Pada tahun 1966 Leibenstein mempopulerkan istilah X-efficiency yang merujuk kepada deviasi dari garis cost frontier yang menggambarkan biaya produksi
terendah untuk menghasilkan jumlah output tertentu. X-efficiency berakar dari technical dan allocative efficiency. Oleh karena itu X-efficiency merupakan ukuran
seberapa baik sebuah perusahaan mengelola teknologi, sumber daya manusia, dan sumber daya lain guna memproduksi output dalam jumlah tertentu.
Gambar 2.2. Pengukuran technical efficiency berorientasi input
2.5. Profit Efficiency
Konsep profit efficiency muncul karena adanya fakta bahwa banyak perusahaan yang menitikberatkan tujuan objektif mereka pada pencapaian profit yang
maksimum daripada pencapaian biaya minimum. Ketika sebuah perusahaan ingin mendapatkan tingkat profit yang maksimum maka perusahaan harus memutuskan
tidak hanya berapa banyak variasi input yang akan digunakan tetapi juga berapa banyak variasi output yang akan diproduksi.
Universitas Sumatera Utara
Profit efficiency mengindikasikan seberapa baik sebuah perusahaan mendapatkan profit dari kegiatan memproduksi output dalam jumlah tertentu, relatif
dibandingkan dengan perusahaan-perusahaan lain dalam periode yang sama . Profit efficiency dapat dikaitkan dengan maksimalisasi nilai perusahaan, dimana nilai
sebuah perusahaan merepresentasikan jumlah present value dari profit yang diharapkan di masa mendatang Mohamad et al., 2008. Lebih jauh, profit efficiency
juga merupakan ukuran pembanding kinerja suatu perusahaan dibandingkan dengan perusahaan terbaik di dalam industri. Dalam konsep technical efficiency, profit
efficiency menyatakan rasio antara profit yang dicapai oleh sebuah perusahaan dengan profit maksimum profit frontier yang bisa dicapai oleh perusahaan dengan
jumlah input tertentu Kumbhakar dan Lovell, 2004. Adapun bentuk fungsi persamaan profit frontier dapat dituliskan sebagai berikut:
, =
,
− , dimana
πp,w adalah profit frontier yang merupakan fungsi dari harga output p dan harga input w, y adalah jumlah ouput, dan x adalah jumlah input.
2.6. Pengukuran Efisiensi
Sejumlah literatur secara umum membagi metode pengukuran efisiensi ke dalam dua pendekatan utama, yaitu pendekatan parametrik dan non parametrik.
Pendekatan parametrik menggunakan perhitungan yang bersifat probabilistik serta mencoba untuk mengeliminasi dampak dari gangguan atau noise terhadap
inefficiency. Pendekatan ini secara umum dapat dibagi menjadi tiga Ascarya dan Yumanita, 2008: 1 Stochastic Frontier Analysis SFA, 2 Thick Frontier Analysis
Universitas Sumatera Utara
TFA, dan 3 Distribution Free Analysis DFA. Ketiga metode ini berbeda satu sama lain dalam hal pembentukan asumsi terhadap sudut batas efisiensi, perlakuan
terhadap random error, dan asumsi terkait kurva distribusi dari random error dan inefficiency. Sementara itu metode pengukuran efisiensi dengan pendekatan non
parametrik dapat dibagi menjadi dua: 1 Data Envelopment Analysis DEA, dan 2 Free Disposal Hull FDH. Pendekatan non parametrik menggunakan pemrograman
linear sebagai alat untuk menentukan nilai efisiensi. Pendekatan parametrik yang digunakan dalam pengukuran efisiensi SFA,
TFA, dan DFA mempunyai kelemahan dibandingkan dengan pendekatan non parametrik, yaitu membutuhkan spesifikasi khusus terkait bentuk distribusi random
error dan inefficiency. Selain itu, pendekatan parametrik tersebut juga memerlukan adanya persamaan matematis dari fungsi produksi atau fungsi biaya. Walaupun
demikian, pendekatan parametrik mempunyai keunggulan yaitu memperhitungkan adanya noise atau random error, dan dapat digunakan untuk pengujian hipotesis.
2.7. Stochastic Frontier Analysis