia Timur (KTI). Daftar kabupaten tertinggal di KTI dapat dilihat pada Lampiran 1.

Masing-masing kriteria yang digunakan sebagai pendekatan dalam menentukan kabupaten tertinggal kemudian dijabarkan menjadi beberapa indikator. Masing-masing kriteria dan indikator tersebut adalah sebagai berikut: 1. Kondisi Ekonomi, dengan indikator sebagai berikut:

a. Persentase Penduduk Miskin b. Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1)

2. Kondisi Sumber Daya Manusia, dengan indikator sebagai berikut: a. Persentase Penduduk Menganggur

b. Persentase Desa Balita Kurang Gizi c. Persentase Desa Non Balita Kurang Gizi d. Angka Kematian Bayi

e. Angka Harapan Hidup

f. Jumlah prasarana Kesehatan per 1000 Penduduk g. Rata-rata Jarak Pelayanan Prasarana Kesehatan

h. Persentase Kemudahan Pencapaian Prasarana Kesehatan i. Angka Melek Huruf

j. Jumlah SD dan SMP per 1000 Penduduk k. Jarak Rata-rata Desa/Kota tanpa SD/SMP 3. Kondisi Prasarana (Infrastruktur)


(34)

11

b. Jumlah Desa dengan Jenis Permukaan Jalan Diperkeras c. Jumlah Desa dengan Jenis Permukaan Jalan Tanah d. Jumlah Desa dengan Jenis Permukaan Jalan Lainnya e. Persentase Rumah Tangga Pengguna Listrik

f. Persentase Rumah Tangga Pengguna Telepon g. Jumlah Bank Umum

h. Jumlah Bank Perkreditan Rakyat

i. Pesentase Desa dengan Pasar non Permanen

4. Kondisi Kelembagaan dan Keuangan Daerah, yang diukur dari besaran celah fiskal, yaitu merupakan dana yang dapat dipergunakan untuk belanja pembangunan diluar belanja rutin daerah.

5. Aksesibilitas, yang diukur oleh rata-rata jarak dari kantor desa/kelurahan ke kantor kabupaten/kota yang membawahi

6. Karakteristik Daerah

a. Persentase Desa Gempa Bumi b. Persentase Desa Tanah Longsor c. Persentase Desa Banjir

d. Persentase Desa Bencana Lainnya e. Persentase Desa di Kawasan Lindung f. Persentase Desa Berlahan Kritis


(35)

12

Upaya pengentasan kabupaten tertinggal dilakukan dengan mengimplementasikan kebijakan pembangunan daerah tertinggal secara terpadu dan tepat sasaran serta tepat kegiatan, maka KNPDT melaksanakan program prioritas yang diarahkan untuk menyelesaikan persoalan-persoalan mendasar yang dihadapi oleh semua daerah tertinggal. Program tersebut antara lain:

a. Program Pengembangan Ekonomi Lokal b. Program Pemberdayaan Masyarakat

c. Program Pengembangan Prasarana dan Sarana d. Program Pencegahan dan Rehabilitasi Bencana e. Program Pengembangan Daerah Perbatasan

2.1.3. Teori Pertumbuhan Ekonomi

Sukirno (2000) mengungkapkan bahwa pertumbuhan ekonomi memiliki 3 aspek, antara lain:

1. Pertumbuhan itu bersumber dari perbedaan tingkat pertumbuhan potensial yang dapat dicapai dan tingkat pertumbuhan yang sebesarnya dicapai

2. Pertumbuhan ekonomi terletak pada peningkatan potensi pertumbuhan itu sendiri

3. Pertumbuhan ekonomi adalah mengenai keteguhan pertumbuhan ekonomi yang berlaku dari satu tahun ke tahun lainnya.

Menurut Todaro dan Smith (2006), pertumbuhan ekonomi merupakan suatu proses peningkatan kapasitas produktif dalam suatu perekonomian secara terus-menerus atau berkesinambungan sepanjang waktu sehingga menghasilkan


(36)

13

tingkat pendapatan dan output nasional yang semakin lama semakin besar. Tiga komponen pertumbuhan ekonomi yang penting bagi setiap masyarakat adalah: 1. Akumulasi modal, dimana akumulasi modal termasuk didalamnya semua

investasi baru dalam tanah, peralatan fisik dan sumber daya manusia melalui perbaikan di bidang kesehatan, pendidikan dan keterampilan keja

2. Pertumbuhan jumlah penduduk yang pada akhirnya menyebabkan pertumbuhan angkatan kerja

3. Kemajuan teknologi yang secara luas diartikan sebagai cara baru dalam menyelesaikan pekerjaan.

Pertumbuhan ekonomi adalah perkembangan kegiatan ekonomi dari waktu ke waktu dan menyebabkan pendapatan nasional riil berubah. Tingkat pertumbuhan ekonomi menunjukkan persentase kenaikan pendapatan nasional riil pada suatu tahun tertentu dibandingkan dengan pendapatan nasional riil pada tahun sebelumnya (Sukirno, 2004). Pendapatan nasional ini dihitung berdasarkan jumlah seluruh output barang dan jasa yang dihasilkan oleh perekonomian suatu Negara.

Perubahan dari tahun ke tahun jumlah output barang dan jasa tersebut diukur oleh pertumbuhan nilai Produk Domestik Bruto (PDB) atas dasar harga konstan, yang merupakan jumlah nilai tambah bruto yang timbul dari seluruh sektor perekonomian di suatu wilayah. Sehingga dapat dikatakan bahwa besaran nilai PDRB atas dasar harga konstan dapat mengukur besaran pertumbuhan ekonomi.


(37)

14

2.1.4. Produk Domestik Bruto (PDB)

Mankiw (2007) meyatakan bahwa Produk Domestik Bruto (PDB) adalah pendapatan total dan pengeluaran total nasional atas output barang dan jasa yang dihasilkan oleh suatu negara. PDB dapat mengukur pertumbuhan ekonomi suatu negara, karena PDB merupakan nilai tambah yang merupakan refleksi dari seluruh kegiatan ekonomi di suatu negara.

Terdapat dua metode penghitungan PDB, yaitu atas dasar harga berlaku yang menghitung nilai tambah yang dihasilkan dari seluruh kegiatan ekonomi dengan mengalikan total nilai tambah dengan harga pada tahun berjalan. Sedangkan PDB atas dasar harga konstan dihitung dengan mengalikan seluruh nilai tambah dari hasil kegiatan ekonomi dengan harga pada tahun dasar. Data PDB yang digunakan untuk mengukur besaran nilai pertumbuhan ekonomi adalah PDB atas dasar harga konstan. Nilai PDB pada dasarnya merupakan penjumlahan dari seluruh nilai Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) dari masing-masing propinsi/kabupaten di suatu Negara.

2.1.5. Prasarana (Infrastruktur)

Kwik dalam Haris (2009) menyatakan bahwa infrastruktur merupakan roda penggerak pertumbuhan ekonomi. Dari alokasi pembiayaan publik dan swasta, infrastruktur dipandang sebagai lokomotif pembangunan nasional dan daerah. Secara ekonomi makro ketersediaan dari jasa pelayanan infrastruktur memengaruhi marginal productivity of private capital, sedangkan dalam konteks


(38)

15

ekonomi mikro, ketersediaan jasa pelayanan infrastruktur berpengaruh terhadap pengurangan biaya produksi.

World Bank (1994) menyebutkan bahwa elastisitas PDB (Produk Domestik Bruto) terhadap infrastruktur di suatu negara adalah antara 0,07 sampai dengan 0,44. World Bank (1994) kemudian membagi infrastruktur menjadi tiga komponen utama, yaitu:

1. Infrastruktur ekonomi, merupakan infrastruktur fisik yang diperlukan untuk menunjang aktivitas ekonomi, meliputi public utilities (tenaga listrik, telekomunikasi, air, sanitasi, gas), public work (jalan, bendungan, kanal, irigasi dan drainase) dan sektor transportasi (jalan, rel, pelabuhan, lapangan terbang dan sebagainya).

2. Infrastruktur sosial, meliputi pendidikan, kesehatan, perumahan dan rekreasi. 3. Infrastruktur administrasi, meliputi penegakan hukum, kontrol administrasi

dan koordinasi.

2.1.6. Pengaruh Pembangunan Infrastruktur Terhadap Pertumbuhan Ekonomi

Munnell dalam Prasetyo (2008), mendukung dampak yang kuat dan signifikan dari infrastruktur publik pada pertumbuhan produktivitas di 48 negara bagian USA selama tahun 1970-1986. Variabel yang digunakan meliputi jalan, sekolah, rumah sakit, fasilitas air minum, gas, listrik dan infrastruktur non militer lainnya serta mesin-mesin. Kesimpulannya modal publik mempunyai dampak positif pada produktivitas output dengan elastisitas sebesar 0,15 sedangkan modal swasta 0,31 atau elastisitas modal publik setengah dari modal swasta.


(39)

16

Canning (1999) menyusun suatu model untuk melihat kontribusi infrastruktur terhadap total output. Dalam model Canning tersebut nilai produk domestik regional bruto merupakan fungsi dari modal fisik, modal manusia, modal infrastruktur dan jumlah penduduk.

2.1.7. Tinjauan Penelitian Sebelumnya

Berikut disampaikan beberapa penelitian yang telah dilakukan sebelumnya, antara lain:

1. Kasim (2006) melakukan penelitian mengenai “Analisis mengenai Kinerja Infrastruktur Listrik Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Indonesia”. Metode yang digunakan adalah uji kausalitas Granger terhadap variabel Konsumsi Energi Listrik (KEL) dan Pendapatan dari penjualan Energi Listrik (REP) dan dengan PDB. Hasil penelitian menunjukkan terdapat hubungan searah antara variabel KEL dan REP dengan PDB.

2. Prasetyo (2008) melakukan studi mengenai “Ketimpangan dan Dampak Infrastruktur terhadap Pertumbuhan Ekonomi di Wilayah Kawasan Barat Indonesia (KBI)”. Analisis regresi data panel digunakan untuk melihat besarnya pengaruh infrastruktur terhadap pertumbuhan ekonomi dan pendapatan perkapita di KBI. Infrastruktur yang diteliti meliputi: panjang jalan, listrik, dan air bersih. Analisis dilakukan dengan menggunakan data 14 (empat belas) propinsi di KBI dan pada kurun waktu 1995-2006. Dengan menggunakan model fixed effect ditemukan bahwa masing-masing


(40)

17

infrastruktur memberikan pengaruh yang positif terhadap pertumbuhan ekonomi dan juga pendapatan per kapita.

Mengacu pada penelitian-penelitian sebelumnya, maka dalam penelitian ini digunakan beberapa variabel bebas untuk menjelaskan pengaruh infrastruktur terhadap pertumbuhan ekonomi 25 kabupaten tertinggal KTI, antara lain; variabel jumlah keluarga pengguna listrik, jumlah keluarga pengguna telepon, panjang jalan, jumlah puskesmas dan jumlah sekolah serta dummy variabel program bantuan KNPDT.

2.2. Kerangka Pemikiran

Dalam upaya memberikan masukan untuk perbaikan strategi dan kebijakan yang diambil oleh KNPDT dalam upaya pengentasan kabupaten tertinggal, maka kiranya diperlukan suatu studi mengenai faktor-faktor yang memengaruhi pertumbuhan ekonomi. Untuk memberikan gambaran mengenai alur pemikiran dalam penelitian ini, berikut digambarkan kerangka pemikiran penelitian, sebagai berikut:


(41)

18

Ket: - - - - batasan kajian

Gambar 2.1.

Kerangka Pemikiran Penelitian Masih banyaknya

kabupaten tertinggal

Kebijakan KNPDT

Percepatan Pertumbuhan Ekonomi

Infrastruktur Sosial

Rekomendasi Kebijakan untuk Pengentasan Kabupaten

Tertinggal


(42)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Jenis dan Sumber Data

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data panel yang merupakan data sekunder yang diperoleh dari berbagai publikasi Badan Pusat Statistik (BPS), diantaranya publikasi daerah dalam angka dan statistik potensi desa. Kurun waktu data yang digunakan adalah dua tahunan, yaitu Tahun 2003, 2005 dan 2007, mencakup 25 kabupaten tertinggal KTI.

3.2. Metode Analisis 3.2.1. Analisis Deskriptif

Metode analisis deskriptif merupakan suatu metode analisis yang sederhana yang dapat digunakan untuk menggambarkan kondisi suatu observasi dengan menyajikannya dalam bentuk tabel, grafik maupun narasi dengan tujuan untuk memudahkan pembaca dalam menafsirkan hasil observasi.

Metode analisis deskriptif dalam penelitian ini digunakan untuk menggambarkan secara umum keragaan 25 kabupaten tertinggal KTI, periode 2003-2007. Metode ini digunakan untuk melihat secara sederhana dampak kebijakan dan program yang telah dilakukan oleh KNPDT khususnya di bidang infrastruktur terhadap pertumbuhan ekonomi. Diharapkan kebijakan dan program yang telah dilakukan mampu membuat perubahan yang cukup signifikan ke arah yang lebih baik pada kabupaten-kabupaten yang dibina.


(43)

20

3.2.2. Analisis Pengaruh Infrastruktur terhadap Pertumbuhan Ekonomi Tujuan utama penggunaan persamaan regresi adalah untuk memperkirakan nilai dari variabel tak bebas pada nilai variabel bebas tertentu (Supranto, 2000). Atas dasar tersebut penulis menggunakan metode ini untuk menjelaskan pengaruh infrastruktur terhadap pertumbuhan ekonomi. Pada penelitian ini analisis regresi yang digunakan adalah analisis regresi data panel, untuk menjelaskan pengaruh infrastruktur terhadap pertumbuhan ekonomi 25 kabupaten tertinggal KTI. Sehubungan dengan digunakannya data panel dalam penelitian ini, maka data yang digunakan akan dianalisis menggunakan teknik estimasi data panel, yaitu dengan metode Ordinay Least Squares (OLS) menggunakan teknik Pooled OLS

Model, Fixed Effect Model dan Random Effect Model. Kemudian berdasarkan

hasil dari ketiga model tersebut, akan ditentukan model mana yang lebih tepat menjelaskan faktor-faktor di bidang infrastruktur yang memengaruhi pertumbuhan ekonomi dengan menggunakan uji kesesuaian model dengan Chow

test dan Haussman Test.

3.2.2.1. Model Pooled OLS (Constant Coefficient Model)

Model Pooled OLS adalah salah satu tipe model data panel yang memiliki koefisien yang konstan untuk intersep dan slope. Untuk model data panel ini dapat menggunakan metode Ordinary Least


(44)

21

ke dalam model berikut:

it

it X

Y =α+β

………...(3.1)

dimana i menunjukkan urutan kabupaten yang diobservasi pada data

cross-section, sedangkan t menunjukkan periode pada data time-series.

Namun, pada metode ini asumsi yang digunakan menjadi sangat terbatas karena pada model tersebut diasumsikan intersep dan koefisien dari setiap variabel sama untuk setiap kabupaten yang diobservasi. Penggunaan asumsi ini secara logika menyebabkan model pooled OLS

menjadi tidak cukup tepat menjelaskan model dalam penelitian ini. Untuk itu dilakukan uji kesesuaian model dengan Chow test untuk menentukan jika model sesuai menggunakan model pooled OLS.

3.2.2.2. Model Fixed Effect

Tipe model data panel ini memiliki konstan slope namun memiliki intersep yang bergantung pada data panel dari serangkaian grup observasi (cross section) dalam hal ini adalah kabupaten yang diobservasi. Model ini dikenal juga sebagai Least Squares Dummy

Variable Model, karena sebanyak i-1 variabel dummy digunakan

dalam model ini. Persamaan model ini adalah sebagai berikut:


(45)

22

3.2.2.3. Model Random Effect

Dalam model ini terdapat perbedaan intersep untuk setiap kabupaten dan intersep tersebut merupakan variabel random atau stokastik. Sehingga dalam model random effects terdapat dua komponen residual, yakni residual secara menyeluruh itε dan residual secara individu. Persamaan model random effects dapat ditulis sebagai berikut:

……….(3.3)

Piranti lunak yang digunakan dalam membantu pengolahan untuk analisis regresi data panel adalah Eviews 5.1. yang merupakan program pengolahan dan analisis data yang dapat digunakan untuk membantu penelitian di bidang statistika dan ekonometrika.

3.3. Metode Pemilihan Model (Uji Kesesuaian Model) 3.3.1. Chow Test

Gujarati dalam Hartati (2008) menjelaskan bahwa Chow test digunakan untuk menentukan model yang akan digunakan, apakah lebih tepat dijelaskan oleh model Pooled OLS atau model Fixed Effect. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa asumsi konstan slope dan intersep pada model Pooled OLS

pada kenyataannya tidak cukup realistis. Pengujian ini dilakukan dengan hipotesis sebagai berikut:


(46)

23

H0 : Model adalah model Pooled Least Square

H1 : Model adalah model Fixed Effect

Dasar penolakan terhadap H0 adalah dengan menggunakan F-statistic

seperti yang dirumuskan oleh Chow:

) /( ) ( ) 1 /( ) ( 2 2 1 K N NT ESS N ESS ESS statistic F − − − − = − ………….……..(3.4) dimana: 1

ESS = Residual Sum Square hasil pendugaan model pooled least square

2

ESS = Residual Sum Square hasil pendugaan model fixed effect

N =Jumlah data cross section

T = Jumlah data time series

K = Jumlah variabel penjelas

Statistik Chow test mengikuti distribusi F-statistic dengan derajat bebas (N-1,NT-N-K), jika nilai CHOW statistic (F-stat) hasil pengujian lebih besar dari F-tabel, maka cukup bukti untuk melakukan penolakan terhadap H0 sehingga model yang digunakan adalah fixed effect, dan begitu juga sebaliknya.

3.3.2. Haussman Test

Gujarati dalam Hartati (2008) menjelaskan bahwa pengujian yang dilakukan setelah Chow Test adalah Haussman Test, yang digunakan untuk menentukan apakah model lebih tepat dijelaskan dengan model fixed effect atau


(47)

24

H0 : Model adalah model Random Effect

H1 : Model adalah model Fixed Effect

Dasar penolakan H0 dengan membandingkan Statistik Hausman dengan Chi-Square. Statistik Hausman dirumuskan dengan:

m=(β −b)(M0M1)−1(β−b) ≈ χ2 …...……..(3.5)

Dimana β adalah vektor untuk statistik variabel fixed effect, b adalah vektor statistik variabel random effect, M0 adalah matriks kovarians untuk dugaan fixed

effect model, dan M1 adalah matriks kovarians untuk dugaan random effect

model. H0 ditolak jika nilai m hasil pengujian lebih besar dari χ2-tabel, sehingga

model yang digunakan adalah model fixed effect, dan begitu pula sebaliknya.

3.4. Model Penelitian Pengaruh Infrastruktur terhadap Pertumbuhan Ekonomi

Pada penelitian ini modal infrastruktur dipecah menjadi modal infrastruktur bidang ekonomi dan sosial. Infrastruktur bidang ekonomi terdiri dari variabel panjang jalan, jumlah rumah tangga pengguna listrik dan jumlah rumah tangga pengguna telepon., sedangkan infrastruktur sosial terdiri dari variabel jumlah puskesmas dan jumlah SD dan SMP per 1000 penduduk.

Secara matematis, hubungan antara variabel-variabel yang memengaruhi pertumbuhan ekonomi tersebut dapat digambarkan sebagai berikut :

PDRBit = αo + α1LISit + α2TLPit + α3JLNit + α4PUSit + α5SEKit +α6PROGit +μit


(48)

25

dimana:

PDRBit = Besaran Nilai PDRB Atas Dasar Harga Konstan 2000 (miliar

rupiah)

αo = intercept

α1 – α6 = parameter infrastruktur dan program P2IPDT

µit = error term

LISit = Jumlah keluarga pengguna listrik (keluarga)

TLPit = Jumlah keluarga pengguna telepon (keluarga)

JLNit = Panjang jalan (km)

PUSKit = Jumlah puskesmas (unit)

SEKit = Jumlah sekolah per 1000 penduduk (unit)

PROGit = Dummy variabel program bantuan KNPDT, yang bernilai 0

(sebelum P2IPDT) dan 1 (setelah P2IPDT)

Pemilihan variabel didasarkan pada indikator yang digunakan oleh KNPDT sebagai kriteria penentuan daerah tertinggal. Pemilihan keluarga pengguna listrik dan telepon serta jumlah puskesmas dan sekolah karena erat kaitannya dengan program P2IPDT, dimana melalui P2IPDT, KNPDT melakukan pembangunan infrastruktur di bidang energi, telekomunikasi, transportasi dan pelayanan sosial dasar. Variabel jumlah keluarga pengguna listrik dan telepon juga dipilih sebagai variabel di dalam model karena keluarga pengguna listrik dan telepon menentukan akses rumah tangga terhadap energi listrik dan telepon yang menentukan produktivitas individu dan merupakan salah satu input produksi.


(49)

26

3.5. Pengujian Asumsi

Pengujian asumsi klasik dilakukan untuk memastikan bahwa model telah memenuhi persyaratan asumsi yang telah ditetapkan. Nachrowi dan Usman (2006) menyatakan bahwa pengujian asumsi tersebut dilakukan untuk menguji asumsi terbebasnya model dari autokorelasi, multikolinieritas dan heteroskedastisitas. 1. Pengujian Asumsi Autokorelasi

Pengujian asumsi autokorelasi dilakukan untuk memastikan terbebasnya model dari autokorelasi. Salah satu uji formal yang paling populer untuk mendeteksi autokorelasi adalah uji Durbin-Watson.

Model dapat dikatakan terbebas dari autokorelasi apabila nilai Statistik Durbin Watson berada pada kisaran nilai 2. Statistik Durbin Watson dirumuskan dengan:

d =

= = − − n t n t t t e e e 1 2 2 1) ( ………...(3.7)

2. Pengujian Asumsi Multikolinieritas

Pengujian asumsi multikolinieritas dilakukan untuk memastikan model terbebas dari multikolinieritas atau dengan kata lain tidak terdapat hubungan linier antarvariabel bebas. Pengujian multikolinieritas dilakukan dengan melihat nilai korelasi pearson antarvariabel indpenden dan variance inflation

factor (VIF). Nachrowi dan Usman (2006) menyatakan bahwa dampak adanya


(50)

27

a. Varians koefisien regresi menjadi besar sehingga interval kepercayaan

(confidence interval) menjadi lebar.

b. Varians yang besar juga dapat menyebabkan biasnya hasil estimasi pada uji-t dimana taksiran β menjadi idak signifikan.

c. Multikolinieritas dapat mengakibatkan banyak vaiabel yang tidak signifikan meskipun koefisien determinasi (R2) tinggi dan uji F signifikan. d. Angka estimasi koefisien regresi yang didapat akan memunyai nilai yang

tidak sesuai dengan substansi, atau kondisi yang dapat diduga akal sehat sehingga dapat menyesatkan interpretasi.

3. Pengujian Asumsi Heteroskedastisitas

Pengujian asumsi heteroskedastisitas dapat dilakukan dengan dua metode, yakni:

a. Metode Grafik

Metode grafik dilakukan dengan membuat scatter plot dari kuadrat residual. Apabila tidak terdapat pola khusus pada scatterplot maka model adalah homoskedastik, namun apabila terdapat pola tertentu pada

scatterplot residual maka model adalah heteroskedastik.

b. White Test

White test dilakukan untuk menguji apakah model terbebas dari asumsi heteroskedastisitas. Pengujian dilakukan dengan hipotesis sebagai berikut: Ho: Model Homoskedastik


(51)

28

Kemudian dilakukan penghitungan statistik White, yang dirumuskan sebagai:

WHITE = n x R2 ...(3.8) Dasar penolakan Ho apabila nilai statistik White lebih besar dari χ tabel dengan derajat bebas adalah jumlah variabel independen.

3.6. Pengujian Validitas Model

Untuk menguji validitas model dampak program bantuan dan pengaruh pembangunan infrastruktur terhadap pertumbuhan ekonomi, dilakukan serangkaian uji antara lain:

1. Uji F

Uji F dilakukan dalam penelitian ini, untuk melakukan uji hipotesis koefisien regresi secara bersamaan. Hipotesis yang digunakan dalam uji ini adalah:

H0 : β12 =...= βk =0

H1 : minimal ada satu nilai β yang tidak sama dengan nol. Adapun penghitungan F hitung dilakukan dengan rumus:

……….(3.8) dimana:

MSR = Mean Squared Regression

MSE = Mean Squared Error


(52)

29

SSE = Sum of Squared Error

Berdasarkan F hitung yang didapatkan dari hasil pengolahan ketiga model data panel, kemudian dibandingkan dengan F statistik dengan derajat bebas sebesar k dan n-k-1. Maka model yang akan diambil adalah model dengan F hitung lebih besar daripada F statistik sehingga dapat dikatakan bahwa pada model yang dipilih paling tidak ada satu koefisien yang signifikan secara statistik.

2. Uji t

Pada uji t dilakukan pengujian kofisien regresi secara individu (masing-masing variabel) untuk melihat pengaruh variabel bebas terhadap variabel terikat. Hipotesis yang digunakan untuk pengujian ini adalah:

H0i =0 H1i ≠0

Adapun penghitungan untuk uji t dilakukan dengan rumus:

...(3.9) Berdasarkan hasil perhitungan dalam uji t, maka akan dipilih variabel bebas yang signifikan secara statistik.

3. Koefisien Determinasi

Sesuai dengan teori statistik, dimana nilai koefisien determinasi (R2) mencerminkan seberapa besar variasi dari variabel terikat dapat diterangkan oleh variabel bebas, maka dalam penelitian ini, dari ketiga model regresi data panel yang digunakan akan dipilih model yang menghasilkan nilai koefisien


(53)

30

determinasi (R2) terbesar. Dengan kata lain model tersebut adalah model yang paling tepat menjelaskan pengaruh dari pembangunan infrastruktur baik ekonomi dan sosial terhadap pertumbuhan ekonomi 25 kabupaten tertinggal KTI. Nilai R2 yang digunakan adalah nilai adjusted R2, mengingatadjusted R2 merupakan ukuran kesesuaian model yang lebih baik dibandingkan R2 karena telah memperhitungkan jumlah derajat bebas. Adapun rumusan untuk nilai adjusted R2 adalah:

k N N R R − − − −

=1 (1 2) 1

2 _ ...(3.10) dimana: = 2 _

R adjusted R2

N = jumlah sampel

k = jumlah variabel independen (Pindyck dan Rubin Feld, 1983).

3.7. Hipotesis

Hipotesis yang dipakai dalam penelitian ini digunakan untuk mengetahui hubungan keterikatan dari variabel bebas dengan variabel terikat. Hipotesis tersebut antara lain menduga bahwa:

1. Panjang jalan memunyai pengaruh positif terhadap pertumbuhan ekonomi karena jalan turut membantu kelancaran bidang transportasi, sehingga dapat membantu dalam mempercepat bergeraknya roda perekonomian suatu daerah.

2. Jumlah keluarga pengguna listrik memunyai pengaruh positif terhadap pertumbuhan ekonomi, karena jumlah keluarga pengguna listrik menentukan


(54)

31

seberapa besar akses suatu daerah terhadap energi kelistrikan yang diyakini dapat membantu dalam pergerakan ekonomi daerah.

3. Jumlah keluarga pengguna telepon memunyai pengaruh positif terhadap pertumbuhan ekonomi, karena cukup banyaknya jaringan telepon yang tersambung dalam satu wilayah dapat mempermudah komunikasi antar individu, yang pada akhirnya mampu membantu tumbuhnya perekonomian. 4. Jumlah puskesmas memunyai pengaruh positif terhadap pertumbuhan

ekonomi, karena kemudahan akses individu terhadap fasilitas kesehatan dapat membantu penduduk dalam memelihara kesehatan diri dan lingkungannya, dan ini merupakan modal dasar bagi seseorang untuk melakukan aktivitas dalam rangka ikut andil dalam meningkatkan pertumbuhan ekonomi daerah.

5. Jumlah SD dan SMP memunyai pengaruh positif terhadap pertumbuhan ekonomi, karena kemudahan akses individu terhadap fasilitas dasar pendidikan mampu meningkatkan daya saing penduduk dalam rangka meningkatkan kesejahteraan penduduk dan perekonomian daerah pada umumnya.

6. Program bantuan KNPDT di bidang pembangunan infrastruktur positif memengaruhi pertumbuhan ekonomi, karena melalui pogram bantuan dibangunlah infrasttruktur yang dapat membuka akses kabupaten tertinggal ke berbagai faktor produksi yang kemudian dapat mendorong pergerakan perekonomian.


(55)

BAB IV

GAMBARAN UMUM DUA PULUH LIMA

KABUPATEN TERTINGGAL KAWASAN TIMUR INDONESIA

4.1. Pertumbuhan Ekonomi

Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator penting guna melakukan evaluasi dan koreksi terhadap program pembangunan ekonomi yang telah dilaksanakan pada masa atau periode yang lalu. Dalam mengukur tingkat pertumbuhan ekonomi digunakan angka Produk Domestik Regonal Bruto (PDRB) atas dasar harga konstan, karena dalam penghitungan PDRB atas dasar harga konstan tersebut, pengaruh perubahan harga telah dieliminasi. Dengan demikian pertumbuhan yang dicerminkan merupakan pertumbuhan riil barang dan jasa dalam suatu periode waktu tertentu.

Pertumbuhan ekonomi dapat pula diamati dari sisi PDRB atas dasar harga berlaku dan konstan, dimana yang membedakan antara keduanya adalah perkembangan tidak riil dan perkembangan riil. Dikatakan perkembangan tidak riil, karena didalamnya masih terdapat unsur perubahan harga, sedangkan dalam perkembangan riil unsur perkembangan harga telah dikeluarkan.

Rata-rata pertumbuhan ekonomi 25 kabupaten tertinggal KTI selama kurun waktu 2003-2007 terus menunjukkan arah perbaikan. Hal ini terlihat dari rata-rata nilai PDRB atas dasar harga konstan di 25 kabupaten tertinggal KTI yang terus membaik tiap tahunnya. Pada Tahun 2003 rata-rata nilai PDRB atas dasar harga konstan di 25 kabupaten tertinggal KTI tercatat sebesar Rp.760,25 miliar, kemudian naik pada Tahun 2005 menjadi Rp. 828,54 miliar dan kembali


(56)

33

menunjukkan kenaikan pada Tahun 2007 dengan nilai rata-rata sebesar Rp.938,43 miliar (Gambar 4.1.). Nilai PDRB atas dasar harga konstan yang terus naik tiap tahunnya ini menunjukkan adanya pertumbuhan ekonomi di 25 kabupaten tertinggal KTI.

Nilai PDRB atas dasar harga konstan terbesar pada Tahun 2007 di 25 kabupaten tertinggal KTI tercatat di Kabupaten Kutai Barat Provinsi Kalimantan Timur, dengan rata-rata PDRB atas dasar harga konstan sebesar Rp.2.684,53 miliar rupiah. Sedangkan nilai terendah tercatat di Kabupaten Asmat Provinsi Papua yaitu sebesar Rp.180,60 miliar rupiah.

938,43

760,25 828,54

0 200 400 600 800 1000

2003 2005 2007

PDRB ADHK

Sumber: PDRB Kabupaten/Kota di Indonesia, 2003-2007, BPS

Gambar 4.1. Perkembangan Rata-Rata PDRB Atas Dasar Harga Konstan di 25 Kabupaten Tertinggal KTI, Tahun 2003, 2005 dan 2007


(57)

34

Tabel 4.1. Perkembangan Nilai PDRB Atas Dasar Harga Konstan di 25 Kabupaten Tertinggal KTI, Tahun 2003 dan 2007 (miliar rupiah)

No. Kabupaten

PDRB (miliar rupiah) Pertumbuhan (%) 2003 2007

1 Kupang 1.437,97 1.798,33 5,75

2 Timor Tengah Selatan 714,11 843,10 4,24

3 Belu 535,59 657,40 5,26

4 Alor 274,56 338,44 5,37

5 Flores Timur 435,39 521,81 4,63

6 Sambas 2.050,25 2.491,40 4,99

7 Bengkayang 769,79 1.010,34 7,03

8 Sanggau 2.308,27 2.356,60 0,52

9 Katingan 946,44 1.102,40 3,89

10 Gunung Mas 482,03 582,88 4,86

11 Kutai Barat 2.082,58 2.684,53 6,55 12 Kepulauan Talaud 297,12 364,01 5,21

13 Banggai 1.165,46 1.539,76 7,21

14 Morowali 884,33 1.394,33 12,06

15 Selayar 303,58 370,40 5,10

16 Jeneponto 666,91 745,30 2,82

17 Barru 503,07 605,71 4,75

18 Majene 397,99 475,96 4,57

19 Maluku Tenggara Barat 351,86 411,63 4,00

20 Buru 222,73 258,40 3,78

21 Merauke 952,82 1.228,71 6,56

22 Boven Digoel 268,77 403,77 10,71

23 Mappi 129,02 214,27 13,52

24 Asmat 108,37 180,60 13,62

25 Nabire 717,18 880,62 5,27

Rata-rata 760,25 938,43 5,41 Sumber: PDRB Kabupaten/Kota 2003-2007, BPS (Diolah)

Rata-rata laju pertumbuhan ekonomi di 25 kabupaten tertinggal KTI periode 2003-2007 adalah sebesar 5,41 persen (Tabel 4.1). Nilai laju pertumbuhan ekonomi terbesar dalam periode yang sama tercatat di Kabupaten Asmat Provinsi Papua, dengan laju pertumbuhan ekonomi sebesar 13,62 persen. Tingginya laju pertumbuhan ekonomi di Kabupaten Asmat ini dikarenakan tingginya nilai PDRB


(58)

35

pada sektor bangunan dan pemerintahan, karena besarnya APBD pada pos belanja bangunan untuk jalan dan jembatan. Laju pertumbuhan ekonomi terendah tercatat di Kabupaten Sanggau Provinsi Kalimantan Barat dengan laju pertumbuhan ekonomi sebesar 0,52 persen.

4.2. Keragaan Infrastruktur Sosial 4.2.1. Bidang Kesehatan

Keragaan infrastruktur di bidang kesehatan pada 25 kabupaten tertinggal KTI akan dijelaskan dengan menggambarkan secara umum jumlah unit puskesmas yang dimiliki masing-masing kabupaten tersebut pada periode 2003, 2005 dan 2007. Variabel jumlah puskesmas ini dipilih karena puskesmas merupakan infrastruktur dasar dan merupakan standar pelayanan dasar di bidang kesehatan.

Rata-rata jumlah puskesmas yang dimiliki oleh 25 kabupaten tertinggal KTI pada periode 2003, 2005 dan 2007 mengalami kenaikan yang tidak signifikan. Tercatat rata-rata jumlah puskesmas yang dimiliki 25 kabupaten tertinggal tersebut pada Tahun 2003 adalah sebesar 14 unit puskesmas, sedangkan untuk Tahun 2005 yaitu sebesar 15 unit dan Tahun 2007 tercatat sebesar 17 unit puskesmas.

Kabupaten dengan jumlah puskesmas terbesar untuk Tahun 2007 adalah Kabupaten Maluku Tenggara Barat, Provinsi Maluku yang tercatat sebesar 27 unit puskesmas, sedangkan kabupaten dengan jumlah puskesmas terendah untuk tahun yang sama adalah Kabupaten Mappi dan Asmat Provinsi Papua yang


(59)

36

masing-masing tercatat memiliki puskesmas sebanyak 8 unit. Jumlah yang relatif rendah ini disebabkan faktor geografis kabupaten ini, dmana letak daerahnya terpencil dan sulit untuk dijangkau.

Tabel 4.2. Perkembangan Jumlah Puskesmas di 25 Kabupaten Tertinggal KTI, Tahun 2003 dan 2007

No. Kabupaten

Jumlah Puskesmas

(unit) Pertumbuhan

(%) 2003 2007

1 Kupang 20 26 6,78

2 Timor Tengah Selatan 21 26 5,48

3 Belu 15 18 4,66

4 Alor 16 20 5,74

5 Flores Timur 15 14 -1,71

6 Sambas 18 25 8,56

7 Bengkayang 12 14 3,93

8 Sanggau 19 19 0,00

9 Katingan 25 16 -10,56

10 Gunung Mas 8 12 10,67

11 Kutai Barat 16 21 7,03

12 Kepulauan Talaud 8 19 24,14

13 Banggai 20 20 0,00

14 Morowali 13 15 3,64

15 Selayar 9 12 7,46

16 Jeneponto 13 16 5,33

17 Barru 8 11 8,29

18 Majene 7 9 6,48

19 Maluku Tenggara Barat 21 27 6,48

20 Buru 12 14 3,93

21 Merauke 15 17 3,18

22 Boven Digoel 4 12 31,61

23 Mappi 8 8 0,00

24 Asmat 5 8 12,47

25 Nabire 23 26 3,11

Rata-rata 14 17 4,90


(60)

37

Rata-rata laju pertumbuhan jumlah puskesmas untuk periode 2003-2007 adalah sebesar 4,90 persen (Tabel 4.2). Laju pertumbuhan puskesmas tertinggi tercatat di Kabupaten Boven Digoel, Provinsi Papua dengan nilai laju pertumbuhan puskesmas sebesar 31,61 persen. Besarnya laju pertumbuhan puskesmas di kabupaten ini besar kemungkinan karena adanya perbaikan sarana kesehatan mengingat kabupaten ini merupakan kabupaten baru pecahan Kabupaten Merauke. Laju pertumbuhan puskesmas terendah tercatat di Kabupaten Katingan Provinsi Kalimantan Tengah dengan nilai laju pertumbuhan sebesar -10,56 persen.

4.2.2. Bidang Pendidikan

Keragaan infrastruktur di bidang pendidikan pada 25 kabupaten tertinggal KTI akan dijelaskan dengan menggambarkan secara umum jumlah unit sekolah SD dan SMP yang dimiliki masing-masing kabupaten tersebut pada periode 2003, 2005 dan 2007. Variabel tersebut dipilih atas dasar pelaksanaan kebijakan pemerintah yang mewajibkan pendidikan dasar 9 tahun.

Infrastruktur bidang pendidikan pada 25 kabupaten tertinggal KTI pada periode 2003, 2005 dan 2007 menunjukkan adanya perbaikan. Hal ini terlihat dari nilai rata-rata jumlah SD dan SMP yang menunjukkan kenaikan pada periode tersebut. Pada Tahun 2003 tecatat rata-rata jumlah SD dan SMP 25 kabupaten tertinggal KTI tercatat adalah sebesar 272 unit, sedangkan untuk periode 2005 dan 2007 juga mengalami kenaikan, dimana besarannya masing adalah sebesar 273 unit untuk Tahun 2005 dan 299 unit untuk Tahun 2007.


(61)

38

Tabel 4.3. Perkembangan Jumlah SD dan SMP di 25 Kabupaten Tertinggal KTI, Tahun 2003 dan 2007

No. Kabupaten

Jumlah SD dan SMP

(unit) Pertumbuhan

(%) 2003 2007

1 Kupang 360 446 5,50

2 Timor Tengah Selatan 520 619 4,45

3 Belu 318 396 5,64

4 Alor 251 270 1,84

5 Flores Timur 325 332 0,53

6 Sambas 507 553 2,19

7 Bengkayang 254 287 3,10

8 Sanggau 752 570 -6,69

9 Katingan 248 251 0,30

10 Gunung Mas 186 191 0,67

11 Kutai Barat 255 280 2,37

12 Kepulauan Talaud 136 156 3,49

13 Banggai 406 443 2,20

14 Morowali 282 335 4,40

15 Selayar 156 193 5,46

16 Jeneponto 279 307 2,42

17 Barru 224 223 -0,11

18 Majene 191 232 4,98

19 Maluku Tenggara Barat 319 392 5,29

20 Buru 193 250 6,68

21 Merauke 186 223 4,64

22 Boven Digoel 68 75 2,48

23 Mappi 125 148 4,31

24 Asmat 97 108 2,72

25 Nabire 154 189 5,25

Rata-rata 272 299 2,40

Sumber: Daerah Dalam Angka 2003-2007, BPS

Kabupaten dengan jumlah SD dan SMP terbesar pada Tahun 2007 adalah Kabupaten Timor Tengah Selatan dengan jumlah SD dan SMP sebanyak 619 unit (Tabel 4.3), sedangkan kabupaten dengan jumlah SD dan SMP terendah adalah


(62)

39

Kabupaten Boven Digoel Provinsi Papua dengan jumlah SD dan SMP pada Tahun 2007 tercatat sebesar 75 unit.

Nilai rata-rata laju pertumbuhan sekolah (SD dan SMP) di 25 kabupaten tertinggal KTI pada periode 2003-2007 adalah sebesar 2,40 persen. Laju pertumbuhan sekolah tertinggi tercatat di Kabupaten Buru Provinsi Maluku, dengan nilai laju pertumbuhan sebesar 6,68 persen. Nilai laju pertumbuhan sekolah terendah tercatat di Kabupaten Sanggau Provinsi Kalimantan Barat dengan laju pertumbuhan sebesar -6,69 persen.

4.3. Keragaan Infrastruktur Ekonomi 4.3.1. Jalan

Variabel panjang jalan dipilih sebagai salah satu variabel untuk menggambarkan melihat kondisi infrastruktur suatu daerah yang merupakan infrastruktur yang dominan dalam mendorong pergerakan ekonomi. Infrastruktur jalan tiap tahunnya mengalami kenaikan, hal ini terlihat dari nilai panjang jalan yang meningkat tiap periode, untuk Tahun 2003, panjang jalan 25 kabupaten tertinggal KTI tercatat sebesar 825,29, kemudian naik menjadi sebesar 893,44 pada Tahun 2005 dan kembali menunjukkan kenaikan pada Tahun 2007, yang tercatat sebesar 912,46.

Panjang jalan terbesar pada Tahun 2007 tercatat di Kabupaten Banggai Provinsi Sulawesi Tengah, yaitu sebesar 3.008,13 km, sedangkan panjang jalan terendah tercatat di Kabupaten Asmat Provinsi Papua, yaitu sebesar 80,41 km. Panjang jalan yang relatif pendek di Kabupaten Asmat dikarenakan faktor


(63)

40

geografis Kabupaten Asmat, dimana transportasi air merupakan alat transportasi utama di kabupaten ini.

Tabel 4.4. Perkembangan Panjang Jalan di 25 Kabupaten Tertinggal KTI, Tahun 2003 dan 2007

No. Kabupaten

Panjang Jalan

(km) Pertumbuhan

(%) 2003 2007

1 Kupang 704,50 806,01 3,42

2 Timor Tengah Selatan 1543,95 1572,23 0,45

3 Belu 986,59 924,72 -1,61

4 Alor 900,36 999,80 2,65

5 Flores Timur 821,27 853,43 0,96

6 Sambas 863,45 1486,12 14,54

7 Bengkayang 994,19 998,01 0,10

8 Sanggau 1033,73 867,34 -4,29

9 Katingan 438,30 302,66 -8,84

10 Gunung Mas 313,18 952,09 32,04

11 Kutai Barat 749,98 684,78 -2,25 12 Kepulauan Talaud 249,50 325,70 6,89

13 Banggai 1969,80 3008,13 11,17

14 Morowali 1406,33 1375,73 -0,55

15 Selayar 752,19 789,99 1,23

16 Jeneponto 1262,93 1366,36 1,99

17 Barru 681,47 643,07 -1,44

18 Majene 701,33 730,03 1,01

19 Maluku Tenggara Barat 363,14 249,89 -8,92

20 Buru 423,00 311,95 -7,33

21 Merauke 1506,35 1535,50 0,48

22 Boven Digoel 900,07 918,59 0,51

23 Mappi 288,61 339,68 4,16

24 Asmat 42,06 80,41 17,59

25 Nabire 735,86 689,23 -1,62

Rata-rata 825,29 912,46 2,54

Sumber: Daerah Dalam Angka 2003-2007, BPS

Rata-rata pertumbuhan panjang jalan 25 kabupaten tertinggal KTI periode 2003-2007 adalah sebesar 2,54 persen (Tabel 4.4). Laju pertumbuhan panjang


(64)

41

jalan terbesar tercatat di Kabupaten Gunung Mas Provinsi Kalimantan Tengah dengan laju pertumbuhan sebesar 32,04 persen, sedangkan laju pertumbuhan terendah tercatat di Kabupaten Buru, yang tercatat sebesar -7,33 persen.

4.3.2. Listrik

Salah satu infrastruktur ekonomi yang akan diteliti dalam penelitian ini adalah jumlah keluarga pengguna listrik. Untuk periode 2003-2007, rata-rata jumlah keluarga pengguna listrik tiap tahunnya mengalami kenaikan yang cukup signifikan. Pada Tahun 2003, rata-rata jumlah keluarga pengguna listrik di 25 kabupaten tertinggal KTI adalah sebesar 18.463 keluarga. Pada Tahun 2005, jumlah keluarga pengguna listrik mengalami kenaikan, yaitu menjadi sebesar 21.138 keluarga, sedangkan untuk Tahun 2007, juga mengalami kenaikan yaitu menjadi sebesar 26.485 keluarga.

Jumlah keluarga pengguna listrik terbesar periode Tahun 2007 yaitu pada Kabupaten Sambas Provinsi Kalimantan Barat, yang tercatat sebesar 88.188 keluarga. Sedangkan kabupaten dengan jumlah keluarga pengguna listrik terendah pada periode yang sama adalah Kabupaten Mappi Provinsi Papua, dengan nilai rata-rata jumlah keluarga pengguna listrik adalah sebesar 3.719 keluarga.


(65)

42

Tabel 4.5. Perkembangan Jumlah Keluarga Pengguna Listrik di 25 Kabupaten Tertinggal KTI, Tahun 2003 dan 2007 No. Kabupaten

Pengguna Listrik

(keluarga) Pertumbuhan (%) 2003 2007

1 Kupang 20.356 29.246 9,48

2 Timor Tengah Selatan 14.085 17.646 5,80

3 Belu 11.933 20.731 14,81

4 Alor 10.418 13.416 6,53

5 Flores Timur 25.175 30.889 5,25

6 Sambas 70.274 88.188 5,84

7 Bengkayang 24.930 36.106 9,70

8 Sanggau 31.135 54.306 14,92

9 Katingan 11.131 20.395 16,34

10 Gunung Mas 5.585 10.497 17,09

11 Kutai Barat 18.060 29.032 12,60 12 Kepulauan Talaud 10.866 17.240 12,23

13 Banggai 33.321 42.102 6,02

14 Morowali 11.906 22.744 17,56

15 Selayar 16.743 21.919 6,97

16 Jeneponto 40.797 69.569 14,27

17 Barru 25.862 28.477 2,44

18 Majene 17.664 16.954 -1,02

19 Maluku Tenggara Barat 12.062 15.822 7,02

20 Buru 8.507 18.107 20,79

21 Merauke 16.877 26.740 12,19

22 Boven Digoel 3.107 3.944 6,14

23 Mappi 2.261 3.719 13,25

24 Asmat 6.734 10.679 12,22

25 Nabire 11.791 13.650 3,73

Rata-rata 18.463 21.138 9,44

Sumber: Statistik Potensi Desa 2003-2007, BPS (diolah)

Rata-rata laju pertumbuhan pengguna listrik di 25 kabupaten tertinggal KTI untuk periode 2003-2007 adalah sebesar 9,44 persen (Tabel 4.5). Laju pertumbuhan terbesar tercatat di Kabupaten Buru dengan laju pertumbuhan pengguna listrik sebesar 20,79 persen. Laju pertumbuhan pengguna listrik


(66)

43

terendah tercatat di Kabupaten Majene dengan laju pertumbuhan sebesar -1,02 persen.

4.3.3. Telepon

Rata-rata jumlah keluarga pengguna telepon pada 25 kabupaten tertinggal KTI untuk periode 2003, 2005 dan 2007 menunjukkan penurunan rata-rata, pada periode 2005 tercatat rata-rata jumlah keluarga pengguna telepon turun dari sebesar 1.795 keluarga pada Tahun 2003, menjadi sebesar 1.362 keluarga. Pada Tahun 2007, angka ini mengalami kenaikan, yaitu menjadi sebesar 2.008 keluarga.

Kabupaten dengan jumlah keluarga pengguna telepon terbesar yaitu Kabupaten Merauke Provinsi Papua, yang tercatat memiliki jumlah pengguna telepon pada Tahun 2007 sebesar 7.868 keluarga. Sedangkan kabupaten dengan jumlah keluarga pengguna telepon terendah yaitu Kabupaten Boven Digoel yang tercatat memiliki rata-rata jumlah keluarga pengguna telepon sebesar 48 keluarga.

Rata-rata laju pertumbuhan keluarga pengguna telepon untuk periode 2003-2007 adalah sebesar 2,84 persen (Tabel 4.5). Laju pertumbuhan pengguna telepon terbesar tercatat di Kabupaten Mappi Provinsi Papua, dengan nilai laju pertumbuhan sebesar 13,17 persen, sedangkan laju pertumbuhan terendah tercatat di Kabupaten Kepulauan Talaud Provinsi Sulawesi Utara dengan nilai laju pertumbuhan sebesar -3,15 persen. Nilai laju pertumbuhan yang negatif ini besar kemungkinan dipengaruhi oleh maraknya layanan jasa telekomunikasi berbasis seluler.


(67)

44

Tabel 4.6. Perkembangan Jumlah Keluarga Pengguna Telepon di 25 Kabupaten Tertinggal KTI, Tahun 2003 dan 2007

No. Kabupaten

Pengguna Telepon

(keluarga) Pertumbuhan (%) 2003 2007

1 Kupang 593 612 0,79

2 Timor Tengah Selatan 2.142 2.142 0,00

3 Belu 2.071 2.071 0,00

4 Alor 748 876 4,03

5 Flores Timur 1.017 1.141 2,92

6 Sambas 5.564 5.805 1,07

7 Bengkayang 2.234 2.247 0,15

8 Sanggau 2.843 3.214 3,11

9 Katingan 1.252 1.462 3,95

10 Gunung Mas 410 460 2,92

11 Kutai Barat 641 687 1,75

12 Kepulauan Talaud 533 469 -3,15

13 Banggai 4.595 4.595 0,00

14 Morowali 1.017 1.043 0,63

15 Selayar 1.338 1.854 8,50

16 Jeneponto 2.622 3.030 3,68

17 Barru 2.763 2.894 1,16

18 Majene 1.092 1.057 -0,81

19 Maluku Tenggara Barat 979 1.005 0,66

20 Buru 912 912 0,00

21 Merauke 5.126 7.868 11,31

22 Boven Digoel 38 48 6,01

23 Mappi 164 269 13,17

24 Asmat 49 78 12,32

25 Nabire 4.133 4.361 1,35

Rata-rata 1.795 2.008 2,84


(68)

BAB V

HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1. Hasil Analisis Pengaruh Pembangunan Infrastruktur terhadap Pertumbuhan Ekonomi 25 Kabupaten Tertinggal KTI

Analisis pengaruh pembangunan infrastruktur terhadap pertumbuhan ekonomi dalam penelitian ini dilakukan dalam dua tahapan, yaitu:

1. Pengujian Kesesuaian Model (Pemilihan Model Terbaik)

Pengujian kesesuaian model yang dilakukan pertama kali dalam penelitian ini adalah pengujian dengan metode Chow test. Chow test dilakukan untuk menentukan model terbaik dalam pemilihan model pooled OLS atau model fixed effect. Dari hasil pengujian yang dilakukan didapatkan nilai Fstatistik sebesar 95,67. Hasil ini cukup signifikan dengan nilai p-value sebesar

0,0000 sehingga dapat disimpulkan untuk menolak Ho pada taraf α = 1%, sehingga model terbaik yang dipilih adalah model fixed effect.

Hasil estimasi persamaan pengaruh pembangunan infrastruktur terhadap pertumbuhan ekonomi 25 kabupaten tertinggal KTI menunjukkan bahwa model fixed effect dapat lebih baik menjelaskan model dibandingkan dengan random effect. Hal ini terlihat dari signfikansi variabel bebas yang lebih baik dan nilai adjusted R2 yang lebih tinggi dengan model fixed effect, dibandingkan dengan menggunakan model random effect. Nilai adjusted R2 pada model fixed effect adalah sebesar 99,51 persen dan nilai adjusted R2 pada model random effect sebesar 56,26 persen. Variabel bebas yang signiifkan pada model fixed effect sebanyak 5 variabel sedangkan pada random effect


(1)

N a m a K a b u p a t e n

79. Bone Bolango

94. Kepulauan Sula

109. Yapen Waropen

80. Majene

95. Halmahera Selatan

110. Biak Numfor

81. Polewali Mandar

96. Halmahera Utara

111. Paniai

82. Mamasa

97. Halmahera Timur

112. Puncak Jaya

83. Mamuju

98. Fakfak

113. Mimika

84. Mamuju Utara

99. Kaimana

114. Bo1en Digoel

85. Maluku Tenggara

Barat

100. Teluk Wondama

115. Mappi

86. Maluku Tenggara

101. Teluk Bintuni

116. Asmat

87. Maluku Tengah

102. Sorong Selatan

117. Yahukimo

88. Buru

103. Sorong

118. Pegunungan

Bintang

89. Kepulauan Aru

104. Raja Ampat

119. Tolikara

90. Seram Bagian Barat

105. Merauke

120. Sarmi

91. Seram Bagian Timur

106. Jayawijaya

121. Keerom

92. Halmahera Barat

107. Jayapura

122. Waropen

93. Halmahera Tengah

108. Nabire

123. Supiori


(2)

Lampiran 2. Hasil Estimasi dengan Model Fixed Effect

Dependent Variable: PDRB Method: Panel Least Squares Date: 10/09/09 Time: 19:37 Sample: 2001 2003

Cross-sections included: 25

Total panel (balanced) observations: 75

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

C 92.51165 119.9098 0.771510 0.4445

LIST 0.008673 0.002800 3.097019 0.0034

TELP 0.010354 0.030400 0.340596 0.7350

JLN 0.097532 0.068988 1.413755 0.1645

PUSK 1.369824 5.202491 0.263302 0.7935

SEK 1.449435 0.390485 3.711886 0.0006

PROG 40.35642 26.52535 1.521429 0.1353

Effects Specification

Cross-section fixed (dummy variables)

R-squared 0.991561 Mean dependent var 842.4052 Adjusted R-squared 0.985806 S.D. dependent var 662.1372 S.E. of regression 78.88477 Akaike info criterion 11.86722 Sum squared resid 273803.5 Schwarz criterion 12.82512 Log likelihood -414.0208 F-statistic 172.3215 Durbin-Watson stat 1.821100 Prob(F-statistic) 0.000000

     


(3)

Lampiran 3. Hasil Uji Chow pada Model Fixed Effect

Redundant Fixed Effects Tests Equation: Untitled

Test cross-section fixed effects

Effects Test Statistic d.f. Prob.

Cross-section F 95.674143 (24,44) 0.0000

Cross-section Chi-square 298.034494 24 0.0000

Cross-section fixed effects test equation: Dependent Variable: PDRB

Method: Panel Least Squares Date: 10/09/09 Time: 19:38 Sample: 2001 2003

Cross-sections included: 25

Total panel (balanced) observations: 75

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

C -213.5147 167.9795 -1.271076 0.2080

LIST 0.016165 0.004869 3.320226 0.0014

TELP 0.007584 0.049129 0.154374 0.8778

JLN 0.000592 0.125720 0.004709 0.9963

PUSK 25.60799 12.59145 2.033760 0.0459

SEK 1.122439 0.641088 1.750835 0.0845

PROG -30.59220 116.5387 -0.262507 0.7937

R-squared 0.551143 Mean dependent var 842.4052 Adjusted R-squared 0.511538 S.D. dependent var 662.1372 S.E. of regression 462.7680 Akaike info criterion 15.20101 Sum squared resid 14562485 Schwarz criterion 15.41731 Log likelihood -563.0381 F-statistic 13.91600 Durbin-Watson stat 0.078784 Prob(F-statistic) 0.000000


(4)

Lampiran 4. Hasil Estimasi dengan Model Random Effect

Dependent Variable: PDRB

Method: Panel EGLS (Cross-section random effects) Date: 10/09/09 Time: 19:38

Sample: 2001 2003

Cross-sections included: 25

Total panel (balanced) observations: 75

Swamy and Arora estimator of component variances

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

C 38.47895 143.9162 0.267370 0.7900

LIST 0.009441 0.002630 3.589935 0.0006

TELP 0.012889 0.028254 0.456170 0.6497

JLN 0.092673 0.065261 1.420045 0.1602

PUSK 2.142803 5.057619 0.423678 0.6731

SEK 1.558230 0.354764 4.392300 0.0000

PROG 32.27344 25.29703 1.275780 0.2064

Effects Specification

S.D. Rho

Cross-section random 493.3542 0.9751

Idiosyncratic random 78.88477 0.0249

Weighted Statistics

R-squared 0.598103 Mean dependent var 77.43763 Adjusted R-squared 0.562642 S.D. dependent var 117.4638 S.E. of regression 77.68237 Sum squared resid 410349.4 F-statistic 16.86630 Durbin-Watson stat 1.210275 Prob(F-statistic) 0.000000


(5)

Lampiran 5. Hasil Estimasi Model Fixed Effect-EGLS (Cross Sectional Weight)

Dependent Variable: PDRB

Method: Panel EGLS (Cross-section weights) Date: 10/09/09 Time: 20:25

Sample: 2001 2003

Cross-sections included: 25

Total panel (balanced) observations: 75

Linear estimation after one-step weighting matrix

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

C 60.03384 75.83721 0.791615 0.4328

LIST 0.009646 0.001785 5.403073 0.0000

TELP 0.033703 0.011884 2.836120 0.0069

JLN 0.093580 0.042997 2.176412 0.0349

PUSK 0.524662 2.126966 0.246672 0.8063

SEK 1.452579 0.279953 5.188647 0.0000

PROG 19.85286 9.204950 2.156759 0.0365

Effects Specification

Cross-section fixed (dummy variables)

Weighted Statistics

R-squared 0.997129 Mean dependent var 1362.512 Adjusted R-squared 0.995172 S.D. dependent var 911.6437 S.E. of regression 72.72973 Sum squared resid 232743.0 F-statistic 509.4173 Durbin-Watson stat 2.495041 Prob(F-statistic) 0.000000

Unweighted Statistics

R-squared 0.996525 Mean dependent var 842.4052 Sum squared resid 281759.5 Durbin-Watson stat 1.837577


(6)

Lampiran 6. Nilai Variance Inflation Facor (VIF) untuk Uji Multikolinieritas

Model

Correlations Collinierity

Statistics

Zero-Order

Partial Part

Tolerance VIF

1 LIST 0.630

0.393

0.268

0.460

2.175

TELP 0.374

0.006

0.004

0.617

1.622

JLN 0.375

0.054

0.035

0.529

1.891

PUSK 0.599

0.374

0.253

0.582

1.717

SEK 0.672

0.249

0.161

0.443

2.255

Dummy PROG

0.084

0.073

0.046

0.932

1.073