Masa Demokrasi Liberal

1. Masa Demokrasi Liberal

Diberlakukannya UUDS 1950 yang mengatur ketentuan bahwa Indonesia menganut sistem multipartai dan demokrasi liberal dengan corak pemerintahan kabinet parlementer mengakibatkan berbagai partai politik bermunculan bagai jamur di musim hujan.

a. Pelaksanaan UUDS 1950 dan Sistem Multipartai Dalam kabinet parlementer, pemerintahan sepenuhnya

dijalankan oleh parlemen yang merupakan perwakilan rakyat melalui partai-partai politik. Karena banyaknya partai politik yang ada, maka pemerintahan mudah sekali goyah dan jatuh. Ini disebabkan partai politik tersebut saling berebut untuk memegang pemerintahan sehingga antarpartai politik mencoba untuk saling menjatuhkan. Usia sebuah kabinet pun tidak pernah bertahan lama karena pada saat suatu partai memegang pucuk pemerintahan, maka partai lainnya akan mencoba menjatuhkan untuk mengambil alih kekuasaan pemerintahan.

Tugas Mandiri Walau begitu, pada masa demokrasi liberal ada dua partai

yang paling kuat, yakni Partai Masyumi (Majelis Syuro Muslimin Indonesia) dan PNI (Partai Nasional Indonesia).

Sebutkan sisi positif sistem multi-

Pada saat tertentu, kedua partai tersebut berkoalisi, namun

partai semasa demokrasi liberal!

dalam beberapa kesempatan lainnya, kedua partai tersebut saling bersaing dan membentuk koalisi masing-masing dengan partai lainnya. Beberapa kabinet yang sempat terbentuk pada masa demokrasi liberal adalah sebagai berikut.

1) Kabinet Natsir (September 1950–Maret 1951) Kabinet ini merupakan kabinet pertama setelah

kembali menjadi negara kesatuan. Kabinet ini dilantik pada tanggal 7 September 1950 dengan Moh. Natsir (Partai Masyumi) sebagai perdana menteri. Kabinet ini didominasi oleh orang-orang Partai Masyumi.

Gambar 2.11 Anggota-anggota Kabinet Natsir bersama Presiden Soekarno

dan Wakil Presiden Moh. Hatta.

Sumber:

30 Tahun Indonesia Merdeka

Ilmu Pengetahuan Sosial SMP dan MTs Kelas IX

Kabinet ini jatuh karena mosi tidak percaya yang diajukan oleh PNI dalam parlemen, berkenaan dengan pencabutan peraturan pemerintah tentang DPRS dan DPRDS.

Program Kabinet Natsir adalah sebagai berikut.

a) Menyempurnakan susunan pemerintahan.

b) Meningkatkan dan memperkukuh ekonomi rakyat.

c) Memperjuangkan Irian Barat masuk ke dalam wilayah RI.

2) Kabinet Sukiman (April 1951–Februari 1952) Kabinet ini dipimpin oleh Sukiman Wiryosanjoyo dari

Masyumi dan Suwiryo dari PNI. Kabinet ini merupakan koalisi antara Partai Masyumi dengan PNI. Kabinet Sukiman jatuh karena mosi tidak percaya akibat dilaksanakannya kesepakatan antara Menteri Luar Negeri Soebandrio dengan duta besar Amerika Serikat. Hal ini disebabkan bantuan ekonomi dan militer menurut parlemen tidak sejalan dengan kebijakan politik luar negeri bebas aktif.

3) Kabinet Wilopo (April 1952–Juni 1953) Kabinet ini dipimpin oleh Mr. Wilopo. Kabinet Wilopo

disebut zaken kabinet, yakni kabinet yang terdiri atas para ahli di bidangnya. Kabinet Wilopo jatuh karena mosi tidak percaya akibat terjadinya Peristiwa Tanjung Morawa di Sumatra Utara, yakni peristiwa di mana para petani dan polisi terlibat bentrokan.

4) Kabinet Ali Sastroamijoyo I (Juli 1953–Juli 1955) Kabinet ini dipimpin oleh Ali Sastroamijoyo dari PNI.

Wawasan Sosial

Kabinet Ali Sastroamijoyo merupakan koalisi antara PNI dengan Partai Nahdatul Ulama (NU). Kabinet Ali

Kabinet Ali Sastroamijoyo I men-

Sastroamijoyo I jatuh karena Partai NU menarik

catat prestasi tersendiri melalui

dukungannya dan mosi tidak percaya yang diajukan

penyelenggaraan Konferensi Asia

parlemen tentang pergantian pucuk pimpinan angkatan

Afrika pada tahun 1955. Kon-

darat. Keberhasilan kabinet ini adalah menyelenggarakan ferensi Asia Afrika tahun 1955

menghasilkan Dasasila Bandung

Konferensi Asia–Afrika.

yang melatarbelakangi lahirnya

5) Kabinet Burhanuddin Harahap (Agustus 1955–Maret 1956)

Gerakan Nonblok.

Kabinet ini dipimpin oleh Burhanuddin Harahap dari Masyumi. Pada masa kabinet inilah pemilu untuk pertama kalinya dilaksanakan di Indonesia, yaitu pada tahun 1955. Kabinet ini juga mencatat prestasi lainnya, yakni berhasil membubarkan Uni Indonesia–Belanda. Walau begitu, kabinet ini pun akhirnya jatuh karena kurang memperoleh banyak dukungan di parlemen.

6) Kabinet Ali Sastroamijoyo II (Maret 1956–Maret 1957) Ali Sastroamijoyo kembali memimpin kabinet setelah

jatuhnya kabinet Burhanuddin Harahap. Kabinet ini merupakan koalisi antara PNI dan Masyumi, dengan Partai NU. Kabinet Ali Sastroamijoyo II jatuh setelah banyak terjadi pergolakan di daerah yang berujung pada pemberontakan-pemberontakan bersenjata.

Mempertahankan Kemerdekaan Indonesia

7) Kabinet Juanda (April 1957–Juli 1959) Kabinet ini dipimpin oleh Ir. Juanda dan disebut juga

dengan Kabinet Karya. Seperti halnya Kabinet Wilopo, kabinet ini merupakan zaken kabinet yang terdiri atas para ahli di bidangnya. Kabinet Juanda kemudian jatuh karena keluarnya Dekrit Presiden tanggal 5 Juli 1959. Program Kabinet Juanda disebut Panca Karya yang isi pokoknya adalah sebagai berikut.

a) Membentuk dewan nasional.

b) Normalisasi keadaan RI.

c) Mempercepat pembangunan.

d) Pembatalan Konferensi Meja Bundar (KMB).

e) Memperjuangkan Irian Barat.

b. Perencanaan dan Pelaksanaan Pemilu

UUDS 1950 menekankan bahwa sistem yang digunakan di

Tugas Mandiri

Indonesia adalah sistem demokrasi liberal. Namun suasana demokratis belum terasa sepenuhnya karena orang-orang

Apa yang kamu ketahui tentang

yang duduk di parlemen bukanlah wakil rakyat yang

pengertian partai oposisi?

sesungguhnya, melainkan orang-orang yang diutus oleh

Bandingkan jawabanmu dengan jawaban temanmu!

partai politik saja. Untuk menumbuhkan suasana demokrasi yang sesungguhnya, masyarakat menuntut diadakannya pemilihan umum (pemilu).

Tugas Mandiri

Mengapa rakyat menginginkan diadakan pemilu?

Gambar 2.12 Tanda-tanda gambar pada pemilihan umum pertama tahun 1955.

Sumber:

30 Tahun Indonesia Merdeka

Pada masa Kabinet Ali Sastroamijoyo I, pemerintah mencoba merintis penyelenggaraan pemilu dengan membentuk Panitia Pemilu (Papilu) pada bulan Mei 1954. Papilu merencanakan pelaksanaan pemilu dalam dua tahap, yakni sebagai berikut.

1) Pemilu tahap I diselenggarakan tanggal 29 September

1955 untuk memilih anggota DPR.

2) Pemilu tahap II diselenggarakan tanggal 15 Desember 1955 untuk memilih anggota Badan Konstituante (lembaga yang bertugas menyusun undang-undang dasar).

Ilmu Pengetahuan Sosial SMP dan MTs Kelas IX

Pemilu baru dapat terlaksana pada masa Kabinet Burhanudin Harahap tahun 1955. Lebih dari 40 juta rakyat Indonesia berduyun-duyun datang ke tempat pemungutan suara untuk memberikan suaranya. Terlepas dari segala pergolakan dan kekacauan pada masa tersebut, pemilu pertama dapat berjalan dengan tertib, jujur, dan adil tanpa diwarnai politik uang atau paksaan pihak mana pun. Oleh karena itu, banyak ahli politik yang menyatakan bahwa Pemilu 1955 sebagai pemilu paling demokratis yang pernah dilaksanakan sepanjang sejarah Indonesia.

Pemilu 1955 diikuti oleh 28 partai politik dan beberapa calon perorangan. Pemilu ini memperebutkan 272 kursi di DPR dan 520 kursi di Badan Konstituante. Pada pemilu ini, ada empat partai yang meraih kursi terbanyak. Keempat partai tersebut adalah Masyumi, PNI, PKI, dan NU.

Berikut ini perolehan kursi di DPR pada Pemilu 1955.

1) Masyumi dengan perolehan 60 kursi.

2) PNI dengan perolehan 58 kursi.

3) NU dengan perolehan 47 kursi.

4) PKI dengan perolehan 32 kursi.

5) Sisa 75 kursi lainnya terbagi atas partai-partai lain dan Gambar 2.13 Suasana Pemilu 1955. calon perorangan.

Sumber: Sejarah Nasional Indonesia IV

Adapun di Badan Konstituante, perolehan kursi adalah sebagai berikut.

1) Masyumi dengan perolehan 119 kursi.

2) PNI dengan perolehan 112 kursi.

3) NU dengan perolehan 91 kursi.

4) PKI dengan perolehan 80 kursi.

5) Sisa 118 kursi lainnya terbagi atas partai-partai lain dan calon perorangan.

Walau Pemilu 1955 terlaksana dengan baik dan demokratis, DPR dan Badan Konstituante tidak mampu menjalankan tugasnya dengan baik. Partai-partai yang duduk di DPR maupun Badan Konstituante cenderung mementingkan kepentingan kelompoknya daripada aspirasi rakyat. Oleh karena itu, stabilitas politik menjadi tidak menentu. Keadaan tersebut memicu timbulnya pergolakan di sejumlah daerah yang memunculkan berbagai pemberontakan. Krisis politik semakin memuncak, sehingga mendorong Presiden Soekarno mengeluarkan Dekrit Presiden 5 Juli 1959. Dekrit tersebut menandai berakhirnya masa demokrasi liberal di Indonesia.

Dokumen yang terkait

Slamet Muryono Dwi Wulan Titik Andari

0 0 16

PEMBUATAN CUKA ALAMI BUAH SALAK DAN PISANG KEPOK BESERTA KULITNYA TEKNIK FERMENTASI Dwi Ratna Febriani1 , Zidni Azizati2

0 0 6

BAB II Tinjauan Umum Tentang Perjanjian A. Pengertian dan Hakekat Perjanjian - Tinjauan Yuridis Terhadap Pelaksanaan Perjanjian Pemborongan Bangunan Pabrik Kelapa Sawit Antara PT. Bima Dwi Pertiwi Nusantara Dengan PT. Mutiara Sawit Lestari

0 0 34

BAB I Pendahuluan A. Latar belakang Masalah - Tinjauan Yuridis Terhadap Pelaksanaan Perjanjian Pemborongan Bangunan Pabrik Kelapa Sawit Antara PT. Bima Dwi Pertiwi Nusantara Dengan PT. Mutiara Sawit Lestari

0 1 14

Didi Nuryadin, Rini Dwi Astuti, Ardito Bhinadi

0 0 6

1 FABRIKASI ELEKTRODA KARBON NANOPORI UNTUK CAPACITIVE DEIONIZATION FABRICATION OF NANOPOROUS CARBON ELECTRODES FOR CAPACITIVE DEIONIZATION Dwi Hany Eryati1 , Memoria Rosi2 , Ismudiati Puri Handayani3

0 0 8

PERANCANGAN SISTEM IDENTIFIKASI KUALITAS KAYU UNTUK QUALITY KONTROL BERBASIS PENGOLAHAN CITRA DIGITAL Timber Identification System Design For Quality Control Based On Digital Image Processing Igun Gunawan1 , Junartho Halomoan, ST.,MT.2 , Ratri Dwi Atmaja,

0 1 8

Jonathan Togatorop1 , Eko Darwianto ST., MT.2 , Dawam Dwi Jatmiko Suwawi, ST., MT.3

0 0 7

Goklas Giovanni Sitompul1 , Ridha Muldina Negara, S.T., M.T.3 , Danu Dwi Sanjoyo, S.T., M.T.3

0 1 8

Yanti Dwi Astuti Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga yantiastutiuin-suka.ac.id Abstrak - Kontruksi Perempuan dalam Media Baru: Analisis Semiotik Meme Ibu-Ibu Naik Motor di Media Sosial

0 4 25