Tanggung Jawab Sosial Perusahaan Dalam P

Disusun oleh : BERMAN NOEL CHRISTIAN SILALAHI NIM: 0210230017

SKRIPSI Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi JURUSAN AKUNTANSI FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG

LEMBAR PERSETUJUAN

Skripsi dengan judul:

TANGGUNG JAWAB SOSIAL PERUSAHAAN DALAM PERPEKTIF ETIKA BISNIS KRISTEN

Yang disusun oleh: Nama

: Berman Noel Christian Silalahi NIM

: Akuntansi S-1

Bidang Kajian

: Etika Bisnis

Disetujui untuk diajukan dalam ujian komprehensif.

Malang, 27 Juli 2007 Dosen Pembimbing

Grace widijoko, SE. MSA., Ak. NIP. 131 276 246

LEMBAR PENGESAHAN

Skripsi dengan judul:

TANGGUNG JAWAB SOSIAL PERUSAHAAN DALAM PERSPEKTIF ETIKA BISNIS KRISTEN

Yang disusun oleh: Nama

: Berman Noel Christian Silalahi

: Akuntansi S-1

Telah dipertahankan di depan Dewan Penguji pada tanggal 7 Agustus 2007 dan telah dinyatakan memenuhi syarat untuk diterima.

SUSUNAN DEWAN PENGUJI

1. Drs. Grace widijoko, SE., MSA., Ak.

NIP. 131 276 246 (Dosen Pembimbing).

2. Lilik Purwanti,SE., MSi., Ak.

NIP. 131 943 893 (Dosen Penguji I)

3. Prof. Dr. Sutrisno T., SE., MSi, Ak.

NIP. 131 470 474 (Dosen Penguji II)

Malang, 9 Agustus 2007 Ketua Jurusan Akuntansi

Dr. Unti Ludigdo, SE.,MSi, Ak.

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah Tritunggal, yaitu Allah Bapa, pencipta langit dan bumi serta segala isinya, dan yang berdaulat atasnya; Allah Anak, yaitu Yesus Kristus, yang telah mati menebus dosa manusia, dibangkitkan dan menjadi Juruselamat atas seluruh umat manusia; dan Allah Roh Kudus, yang membimbing dan menyertai seluruh perjalanan kehidupan orang-orang percaya, atas anugerah keselamatan serta segala berkat dan pimpinan-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan Skripsi ini dengan baik. Karena tanpa Dia, seluruh skripsi ini tidak dapat diselesaikan dengan baik dan tepat pada waktu-Nya.

Skripai ini bukanlah suatu karya yang mutlak sempurna. Karena penulis sangat menyadari bahwa di dalam setiap hal yang dilakukan oleh manusia tidak ada yang sempurna, termasuk juga di dalam pengerjaan skripsi ini. Oleh karena itu, penulis mohon maaf atas segala kekeliruan yang mungkin ada di dalam proses penulisan skripsi ini, dan tidak lupa juga memohon saran dan petunjuk agar dapat dijadikan suatu masukan di masa yang akan datang.

Penulis juga menyadari bahwa ada banyak pihak yang telah turut membantu dan mendukung dalam mempersiapkan dan menyelesaikan skripsi ini. Untuk itu, penulis juga ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar- besarnya kepada:

1. Keluarga yang telah Tuhan berikan kepadaku, yaitu: Papa, Mama, dan adik-adik tersayang, Mario, Ifan, dan Chika, atas semua doa, dukungan, nasehat, dan omelan kalian.

2. Bapak Prof. Dr. Bambang Subroto, SE., MM., Ak., selaku Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Brawijaya.

3. Bapak Dr. Unti Ludigdo SE., M.Si., Ak., selaku Ketua Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Brawijaya.

4. Ibu Drs. Grace widijoko, SE., MSA., Ak. selaku Dosen Pembimbing, atas bimbingan, saran dan waktu yang telah diberikan selama penyusunan Skripsi ini.

5. Bapak Prof. Dr. Sutrisno T., SE., MSi, Ak., dan ibu Lilik Purwanti,SE., MSi., Ak., selaku Dosen Penguji.

6. Segenap Dosen dan Staff Jurusan Akuntansi FE-UB yang telah banyak membantu selama kuliah.

7. Dan yang terakhir, kepada seluruh teman-teman, sahabat, dan pihak- pihak yang tidak sempat disebutkan satu-persatu, terima kasih untuk semuanya. Akhir kata, semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi penulis

dan bagi semua pihak yang membaca skripsi ini. Soli Deo Gloria. Segala kemuliaan hanya bagi Allah.

Malang, Agustus 2007

Penulis

92 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN.......................................

3.4. Metode Analisis Data...............................................................................

94

4.1. Motivasi tanggung jawab sosial perusahaan dalam perspektif etika

94

Kristen………………………………………………………….………………

4.2. Tujuan tanggung jawab sosial perusahaan dalam perspektif etika Kristen…………………………………………………………….…………… 110

4.3. Cara atau standard dalam melaksanakan tanggung jawab sosial perusahaan dalam perspektif etika Kristen……….……………………….. 107

4.4. Tanggung jawab sosial perusahaan menurut etika bisnis Kristen…….… 112 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN…………………………………………… 122

5.1. Kesimpulan……………………………………………………………………. 122

5.2. Saran…………………………………………………………………………... 123 DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................... 125

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1……………………………………………………………………….. 65

TANGGUNG JAWAB SOSIAL PERUSAHAAN DALAM PERSPEKTIF ETIKA BISNIS KRISTEN Oleh: Berman Noel Christian Silalahi NIM. 0210230017

Dosen pembimbing: Grace Widijoko, SE. MSA., Ak. NIP. 131 276 246 ABSTRAKSI

Keberadaan tanggung jawab sosial perusahaan di tengah masyarakat dapat mencegah dampak sosial lebih buruk, baik langsung atau tidak langsung, terhadap kelangsungan usaha. Dan bila tanggung jawab sosial perusahaan ini dilaksanakan dengan baik, maka akan berdampak positif terhadap keberlangsungan usaha perusahaan. Keberadaan perusahaan, yang didirikan, diisi dan digerakan oleh berbagai macam manusia ini, mengakibatkan perusahaan tidak hanya berkaitan dengan masyarakat dan lingkungan semata, melainkan juga dengan Allah, sebagai pencipta dunia ini. Karena Allah mempunyai maksud dan tujuan terhadap manusia ciptaan-Nya, maka keberadaan perusahaan tentulah juga berkaitan dengan Allah. Karena tujuan keberadaan perusahaan dan apa yang harus perusahaan lakukan, tentulah berkaitan dengan maksud dan tujuan Allah terhadap manusia.

Penelitian ini mencoba untuk melihat atau menafsirkan apakah konsep tanggung jawab sosial perusahaan yang sudah ada, telah sesuai dengan perspektif etika bisnis Kristen. Atau dengan kata lain peneliti mencoba untuk meneliti apakah konsep tanggung jawab sosial perusahaan dapat dikatakan sudah dilakukan sesuai dengan etika Kristen yang benar. Di dalam proses ini, peneliti akan menggunakan tiga (3) kriteria yang harus menjadi pertimbangan di dalam diri setiap orang Kristen jika ingin melakukan etika bisnis Kristen yang benar. Yaitu bahwa perbuatan tersebut dapat dikatakan baik jika: motifnya baik, tujuannya baik. dan cara atau standarnya baik. Sedangkan sumber data utama diperoleh dengan melakukan studi kepustakaan.

Hasil dari penelitian yang dilakukan di dapati bahwa konsep tanggung jawab sosial yang ada saat ini tidaklah sesuai dengan kriteria yang digunakan. Ini terjadi karena motif, tujuan dan standard/cara yang berada di balik tanggung jawab sosial perusahaan tidak memenuhi criteria baik dari etika Kristen. Karena tidak timbul dari iman kepada Yesus Kristus, tidak dilakukan sesuai dengan hukum Taurat yang telah Allah berikan, tidak dilakukan hanya demi atau untuk kemuliaan Allah, dan dilakukan dengan berdasarkan atas aturan manusia atau kemauan kita sendiri. Keadaan ini merupakan akibat dari kejatuhan manusia ke dalam dosa, sehingga tidak satupun manusia yang hidup mencari Allah, dan memuliakan Allah di dalam setiap aktivitas hidupnya.

Tanggung jawab sosial perusahaan hanya dapat dijalankan sesuai dengan etika bisnis Kristen dengan mengerjakannya di dalam kerangka penebusan dan pendamaian yang telah dilakukan oleh Yesus Kristus di dunia dan janji Allah yang akan menyempurnakan setiap pekerjaan yang kita buat, dan janji akan adanya langit dan bumi yang baru.

Kata Kunci: Tanggung Jawab Sosial Perusahaan, Etika Bisnis Kristen,

CORPORATE SOSIAL RESPONSIBILITY IN THE PERSPECTIVE OF CHRISTIAN BUSINESS ETHICS

By: Berman Noel Christian Silalahi NIM. 0210230017

Advisor: Grace Widijoko, SE. MSA., Ak. NIP. 131 276 246 ABSTRACT

The existence of corporate social responsibility in the midst of public can prevent worse social impact, either direct or indirect, to the continuity of business. And if this corporate social responsibility is executed carefully, hence will give positive impact to run the company. The exixtence of company, build, filled, and moved by numerous of people man. causes the company does not only relates to merely public and environmental aspect, but also with God as the creator of this world. Since God has purpose and objective to man as His creation, the existence of company also related to God. Thus it is connected to God’s purpose and objective to man.

This research tries to see or interpret whether the current concept of corporate social responsibility has been in accordance with the perspective of Christian business ethics. In other words, the researcher tries to examine whether the concept of corporate social responsibility has been fitted to Christian ethics. In processing this, the researcher will apply three (3) criteria which must

be considered by every Christian in doing correct Christian business ethics; that the deed can be judge good if its motif is good, so is its purpose and standard. How ever, the main data source is obtained by library research.

The result of this research discovers that the existing concept of corporate social responsibility is not appropriate with the criteria applied. It happens because the motif, peupose, and standar/the way which is residing in corporate social responsibility does not meet the criteria either from Christian ethics. As the result of being not arise from the faith of Jesus Christ, not being done in accordance with the Law of Moses which God has given, not being done only for the sake of the glory of God, and done with the virtue of man’s order or their own willingness. This situation is the result of the fall of man into sin, so no man is alive to look for God and glorify God in every activity in their life.

Corporate social responsibility can only be implemented as according to Christian business ethics by doing it ini the framework or redemption and reconciliation done by Jesus Christ in this world and God’s promise that will consummate every work which we do and the promise of new heaven and earth.

Key Words: Corporate Social Responsibility, Christian Business Ethics, God’s Will.

BAB I PENDAHULUAN

1.1. LATAR BELAKANG PENELITIAN

Motivasi utama setiap perusahaan atau industri atau bisnis apapun dan dimanapun, di dunia ini, tentulah untuk mendapatkan dan meningkatkan keuntungan. Logika ekonomi neoklasik yang digunakan adalah, dengan meningkatkan keuntungan dan kemakmuran sebuah perusahaan sudah pasti akan meningkatkan kemakmuran rakyat. Hal ini dapat terjadi dengan anggapan bahwa produk yang dihasilkan akan menjadi lebih efisien dan lebih murah bagi masyarakat. Tujuan perusahaan untuk mendapatkan keuntungan, yang dikaitkan dengan kemakmuran masyarakat bukanlah sesuatu yang mengherankan, karena perusahaan merupakan bagian dari sistem ekonomi yang ada di dalam masyarakat. Karena itu, keberadaan perusahaan pun tidak akan dapat lepas dari usaha untuk meningkatkan kemakmuran rakyat.

Akan tetapi, para pelaku usaha (perusahaan) di Indonesia, dalam menjalankan aktivitasnya, hingga saat ini masih memfokuskan diri terhadap faktor ekonomi dan legal saja, terutama yang berhubungan dengan tingkat keuntungan marginal, perkembangan pasar, pangsa pasar, maupun arah kebijakan strategis yang akan dihasilkan (Sa’id, 2003). Ditambah lagi dengan kurangnya perhatian dan tanggung jawab manajemen serta pemilik perusahaan terhadap masyarakat maupun lingkungan di sekitar lokasi perusahaan. Bahkan, perusahaan pun tidak segan untuk melakukan perusakan lingkungan alam, dengan melakukan eksploitasi besar-besaran, tanpa memperhatikan faktor lingkungan, dan tanpa adanya suatu tindakan untuk mereservasinya. Semua ini Akan tetapi, para pelaku usaha (perusahaan) di Indonesia, dalam menjalankan aktivitasnya, hingga saat ini masih memfokuskan diri terhadap faktor ekonomi dan legal saja, terutama yang berhubungan dengan tingkat keuntungan marginal, perkembangan pasar, pangsa pasar, maupun arah kebijakan strategis yang akan dihasilkan (Sa’id, 2003). Ditambah lagi dengan kurangnya perhatian dan tanggung jawab manajemen serta pemilik perusahaan terhadap masyarakat maupun lingkungan di sekitar lokasi perusahaan. Bahkan, perusahaan pun tidak segan untuk melakukan perusakan lingkungan alam, dengan melakukan eksploitasi besar-besaran, tanpa memperhatikan faktor lingkungan, dan tanpa adanya suatu tindakan untuk mereservasinya. Semua ini

Kenyataan bahwa banyak perusahaan bukan hanya semakin kaya, tetapi juga semakin berkuasa, sementara semakin banyak pula penduduk yang miskin dan lemah serta rentan secara sosial, ekonomi, politik, kesehatan dan lingkungan, tidaklah dapat dipungkiri. Bahkan kemajuan perusahan pun turut menyumbang terhadap ketidakadilan dan kesenjangan sosial yang terjadi di masyarakat. Sehingga yang terjadi adalah pertumbuhan ekonomi tidak selalu sejalan dengan pemerataan atau distribusi kesejahteraan (Djogo, 2005).

Kesenjangan yang semakin besar antara perusahaan dan masyarakat ini memunculkan berbagai reaksi masyarakat, yang menuntut kepedulian dari perusahaan untuk memperbaiki persoalan kesenjangan ini. Dalam menanggapi reaksi mayarakat ini banyak perusahaan yang telah melaksanakan komitmen sosialnya terhadap masyarakat. Akan tetapi, bantuan atau komitmen yang diberikan masih tidak sampai kepada akar dari masalah yang sedang dihadapi oleh masyarakat saat ini. Karena bantuan yang diberikan, seringkali hanya berguna dalam jangka waktu yang sangat pendek, dimana setelah itu masyarakat akan kembali pada kehidupannya semula. Kenyataan yang ada dalam masyarakat menunjukkan bahwa upaya-upaya ini sering tidak membawa hasil atau tidak berkelanjutan.

Sangatlah disayangkan, jika perusahaan yang merupakan bagian dari masyarakat tidak dapat memberikan kontribusi yang baik. Bukankah dalam menjalankan usahanya, perusahaan juga perlu untuk memperhatikan berbagai faktor lain selain keuntungan dalam lingkungan bisnisnya, seperti etika, masyarakat, dan ekologi. Dan bukankah sudah seharusnya, jika perusahaan menyatakan komitmennya kepada masyarakat, yang sudah tentu akan memberikan efek jangka panjang bagi keberadaan perusahaan itu sendiri di masa yang akan datang. Karena, di dalam prinsip kelangsungan usaha, perusahaan harus berorientasi untuk terus berlangsung, dan bukan ada hanya untuk sementara. Oleh sebab itu, sangatlah penting bagi perusahaan untuk menciptakan dan menjaga agar lingkungan tempat dia berdiri, dapat tetap kondusif untuk keberlangsungan usahanya tersebut.

Dalam pelaksanaan komitmennya kepada masyarakat, perusahaan juga dituntut untuk memiliki multikomitmen, antara lain komitmen finansial dan komitmen sosial. Komitmen finansial merupakan tuntutan dari para pemegang saham ataupun investor, sedangkan komitmen sosial merupakan tuntutan dari masyarakat yang menjadi konsumen, keluarga konsumen, calon konsumen, supplier, calon supplier, investor dan calon investor mereka. Berbagai organisasi kemasyarakatan juga telah muncul untuk menyuarakan tuntutan mereka pada para pelaku bisnis, agar mereka memiliki komitmen sosial terhadap berbagai masalah yang ada di masyarakat, seperti kesehatan, lingkungan, kesejahteraan konsumen, dan kode etik dalam berbisnis di tengah masyarakat, atau lebih sering di sebut juga dengan Good Corporate Governance. Ketidakpedulian terhadap tuntutan masyarakat, akan dapat membuat perusahaan dikenakan Dalam pelaksanaan komitmennya kepada masyarakat, perusahaan juga dituntut untuk memiliki multikomitmen, antara lain komitmen finansial dan komitmen sosial. Komitmen finansial merupakan tuntutan dari para pemegang saham ataupun investor, sedangkan komitmen sosial merupakan tuntutan dari masyarakat yang menjadi konsumen, keluarga konsumen, calon konsumen, supplier, calon supplier, investor dan calon investor mereka. Berbagai organisasi kemasyarakatan juga telah muncul untuk menyuarakan tuntutan mereka pada para pelaku bisnis, agar mereka memiliki komitmen sosial terhadap berbagai masalah yang ada di masyarakat, seperti kesehatan, lingkungan, kesejahteraan konsumen, dan kode etik dalam berbisnis di tengah masyarakat, atau lebih sering di sebut juga dengan Good Corporate Governance. Ketidakpedulian terhadap tuntutan masyarakat, akan dapat membuat perusahaan dikenakan

Selain itu, masyarakat bisnis juga telah menuntut perusahaan untuk menunjukkan komitmen sosial yang tinggi. Seperti kewajiban untuk memenuhi standar kualitas internasional, dimana perusahaan yang ingin memasuki pasar internasional dituntut untuk memiliki tingkat komitmen sosial yang tinggi. Bahkan beberapa perusahaan internasional terkemuka yang tercatat dalam bursa saham internasional umumnya memiliki tingkat komitmen sosial yang tinggi. Tingkat komitmen sosial ini, dapat merefleksikan tingkat kepercayaan masyarakat terhadap perusahaan yang bersangkutan. Dimana semakin tinggi komitmen sosial perusahaan, maka semakin credible perusahaan tersebut di mata masyarakat umum dan masyarakat bisnis. Dan kredibilitas perusahaan yang tinggi akan turut mendongkrak harga saham perusahaan di dalam pasar modal (http:// www.sinarharapan.co.id , 2003).

Djogo (2005) menyatakan bahwa ”Banyak perusahaan swasta kini mengembangkan apa yang disebut Corporate Social Responsibility (CSR), dan Corporate Citizenship (CC).” Corporate Social Responsibility (CSR) adalah pengambilan keputusan, yang dikaitkan dengan nilai-nilai etika, memenuhi kaidah-kaidah dan keputusan hukum dan menghargai manusia, masyarakat dan lingkungan. Sedangkan Corporate Citizenship (CC) adalah cara perusahaan bersikap atau memperlihatkan perilaku ketika berhadapan dengan para pihak lain sebagai salah satu cara untuk memperbaiki reputasi dan meningkatkan keunggulan kompetitif.

Berkaitan dengan komitmen sosial perusahaan, maka corporate social responsibility (CSR) merupakan suatu pokok bahasan yang patut untuk dibahas.

Karena dalam pelaksanaannya, perusahaan bukan hanya akan berurusan dengan masyarakat sekitar saja, tetapi juga akan berurusan dengan alam serta lingkungan sekitar.

Pemikiran yang mendasari keberadaan corporate social responsibility, yang sering dianggap sebagai inti dari ‘etika bisnis’ adalah, bahwa perusahaan tidak hanya mempunyai kewajiban-kewajiban ekonomis dan legal saja (artinya kewajiban kepada pemegang saham atau shareholder saja), tapi juga kewajiban- kewajiban terhadap pihak-pihak lain yang berkepentingan (stakeholders) dengan perusahaan, yang memiliki jangkauan melebihi kewajiban-kewajiban di atas (Hasibuan & Sedyono, 2002). Beberapa hal yang termasuk dalam tanggung jawab sosial perusahaan ini antara lain adalah, tata laksana perusahaan (corporate governance) yang saat ini sedang marak di Indonesia. Tata laksana perusahaan (corporate governance) ini, meliputi kesadaran perusahaan akan lingkungan, kondisi tempat kerja dan standar bagi karyawan, hubungan perusahan-masyarakat, serta investasi sosial perusahaan (corporate philantrophy).

Thendri Supriatno, Ketua Corporate Forum for Community Development (CFCD), menyatakan bahwa ''Komitmen perusahaan terhadap masyarakat yang diimplementasikan dalam bentuk program CSR dapat mencegah munculnya gesekan sosial yang dapat merugikan perusahaan maupun masyarakat.'' Beliau juga menyatakan bahwa corporate social responsibility dapat mencegah dampak sosial lebih buruk, baik langsung atau tidak langsung, atas kelangsungan usaha, karena gesekan yang mungkin terjadi dengan komunitas sekitar. Dan bila CSR dilaksanakan dengan baik, maka akan berdampak positif terhadap keberlangsungan usaha perusahaan tersebut. Bahkan beliau juga Thendri Supriatno, Ketua Corporate Forum for Community Development (CFCD), menyatakan bahwa ''Komitmen perusahaan terhadap masyarakat yang diimplementasikan dalam bentuk program CSR dapat mencegah munculnya gesekan sosial yang dapat merugikan perusahaan maupun masyarakat.'' Beliau juga menyatakan bahwa corporate social responsibility dapat mencegah dampak sosial lebih buruk, baik langsung atau tidak langsung, atas kelangsungan usaha, karena gesekan yang mungkin terjadi dengan komunitas sekitar. Dan bila CSR dilaksanakan dengan baik, maka akan berdampak positif terhadap keberlangsungan usaha perusahaan tersebut. Bahkan beliau juga

Image Building (http:// www.republika.co.id , 2006). Karena itu, sangatlah disayangkan jika perusahaan tidak lagi memperhatikan tanggung jawab sosial perusahaannya dengan seksama.

Keberadaan perusahaan, yang didirikan, diisi dan digerakan oleh berbagai macam manusia yang ada di dalamnya, mengakibatkan aktivitas perusahaan tidak hanya berkaitan dengan masyarakat dan lingkungan semata. Karena manusia merupakan makhluk ciptaan Allah, dan Allah mempunyai maksud dan tujuan khusus terhadap manusia ciptaan-Nya, maka keberadaan perusahaan tentulah juga berkaitan dengan Allah. Bahkan ebih jauh lagi, tujuan keberadaan perusahaan dan apa yang harus perusahaan lakukan, tentulah berkaitan dengan maksud dan tujuan Allah terhadap manusia dan dunia ciptaan- Nya.

Dalam pertanyaan pertama Katekismus Singkat Westminster I (Williamsons, 2006: 1), yaitu: ”Apa tujuan utama dan tertinggi manusia?.” Dijelaskan bahwa tujuan utama dan tertinggi manusia ialah memuliakan Allah dan bersukacita sepenuhnya di dalam Dia untuk selama-lamanya. Jawaban ini didukung oleh ayat-ayat yang terdapat dalam kitab Roma 11:36; 1Korintus 10:31; Mazmur 73:24-28; dan Yohanes 17:21-23 (Alkitab,1999).

Jadi, segala sesuatu yang dilakukan oleh manusia adalah semata-mata untuk memuliakan Allah, dan bukan untuk kemuliaan diri. Kitab Roma 11:36, yang berbunyi “Sebab segala sesuatu adalah dari Dia, dan oleh Dia, dan kepada Dia: Bagi Dialah kemuliaan sampai selama-lamanya!” (Alkitab,1999), telah secara jelas mengatakan fokus dan tujuan hidup manusia, yaitu untuk Jadi, segala sesuatu yang dilakukan oleh manusia adalah semata-mata untuk memuliakan Allah, dan bukan untuk kemuliaan diri. Kitab Roma 11:36, yang berbunyi “Sebab segala sesuatu adalah dari Dia, dan oleh Dia, dan kepada Dia: Bagi Dialah kemuliaan sampai selama-lamanya!” (Alkitab,1999), telah secara jelas mengatakan fokus dan tujuan hidup manusia, yaitu untuk

Berkaitan dengan maksud dan tujuan ini maka Allah memberikan dua mandat kepada manusia untuk dilakukan selama hidupnya di dunia ini (Sutandi, 2007 dalam http://www.mail-archive.com), yakni: yaitu mandat budaya, dan mandat Injil. Kedua mandat tersebut haruslah dijalankan secara seimbang, artinya orang Kristen tidak boleh hanya sibuk menggarap penginjilan dan melupakan mandat budaya, ataupun sebaliknya. Oleh karena itu, kita perlu mengerti apakah mandat budaya dan mandat injil itu secara utuh.

1. Mandat Injil. Mandat Injil adalah mandat yang Allah berikan kepada setiap orang percaya (yaitu orang yang sudah bertobat dan mengaku Yesus sebagai Tuhan dan Juruselamat), untuk memberitakan kabar keselamatan, yaitu Injil, kepada seluruh bangsa di dunia.

2. Mandat Budaya. Mandat budaya adalah mandat yang Allah berikan kepada manusia, untuk menyatakan kebenaran Firman Tuhan kepada seluruh ciptaan-Nya, dalam kedudukannya sebagai penguasa bumi ini. Mandat ini juga meliputi suatu upaya untuk mengusahakan agar segala yang baik tetap baik dan segala yang rusak dibuat menjadi baik, dan memelihara agar bumi ini tetap berada dalam kondisi yang baik. Hal ini juga berarti bahwa orang-orang Kristen berfungsi sebagai raja, imam dan nabi yang harus mengintegrasikan iman Kristen dalam setiap aspek kehidupan, baik itu politik, ekonomi, sosial, hukum, pendidikan, dan lainnya sebagai reaksi untuk memuliakan Allah. Kedua mandat ini sangatlah berhubungan dengan seluruh realita hidup

manusia. Dalam kaitannya dengan tanggung jawab sosial perusahaan, maka manusia. Dalam kaitannya dengan tanggung jawab sosial perusahaan, maka

Dalam kitab Kejadian 1:28 dikatakan, “Allah memberkati mereka, lalu Allah berfirman kepada mereka: “Beranakcuculah dan bertambah banyak; penuhilah bumi dan taklukkanlah itu, berkuasalah atas ikan-ikan di laut dan burung-burung di udara dan atas segala binatang yang merayap di bumi.” (Alkitab,1999). Berdasarkan pada ayat ini, dapat kita ketahui bahwa Allah menempatkan manusia untuk menjadi penguasa atas seluruh isi bumi ini, dalam konteks inilah Allah memberikan mandat budaya kepada manusia. Akan tetapi, dalam melaksanakan mandat budaya ini Allah juga menyertakan suatu perintah kepada manusia, yang tertulis di dalam kitab Kejadian 2:15 yang berbunyi “TUHAN Allah mengambil manusia itu dan menempatkannya dalam taman Eden untuk mengusahakan dan memelihara taman itu.” (Alkitab,1999). Perintah ini berisi tentang bagaimana manusia harus menguasai seluruh alam ini, yaitu dengan cara mengusahakan dan memelihara alam ini.

Kata “mengusahakan” dalam ayat ini, berdasarkan akar katanya di dalam bahasa Ibrani yaitu ‘abad’, dapat memiliki arti ‘bekerja’ dan ’melayani’. Bekerja dalam kata ini bukan hanya sekedar bekerja, tetapi ada unsur penyembahan kepada Allah di dalamnya. Dalam hal ini manusia bebas untuk menggunakan seluruh kreatifitasnya untuk bekerja dan diberi kebebasan untuk mengeksplorasi atau menggunakan alam ini, dan semuanya itu haruslah dilakukan dalam suatu penyembahan kepada Allah (Sutandi, 2007 dalam http://www.mail-archive.com).

Sedangkan kata “memelihara” dalam ayat ini, akar katanya di dalam bahasa Ibrani adalah ‘shamar’, kata ini dapat berarti mengawasi, mengamati, dan Sedangkan kata “memelihara” dalam ayat ini, akar katanya di dalam bahasa Ibrani adalah ‘shamar’, kata ini dapat berarti mengawasi, mengamati, dan

Berdasarkan Firman Tuhan ini dapat dikatakan bahwa tanggung jawab sosial perusahaan (corporate social responsibility) adalah suatu hal yang wajib dilakukan oleh setiap manusia di dunia ini. Karena Allah memberikan alam ini kepada manusia bukan hanya untuk menggunakan dan mengeksploitasi alam ini saja, tetapi juga untuk menjaga agar seluruh alam yang Tuhan ciptakan dan berikan kepada manusia ini, dapat tetap berada dalam keadaan yang baik seperti pada waktu Allah menciptakannya.

Dalam perspektif etika Kristen atau perspektif Firman Tuhan, yang berkaitan dengan bisnis, atau disebut juga etika bisnis Kristen, inilah peneliti berusaha untuk mencari tahu dan menggali lebih dalam mengenai perspektif etika bisnbis Kristen terhadap konsep tanggung jawab sosial perusahaan, dan kepada siapa sajakah perusahaan harus menjalankan tanggung jawabnya itu.

Berdasarkan apa yang telah diuraikan di atas maka peneliti mengambil judul “TANGGUNG JAWAB SOSIAL PERUSAHAAN DALAM PERSPEKTIF

ETIKA BISNIS KRISTEN.”

1.2. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka permasalahan yang akan diangkat dalam penelitian ini adalah mengenai “pandangan etika bisnis Kristen terhadap konsep tanggung jawab sosial perusahaan”.

1.3. Batasan masalah

Penelitian ini tidaklah membahas mengenai ‘bagaimana praktek tanggung jawab sosial perusahaan’ itu sendiri harus dijalankan, dan tidak membahas praktek tanggung jawab sosial perusahaan yang dijalankan oleh perusahaan secara keseluruhan dengan berdasarkan pada etika bisnis Kristen. Melainkan mencoba untuk membahas dan memberikan suatu penilaian terhadap konsep tanggung jawab sosial perusahaan dengan menggunakan perspektif etika bisnis Kristen.

Penelitian ini akan berfokus pada konsep tanggung jawab sosial yang ada di dalam buku “Etika Bisnis dan Tanggung Jawab Sosial Perusahaan di Indonesia,” yang ditulis oleh Bambang Rudito, dan Melia Famioloa. Dengan mencantumkan juga beberapa sumber lain untuk mendapat keutuhan dari konsep tanggung jawab sosial perusahaan.

1.4. Tujuan Penelitian

Penetapan tujuan penelitian ini dimaksudkan untuk membahas dan menggali lebih dalam mengenai tanggung jawab sosial perusahaan (corporate social responsibility) dengan menggunakan perspektif etika bisnis Kristen sebagai dasar penilaian. Maka tujuan penelitian ini adalah: “Untuk mengetahui perspektif etika bisnis Kristen mengenai tanggung jawab sosial perusahaan (corporate social responsibility).”

1.5. Manfaat Penelitian

Manfaat yang dapat diperoleh dari penelitian ini adalah:

a. Bagi peneliti Diharapkan dapat memperluas wawasan dan pengetahuan peneliti tentang peran perusahaan di tengah-tengah masyarakat, negara, dan lingkungan dimana perusahaan itu berdiri. Serta kepada siapa seharusnya tanggung jawab sosial perusahaan (corporate social responsibility) harus dijalankan oleh perusahaan berdasarkan prinsip etika bisnis Kristen.

b. Bagi perusahaan Sebagai masukan dan bahan pertimbangan dalam pengambilan keputusan manajemen berkaitan dengan tanggung jawab sosial perusahaan (corporate social responsibility) kepada masyarakat dan lingkungan. Dan juga supaya prinsip-prinsip Firman Tuhan dapat secara jelas diterapkan di dalam perusahaan atau dunia bisnis.

c. Bagi pihak lain Masyarakat dapat menjadikan hasil penelitian ini untuk membantu melihat dan mengevaluasi bagaimana perusahaan telah menjalankan tanggung jawab sosialnya terhadap masyarakat. Dan masyarakat juga dapat semakin memahami mengenai tanggung jawab sosial perusahaan (corporate social responsibility) dengan lebih baik lagi. Dan lebih jauh lagi dapat digunakan oleh peneliti-peneliti lainnya sebagai bahan untuk penelitian-penelitian lainnya.

BAB II LANDASAN TEORI

2.3 Tanggung jawab sosial perusahaan (corporate social responsibility)

2.3.1 Latar belakang adanya tanggung jawab sosial perusahaan

Rudito (2007: 204) beranggapan bahwa tanggung jawab perusahaan terjadi karena adanya upaya untuk meningkatkan tingkat kesejahteraan hidup dari masyarakat, yang di ukur dengan tingkat ekonomi dan pendapatan, yang tidak berjalan seiring dengan keadaan sumber daya lingkungan yang semakin lama semakin parah. Dengan melihat kerusakan lingkungan sebagai akibat dari percepatan pembangunan ekonomi, maka diadakanlah pertemuan di Rio De Janeiro yang memutuskan adanya pembangunan berkelanjutan yang mencakup keberlanjutan ekonomi (economic sustainability), dan keberlanjutan lingkungan (environment sustainability).

Akan tetapi, keputusan inipun ternyata tidak dapat mengangkat tingkat kesejahteraan hidup dari komunitas di negara-negara selatan (negara-negara penghasil). Hal ini dikarenakan adanya perbedaan orientasi dan ukuran kesejahteraan dari masing-masing negara. Karena itulah, di dalam pertemuan para pemimpin dunia, di Yohannesburg pada tahun 2002, tercetus suatu kebersamaan aturan bagi tingkat kesejahteraan umat manusia, yaitu konsep social sustainability, untuk melengkapi dua kebijakan sebelumnya, yaitu economic sustainability, dan environment sustainability. Ketiga aspek inilah yang menjadi patokan bagi perusahaan di dalam melaksanakan tanggung jawab sosialnya (Rudito, 2007: 205).

Rudito (2007: 206) melihat bahwa penerapan dari konsep social sustainability dapat menjadi suatu yang maya atau utopia. Karena terabaikannya aspek yang mendasar, yaitu manusia (human) dan komunitas (people). Jadi dalam konsep sustainable future, yang mencakup aspek ekonomi, sosial, dan lingkungan, perlu ditambahkan lagi satu aspek internal, yaitu aspek keberlanjutan manusia (human sustainability). Aspek ini mencakup peningkatan kualitas manusia secara etika, seperti pendidikan, kesehatan, rasa empati, saling menghargai dan kenyamanan, yang terangkum dalam tiga kapasitas, yaitu spiritual, emosional, dan intelektual. Ketiga kapasitas ini merupakan inti dalam suatu etika, yang akan menjadi dasar bagi terwujudnya tingkah laku. Dimana kesemuanya itu terwujud di dalam nilai, norma dan pengetahuan yang digunakan untuk memahami lingkungan, dan dipakai untuk mendorong terwujudnya tingkah laku (human behaviour) sebagai makhluk sosial. Rudito (2007: 210) juga menambahkan bahwa konsep corporate social responsibility ini melibatkan tanggung jawab kemitraan antara pemerintah, lembaga sumber daya komunitas, bahkan juga komunitas setempat. Karena itu, kemitraan ini merupakan tanggung jawab bersama secara sosial antar stakeholders.

Dengan berangkat pada sejarah panjang ini, dapat dikatakan bahwa konsep tanggung jawab sosial perusahaan yang dijalankan oleh perusahaan mencakup empat (4) aspek, yaitu: keberlanjutan ekonomi (economic sustainability),

(environment sustainability), keberlanjutan sosial (social sustainability), dan keberlanjutan manusia (human sustainability).

keberlanjutan

lingkungan

Selain dari latar belakang yang telah disampakan oleh Rudito di atas, perlu juga bagi kita untuk melihat beberapa perpektif lain mengenai latar

belakang munculnya tanggung jawab sosial perusahaan. Secara umum stakeholder dan kalangan khalayak umum saat ini sudah sampai pada titik dimana mereka selalu mengharapkan sesuatu yang lebih dari kalangan bisnis. Kelompok ini mengharapkan agar perusahaan (sektor swasta) membantu mereka dalam melepaskan tekanan sosial dan isu-isu ekonomi yang ada. Karena pada saat ini, lebih dari separuh penduduk dunia tidak percaya kepada perusahaan-perusahaan besar. Para kelompok-kelompok aktivis inipun merasa mempunyai target yang memuaskan, apabila mereka telah menyerang perusahaan-perusahaan besar. Karena bagi mereka, perusahaan tersebut tidak bertanggung jawab secara sosial terhadap khalayak. Mereka menggalang kekuatan dengan media, melakukan lobi-lobi dan tekanan politik, demonstrasi, dan yang paling vulgar adalah dengan menyerang website dari perusahaan tersebut (http://www.penulislepas.com, 2004).

Dalam sebuah survey yang dilakukan oleh Burson Marsteller (http://www.penulislepas.com, 2004), pada tahun 2000, diketahui bahwa 42% dari responden percaya bahwa track record tanggung jawab sosial perusahaan akan dapat meningkatkan harga saham. Berdasarkan penelitian yang sama, didapati bahwa 89% dari responden mengatakan bahwa keputusan mereka sebagai legislator, regulator, wartawan dan LSM pada masa yang akan datang, akan dipengaruhi oleh isu-isu tanggung jawab sosial perusahaan. Karena itu, para pelanggan, investor, kelompok-kelompok komunitas, aktivis-aktivis lingkungan, maupun trading partner selalu menanyakan pada perusahaan mengenai detail-detail informasi tentang kinerja sosial mereka. Untuk menghadapi semua ini, maka perusahaan harus menempatkan tanggung jawab sosial perusahaan sebagai bagian penting dari aktivitas perusahaan.

Selain itu, Suruji dan Novianto dalam Kompas (2006) mengatakan bahwa, di dalam komunitas bisnis dari berbagai negara, telah lama berkembang kesadaran bahwa pembangunan berkelanjutan hanya akan dapat dipertahankan jikalau ada keseimbangan antara aspek ekonomi, sosial, dan lingkungan hidup. Bahkan para pemilik modal juga telah menyadari, bahwa di balik bisnis ada pula tanggung jawab sosial (corporate social responsibility) yang harus dilakukan oleh perusahaan. Hal ini membuat perusahaan semakin menyadari bahwa tanggung jawab perusahaan bukan lagi sekadar keseimbangan antara pemilik modal dan pekerjanya, melainkan suatu pembangunan berkelanjutan yang dibangun di atas dasar kerangka bahwa bisnis akan dapat tumbuh subur pada masyarakat yang sejahtera. Dan untuk itu, perlu adanya usaha untuk menyeimbangkan antara aspek ekonomi, berupa mencari keuntungan, dengan pembangunan sosial dan perlindungan lingkungan hidup.

Harahap (1993) dalam Arianti (2000) mengatakan, bahwa saat ini telah terjadi pergeseran orientasi perusahaan, yaitu dari shareholders menjadi ke stakeholders, yaitu suatu kecenderungan yang bergerak dari kegiatan mencari keuntungan yang sebesar-besarnya tanpa melihat efek samping, ke arah kegiatan yang mencari laba dengan berwawasan lingkungan. Hal ini semakin membuat perusahaan mulai memperhatikan lingkungan di sekitarnya, dan bukan lagi hanya memperhatikan kepentingan dirinya sendiri saja.

2.3.2 Definisi tanggung jawab sosial perusahaan

Sankat (2002) dalam Rudito (2007: 207) menyatakan bahwa “Corporate social responsibility dapat dipahami sebagai komitmen usaha untuk bertindak secara etis, beroperasi secara legal dan berkontribusi untuk peningkatan ekonomi bersamaan dengan peningkatan kualitas hidup dari karyawan dan Sankat (2002) dalam Rudito (2007: 207) menyatakan bahwa “Corporate social responsibility dapat dipahami sebagai komitmen usaha untuk bertindak secara etis, beroperasi secara legal dan berkontribusi untuk peningkatan ekonomi bersamaan dengan peningkatan kualitas hidup dari karyawan dan

Berdasarkan dua definisi diatas, secara umum Rudito (2007: 207) menarik kesimpulan bahwa: Corporate social responsibility merupakan peningkatan

kualitas kehidupan, mempunyai arti adanya kemampuan manusia sebagai individu anggota komunitas untuk dapat menanggapi keadaan sosial yang ada, dan dapat menikmati serta memanfaatkan lingkungan hidup termasuk perubahan-perubahan yang ada sekaligus memelihara. Yang dengan kata lain merupakan cara perusahaan mengatur proses usaha untuk memproduksi dampak positif pada komunitas.

Dengan berangkat dari definisi ini, Rudito (2007: 207) berharap akan terlihat adanya usaha untuk ikut terlibat dalam pembangunan ekonomi berkelanjutan, dengan kemandirian sebuah komunitas sebagai tolak ukur dari keberhasilan sebuah usaha. Dengan demikian, tanggung jawab sosial perusahaan secara sosial tidak hanya terbatas pada konsep pemberian donor saja, tetapi konsepnya menjadi sangat luas dan tidak bersifat statis dan pasif, yang hanya dikeluarkan dari perusahaan. Akan tetapi, merupakan hak dan kewajiban bersama yang dimiliki bersama antar stakeholders. Sehingga konsep kedermawanan perusahaan (corporate philanthropy) dalam tanggung jawab sosial tidaklah lagi memadai, karena konsep tersebut tidak melibatkan kemitraan Dengan berangkat dari definisi ini, Rudito (2007: 207) berharap akan terlihat adanya usaha untuk ikut terlibat dalam pembangunan ekonomi berkelanjutan, dengan kemandirian sebuah komunitas sebagai tolak ukur dari keberhasilan sebuah usaha. Dengan demikian, tanggung jawab sosial perusahaan secara sosial tidak hanya terbatas pada konsep pemberian donor saja, tetapi konsepnya menjadi sangat luas dan tidak bersifat statis dan pasif, yang hanya dikeluarkan dari perusahaan. Akan tetapi, merupakan hak dan kewajiban bersama yang dimiliki bersama antar stakeholders. Sehingga konsep kedermawanan perusahaan (corporate philanthropy) dalam tanggung jawab sosial tidaklah lagi memadai, karena konsep tersebut tidak melibatkan kemitraan

Beberapa pihak juga memberikan definisi yang beragam mengenai tanggung jawab sosial perusahaan. Davis dan Fredrick, (1994: 28) dalam Utami (2004), mendefinisikan tanggung jawab sosial perusahaan seperti dalam uraian berikut:

Sebagai sebuah organisasi bisnis yang hidup dan berkembang di tengah-tengah masyarakat, maka perusahaan dianggap sebagai bagian dari masyarakat itu sendiri. .... Tanggung jawab sosial perusahaan ini dapat diwujudkan dengan turut serta dalam menyelesaikan masalah-masalah sosial. Hal ini sangat sesuai dengan harapan masyarakat, yang menginginkan agar perusahaan memiliki respon positif terhadap lingkungan sekitarnya dengan melibatkan diri dalam program-program sosial sebagai bagian dari aktivitas bisnisnya.

Marc W. Pfitzer ( http://www.ir.nestle.com , 2005) memberikan definisi sebagai berikut “Corporate social responsibility is essentially a concept where by companies decide voluntarily to contribute to a better society and a cleaner environment.”

Sedangkan Andrew dalam Utami (2004) mendefinisikan tanggung jawab sosial perusahaan sebagai: Social responsibility is the intelligent and objective concern

for the welfare of society that restrains and corporate behaviour from ultimately destructives activities no matter how immediately profitable and leads in the direction of positive contribution to human betterment, variously as the latter may be defined.

Djogo ( http://www.beritabumi.or.id , 2005) juga menyatakan bahwa tanggung jawab sosial perusahaan (corporate social responsibility) adalah pengambilan keputusan yang dikaitkan dengan nilai-nilai etika, memenuhi kaidah-kaidah dan keputusan hukum, dan menghargai manusia, masyarakat dan

2.3.3 Manfaat tanggung jawab sosial perusahaan

Rudito (2007: 209) menyatakan bahwa “Pada masa sekarang keberhasilan suatu perusahaan

ditentukan oleh adanya perhatian terhadap lingkungan sosial sekitar. Artinya, bahwa sukses komersial perusahaan-perusahaan dilihat juga dari bagaimana perusahaan mengelola tanggung jawab sosial terhadap komunitas sekitar daerah operasinya, sehingga menciptakan hubungan antar komunitas sebagai anggota komunitas lokal yang lebih luas.”

Elyas dalam http://www.republika.co.id (2006) menegaskan bahwa “keberlanjutan perusahaan tidak hanya tergantung kepada profit, tapi juga harus memenuhi aspek lingkungan atau 'planet' dan aspek sosial atau 'people'. “

Senada dengan

Rudito (2007: 210) juga menambahkan bahwa perusahaan akan mendapat suatu keuntungan sosial, jika perusahaan melakukan kegiatan tanggung jawab sosial. Dimana, dengan mengeluarkan dana yang tidak sedikit untuk melaksanakan tanggung jawab sosial, perusahaan akan mendapatkan keuntungan sosial yang besar, yang pada gilirannya akan mendapatkan keuntungan finansial.

Supriatno, Ketua Corporate Forum for Community Development (CFCD), dalam http://www.republika.co .id, (2006) menyatakan bahwa tanggung jawab sosial perusahaan sangatlah penting, tidak hanya bagi masyarakat, melainkan juga perusahaan itu sendiri. Karena tanggung jawab sosial perusahaan dapat mencegah dampak sosial lebih buruk, baik secara langsung ataupun tidak langsung, atas kelangsungan usaha, sebagai akibat dari gesekan dengan komunitas sekitar. Program tanggung jawab sosial perusahaan ini, juga dapat mencegah munculnya gesekan sosial yang dapat merugikan perusahaan maupun masyarakat.

Sedangkan Bull dalam http://www.ir.nestle.com (2005), menyatakan bahwa: “Corporate responsibility is not a fringe activity. A truly successful company is sensitive to the concerns of all those on whom it depends, investors, employees, customers, partners and communities. What happens to society matters to us because it happens to us”.

Jadi, tanggung jawab sosial perusahaan bukan hanya untuk memenuhi tuntutan dari masyarakat bisnis yang menuntut perusahaan untuk menunjukkan komitmen sosial yang tinggi, seperti halnya kewajiban untuk memenuhi standar kualitas internasional (ISO) ( http://www.republika.co.id , 2003). Dan juga bukan untuk mendapatkan keuntungan sosial maupun finansial, sebagai dampak dari melaksanakan tanggung jawab sosial perusahaan. Tetapi juga harus memenuhi dan memperhatikan aspek lingkungan dan masyarakat sekitar.

2.3.4 Pro-kontra mengenai tanggung jawab sosial perusahaan

Kalangan dunia usaha ternyata memiliki tanggapan yang berbeda-beda mengenai keberadaan tanggung jawab sosial perusahaan. Baik itu yang mendukung tanggung jawab sosial perusahaan, maupun yang menolak adanya tanggung jawab sosial perusahaan.

Belkaoui (1984) dalam Arianti (2000), mengemukakan beberapa alasan yang digunakan oleh kalangan yang mendukung agar perusahaan memiliki etika dan tanggung jawab sosial:

1. Keterlibatan sosial merupakan respon terhadap keinginan dan harapan masyarakat terhadap peran perusahaan dalam jangka panjang, dan hal ini sangat menguntungkan bagi perusahaan.

2. Keterlibatan sosial mungkin akan mempengaruhi perbaikan lingkungan masyarakat, yang mungkin akan dapat menurunkan biaya produksi.

3. Meningkatkan

Hal ini juga akan menimbulkan simpati langganan, karyawan, investor, dan lain-lain.

4. Menghindari campur tangan pemerintah dalam melindungi masyarakat. Karena campur tangan pemerintah cenderung membatasi peran perusahaan, sehingga jika perusahaan menjalankan tanggung jawab sosialnya mungkin akan dapat mengurangi kemungkinan pembatasan kegiatan perusahaan oleh pemerintah.

5. Dapat menunjukkan respon positif perusahaan terhadap norma dan nilai yang berlaku dalam masyarakat, sehingga perusahaan mendapat simpati dari masyarakat.

6. Sesuai dengan keinginan para pemegang saham, dalam hal ini adalah publik.

7. Mengurangi tensi atau tingkat kebencian masyarakat terhadap kegiatan- kegiatan perusahaan, yang kadang kala tidak dapat dihindari.

8. Membantu kepentingan nasional, seperti konservasi alam, pemeliharaan barang seni budaya, peningkatan pendidikan rakyat, lapangan kerja, dan lain-lain.

Belkaoui (1984) dalam Arianti (2000), juga menyertakan beberapa alasan yang digunakan oleh kalangan yang menolak adanya suatu tanggung jawab sosial di dalam perusahaan:

1. Tanggung jawab sosial perusahaan akan mengalihkan perhatian perusahaan dari tujuan utamanya dalam mencari laba. Dan ini akan menimbulkan pemborosan.

2. Tanggung jawab sosial perusahaan akan memungkinkan keterlibatan perusahaan terhadap permainan kekuasaaan atau politik secara berlebihan, yang sebenarnya bukan bagian dari perusahaan.

3. Tanggung jawab sosial perusahaan dapat menimbulkan lingkungan bisnis yang monolitik, dan bukan yang bersifat pluralistik.

4. Keterlibatan sosial memerlukan dana dan tenaga yang cukup besar, yang tidak dapat dipenuhi oleh perusahaan yang terbatas, sehingga dapat menimbulkan kebangkrutan atau menurunkan tingkat pertumbuhan perusahaan.

5. Keterlibatan perusahaan pada kegiatan sosial yang demikian kompleks memerlukan tenaga dan para ahli yang belum tentu dimiliki oleh perusahaan.

Selain dari yang telah dipaparkan di atas, Hamann dan Acutt (2003) dalam Wibowo ( http://www.pdat.co , 2006) telah menelaah beberapa motivasi yang mendasari kalangan bisnis dalam menerima konsep tanggung jawab sosial perusahaan. Mereka menemukan bahwa ada dua motivasi utama perusahaan dalam menjalankan tanggung jawab sosial perusahaan, yaitu:

1) Akomodasi. Yaitu kebijakan bisnis yang hanya bersifat kosmetik, superficial, dan parsial. Dimana tanggung jawab sosial perusahaan dilakukan untuk memberi citra sebagai korporasi yang tanggap terhadap kepentingan sosial. Singkatnya, realisasi tanggung jawab sosial perusahaan yang bersifat akomodatif tidak melibatkan perubahan yang mendasar dalam kebijakan bisnis korporasi sesungguhnya.

2) Legitimasi. Yaitu motivasi yang bertujuan untuk mempengaruhi wacana. Wacana yang diberikan meliputi pertanyaan-pertanyaan absah apakah 2) Legitimasi. Yaitu motivasi yang bertujuan untuk mempengaruhi wacana. Wacana yang diberikan meliputi pertanyaan-pertanyaan absah apakah

telah dibahas, dapat dilihat bahwa alasan yang diajukan perusahaan untuk melaksanakan tanggung jawab sosialnya hanya berkutat pada upaya untuk menjaga keberlangsungan perusahaan dan usaha untuk mencapai keuntungan yang lebih tinggi saja. Perusahaan juga tidak melihat keberadaannya sebagai bagian dari komunitas masyarakat, yang juga menuntut perusahaan untuk memberikan respon yang baik terhadap masyarakat yang ada di sekitar perusahaan dan juga terhadap lingkungan sekitar perusahaan.