Proses sebelum Perkawinan

A. Proses sebelum Perkawinan

Ketika seorang pria atau perempuan hendak menikah, tentunya diawali dengan proses panjang. Dalam tradisi masyarakat Jawa, rangkaian upacara Ketika seorang pria atau perempuan hendak menikah, tentunya diawali dengan proses panjang. Dalam tradisi masyarakat Jawa, rangkaian upacara

Dalam penelitian ini di mulai acara nontoni, lamaran, srah-srahan sampai upacara siraman penulis tidak mengikuti jalannya upacara, hal ini di sebabkan karena informasi yang penulis dapatkan dari informan pangkal yaitu Surya Dharma Desky hanya tepat pada upacara akad nikah (Ijab Kabul) dan resepsi saja. Namun, penulis berusaha mendapatkan informasi dari hasil wawancara dengan calon mempelai pengantin perempuan yakni Yusrita Arini melalui via telepon serta orang tuanya Bapak Djumali SH dan Ibu Djumali.

1. Nontoni Nontoni adalah upacara untuk mengetahui lebih jauh tentang bagaimana calon pasangan yang akan dinikahi. Hal ini di lakukan karena berkaitan dengan tradisi tempo dulu, dimana seorang pria muda yang akan menikahi si gadis belum tentu mengenal dengan si gadis itu, bahkan lebih jadi sama sekali belum pernah melihatnya. Tetapi, untuk zaman sekarang, nontoni di lakukan agar si pemuda dan keluarganya dapat mengenal lebih jauh tentang diri si gadis beserta keluarganya, dengan begitu sebaliknya. Intinya, proses nontoni merupakan ajang untuk saling mengenal antara keluarga si pemuda dan keluarga si gadis.

Upacara nontoni biasanya di prakarsai oleh pihak keluarga pria. Namun, sebelum melakukan nontoni, biasanya (jaman dahulu) pihak keluarga pria terlebih dahulu melakukan dom sumuruping banyu terhadap pihak si gadis yang akan di jadikan menantu, dengan mengirim seseorang yang dipercaya. Dom sumuruping Upacara nontoni biasanya di prakarsai oleh pihak keluarga pria. Namun, sebelum melakukan nontoni, biasanya (jaman dahulu) pihak keluarga pria terlebih dahulu melakukan dom sumuruping banyu terhadap pihak si gadis yang akan di jadikan menantu, dengan mengirim seseorang yang dipercaya. Dom sumuruping

2. Lamaran Acara lamaran di laksanakan setelah upacara nontoni berlangsung dengan baik dan sepakat. Upacara lamaran ini hampir sama dengan upacara nontoni, yang mana pihak keluarga calon mempelai pria datang kerumah orang tua calon mempelai pengantin perempuan, tetapi tujuannya bukan lagi nontoni, melainkan lamaran.

Lamaran adalah cara meminta seorang anak perempuan untuk seorang anak laki-laki yang akan di jadikan istri olehnya, dil akukan oleh kedua belah pihak (Saryoto, 1980:3). Selanjutnya apabila telah ada kesepakatan antara seorang pria dengan seorang perempuan untuk hidup berumah tangga dan kedua keluarga menyetujui, maka keluarga pria akan mengadakan lamaran kepada keluarga perempuan. Cara melakukan lamaran ini menurut Wardoyo (n.d:18) ada dua jenis yaitu: (1) Secara Langsung, artinya sudah pasti lamarannya akan diterima. Hal ini terjadi jika antara seorang pria dengan seorang perempuan telah ada kesepakatan, begitu juga antara kedua keluarga, maka keluarga pria mengadakan lamaran kepada keluarga perempuan. Biasanya yang melamar orang tua si pria, beserta para keluarga dekat dari pihak keluarga pria. Tetapi sebagai juru bicara adalah salah seorang keluarga dekat pria, contohnya pakde calon

penganti pria. Lamaran adalah suatu peristiwa yang penting sehingga di khawatirkan kalau orang tua yang berbicara secara langsung kepada pihak keluarga perempuan akan menimbulkan keharuan bagi orang tua kedua belah pihak karena hal ini menyangkut hubungan anak mereka. Jika keharuan telah timbul maka apa-apa yang telah di rencanakan di khawatirkan tidak dapat di laksanakan sebagaimana semestinya. (2) Memakai surat, artinya lamarannya belum pasti akan di terima. Hal ini terjadi apabila seorang pria dan seorang perempuan belum akrab benar, begitu pula dengan kedua keluarga. Yang membawa surat lamaran adalah congkong. Congkong dalam bahasa Indonesia bisa berarti tiang penyangga. Maksudnya orang yang ikut berperan dalam terlaksananya suatu perjodohan. Yang menjadi congkong biasanya orang yang mempunyai hubungan saudara. Setelah congkong memberikan surat lamaran, congkong pula yang akan membawa pulang surat jawaban, apakah lamaran di terima atau tidak. Jika lamaran telah diterima, maka segera diatur dan dipersiapkan srah-srahan.

Dalam penelitian ini, sepasang calon pengantin sudah saling mengenal dan di antara keduanya memiliki cerita singkat dalam proses pendekatan (perkenalan) terhadap satu sama lainnya dan memiliki hubungan kasih sayang yang terjalin di antara keduanya, keterangan ini didapat atas cerita singkat dari kedua mempelai pengantin pada puncak acara resepsi saat di wawancarai oleh pembawa acara. Sehingga lamaran di lakukan secara langsung oleh orang tua calon pengantin pria beserta para sanak saudara terdekatnya. Sebagai juru bicara adalah seorang utusan dari pihak keluarga calon mempelai pria yang telah di percaya sebagai juru bicara dalam proses upacara lamaran. Porses lamaran di laksanakan di Medan

Selayang, Kecamatan Sei Batu Gingging No. 80 (di rumah kediaman Bapak Djumali, SH.). lamaran tersebut di laksanakan pada tanggal 8 Maret 2013. Lamaran yang di laksanakan menggunakan gaya Melayu, dimana dalam kaitannya para wali yang menjadi utusan kedua belah pihak keluarga calon mempelai pengantin menggunakan tata cara adat Melayu. Ini merupakan suatu bentuk adaptasi budaya yang menyatukan dua buah insan yang berbeda suku antara suku Jawa dengan suku Melayu. Prosesi ini dilakukan guna menghormati pihak mempelai pria yang berasal dari suku Melayu.

Gambar 3.6

Prosesi Lamaran dengan Gaya Adat Melayu (Dokumentasi Sugiardi 2013 © Mamipapi Photowork)

Melakukan lamaran sama artinya dengan meminang. Jadi, lamaran adalah upacara pinangan calon pengantin pria terhadap calon pengantin perempuan. Upacara lamaran ini di lakukan setelah calon pengantin pria menyetujui untuk di jodohkan dengan si gadis pada saat nontoni di lakukan beberapa waktu yang lalu. Adapun urutan prosesi lamaran adalah sebagai berikut:

Pertama-tama, pada hari yang telah di tetapkan tersebut, datanglah orang tua calon pengantin pria dengan membawa ole-ole yang di wadahi jadong. Jadong adalah tempat makanan dan sejenis atau wadah ole-ole yang di bawa oleh pihak orang tua calon pengantin pria. Pada zaman dahulu, jadong ini biasanya di pikul oleh empat orang pria. Sedangkan makanan yang di bawa pada saat lamaran biasanya terbuat dari beras ketan, seperti jadah, wajik, rengginang, dan sebagainya. Sebagaimana di ketahui, beras ketan (setelah dimasak) bersifat lengket. Sehingga, aneka makanan yang terbuat dari beras ketan itu mengandung makna sebagai pelekat, yaitu di harapkan kelak kedua calon penagntin dan antar besan tetap lengket.

Namun pada penelitian ini, penulis melihat adanya perbedaan yang sangat terasa dimana hal lamaran di lakukan dan di laksanakan menggunakan adat melayu dalam tata bahasa penyampaian maksud dan tujuan. Namun seiring dengan itu, cirri khas adat Jawa tetap di tampilkan oleh pihak keluarga calon mempelai perempuan dalam menyajikan beberapa jamuan dan tata cara penyambutan kepada pihak keluarga calon mempelai pria.

Selanjutnya, setelah lamaran diterima, kedua belah pihak merundingkan hari baik (gethok dina) untuk melaksanakan acara srah-srahan dan upacara paningsetan . Banyak keluarga Jawa yang masih melestarikan sistem pemilihan hari pasaran pacarawa dalam menentukan hari baik untuk upacara paningsetan dan hari ijab perkawinan.

3. Srah-srahan dan Peningsetan Setelah kesepakatan hari yang baik yang telah di dapat dari proses lamaran maka di lanjutkan dengan upacara srah-srahan dan peningsetan. Srah-srahan adalah penyerahan barang-barang tertentu dari calon pengantin pria kepada calon pengantin perempuan sebagai paningset, yang artinya tanda pengikat (Harpi Melati, 1988:2). Paningset di maksudkan sebagai tanda lamaran resmi yang mengandung makna seorang perempuan sudah ada yang punya dan tidak boleh di lamar oleh pria lain. Peningsetan berasal dari kata singset, yang artinya ikat. Dalam perkawinan ada Jawa, peningsetan adalah upacara penyerahan suatu simbol pengikat dari pihak orang tua calon pengantin pria kepada pihak calon pengantin perempuan.

Adapun bahan atau barang-barang yang di jadikan sebagai srah-srahan dan peningsetan kepada calon pengantin perempuan adalah bergantung dari kemampuan calon pengantin pria memberinya. Tetapi pada umumnya barang- barang yang di serahkan terdiri dari kain batik, bahan pakaian kebaya, sandal, tas, seperangkat alat sembahyang, pakaian dalam perempuan, sejumlah uang tunai sebagai bantuan dari pihak calon pengantin pria kepada pihak perempuan dalam melaksana upacara perkawinan, alat-alat kosmetik, perhiasan emas, tidak lupa perlengkapan seperti tempat tidur, dan lemari pakaian.

Gambar 3.7

Berbagai bentuk barang-barang sebagai Srah-srahan (Dokumentasi Sugiardi 2013 © Mamipapi Photowork)

Sebagai ciri khas pengikat (peningsetan) yang dapat di lihat ialah di tandai oleh adanya perhiasan emas berupa cincin sebagai tanda ikat. Jika calon pengantin perempuan memiliki abang dan atau kakak yang belum menikah, maka saat srah-srahan ini juga dibawa barang-barang untuk langkahan sesuai dengan apa yang di minta oleh abang dan atau kakak. Pada penelitian ini calon pengantin perempuan memilik dua orang abang yang belum menikah, sehingga harus di laksanakan proses langkahan tersebut.

Sementara barang–barang yang di bawa oleh pihak calon pengantin pria sebagai persayaratan adat dalam buku Harpi Melati (1988:2-3) adalah sebagai berikut:

a. Pisang raja dua sisir, sebagai lambang orang tua kedua belah pihak akan menyatu menjadi keluarga atau besan.

b. Suruh ayu (daun sirih) secukupnya, sebagai lambang sedyo rahayu yang artinya harapan kesejakteraan.

c. Dua batang tebu wulung yang panjang nya 30 cm, sebagai lambang anteb ing kalbu yang artinya symbol kehidupan yang manis disertai dengan kemantapan hati.

d. Dua buah jeruk gulung (jeruk besar), sebagai lambang kebulatan tekad dalam membina kehidupan berumah tangga.

e. Dua buah cengkir gading (buah kelapa yang berwarna kuning), sebagai lamabng kenceng ing piker yang artinya kuatnya tekad serta kesucian.

f. Makanan seperti kue-kue dan buah-buahan, sebagai simbol pangan.

Semua barang-barang yang di bawa tersebut tersusun rapi di dalam nampan (talam) atau keranjang rotan. Pada waktu srah-srahan calon pengantin pria juga ikut karena pada srah-srahan ini juga di adakan tukar cincin antara kedua pengantin, sekalgus membicarakan dan di sepakati hari untuk pelaksanaan upacara perkawinan. Pada umumnya jarak waktu antara srah-srahan dengan upacara perkawinan tidak boleh lebih dari setahun. Hal ini di maksudkan untuk menghindari perbuatan-perbuatan yang di larang oleh agama maupun adat- istiadat. Pelaksanaa dari semua prosesi di lakukan ketika antara kedua calon pengantin sudah dewasa dan telah memiliki pekerjaan masing-masing. Maka keluarga Bapak Djumali, SH., menentukan hari pernikahan, yaitu pada tanggal 4 mei 2013 dan melaksanakan upacara panggih pada tanggal 5 mei 2013 di Aula pertemuan Hotel Danau Toba Internasional Medan.

4. Pasang Tratak dan Tarub Empat hari sebelum upacara perkawinan di mulai, pihak keluarga calon

pengantin perempuan memasang tratak dan tarub. Hal tersebut juga di dasarkan atas telah selesainya segala administrasi, seperti penyebaran undangan perkawinan, surat izin pernikahan, dan lain-lain. Maka di dirikanlah tratak dan tarub di depan rumah calon pengantin perempuan untuk melaksanakan beberapa upacara yang harus di lakukan dirumah orang tua calon pengantin perempuan, sedangkan pada upacara panggihnya di gedung aula pertemuan Hotel Danau Toba Internasional Medan.

Pada penelitian ini, tratak dan tarub di pasang pada hari kamis (2 mei 2013). Di kanan kiri pintu masuk tarub di beri hiasan kain gorden yang menyeluruh di antara tratak-tratak yang di pasang. Pada pintu masuk utama di beri hiasan yang di sebut tuwuhan yang berasal dari kata tuwuh yang mengandung makna tumbuh (Harpi Melati, 1988:4). Adapun bahan-bahan yang di gunakan untuk membuat tuwuhan adalah sebagai berikut:

a. Dua buah pohon pisang raja yang masih lengkap dengan tandan buah pisangnya, di pasang pada kanan dan kiri pintu masuk utama. Sebagai lambang harapan agar sepasang mempelai bahagia seperti raja, memperoleh banyak rejeki sebanyak buah yang ada, serta dapat mengasuh anak-anak dengan tentram dan rukun seperti tunas pisang muda yang selalu berkumpul di sekeliling batang induknya.

b. Cengkir legi dan cengkir gading (kelapa hijau dan kelapa kuning muda). Cengkir legi (kelapa hijau) dipasang satu janjang ( yangmasih mempunyai tangkai) pada pintu masuk utama sebelah kiri. Cengkir b. Cengkir legi dan cengkir gading (kelapa hijau dan kelapa kuning muda). Cengkir legi (kelapa hijau) dipasang satu janjang ( yangmasih mempunyai tangkai) pada pintu masuk utama sebelah kiri. Cengkir

c. Dua buah tebu wulung yang di pasang pada kanan dan kiri pintu masuk utama. Masing-masing satu batang. Tebu wulung melambangkan symbol kehidupan yang manis, serta kemantapan hati.

d. Bermacam-macam dedaunan, seperti daun kluwih, daun apa-apa, daun alang-alang, daun beringin, daun kemuning, dan daun girang. Daun kluwih melambangkan bahwa kelak di harapkan keluarga pengantin mempunyai kelebihan dari yang lainnya. Daun apa-apa dan daun alang-alang melambangkan tiada satupun yang menghalangi serta di jauhkan dari kesengsaraan. Daun beringin melambangkan kekokohan serta perlindungan, artinya semoga kehidupan kedua pengantin bisa koko dan dapat menjadi perlindungan bagi kerabatnya ataupun tetangganya. Daun kemuning melambangkan keagungan dan keharuman, artinya semoga kedua pengantin akan selalu harum namanya di dalam leingkuangan masyarakat dan di gunakan di antara yang lainnya. Daun girang malambangkan semoga kedua pengantin dalam membentuk rumah-tangga selalu mendapat kebahagiaan.

e. Seikat padi dan seikat benih buah kelapa yang masih menguning yang melambangkan kehidupan pokok dalam masayarakat.

f. Pintu masuk utama (diatas tuwuhan) di beri hiasan janur kuning yang melambangkan keselamatan.

Yang membuat tuwuhan adalah orang yang mengetahui tentang komponen dari tuwuhan tersebut. Bisanya tukang janur, pembuatan tuwuhan di lakukan pada hari jumat pagi (tanggal 3 Mei 2013).