Etika kristen

2.4.2 Etika kristen

2.4.2.1 Dasar etika Kristen

Verkuyl (1982a:30-47) menyatakan bahwa etika Kristen berpangkal pada dua hal, yakni:

1. Etika Kristen berpangkal kepada penyataan Allah Bapa di dalam diri Yesus Kristus.

Dalam hal ini etika Kristen mengaku bahwa, hanya karena Yesus Kristus saja maka kita dapat mengenal Allah sebagaimana adanya, di dalam kedaulatan dan kemuliaan-Nya, di dalam kekekalan-Nya, di dalam keesaan-Nya, di dalam kerohanian-Nya, dan kehadiran-Nya di segala tempat, di dalam kesucian dan kebenaran-Nya, di dalam kasih dan hikmat-Nya. Oleh Dia-lah kita mengenal Allah yang sejati dan yang Esa sebagai Allah Tritunggal, yakni Allah Bapa, Allah Anak, dan Allah Roh Kudus. Dan di dalam Yesus Kristus juga Dia menyatakan diri-Nya sebagai Allah pencipta dunia dan segala yang ada di dalamnya, yang menciptakan manusia menurut gambar dan rupa-Nya, yang melaksanakan rencana-Nya mengenai dunia dan manusia. Allah juga menyatakan diri-Nya di dalam Yesus Kristus sebagai ‘pendamai’ dan ‘pembebas. Yang mendamaikan manusia yang berdosa, dengan Allah yang Kudus, sehingga manusia dapat hidup sebagai manusia yang sudah diperdamaikan dengan Allah. Dan menjamin akan adanya kehidupan yang sempurna, suci, dan murni di hadirat Allah di dalam langit yang baru dan bumi yang baru. Pekerjaan Allah Bapa, Allah Anak, dan Allah Roh Kudus inilah yang menjadi titik pangkal atau dasar dari etika Kristen. Inilah yang menjadi titik pangkal atau dasar yang menentukan bagi etika Kristen.

2. Etika Kristen berpangkal kepada pandangan Alkitab mengenai manusia Di dalam penyataan-Nya, Allah berfirman kepada manusia. Sehingga manusia menjadi tujuan, kawan, anggota persekutuan, dengan siapa Allah mengadakan persekutuan di dalam penyataan-Nya. Alkitab memberikan pandangan mengenai keberadaan manusia, yaitu:

 Manusia itu makhluk dan akan tetap menjadi makhluk untuk selama- lamanya. Ada suatu garis batas antara Allah dan manusia, antara Pencipta dan ciptaan. Dan manusia tetap dikuasai oleh hukum dan Kehendak Allah untuk selama-lamanya.

 Manusia dijadikan sebagai makhluk somatis-psychis (berjiwa raga). Allah membentuk manusia dari debu tanah dan menghembuskan nafas kehidupan kedalam hidungnya. “...ketika itulah TUHAN Allah membentuk manusia itu dari debu tanah dan menghembuskan nafas hidup ke dalam hidungnya; demikianlah manusia itu menjadi makhluk yang hidup….” Kejadian 2:7 (dalam Alkitab, 1999). Karena dijadikan dari debu tanah, maka manusia bertalian dengan semua makhluk yang ada di bumi.

 Hubungan Allah-manusia dan manusia-Allah dinyatakan dalam berita tentang manusia yang dijadikan menurut gambar Allah. Hal ini mempunyai dua arti, yaitu: adanya tanggung jawab penuh dari manusia kepada Alalh; dan bahwa manusia adalah pemegang mandat Allah di bumi.

 Allah menciptakan manusia supaya manusia berbakti secara sukarela. Di dalam menciptakan manusia, Allah memberikan manusia kebebasan untuk memilih. Kata ‘kebebasan’ menyatakan panggilan yang pertama dan hak tertinggi yang diberikan oleh Allah kepada manusia, dan Allah menginginkan 'kepatuhan yang bebas’ dari manusia.

Hill (2001:12) juga menyatakan bahwa dasar dari etika Kristen bukanlah pada peraturan-peraturan, melainkan pada karakter Allah yang tidak berubah. Di Hill (2001:12) juga menyatakan bahwa dasar dari etika Kristen bukanlah pada peraturan-peraturan, melainkan pada karakter Allah yang tidak berubah. Di

Ensiklopedi Alkitab Masa Kini (1992: 292-296) menyatakan bahwa dasar- dasar etika kristen dapat diungkapkan sebagai berikut:  Keserupaan dengan Allah Tujuan akhir dari proses etika adalah supaya serupa dengan gambar Anak Allah, yaitu Yesus Kristus. “...Sebab semua orang yang dipilih-Nya dari semula, mereka juga ditentukan-Nya dari semula untuk menjadi serupa dengan gambaran Anak-Nya….” (kitab Roma 8:29 dan 2 Korintus 3:18; Filipi 3:21 dalam Alkitab, 1999). Karena Yesus adalah gambar Allah, maka kecocokan atau keserupaan dengan Yesus sekaligus adalah keserupaan dengan gambar Allah. Karena itulah, maka keserupaan dengan Allah Bapa dijadikan sebagai ukuran kelakuan bagi setiap orang percaya. Hal ini dapat terjadi karena manusia adalah makhluk yang di ciptakan Allah menurut gambar-Nya. “...Berfirmanlah Allah: "Baiklah Kita menjadikan manusia menurut gambar dan rupa Kita,.…Maka Allah menciptakan manusia itu menurut gambar-Nya, menurut gambar Allah diciptakan-Nya dia; laki-laki dan perempuan diciptakan-Nya mereka.” (kitab kejadian 1:26-27 dalam Alkitab, 1999). Karena itu, tugas dari setiap orang adalah berupaya untuk mencapai kesempurnaan yang selaras dengan kesempurnaan Allah Bapa. Dan inilah yang menjadi ukuran dan tujuan dari tuntutan etika.

 Ketaatan kepada perintah-perintah Allah Ketaaatan pada perintah Allah adalah prinsip dasar yang yang tertera dalam hubungan manusia dengan Allah sejak permulaan (sejak penciptaan). Tuhan Yesus sendiri mengukuhkan prinsip dasar ini pada waktu Dia berkata, “Jikalau kamu mengasihi Aku, kamu akan menuruti segala perintah-Ku” (kitab Yohanes14:15, dalam Alkitab, 1999).

 Menyenangkan hati Allah Tidak ada pertimbangan yang lebih tinggi bagi pikiran orang saleh daripada kerinduan ‘menjadi’ dan ‘berbuat’ sehingga menyenangkan hati Allah. Dari sudut manapun persoalan ini dipandang, selalu dapat disimpulkan bahwa kegairahan supaya kita selaras dan sesuai dengan kehendak Allah yang sudah dinyatakan itu, adalah prinsip utama dan dasar hidup menurut Alkitab. Van Til (1971: 20) mengatakan “For Christian ethics, the revelation of the

self-contained God, the ontological Trinity, as found in Scripture, is the ultimate reference point in all ethical as well as in all other questions.” Bagi Van Till penyataan diri Allah adalah satu-satunya poin penting yang harus diperhatikan manusia dalam setiap keputusan etis yang dibuat manusia. Ini dikarenakan beberapa pertimbanangan, yaitu:

a) “Bahkan dalam kondisi awal yang sempurna, kesadaran moral manusia tidak lagi asli (seperti semula), dan tidak lagi dapat menjadi sumber pokok informasi mengenai apa itu ‘baik’” (Van Til, 1971: 21).

b) Natur manusia adalah penyataan kehendak Allah. Tetapi penyataan Allah dalam diri manusia ini tidak pernah dimaksudkan untuk berfungsi dengan sendirinya, bahkan di dalam surga sekalipun. Natur ini sewaktu-waktu b) Natur manusia adalah penyataan kehendak Allah. Tetapi penyataan Allah dalam diri manusia ini tidak pernah dimaksudkan untuk berfungsi dengan sendirinya, bahkan di dalam surga sekalipun. Natur ini sewaktu-waktu

c) Pembaharuan kesadaran manusia tidak serta merta memberikan jawaban atas semua pertanyaan-pertanyaan moral. Pembaharuan ini justru menerima dan memperkerjakannya lagi (Van Til, 1971:24). Berdasarkan apa yang telah disampaikan di atas, dapat disimpulkan

bahwa etika Kristen berpangkal pada penyataan diri Allah di dalam diri Yesus Kristus, dan karakter Allah yang tidak pernah berubah. Karena hanya melalui Yesus Kristus saja, maka kita dapat mengenal Allah sebagaimana adanya Dia, di dalam kedaulatan dan kemuliaan-Nya, di dalam kekekalan-Nya, di dalam keesaan-Nya, di dalam kerohanian-Nya, dan kehadiran-Nya di segala tempat, di dalam kesucian dan kebenaran-Nya, di dalam kasih dan hikmat-Nya. Oleh Dia- lah kita dapat mengenal Allah yang sejati dan yang Esa, sebagai Allah Tritunggal, yakni Allah Bapa, Allah Anak, dan Allah Roh Kudus. Dan di dalam karakter Allah yang tidak berubah tersebut, Kitab Suci atau Alkitab menjelaskan tentang Allah sebagai pencipta segala sesuatu, sempurna, mendahului dan melampaui segala sesuatu. Di dalamnya juga di jelaskan bahwa manusia diciptakan oleh Allah. Sehingga kekristenan berjalan dengan keyakinan bahwa, etika (studi tentang manusia) secara logis mengikuti theologia (studi tentang Allah).

2.4.2.2 Tujuan etika Kristen

Tujuan dari etika Kristen adalah untuk memanifestasikan tindakan rekonsiliasi Allah yang memperdamaikan seluruh ciptaan, yang telah jatuh dalam dosa, dengan diri-Nya (Susabda, 1999: 331). Dan dengan demikian, maka etika

Kristen adalah bagian dari kedatangan Yesus Kristus yang ke dua kali ke dunia ini, yang oleh-Nya kehadiran langit dan bumi yang baru menjadi kenyataan.

Frame (dalam http://www.acad.erskine edu, 2007) menyatakan beberapa tujuan dari etika Kristen, yaitu:

a. Kemuliaan Allah (The Glory of God) Bahwa tujuan manusia sejak permulaan telah ditentukan oleh Allah. “… supaya mereka berkuasa atas ikan-ikan di laut dan burung-burung di udara dan atas ternak dan atas seluruh bumi dan atas segala binatang melata yang merayap di bumi." (kitab Kejadian 1:26 dalam Alkitab, 1999). Manusia dicipta, dipelihara, dan diselamatkan oleh Allah, adalah untuk kepentingan Allah semata-mata, tidak lebih. Dan segala sesuatu yang kita lakukan, haruslah dilakukan seperti kita melakukannya kepada Allah, dan melakukannya untuk kemuliaan Allah semata-mata. Hal ini telah membuat kewajiban manusia kepada Allah sebagai tema sentral dari Alkitab. (lihat 1 Korintus 10:31; Roma 14:23; dan Kolose 3:17,23 dalam Alkitab, 1999).

b. Manusia menikmati Allah (Human enjoyment of God) Tujuan yang ke dua ini merupakan konsistensi dari tujuan yang pertama. Allah dimuliakan melalui kenyataan penebusan hidup manusia dari pada dosa. Dan manusia akan menemukan kebahagiaan di dalam ketaatan terhadap perintah Allah. Alkitab mengajarkan bahwa penderitaan, pengorbanan diri dan kesabaran dalam menanggung segala sesuatu, sebagai akibat ketaatan kepada Allah, adalah jalan untuk mencapai kebahagiaan abadi di dalam Allah.

c. Kerajaan Allah sebagai kebajikan tertinggi (The Kingdom of God is the Summum Bonum (Highest Good)).

Mencari kerajaan Allah adalah tujuan tertinggi utama, yang menjadi prioritas utama dari seluruh manusia. Berkaitan dengan ini Van Til (1971:

44) mengatakan “the kingdom of God is man’s summum bonum. By the term kingdom of God we mean the realized program of God for man…..The most important aspect of this program is surely that man should realize himself as God’s vicegerent in history.” Di dalam mencari kerajaan Allah, manusia mencari kehendak Allah atas manusia dan menjadikan kehendak Allah itu sebagai bagian dari hidupnya. Karena dengan mencari kerajaan Allah, maka kita menemukan kebahagiaan yang sejati. Dan di dalam kerajaan Allah ini kelak seluruh maksud Allah atas hidup manusia akan di penuhi, dan manusia akan makin serupa dengan Kristus (Verkuyl, 1982a:269). Maksudnya adalah, seluruh maksud Allah atas hidup manusia, yang dikerjakan oleh manusia selama dia hidup akan diselesaikan olah Allah, dan tidak akan ada satupun manusia pilihannya, yang mengerjakan maksud Allah selama dia hidup, yang gagal mengerjakan maksud Allah tersebut. Semuanya akan Allah selesaikan di dalam kerajaan Allah. Kesimpulannya, etika Kristen bertujuan untuk memanifestasikan tindakan

rekonsiliasi Allah yang memperdamaikan seluruh ciptaan, yang telah jatuh dalam dosa, dengan diri-Nya. Sehingga manusia dapat memuliakan Allah (To Glorfy God), manusia dapat menikmati Allah (Human enjoyment of God), dan Kerajaan Allah menjadi kebajikan tertinggi (The Kingdom of God is the Summum Bonum (Highest Good). Dengan demikian maka dapat dikatakan bahwa etika Kristen rekonsiliasi Allah yang memperdamaikan seluruh ciptaan, yang telah jatuh dalam dosa, dengan diri-Nya. Sehingga manusia dapat memuliakan Allah (To Glorfy God), manusia dapat menikmati Allah (Human enjoyment of God), dan Kerajaan Allah menjadi kebajikan tertinggi (The Kingdom of God is the Summum Bonum (Highest Good). Dengan demikian maka dapat dikatakan bahwa etika Kristen

2.4.2.3 Karakteristik etika Kristen

Susabda (1999: 326-333) secara implisit menyatakan beberapa karakteristik dari Etika Kristen, yaitu:

1. Etika Kristen adalah bagian integral dari kehidupan dalam keselamatan orang percaya. Dalam hal ini etika adalah manifestasi atau buah dari hubungan antara

orang percaya dengan Allah-nya. Dalam iman Kristen, keselamatan dalam Kristus adalah alasan dan permulaan mengapa seseorang beretika, diluar itu etika-nya berasal dari buah natur manusia semata. Dalam etika ini, ‘kasih’ adalah intinya. Karena kasih adalah hal yang supranatural, bahkan kasih adalah Allah sendiri. Hughes dalam Susabda (1999: 328) menyimpulkan bahwa etika Kristen “is essentially logical ini character because it is derived from God and directed toward God.”

2. Etika Kristen bergerak atau berangkat dari pengalaman dan pertanggungjawaban pribadi ke aplikasinya dalam kehidupan sosial dalam masyarakat.

Etika Kristen hanya lahir dari pengalaman keselamatan di dalam Kristus, yang dihidupi dan disadari oleh orang-orang percaya. Berdasarkan prinsip ini maka nilai etika Kristen tidak terletak pada performance dan achievement-nya (apa yang didemonstrasikan dan apa yang di capai), bahkan juga tidak pada identitas Kristen dari pribadi yang melakukannya. Tetapi, etika Kristen yang sejati juga tidak hanya lahir dalam pengalaman orang-orang percaya yang mempunyai level kematangan pribadi (life Etika Kristen hanya lahir dari pengalaman keselamatan di dalam Kristus, yang dihidupi dan disadari oleh orang-orang percaya. Berdasarkan prinsip ini maka nilai etika Kristen tidak terletak pada performance dan achievement-nya (apa yang didemonstrasikan dan apa yang di capai), bahkan juga tidak pada identitas Kristen dari pribadi yang melakukannya. Tetapi, etika Kristen yang sejati juga tidak hanya lahir dalam pengalaman orang-orang percaya yang mempunyai level kematangan pribadi (life

3. Etika Kristen adalah manifestasi kehadiran Kerajaan Allah di bumi.

Orang Kristen diutus oleh Allah untuk menghadirkan tindakan rekonsiliasi Allah pada seluruh ciptaan-Nya, supaya seluruh ciptaan ini menjadi seperti mempelai yang siap menyambut kedatangan-Nya, seperti yang tertulis pada kitab Wahyu 21:2 “Dan aku melihat kota yang kudus, Yerusalem yang baru, turun dari sorga, dari Allah, yang berhias bagaikan pengantin perempuan yang berdandan untuk suaminya.” (dalam Alkitab, 1999). Sehingga etika Kristen adalah tindakan rekonsiliasi Allah melalui orang-orang percaya, yang melaluinya Allah memperdamaikan seluruh ciptaan dengan diri-Nya sendiri.

Ada beberapa karakteristik yang harus diperhatikan ketika berbicara mengenai etika kristen,yaitu (Geisler, 2004: 24-28):

1. Etika Kristen berdasarkan kehendak Allah

Etika kristen merupakan suatu bentuk sikap yang diperintah dari atas. Perintah dari atas ini tentulah bersifat etis, karena diberikan oleh Allah sesuai dengan karakter moral-Nya sendiri. Jadi, etika Kristen di dasarkan pada kehendak Allah, tetapi Allah tidak pernah menghendaki apapun yang bertentangan dengan karakter moral-Nya yang tidak berubah.

2. Etika Kristen bersifat mutlak

Karena karakter moral Allah tidak berubah (Kitab Maleakhi 3:6, Yakobus1:17, dalam Alkitab, 1999), maka kewajiban-kewajiban moral yang berasal dari natur-Nya itu bersifat mutlak. Maksudnya, kewajiban- kewajiban tersebut selalu mengikat setiap orang di mana-mana. Akan tetapi, tidak setiap kehendak Allah harus berasal dari natur-Nya yang tidak berubah. Ada beberapa hal yang pada dasarnya sesuai dengan natur-Nya, tetapi dengan bebas mengalir dari kehendak-Nya. Perintah- perintah lain yang berasal dari kehendak Allah, tetapi tidak harus berasal dari natur-Nya, itu sama-sama mengikat setiap orang percaya, tetapi perintah itu tidak mutlak. Maksudnya adalah perintah-perintah itu harus di taati oleh orang yang menerimanya karena Allah yang menetapkannya, tetapi Dia tidak menetapkan perintah-perintah tersebut bagi semua orang, di semua zaman, dan di segala tempat. Sebaliknya semua kewajiban- kewajiban moral yang absolut mengikat semua orang di segala zaman dan tempat.

3. Etika Kristen berdasarkan wahyu Allah

Etika kristen di dasarkan pada perintah-perintah Allah; wahyu yang bersifat umum (kitab Roma 1:19-20, 2:12-15 dalam Alkitab 1999); dan wahyu yang bersifat khusus (kitab Roma 2:18; 3:2 dalam Alkitab, 1999). Allah telah menyatakan diri-Nya baik melalui alam (kitab Mazmur 19:1-6, dalam Alkitab,1999) dan di dalam kitab suci atau Alkitab (kitab Mazmur 19:7-14, dalam Alkitab,1999). Wahyu umum berisikan perintah Allah bagi semua orang, yang Allah berikan pada manusia dan berada di dalam hati setiap orang. Sedangkan wahyu khusus mendeklarasikan kehendak-Nya Etika kristen di dasarkan pada perintah-perintah Allah; wahyu yang bersifat umum (kitab Roma 1:19-20, 2:12-15 dalam Alkitab 1999); dan wahyu yang bersifat khusus (kitab Roma 2:18; 3:2 dalam Alkitab, 1999). Allah telah menyatakan diri-Nya baik melalui alam (kitab Mazmur 19:1-6, dalam Alkitab,1999) dan di dalam kitab suci atau Alkitab (kitab Mazmur 19:7-14, dalam Alkitab,1999). Wahyu umum berisikan perintah Allah bagi semua orang, yang Allah berikan pada manusia dan berada di dalam hati setiap orang. Sedangkan wahyu khusus mendeklarasikan kehendak-Nya

4. Etika Kristen bersifat menentukan

Karena kebenaran moral ditetapkan oleh Allah yang yang bermoral, maka harus dilaksanakan. Tidak ada hukum moral tanpa si “pemberi moral”; tidak ada perundang-undangan moral tanpa “pembuat undang-undang moral”. Dengan demikian etika Kristen berdasarkan naturnya adalah preskriptif, bukan deskriptif. Karena etika Kristen berkaitan dengan “apa yang seharusnya dilakukan”, bukan dengan “apa yang sebenarnya sedang terjadi”. Orang-orang Kristen tidak menemukan kewajiban- kewajiban etis mereka di dalam standar orang-orang Kristen, tetapi orang-orang Kristen menemukan kewajiban-kewajiban etis di dalam standar yang terdapat dalam Alkitab.

5. Etika Kristen itu deontologis

Etika Kristen bersifat deontologis, dalam arti bersikeras bahwa bahkan beberapa tindakan yang menghasilkan kegagalan itu tetap baik. Sebagai contoh, orang Kristen percaya bahwa salib bukan merupakan kegagalan hanya karena beberapa orang akan diselamatkan. Bagi orang Kristen salib itu cukup bagi semua orang, walaupun hanya bermanfaat untuk mereka yang percaya. Jadi, etika Kristen bersikeras bahwa adalah baik untuk bekerja menentang kefanatikan dan rasisme, meskipun usaha itu mengalami kegagalan. Hal ini demikian, karena tindakan-tindakan moral yang mencerminkan natur Allah itu baik, baik tindakan itu membawa hasil ataupun tidak.

Berdasarkan yang telah disampaikan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa karakteristik penting etika Kristen adalah:

 Etika Kristen adalah manifestasi kehadiran Kerajaan Allah di bumi. Etika Kristen adalah tindakan rekonsiliasi Allah melalui orang-orang percaya, yang melaluinya Allah memperdamaikan seluruh ciptaan dengan diri-Nya sendiri.

 Etika Kristen adalah bagian integral dari kehidupan dalam keselamatan orang percaya. Di dalam iman Kristen, keselamatan dalam Kristus adalah alasan dan permulaan mengapa seseorang beretika, diluar itu etika-nya berasal dari buah natur manusia semata.

 Etika Kristen bergerak atau berangkat dari pengalaman dan pertanggungjawaban pribadi ke aplikasinya di dalam kehidupan sosial dalam masyarakat. Etika Kristen hanya lahir dari pengalaman keselamatan pribadi orang di dalam Kristus, yang dihidupi dan disadari oleh setiap orang percaya. Maka etika Kristen pun harus dimulai dengan pengalaman keselamatan yang pribadi pula sifatnya.

 Etika Kristen berdasarkan kehendak Allah di dalam Alkitab Etika Kristen di dasarkan pada kehendak Allah, yang tidak pernah bertentangan dengan karakter moral-Nya, yang juga tidak berubah.

 Etika Kristen bersifat mutlak dan menentukan Karena kebenaran moral ditetapkan oleh Allah yang yang bermoral, maka harus dilaksanakan. Dengan demikian etika Kristen berdasarkan naturnya adalah preskriptif (memerintahkan), bukan deskriptif.

 Etika Kristen itu deontologis Etika Kristen bersifat deontologis dalam arti bersikeras bahwa, bahkan beberapa tindakan yang menghasilkan kegagalan itu tetap baik. Jadi, etika Kristen bersikeras bahwa adalah baik untuk bekerja menentang kefanatikan dan rasisme, meskipun usaha itu mengalami kegagalan. Hal ini demikian karena, tindakan-tindakan moral yang mencerminkan natur Allah itu baik adanya, walaupun tindakan itu membawa hasil ataupun tidak.