DESKRIPSI MUSIK CAMPUR SARI GRUP KRIDO LARAS DALAM KONTEKS HIBURAN PADA MASYARAKAT JAWA DI KOTA MEDAN

DESKRIPSI MUSIK CAMPUR SARI GRUP KRIDO LARAS DALAM KONTEKS HIBURAN PADA MASYARAKAT JAWA DI KOTA MEDAN SKRIPSI SARJANA DIKERJAKAN O

H NAMA

: MANRIHOT M. SINAGA

NIM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS SASTRA DEPARTEMEN ETNOMUSIKOLOGI MEDAN 2009

DESKRIPSI MUSIK CAMPUR SARI GRUP KRIDO LARAS DALAM KONTEKS HIBURAN PADA MASYARAKAT JAWA DI KOTA MEDAN SKRIPSI SARJANA DIKERJAKAN OL

H NAMA

: MANRIHOT M. SINAGA

NIM

Skripsi ini diajukan kepada Panitia Ujian Fakultas Sastra Universitas Sumatera Utara untuk melengkapi salah satu syarat ujian Sarjana Seni dalam bidang Etnomusikologi

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS SASTRA DEPARTEMEN ETNOMUSIKOLOGI MEDAN 2009

DESKRIPSI MUSIK CAMPUR SARI GRUP KRIDO LARAS DALAM KONTEKS HIBURAN PADA MASYARAKAT JAWA DI KOTA MEDAN SKRIPSI SARJANA DIKERJAKAN OL

H NAMA

: MANRIHOT M. SINAGA

NIM

PEMBIMBING I PEMBIMBING II

Drs. Fadlin Drs. Bebas Sembiring, M.Si NIP :

NIP :

Skripsi ini diajukan kepada Panitia Ujian Fakultas Sastra Universitas Sumatera Utara untuk melengkapi salah satu syarat ujian Sarjana Seni dalam bidang Etnomusikologi

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS SASTRA DEPARTEMEN ETNOMUSIKOLOGI MEDAN 2009

PENGESAHAN

Diterima oleh : Panitia Ujian Fakultas Sastra Universitas Sumatera Utara Untuk Melengkapi Salah

Satu Syarat Ujian Sarjana Seni Bidang Etnomusikologi Pada Fakultas Sastra USU Medan

Pada tanggal : Hari

: Tanggal

Fakultas Sastra USU Dekan

Drs. Syaifuddin, M.A, Ph.D NIP. 19650909 199403 1 004

Panitia Ujian No. Nama

Tanda Tangan

DISETUJUI OLEH : FAKULTAS SASTRA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

Desember 2009 DEPARTEMEN ETNOMUSIKOLOGI Ketua

Medan,

Dra. Frida Deliana Harahap, M.Si NIP. 19650909 199403 1 004

33. Gambar 29 (proses persiapan keyboard dan bass)…………………….. hal 81

34. Gambar 30 (persiapan pemain demung dan kendang) ……………….. hal 82

35. Gambar 31 (persiapan pemain gitar elektrik)………………………….. hal 83

36. Gambar 32 (bapak Sunardi memberikan pengarahan) ………………… hal 84

37. Gambar 33 (pembaw acara sekaligus penyanyi :Mas Anto) ……………hal 86

38. Gambar 34 (penyanyi Netty) ……………………………………………hal 88

39. Gambar 35 (memperbaiki kendang jaipong ketika pertunjukan ………. hal 89

40. Gambar 36 (penyanyi Ely Suprita)………………………………………hal 90

41. Gambar 37 (lagu permintaan oleh bapak Ramli)……………………… hal 92

42. Gambar 38 (undangan yang berdatangan)……………………………….hal 95

KATA PENGANTAR

Pertama – tama penulis mengucapkan syukur kepada Tuhan Yesus Kristus yang telah memberikan kekuatan, kemampuan, dan berkat kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

Skripsi ini berjudul DESKRIPSI MUSIK CAMPURSARI GRUP KRIDO

LARAS DALAM KONTEKS HIBURAN PADA MASYARAKAT JAWA DI

KOTA MEDAN yang diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Seni (S.Sn) pada Departemen Etnomusikologi Fakultas Sastra Universitas Sumatera Utara Medan.

Dalam menyelesaikan skripsi ini, penulis banyak mendapat bantuan dan dukungan dari berbagai pihak. Dalam kesempatan ini penulis secara khusus mengucapkan terima kasih kepada orang tua penulis yang telah banyak memberikan dukungan dan semangat yang tidak habis-habisnya dalam menyelesaikan skripsi ini.

Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Bapak Drs. Syaifuddin, M.A, Ph. D, selaku Dekan Fakultas Sastra USU, Ibu Dra. Frida Deliana Harahap, selaku Ketua Departemen Etnomusikologi. Kepada bapak Drs. Fadlin sebagai pembimbing I penulis. Begitu juga kepada Bapak Drs. Bebas Sembiring sebagai dosen pembimbing

II, yang telah banyak memberikan bimbingan dan masukan kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini, dosen – dosen lainnya yang menjadi staf pengajar di Departemen Etnomusikologi yang juga telah membantu penulis dalam menyelesaikan mata kuliah selama masa perkuliahan.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada seluruh informan yang telah membantu penulis selama masa penelitian. Penulis menyadari Skripsi ini masih belum dapat dikatakan sempurna, oleh sebab itu penulis mengharapkan sekali masukan-masukan dan saran-saran yang sifatnya membangun dari pembaca sekalian, sehingga lebih mengharap kepada kemajuan ilmu pengetahuan khususnya di bidang ilmu Etnomusikologi.

Harapan penulis semoga karya tulis ini dapat bermanfaat dan menjadi masukan baru yang sangat bermanfaat bagi masyarakat Jawa khususnya dan bagi masyarakat luas umumnya.

Akhir kata, penulis mengucapkan terima kasih dan meminta maaf kepada pembaca apabila terdapat kesalahan dalam tulisan yang diluar kesenjangan penulis.

Medan, Desember 2009 Penulis

Manrihot M. Sinaga

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Masyarakat Indonesia memiliki berbagai jenis kebudayaan, salah satu diantaranya adalah seni tradisi. Seni tradisi berkembang sesuai dengan keadaan lingkungan dan dinamika peradaban masyarakat yang berbeda-beda di wilayah Indonesia. Gambaran tentang bentuk ungkapan seni itu bermacam-macam seperti seni rupa, seni musik, seni sastra dan lainnya. Seni tradisi berbeda antara daerah yang satu dengan daerah yang lainnya, disebabkan oleh latar belakang budaya yang berbeda.

Setiap kebudayaan akan mengalami perubahan atau perkembangan, karena tidak ada kebudayaan yang statis hanya saja laju perkembangannya berbeda-beda, ada yang cepat dan ada juga yang lambat. Ini membuktikan bahwa dunia pikiran

manusia berkembang dari zaman ke zaman. 1 Hal ini juga terjadi di dalam seni tradisi yang ada di masyarakat Jawa, khususnya yang ada di Medan. Di mana pada awalnya

musik yang terdapat di masyarakat jawa adalah musik Gamelan. Seiring perkembangan zaman terjadi perubahan. Di mana dewasa ini penyajian musik dalam konteks hiburan sudah mengalami perkembangan dengan penambahan alat musik dari dunia barat/modern. Dari perubahan yang terjadi ini menghasilkan berbagai bentuk yang berbeda dan baru di kebudayaan masyarakat Jawa. Dimana salah satu bentuk perubahan yang terjadi dengan munculnya musik Campursari.

1 Rafael R. Maran : Manusia dan Kebudayaan Dalam Perspektif Ilmu Budaya Dasar. Rineka Cipta. Jakarta

Musik Campursari adalah perpaduan antara alat musik gamelan dengan alat musik dari luar kebudayaan Jawa. Alat musik ini antara lain adalah keyboard, drum, bass, gitar, gendang. Perpaduan ini membuat sebuah musik yang berbeda. Karena ke dua jenis musik antara gamelan dengan Campursari mempunyai gaya, teknik permainan, karakteristik nada yang berbeda. Dalam permainannya kedua jenis musik ini saling mengisi antara satu dengan yang lainnya Perpaduan antara alat musik tradisi gamelan dengan alat musik modern menghasilkan nada-nada yang baru dan indah.. Inilah yang dimaksud dengan Campursari.

Awal mula terbentuknya musik Campursari ketika Waljinah yang seorang penyanyi keroncong menggabungkan antara musik keroncong dengan gamelan, hal ini kemudian di kembangkan dan diperbaharui oleh Manthous seorang pemusik

tradisi 2 . Dimana Manthous menggabungkan antara alat musik gamelan dengan alat- alat musik modern seperti keyboard, gitar, bass, drum dan alat musik yang lain. Inilah

awal mulanya terbentuk musik Campursari, yang kemudian berkembang dengan pesat, terutama di Yogyakarta sebagai pusatnya. Musik Campursari dipertunjukkan dalam acara perkawinan, bersih desa, acara nasional bahkan acara hiburan. Sehingga dapat dikatakan, bahwa musik Campursari dapat dipertunjukkan di semua kegiatan.

Dalam perkembangannya musik Campursari ini menyebar ke berbagai daerah di lingkungan masyarakat Jawa yang yang ada di Indonesia. Terutama daerah yang ada terdapat masyarakat Jawa. Hal ini juga terlihat di kota Medan, di mana di daerah kota Medan banyak terdapat masyarakat Jawa, baik yang datang secara merantau dari

2 Wawancara dengan Bpk.Sunardi 05 November 2009. Medan

pulau Jawa ataupun yang lahir di kota Medan. Musik Campursari berkembang di kota Medan berawal dari tahun 2000. Ketika seorang pegawai Dinas Badan Meteorologi dan Geofisika (BMG) sekaligus pemusik yang bernama Bapak Sunardi berkunjung ke pulau Jawa. Sepulang dari Jawa, muncul ide ingin membuat musik Campursari di kota Medan. Keinginan ini diwujudkan dengan membentuk grup musik yang bernama Krido Laras. Pada awalnya, kegiatan grup musik Krido Laras hanya untuk tempat berkumpulnya pemusik dan sebagai sarana latihan antara Bapak Sunardi dengan teman-temannya yang aktif di paguyuban warga Jogyakarta. Seiring berjalannya waktu, Grup krido Laras mulai tampil di acara Paguyuban Yogya yang ada di kota Medan. Musik yang ditampilkan hanya untuk dikonsumsi oleh sesama mereka yang tergabung dalam paguyupan.

Pada tahun 2002, Bapak Mudyono yang seorang mantan Ketua DPR Prop.Sumatera Utara mengadakan acara perkawinan anaknya. Sebagai sesama anggota paguyuban, Bapak Mudyono meminta agar Grup Musik Krido Laras yang mengisi acara musik di pesta perkawinan anaknya. Grup Musik Krido Laras sukses dalam pentas perdana di depan umum karna tanu-tamu yang hadir senang dan merasa tertarik dengan pertunjukan musik gamelan, dimana alat seperangkat alat musik gamelan yang di gabung dengan alat musik modern seperti bass, drum, gitar dan gendang.. Sesudah selesai pertunjukan, maka Bapak Mudyono meminta kepada Bapak Sunardi agar grup musik Campursari dikembangkan karna membuat suatu variasi musik yang enak di dengar. Bapak Mudyono juga berpesan agar nantinya grup Pada tahun 2002, Bapak Mudyono yang seorang mantan Ketua DPR Prop.Sumatera Utara mengadakan acara perkawinan anaknya. Sebagai sesama anggota paguyuban, Bapak Mudyono meminta agar Grup Musik Krido Laras yang mengisi acara musik di pesta perkawinan anaknya. Grup Musik Krido Laras sukses dalam pentas perdana di depan umum karna tanu-tamu yang hadir senang dan merasa tertarik dengan pertunjukan musik gamelan, dimana alat seperangkat alat musik gamelan yang di gabung dengan alat musik modern seperti bass, drum, gitar dan gendang.. Sesudah selesai pertunjukan, maka Bapak Mudyono meminta kepada Bapak Sunardi agar grup musik Campursari dikembangkan karna membuat suatu variasi musik yang enak di dengar. Bapak Mudyono juga berpesan agar nantinya grup

Walaupun sukses pada penampilan perdananya, grup musik Krido Laras belum di terima oleh masyarakat Jawa pada umumnya, banyak yang mencibir karena menyamakan Krido Laras dengan grup musik dangdut yang lagi populer. Hal ini dapat dimaklumi karena pada tahun 2002 image grup musik pada masyarakat bawah identik dengan musik malam, minuman keras, wanita dan kekerasan. Tapi Bapak Sunardi tidak mundur dan menyerah, beliu membuktikan dengan sikap dan perbuatan dari anggota Krido Laras yang bersikap sopan , tidak minum minuman keras serta berpakaian yang sopan. Dimana penyanyi wanita memakai kebaya serta pemusik memakai pakaian adat Jawa. Hal ini sesuai dengan arti dari nama Krido Laras. Krido artinya kerja. Sedangkan Laras adalah serasi. Sehingga Krido Laras adalah pekerjaan yang serasi. Hal ini adalah falsafah dasar dari pembentukan Krido Laras, dimana pekerjaan memainkan musik itu tidak bertentangan dengan jiwa dan tidak menggangu kerja Bapak Sunardi sebagai pegawai negeri. Usaha Bapak Sunardi tidak sia-sia, karena masyarakat Jawa melihat bahwa grup musik Krido Laras benar murni ingin memainkan musik tidak hal yang lain. Lambat laun permintaan untuk tampil mengisi acara di masyarakat Jawa,baik itu dalam konteks perkawinan, bersih desa, acara pemerintahan bahkan acara hiburan yang diadakan.

Dalam pertunjukannya,musik yang ditampilkan grup musik Krido Laras tidak berpatokan kepada nyanyian Jawa melainkan semua lagu-lagu dapat dimainkan. Baik itu lagu pop, lagu tradisi suku lain, bahkan lagu dari bangsa lain seperti China,Barat bahkan lagu latin. Hal ini bisa terjadi karena hanya alat musiknya saja yang dicampur, Dalam pertunjukannya,musik yang ditampilkan grup musik Krido Laras tidak berpatokan kepada nyanyian Jawa melainkan semua lagu-lagu dapat dimainkan. Baik itu lagu pop, lagu tradisi suku lain, bahkan lagu dari bangsa lain seperti China,Barat bahkan lagu latin. Hal ini bisa terjadi karena hanya alat musiknya saja yang dicampur,

Grup musik Krido Laras beranggotakan 30 orang personil. Hal ini terdiri dari

3 orang penyanyi, pemusik dan pewayang. Namun pada umumnya, setiap tampil beranggotakan 20 personil, dikarenakan tidak setiap saat grup Krido Laras menampilkan musik dengan wayang. Hal ini sesuai dengan permintaan. Dalam pertunjukannya grup Krido Laras tampil di acara pesta perkawinan, bersih desa, maupun acara hiburan. Ketika tampil diacara perkawinan, grup musik Krido Laras akan tampil sesudah selesai acara temu/adat .Biasanya tampil sekitar antara jam dua siang sampai jam enam sore, yang kemudian dilanjutkan lagi mulai dari jam delapan malam sampai dengan jam sepuluh malam, ataupun kalau mundur biasanya hanya sampai jam dua belas malam. Pertunjukan tidak boleh lebih dari jam dua belas dengan alasan untuk menjaga dampak negatif dari pertunjukan,seperti akan terjadi kekacauan akibat semakin larut malam. Sedangkan untuk pertunjukan lainnya seperti bersih desa dan hiburan, biasanya berlangsung mulai dari sekitar jam sebelas pagi sampai malam hari, tapi tetap tidak boleh lebih dari jam dua belas malam.(Wawancara dengan Bpk. Sunardi. Agustus, 2009)

Sejak tahun 2000 sampai sekarang, Krido Laras sudah sering tampil dan ikut mengisi acara seperti Ulang tahun Pujakesuma, mengiringi Koes Hendratomo dan Edi Silitonga pada tahun 2002 di Tiara Convention Hotel, bahkan sudah tampil di Universitas Malaysia dalam rangka pertukaran budaya pada tahun 2003. Seiring berjalannya waktu, akhirnya banyak grup musik Campursari yang muncul di kota Medan seperti di sekitar Marelan ada grup Campursari seperti Langen Budoyo, Centong Raos, Santi Laras. Sedangkan di daerah sekitar gedung Johor ada grup Campursari yang bernama darma Budaya.(Wawancara dengan bpk.Sunardi, Oktober 2009)

Melihat hal ini, penulis ingin melihat lebih jauh lagi dengan mengadakan penelitian tentang grup musik Krido Laras dengan beberapa pertimbangan, diantaranya adalah sebagai berikut:

1. Bahwa grup musik Krido Laras adalah yang pertama sekali di kota Medan, dapat dikatakan sebagai perintis memperkenalkan musik Campursari.

2. Bahwa setiap tampil, grup musik Krido Laras memainkan alat musik yang lengkap (gamelan ditambah drum, bass, gitar, keyboard dan kendang). Terlihat lain dengan pertunjukan beberapa grup Campursari lainnya. Hanya memakai keyboard ditambah dengan alat musik gamelan. Sehingga sederhana dan jauh dari kesan musik Campursari, yang artinya menggabungkan beberapa alat musik dengan gamelan.

3. Bahwa musik yang ditampilkan semua bersifat hiburan, dan kalaupun tampil di acara perkawinan adat Jawa ataupun acara resmi sifatnya adalah untuk menghibur penonton.

Dengan melihat ke tiga hal di atas, maka penulis merasa tertarik untuk melihat lebih jauh dengan mengangkatnya ke dalam suatu penelitian ilmiah dengan judul “DESKRIPSI MUSIK CAMPURSARI GRUP KRIDO LARAS DALAM

KONTEKS HIBURAN PADA MASYARAKAT JAWA DI KOTA MEDAN”

1.2. Pokok Permasalahan

Adapun yang menjadi pokok permasalahan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Bagaimana proses masuknya musik Campursari ke masyarakat Jawa kota Medan.

2. Sejauh mana pemakaian alat musik oleh grup Krido Laras dalam konteks hiburan pada masyarakat Jawa yang ada di kota Medan.

3. Melihat sampai sejauh mana perubahan pemakaian alat-alat musik.

1.3. Tujuan dan Manfaat

1.3.1. Tujuan

Setiap penelitian yang dilakukan mempunyai tujuan dan manfaat yang harus dicapai pada akhirnya. Hal ini sesuai dengan apa yang dikemukakan oleh Mantle Hood tentang Etnomusikologi dalam Willi Apel dalam Rahayu Supanggah yang mengatakan bahwa etnomusikologi adalah suatu metode pendekatan untuk Setiap penelitian yang dilakukan mempunyai tujuan dan manfaat yang harus dicapai pada akhirnya. Hal ini sesuai dengan apa yang dikemukakan oleh Mantle Hood tentang Etnomusikologi dalam Willi Apel dalam Rahayu Supanggah yang mengatakan bahwa etnomusikologi adalah suatu metode pendekatan untuk

Berdasarkan teori diatas, maka penulis membuat tujuan penelitian ini adalah:

1. Bagaimana proses masuknya musik Campursari ke masyarakat Jawa yang ada di kota Medan.

2. Untuk mengetahui peranan grup musik Krido Laras dalam konteks hiburan pada masyarakat Jawa di kota Medan.

3. Untuk mengetahui sejauh mana perubahan penggunaan alat musik dan lagu di musik Campursari khususnya dalam grup musik Krido Laras.

4. Untuk memenuhi syarat ujian sarjana seni di Program Studi Etnomusikologi, Fakultas Sastra USU.

1.3.2. Manfaat Penelitian

Dari tujuan diatas, maka tulisan ini diharapkan dapat bermanfaat bagi masyarakat Jawa secara umum, serta bagi Program studi Etnomusikologi dan masyarakat seni Indonesia. Adapun manfaat dari penelitian ini adalah:

1. Sebagai sumber pemikiran bagi peneliti lainnya yang akan mengkaji lebih dalam tentang keberadaan musik Campursari.

2. Untuk mengaplikasikan ilmu yang penulis peroleh selama menempuh pendidikan di program studi Etnomusikologi di Fakultas Sastra USU.

3. Sebagai bahan dokumentasi tentang musik Campursari di lingkungan masyarakat Jawa di kota Medan.

1.4. Konsep dan Teori

1.4.1. Konsep

Konsep atau pengertian adalah gambaran abstrak terhadap sesuatu hal yang akan di lihat. Deskripsi merupakan unsur serapan dari bahasa inggris description. Menurut

Echols dan Shadily pengertiannya adalah menggambarkan atau melukiskan 3 Musik adalah ekspresi budaya dari seseorang atau masyarakat di mana satu-

satunya ikatan antara musik dan kehidupan adalah emosi; musik tidak terpakai jika tidak ada emosi. Musik ini disampaikan melalui medium bunyi,baik itu berupa suara

manusia,alat musik maupun ganbungan dari keduanya. 4 Sedangkan menurut kamus besar bahasa Indonesia, musik adalah nada-nada yang disusun sedemikian rupa

sehingga mengandung irama,lagu dan keharmonisan (1990). M.Soeharto mengatakan bahwa musik adalah seni pengungkapan gagasan melalui bunyi yang mempunyai unsur berupa melodi,irama,harmoni dengan dasar pendukung berupa gagasan,sifat

dan warna bunyi (1978:102) 5 . Konsep diatas merupakan konsep musik secara universal,sedangkan dalam

tulisan iniyang dibicarakan adalah musik Campursari. Menurut informan,bahwa musik Campursari adalah penggabungan alat musik yang memakai alat musik tradisional Jawa yaitu gamelan dengan alat musik diluar kebudayaan Jawa seperti bass, gitar, drum, keyboard dan kendang. Sehingga penulis menyimpulkan bahwa

3 M.Echols dan H.Shadily : Kamus Indonesia – Inggris. Gramedia 2000 4 T.Luckman Sinar: Pengantar Etnomusikologi dan Tarian Melayu 5 Musa Siagian. Skripsi Sarjana.

musik Campursari adalah penggabungan antara dua jenis alat musik atau lebih dari dua kebudayaan yang berbeda yang menghasilkan nada yang baru.

Krido Laras adalah nama grup musik Campursari yang dipimpin oleh Bapak Sunardi. Sedangkan kota Medan adalah nama lokasi tempat penelitian yang dilakukan oleh penulis. Kota Medan adalah ibukota dari Provinsi Sumatera Utara.

Masyarakat adalah kesatuan hidup yang berinteraksi menurut suatu sistem adat istiadat tertentu yang bersifat kontiniu, dan terikat oleh suatu rasa identitas bersama. Selanjutnya masyarakat Jawa yang dimaksud adalah orang dari suku Jawa yang ada do kota Medan yang mempergunakan kebudayaan Jawa.

1.4.2. Teori

Teori adalah pendapat yang akan diterapkan untuk melihat dan memecahkan suatu masalah. Berbicara tentang musik Campursari pada masyarakat Jawa, tidak terlepas dari gejala pergeseran budaya. Untuk membahas masalah tersebut penulis mengacu pada teori yang dibawakan oleh ahli antropologi yang mengatakan bahwa

gejala-gejala yang sedang berlangsung dan bergeser disebut dengan dinamika sosial 6 . Penulis juga mengutip teori Soedarsono yang mengatakan bahwa secara garis

besar fungsi seni pertunjukan dalam kehidupan manusia dikelompokkan menjadi 3 yaitu, (1) seni sebagai sarana ritual, penikmatnya adalah kekuatan-kekuatan yang tidak kasat mata, (2) seni sebagai sarana hiburan pribadi, penikmatnya adalah pribadi- pribadi yang melibatkan diri dalam pertunjukan, dan (3) seni sebagai presentasi estetis, yang pertunjukannya harus dipersentasikan atau disajikan kepada penonton.

Dari penggunaan teori yang disampaikan oleh R.M.Soedarsono (1999:170), penulis melihat sebagai presentasi estetis, yang pertunjukannya harus dipresentasikan atau disajikan kepada penonton.

Untuk menotasikan musik, penulis akan berpedoman pada tulisan Seeger (1971) yang mengemukakan bahwa ada dua jenis notasi, yang dibedakan menurut tujuan notasi tersebut. Pertama adalah notasi perskriptif yaitu notasi yang bertujuan untuk seorang penyaji (bagaimana ia harus menyajikan sebuah komposisi dari musik), selanjutnya disebutkan bahwa notasi ini merupakan suatu alat untuk membantu mengingat. Kedua adalah notasi deskriptif yakni, notasi yang bertujuan untuk menyampaikan kepada pembaca ciri-ciri dan detail-detail dari komposisi musik yang memang belum diketahui oleh pembaca.

Menurut penulis teori-teori dengan pendekatan para ahli tersebut di atas sangat relevan dengan topic permasalahan dalam tulisan ini, oleh karena itu penulis akan menggunakannya sebagai landasan kerangka berfikir untuk pembahasan selanjutnya.

6 Manrihot M. Sinaga : Deskripsi Musik Campur Sari Grup Krido Laras Dalam Konteks Hiburan Pada Masyarakat Koentjaraningrat : Pengantar Antropologi, Jakarta.

1.5. Metode Penelitian

Metode penelitian yang penulis gunakan adalah metode deskriptif Penelitian yang bersifat deskriptif, bertujuan menggambarkan secara tepat sifat–sifat suatu individu, keadaan, gejala, kelompok tertentu, untuk menentukan sifat–sifat suatu individu, keadaan, gejala, kelompok tertentu, untuk menentukan frekuensi penyebaran suatu gejala atau frekuensi adanya hubungan tertentu antara suatu gejala dan gejala lain dalam masyarakat. Dalam hal ini tergantung dari sedikit banyaknya pengetahuan tentang masalah yang bersangkutan

1.5.1. Studi Perpustakaan

Untuk mencari tulisan-tulisan pendukung, sebagai kerangka landasan berfikir dalam tulisan ini, adapun yang dilakukan adalah studi kepustakaan. Kegiatan ini dilakukan untuk menemukan literatur atau sumber bacaan, guna melengkapi data yang dibutuhkan dalam penulisan dan penyesuaian data dari hasil penelitian lapangan. Sumber bacaan atau literatur itu dapat berasal dari penelitian yang sudah pernah dilakukan sebelumnya dalam bentuk skripsi.

1.5.2. Penelitian di Lapangan

Dalam penelitian di lapangan penulis melakukan pengamatan,wawancara dan perekaman/pencatatan data. Selain itu penulis juga melaksanakan interaksi dengan para informan dan penonton untuk mendukung mudahnya pelaksanaan penelitian. Sehingga dalam pengamatan, penulis dapat dikategorikan melakukan observasi Dalam penelitian di lapangan penulis melakukan pengamatan,wawancara dan perekaman/pencatatan data. Selain itu penulis juga melaksanakan interaksi dengan para informan dan penonton untuk mendukung mudahnya pelaksanaan penelitian. Sehingga dalam pengamatan, penulis dapat dikategorikan melakukan observasi

Penulis mengadakan penelitian di kota Medan. Penulis memilih kota Medan sebagai lokasi penelitian dengan pertimbangan sebagai berikut:

1. Grup musik Krido Laras sering mengadakan pertunjukan di kota Medan.

2. Tempat tinggal para pemusik dan juga pimpinan dari grup musik Krido Laras bertempat tinggal di Medan. Hal ini memungkinkan setiap saat penulis dapat menjumpai mereka jika ada data yang masih kurang dan perlu wawancara dengan para pemusik.

3. Lokasi penelitian dekat agar peneliti dengan mudah dapat melihat kegiatan pertunjukan dari grup musik Krido Laras

1.5.3. Kerja Laboratorium

Semua data yang telah diperoleh dari penelitian dilapangan dan studi kepustakaan ankan dianalisis agar sesuai dengan pembahasan sehingga menghasilkan suatu tulisan yang baik dalam melakukan penelitian. Ketika penulis masih kekurangan data, maka untuk mengatasi hal tersebut penulis mengadakan evaluasi ulang dan terkadang penulis juga melakukan wawancara dengan pengamatan ulang untuk memperoleh data yang lebih akurat

1.5.4. Kesimpulan dan Saran

Sesudah selesai dianalisis barulah penulis membuat ke dalam satu bentuk laporan penelitian. Di mana dalam laporan penelitian ini penulis membuat kesimpulan dan saran tentang apa yang sudah dikerjakan.

BAB II DESKRIPSI GEOGRAFIS DAN BUDAYA MASYARAKAT JAWA DI KOTA MEDAN

2.1. Sejarah

Medan didirikan oleh Guru Patimpus Sembiring Pelawi pada tahun 1590 . John Anderson, orang Eropa pertama yang mengunjungi Deli pada tahun 1833 menemukan sebuah kampung yang bernama Medan. Kampung ini berpenduduk 200 orang dan dinyatakan sebagai tempat kediaman Sultan Deli . Pada tahun 1883 , Medan telah menjadi kota yang penting di luar Jawa, terutama setelah pemerintah kolonial membuka perusahaan perkebunan secara besar-besaran.

Terdapat dua gelombang migrasi besar ke Medan. Gelombang pertama berupa kedatangan orang Tionghoa dan Jawa sebagai kuli kontrak perkebunan. Tetapi setelah tahun 1880 perusahaan perkebunan berhenti mendatangkan orang Tionghoa, karena sebagian besar dari mereka lari meninggalkan kebun dan sering melakukan kerusuhan. Perusahaan kemudian sepenuhnya mendatangkan orang Jawa sebagai kuli perkebunan. Orang-orang Tionghoa bekas buruh perkebunan kemudian didorong untuk mengembangkan sektor perdagangan. Gelombang kedua ialah kedatangan orang Minangkabau , Mandailing , dan Aceh . Mereka datang ke Medan bukan untuk bekerja sebagai buruh perkebunan, tetapi untuk berdagang, menjadi guru , dan ulama .

Sejak tahun 1950 , Medan telah beberapa kali melakukan perluasan areal, dari 1.853

ha menjadi 26.510 ha di tahun 1974 . Dengan demikian dalam tempo 25 tahun setelah ha menjadi 26.510 ha di tahun 1974 . Dengan demikian dalam tempo 25 tahun setelah

2.2. Letak Geografis

Kota Medan adalah Ibu kota provinsi Sumatera Utara , Indonesia . Medan merupakan pintu gerbang wilayah Indonesia bagian barat. Kota Medan memiliki luas 26.510 Hektar (265,10 Km 2 ) atau 3,6% dari keseluruhan wilayah Sumatera Utara. Dengan demikian, dibandingkan dengan kota/kabupaten lainya, Medan memiliki luas wilayah yang relatif kecil dengan jumlah penduduk yang relatif besar. Secara geografis kota Medan terletak pada 3° 30' – 3° 43' Lintang Utara dan 98° 35' - 98° 44' Bujur Timur. Untuk itu topografi kota Medan cenderung miring ke utara dan berada pada ketinggian 2,5 - 37,5 meter diatas permukaan laut.

Gambar 1 (Peta Kota Medan)

Dengan wilayah Kota Medan dibagi menjadi 21 kecamatan dan 151 kelurahan . Dimana 21 kecamatan tersebut adalah sebagai berikut:

1. Medan Tuntungan

12. Medan Sunggal

2. Medan Selayang

13. Medan Helvetia

3. Medan Johor

14. Medan Barat

4. Medan Amplas

15. Medan Petisah

5. Medan Denai

16. Medan Timur

6. Medan Tembung

17. Medan Perjuangan

7. Medan Kota

18. Medan Deli

8. Medan Area

19. Medan Labuhan

9. Medan Baru

20. Medan Marelan

10. Medan Polonia

21. Medan Belawan

11. Medan Maimun

Secara administratif, wilayah Medan berbatasan dengan :

1. Sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten Deli Serdang

2. Sebelah Selatan berbatasn dengan Kabupaten Deli Serdang

3. Sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Deli Serdang

4. Sedangkan di sebelah utara berbatasan dengan Selat Malaka , yang merupakan salah satu jalur lalu lintas terpadat di dunia.

Sehingga dapat dikatakan bahwa kota Medan secara keseluruhan berbatasan dengan Kabupaten Deli serdang, yang merupakan salah satu daerah yang kaya dengan sumber daya alam (SDA), khususnya di bidang perkebunan dan kehutanan. Demikian juga seluruh hasil pertanian diperdagangkan di kota Medan. Seperti dari daerah lain yaitu dari daerah Tanah Karo, Simalungun, Sidikalang, Binjai dll. Kondisi ini menjadikan kota Medan secara ekonomi mampu mengembangkan berbagai kerjasama dan kemitraan yang sejajar, saling menguntungkan, saling memperkuat dengan daerah-daerah sekitarnya.

Di samping itu sebagai daerah pinggiran jalur pelayaran Selat Malaka, Medan memiliki posisi strategis sebagai gerbang (pintu masuk) kegiatan perdagangan barang dan jasa, baik perdagangan domestik maupun luar negeri (ekspor-impor). Dimana dengan Belawan sebagai pelabuhan laut dan di bandara Polonia sebagai bandara udara. Posisi geografis Medan ini telah mendorong perkembangan kota dalam dua kutub pertumbuhan secara fisik, yaitu daerah Belawan dan pusat Kota Medan saat ini.

2.3. Pemerintahan

Kota Medan dipimpin oleh seorang Walikota , yang saat ini dijabat oleh Drs.

H. Rahudman Harahap, MM (penjabat walikota Medan). Dengan perincian sebagai berikut:

Hari jadi

1 Juli 1590

Walikota

Drs. H.Rahudman Harahap, MM (Pj)

2.036.018 (sensus 2005) -Kepadatan

7.681/km² Suku bangsa Jawa, Batak, Tionghoa, Mandailing, Minangkabau, Melayu, Karo,

Aceh

Bahasa

Indonesia, Batak, Jawa, Hokkien, Minangkabau

Agama

Islam, Kristen, Buddha, Hindu

Zona waktu

WIB Kode telepon 061

Situs web resmi: http://www.pemkomedan.go.id/

Tabel 1 ( Data Pemerintahan Kota Medan)

Berdasarkan data kependudukan tahun 2006, penduduk Medan saat ini diperkirakan telah mencapai 2.067.288 jiwa. Dua tahun kemudian meningkat menjadi

2.407.664 jiwa. Dengan luas wilayah sekitar 265,10 kilometer persegi, maka tingkat kepadatan penduduk di kota Medan tahun 2008 adalah 9.085 jiwa per kilometre persegi. Kota Medan merupakan wilayah dengan tingkat kepadatan paling tinggi diantara kota dan kabupaten yang terdapat di Provinsi Sumatera Utara. Di kota Medan, jumlah wanita lebih besar dari pria, (1.010.174 jiwa > 995.968 jiwa). Jumlah penduduk tersebut diketahui merupakan penduduk tetap, sedangkan penduduk tidak tetap diperkirakan mencapai lebih dari 500.000 jiwa, yang merupakan penduduk komuter. Dengan demikian Medan merupakan salah satu kota dengan jumlah penduduk yang besar.

Sumber: BPS Kota Medan Tabel 2 (Jumlah Penduduk Kota Medan)

Di siang hari, jumlah ini bisa meningkat hingga sekitar 2,5 juta jiwa dengan dihitungnya jumlah penglaju (komuter). Sebagian besar penduduk Medan berasal dari Di siang hari, jumlah ini bisa meningkat hingga sekitar 2,5 juta jiwa dengan dihitungnya jumlah penglaju (komuter). Sebagian besar penduduk Medan berasal dari

Dilihat dari struktur umur penduduk, Medan dihuni lebih kurang 1.377.751 jiwa berusia produktif, (15-59 tahun). Selanjutnya dilihat dari tingkat pendidikan, rata-rata tingkat pendidikan telah mencapai sekolah menengah atas (SMU). Dengan demikian, secara relatif tersedia tenaga kerja yang cukup, yang dapat bekerja pada berbagai jenis perusahaan, baik jasa, perdagangan, maupun industri manufaktur.

Laju pertumbuhan penduduk Medan periode tahun 2000-2004 cenderung mengalami peningkatan, dimana tingkat pertumbuhan penduduk pada tahun 2000 adalah 0,09% dan menjadi 0,63% pada tahun 2004. Sedangkan tingkat kapadatan penduduk mengalami peningkatan dari 7.183 jiwa per km² pada tahun 2004. Jumlah penduduk paling banyak ada di Kecamatan Medan Deli, disusul Medan Helvetia dan Medan Tembung. Jumlah penduduk yang paling sedikit, terdapat di Kecamatan Medan Baru, Medan Maimun, dan Medan Polonia. Tingkat kepadatan Penduduk tertinggi ada di kecamatan Medan Perjuangan, Medan Area, dan Medan Timur. Pada tahun 2004 , angka harapan hidup bagi laki-laki adalah 69 tahun sedangkan bagi wanita adalah 71 tahun.

Mayoritas penduduk kota Medan sekarang ialah Suku Jawa dan juga suku Toba, Mandailing, Pakpak Dairi, Simalungun, Karo, Melayu, Angkola dan Nias. Di Medan banyak terdapat masyarakat keturunan India dan Tionghoa . Medan salah satu kota di Indonesia yang memiliki populasi orang Tionghoa cukup banyak.

Keanekaragaman agama di Medan terlihat dari jumlah masjid , gereja dan vihara Tionghoa yang banyak tersebar di seluruh kota.

Perbandingan Etnis di Kota Medan pada Tahun 1930 dan 1980 Etnis

Sumber: Usman Pelly, 1983 Tabel 3 (Perbandingan Etnis di Kota Medan)

2.4. Suku Jawa di Kota Medan dan Tinjauan Historisnya

Suku bangsa Jawa, adalah suku bangsa terbesar di Indonesia . Suku bangsa Jawa sebagian besar menggunakan bahasa Jawa dalam bertutur sehari-hari. Dalam sebuah survei yang diadakan majalah Tempo pada awal 1990-an, kurang lebih hanya 12% orang Jawa yang menggunakan bahasa Indonesia sebagai bahasa mereka sehari- hari, sekitar 18% menggunakan bahasa Jawa dan Indonesia secara campur, dan selebihnya yaitu 70 % hanya menggunakan bahasa Jawa saja.

Dalam perkembangannya, suku Jawa menyebar ke seluruh pelosok wilayah yang ada di Indonesia, baik itu secara sukarela dengan cara mengikuti transmigrasi yang dicanangkan oleh pemerintah pusat, agar mengurangi jumlah penduduk yang sangat padat di pulau jawa ataupun dengan melalui kerja paksa atau buruh tani dan kebun. Hal ini dimulai sejak zaman penjajahan Belanda. Pemerintah Belanda membuka perkebunan di seluruh nusantara. Untuk menjadi tenaga buruh, maka penduduk Jawa diangkut ke semua daerah perkebunan yang ada di Nusantara.

Demikian halnya terjadi di kota Medan. Sejak tahun 1880 pemerintah Belanda terus mendatangkan pekerja dari pulau Jawa, yang akan ditempatkan di perkebunan yang ada di Sumatera Utara. Para pekerja dari daerah Jawa ini semakin lama semakin bertambah banyak di Medan. hal ini terjadi karena, penjajah Belanda tidak mau para pekerja ini balik kembali ke pulau Jawa. Jadi dibuat berbagai cara untuk menahan mereka tidak dapat kembali, seperti mengadakan judi dan tarung ayam ketika para Demikian halnya terjadi di kota Medan. Sejak tahun 1880 pemerintah Belanda terus mendatangkan pekerja dari pulau Jawa, yang akan ditempatkan di perkebunan yang ada di Sumatera Utara. Para pekerja dari daerah Jawa ini semakin lama semakin bertambah banyak di Medan. hal ini terjadi karena, penjajah Belanda tidak mau para pekerja ini balik kembali ke pulau Jawa. Jadi dibuat berbagai cara untuk menahan mereka tidak dapat kembali, seperti mengadakan judi dan tarung ayam ketika para

Seiring bertambahnya waktu, para buruh kebun ini berkeluarga dan menetap. Hal ini terus berlangsung selama puluhan tahun hingga saat ini. Saat ini, mayoritas penduduk di kota Medan adalah suku Jawa.Mereka berdiam di hampir seluruh kecamatan yang ada di kota Medan.

2.5. Sistem Kekerabatan Masyarakat Jawa

Orang Jawa memiliki stereotipe sebagai sukubangsa yang sopan dan halus. Tetapi mereka juga terkenal sebagai sukubangsa yang tertutup dan tidak mau terus

terang. Sifat ini konon berdasarkan watak orang Jawa yang ingin menjaga harmoni atau keserasian dan menghindari konflik, karena itulah mereka cenderung untuk diam dan tidak membantah apabila terjadi perbedaan pendapat. Tapi secara keseluruhan, masyarakat Jawa yang ada di kota Medan sudah seperti masyarakat atau suku lainnya, yaitu berterus terang dan terbuka. (Wawancara dengan bpk.Idrus. 15 November 2009)

Bahasa Jawa memiliki aturan perbedaan kosa kata dan intonasi berdasarkan hubungan antara pembicara dan lawan bicara, yang dikenal dengan unggah-ungguh. Aspek kebahasaan ini memiliki pengaruh sosial yang kuat dalam budaya Jawa, dan membuat orang Jawa biasanya sangat sadar akan status sosialnya di masyarakat. Dimana tingkat bahasa dalam masyarakat Jawa terbagi ke dalam tiga bagian yaitu: Bahasa Jawa memiliki aturan perbedaan kosa kata dan intonasi berdasarkan hubungan antara pembicara dan lawan bicara, yang dikenal dengan unggah-ungguh. Aspek kebahasaan ini memiliki pengaruh sosial yang kuat dalam budaya Jawa, dan membuat orang Jawa biasanya sangat sadar akan status sosialnya di masyarakat. Dimana tingkat bahasa dalam masyarakat Jawa terbagi ke dalam tiga bagian yaitu:

2.6. Agama dan Kepercayaan

Orang Jawa sebagian besar menganut agama Islam . Tetapi yang menganut agama Protestan dan Katolik juga ada. Penganut agama Buddha dan Hindu juga ditemukan pula di antara masyarakat Jawa. Ada pula agama kepercayaan suku Jawa yang disebut sebagai agama Kejawen . Kepercayaan ini terutama berdasarkan kepercayaan animisme dengan pengaruh Hindu-Buddha yang kuat.

2.7. Mata Pencaharian

Mata pencaharian masyarakat Jawa yang ada di kota Medan adalah terdiri dari beberapa macam. Ada yang sebagai buruh bangunan dan buruh pabrik. Hal ini dapat dilihat dari semua pekerja bangunan dan pekerja pabrik yang ada didominasi oleh suku Jawa. hal ini dapat dimaklumi karena tidak ada lagi perkebunan yang ada di Medan. Para pekerja bangunan ini biasanya menerima gaji secara mingguan, yang biasanya dibagikan pada hari sabtu sore sehabis bekerja, sedangkan yang pekerja pabrik ada yang menerima gaji secara mingguan dan juga secara bulanan.

Tetapi ada juga yang bekerja sebagai wiraswasta seperti membuka toko baik itu dirumah ataupun di pusat-pusat pasar yang ada di kota Medan. biasanya golongan Tetapi ada juga yang bekerja sebagai wiraswasta seperti membuka toko baik itu dirumah ataupun di pusat-pusat pasar yang ada di kota Medan. biasanya golongan

Dan golongan pekerja yang terakhir dan yang paling prestise adalah sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS). Hal ini dapat dilihat dari beberapa tokoh yang mengisi jabatan di pemerintahan kota Medan dan pernah menduduk i jabatan dipemerintahan. Seperti wakil gubernur Sumatera Utara yaitu Gatot Pujo Kusuma, ST. ada juga yang menjadi walikota, asisten sekretaris daerah Sumatera Utara yaitu bapak Kasim Siyo. Yang pernah menduduki jabatan di bidang pendidikan seperti bapak Prof.Dr.Darmono yang sekarang menjabat sebagai Rektor UNIMED. Serta banyak lagi dari masyarakat Jawa yang bekerja di pemerintahan. Mereka ini adalah golongan yang mempunyai pendidikan yang cukup sehingga dapat menduduki tampuk pemerintahan.

2.8. Kesenian

. Orang Jawa terkenal dengan budaya seninya yang terutama dipengaruhi oleh agama Hindu-Buddha, yaitu pementasan wayang wong, wayang kulit, wayang jejer, wayang purwa. Repertoar cerita wayang atau lakon sebagian besar berdasarkan

wiracarita Ramayana dan Mahabharata . Tetapi pengaruh Islam dan Dunia Barat ada wiracarita Ramayana dan Mahabharata . Tetapi pengaruh Islam dan Dunia Barat ada

Pada saat ini kesenian di masyarakat Jawa yang ada dikota Medan berkembang dengan pesat, hal ini dapat dilihat dari banyaknya grup musik yang berkembang. Banyaknya panggilan untuk mengisi acara ketika ada hajatan perkawinan, bersih desa mapun acara hiburan lainnya mendorong semakin banyak grup musik. Ada yang masih setia di jalur musik dan budaya tradisi seperti grup pementasan wayang, dan gamelan. Ada juga yang membawakan lagu-lagu popular dengan membawakan lagu-lagu yang sedang hits pada saat ini. Saat ini muncul dan sedang hangat dibicarakan di masyarakat Jawa yaitu kesenian Campursari. Campursari adalah kesenian yang menggabungkan antara budaya tradisional jawa dengan budaya luar sehingga menghasilkan satu kesenian yang baru. Hal inilah yang akan dibahas oleh penulis di bab-bab selanjutnya dalam skripsi ini.

BAB III MUSIK CAMPURSARI

3.1. Sejarah Musik Campursari di Indonesia

Secara harfiah Campursari artinya campur aduk, campur baur atau gabungan dari beraneka macam dan ragam. Dalam dunia musik Indonesia Campursari dapat diartikan sebagai perpaduan antara alat musik tradisional (gamelan jawa) dengan alat musik modern. Dimana segala jenis alat musik baik itu alat musik barat ataupun alat musik dari luar kebudayaan Jawa dapat dipergunakan untuk musik Campursari.

. Pada awalnya diperkirakan aliran Campursari sudah ada muncul sejak tahun 60-an, di mana awal atau munculnya musik Campursari berasal dari daerah Jawa bagian tengah sampai ke bagian timur. Musik Campursari di wilayah Jawa bagian tengah hingga timur khususnya terkait dengan modifikasi alat-alat musik gamelan sehingga dapat dikombinasi dengan instrumen musik barat, atau sebaliknya. Tapi dalam kenyataannya, instrumen-instrumen 'asing' ini 'tunduk' pada pakem musik yang disukai masyarakat setempat: langgam Jawa dan gending.

Musik Campursari dimulai oleh dalang kondang dari kota semarang yaitu Ki Narto Sabdo, akan tetapi Campursari yang waktu itu musiknya belum menggunakan banyak instrument alat musik. Penggunaan alat musik dari luar jawa tidak ada hanya masih menggunakan gamelan jawa. Tetapi lagu-lagu yang dibawakan oleh penyanyi yang diiringi dengan permainan gamelan oleh Ki Narto Sabdo sudah dicampur dengan irama atau gending yang nadanya dibikin dangdut. Sehingga ada perubahan dari lagu yang dinyanyikan pada awalnya berirama tembang menjadi irama lain yaitu berjenis mocopat ataupun berirama langgam. Sesudah itu baru di ikuti oleh penyanyi Musik Campursari dimulai oleh dalang kondang dari kota semarang yaitu Ki Narto Sabdo, akan tetapi Campursari yang waktu itu musiknya belum menggunakan banyak instrument alat musik. Penggunaan alat musik dari luar jawa tidak ada hanya masih menggunakan gamelan jawa. Tetapi lagu-lagu yang dibawakan oleh penyanyi yang diiringi dengan permainan gamelan oleh Ki Narto Sabdo sudah dicampur dengan irama atau gending yang nadanya dibikin dangdut. Sehingga ada perubahan dari lagu yang dinyanyikan pada awalnya berirama tembang menjadi irama lain yaitu berjenis mocopat ataupun berirama langgam. Sesudah itu baru di ikuti oleh penyanyi

Namun yang dianggap sebagai pendobrak tradisi dan membuat musik Campursari menjadi terkenal karena seorang pemusik yang bernama Manthous. Dimana sejak tahun 60 an sampai tahun 80 an perjalanan musik Campursari biasa saja karena tidak ada variasi yang membuat menjadi cepat dikenal oleh masyarakat Jawa. Semenjak di buat gebrakan oleh Manthous, sampai sekarang musik Campursari berkembang dengan pesat.

Campursari pertama kalinya dipopulerkan oleh Manthous pada tahun 1980 dengan memasukkan unsur Keyboard dalam orkestrasi gamelan melalui grupnya yang dikenal dengan nama Maju Lancar. Dimana dalam setiap pertunjukannya alat musik yang dipergunakan oleh Manthous adalah menggabungkan sebagian dari gamelan Jawa dan alat musik keyboard. Biasanya perangkat gamelan yang dipakai antara lain

5. Bonang (tidak semua bagian)

6. Suling

Perjuangan Manthous tidak berhenti sampai disini saja, dimana selanjutnya yang kemudian dikembang tumbuhkan menjadi seperti langgam jawa (kroncong) dan meningkat ke dangdut. Sehingga sampai pada dekade tahun 2000-an muncullah bentuk Campursari yang merupakan Campursari gamelan dan kroncong (seperti lagunya Nurhana dengan judul Kena Goda), serta campuran kroncong dan dangdut (congdut) dari Didi Kempot.

Seniman Didi Kempot termasuk salah satu tokoh musik Campursari yang terkenal. Dimana seniman Didi Kempot mempopulerkan musik Campursari ini hingga sampai ke Negara Suriname. Hal ini dapat dimaklumi karena sebagian penduduk Surinamae adalah orang Jawa yang diangkut sebagai orang buangan pada masa penjajahan Belanda dahulu. Dengan mendengar musik Campursari yang dibawakan oleh Didi kempot yang sudah dimodifikasi membuat penduduk Suriname menjadi teringat dengan tanah leluhur mereka yanitu pulau Jawa.

Dewasa ini dalam musik Campursari, selain alat musik gamelan sebagai alat musik utama, alat musik moderen yang paling sering dipakai adalah organ tunggal. Biasanya organ tunggal dipakai disegala sisi, karena iramanya dianggap kuat sehingga tidak dibutuhkan banyak alat musik. Bahkan kadang dalam pementasan di kampung-kampung, hanya dengan satu organ tunggal sudah cukup untuk menampilkan Campursari Jawa ini. Nah, jenis musik satu ini merupakan salah satu bentuk popularisasi dari musik tradisional Jawa yang bersifat sekuler, karena lebih mengutamakan unsur menghibur. Campursari ini bisa dijadikan bentuk pop atau Dewasa ini dalam musik Campursari, selain alat musik gamelan sebagai alat musik utama, alat musik moderen yang paling sering dipakai adalah organ tunggal. Biasanya organ tunggal dipakai disegala sisi, karena iramanya dianggap kuat sehingga tidak dibutuhkan banyak alat musik. Bahkan kadang dalam pementasan di kampung-kampung, hanya dengan satu organ tunggal sudah cukup untuk menampilkan Campursari Jawa ini. Nah, jenis musik satu ini merupakan salah satu bentuk popularisasi dari musik tradisional Jawa yang bersifat sekuler, karena lebih mengutamakan unsur menghibur. Campursari ini bisa dijadikan bentuk pop atau

Dimana-mana, baik di angkutan umum, hajatan (sunat maupun kawinan), atau dalam situasi santai sehari-haripun musik Campursari selalu terdengar, dijual dimana- mana, baik dalam bentuk kaset, cakram padat atau MP3. Karaoke Campursari pun selalu laris manis, sampai-sampai para pelantun Campursari ini pun mempunyai penggemar masing-masing. Lagu-lagunya pun bervariasi mulai bercerita soal kehidupan sampai tentunya soal cinta. Bahkan dengan tema lagu yang kadang aneh atau nyentrik yaitu sri minggat yang sangat populer sampai dibuat sambungannya yakni sri bali (sri kembali) yang kesemuanya adalah karya Soni Jozs. Selain itu lagu- lagu seperti lingsir wengi, ojo dipleroki, prau layar, gambang suling, ayo ngguyu, nyidam sari, gethuk, stasiun balapan, sewu kutho dan seterusnya merupakan sebagian dari banyak lagu-lagu Campursari yang digandrungi masyarakat khususnya masyarakat Jawa saat ini, bahkan gaungnyapun sampai ke masyarakat Jawa Suriname (entah Jawa Malaysia) dimana nama Didi Kempot dan Waldjinah menjadi pukulinan digemari.

Namun sayangnya, Campursari ini masih dianggap sebagai musik kelas bawah, dimana masyarakat kelas menengah kebawahlah yang menjadi pendukung jenis kesenian satu ini. Dengan asumsi bahwa musik Campursari adalah musik yang hanya di buat untuk masyarakat yang tidak intelek atau dianggap serupa dengan musik dangdut. Ini adalah anggapan yang keliru, karena musik Campursari adalah musik yang menggabungkan kesenian Jawa yang seperti kita ketahui sudah terkenal Namun sayangnya, Campursari ini masih dianggap sebagai musik kelas bawah, dimana masyarakat kelas menengah kebawahlah yang menjadi pendukung jenis kesenian satu ini. Dengan asumsi bahwa musik Campursari adalah musik yang hanya di buat untuk masyarakat yang tidak intelek atau dianggap serupa dengan musik dangdut. Ini adalah anggapan yang keliru, karena musik Campursari adalah musik yang menggabungkan kesenian Jawa yang seperti kita ketahui sudah terkenal

Namun demikian anggapan miring tersebut tidak menghalangi atau membuat musik Campursari menjadi surut ataupun hilang, bahkan semakin berkembang dewasa ini. Hal ini di dukung oleh fakta bahwa penikmat musik Campursari adalah masyarakat menengah ke bawah yang lebih banyak dari segelintir orang yang tidak suka. Dengan demikian, musik Campursari dapat berkembang dengan pesat, hal ini terlihat dengan minat masyarakat yang masih sangat tinggi, buktinya dengan maraknya lagu-lagu Campursari dimana-mana, ada lomba Campursari yang sampai merambah ke dunia industri musik bahkan sampai ke televisi-televisi swasta yang ada di Indonesia.

Dengan demikian penulis melihat bahwa musik Campursari dapat menembus ketatnya persaingan di dunia industri musik Indonesia bahkan dapat menjadi satu pendobrak gaya musik yang baru di masyarakat. Kendati muncul pro dan kontra terhadap kemurnian aliran musik ini, namun semua pihak sepakat dan memahami bahwa Campursari merevitalisasi musik-musik tradisional di wilayah tanah jawa Dengan demikian penulis melihat bahwa musik Campursari dapat menembus ketatnya persaingan di dunia industri musik Indonesia bahkan dapat menjadi satu pendobrak gaya musik yang baru di masyarakat. Kendati muncul pro dan kontra terhadap kemurnian aliran musik ini, namun semua pihak sepakat dan memahami bahwa Campursari merevitalisasi musik-musik tradisional di wilayah tanah jawa

Ada satu lagi varian Campursari yang subur di Banyuwangi, ujung timur pulau Jawa, yakni apa yang disebut sebagai Campursari Janger. Pengaruh Bali sangat terasa pada permainan musiknya. Alat pengiringnya biasanya terdiri atas organ tunggal, suling, bonang bali (di Bali disebut reyong), kethuk, serta kendhang dan biasanya dimainkan dengan nada Bali-Balian yang agak rancak meski konsepnya tetap dalam bentuk Campursari. Ya, campur-campur. Aliran ini sangat populer khususnya di Banyuwangi dan sekitarnya. Lagu-lagunya dinyanyikan dalam dialek Osing yang kental.

Kendhang Kempul

Kendhang Kempul maksudnya adalah kendang dan gong kecil. Ini juga salah satu jenis Campursari yang populer di Banyuwangi, bahkan sampai dikawasan tapal kuda Jawa Timur. Kendang dan kempul ini digabungkan dengan electone alias organ tunggal. Namun kendang kempul dalam perkembangannya makin mendekati genre dangdut. Penyanyi kendang kempul Banyuwangi yang populer diwilayahnya antara lain Niken Arisandi, Sumiyati, Adistya Mayasari, Yuli Astuti, Dian Ratih dan sebagainya.

Campursari Janger maupun Kendang Kempul Banyuwangi ini ternyata juga banyak digandrungi anak-anak muda, khususnya anak muda Banyuwangi yang masih menghargai kesenian lokalnya. Ternyata tak kalah enak dengan Campursari ala Jowo.

Kesimpulan yang bisa ditarik disini adalah Campursari merupakan salah satu kesenian rakyat yang menggabungkan antara unsur tradisional terbukti dengan adanya sebagian perangkat gamelan didalamnya, dan sebagian musik moderen yang kadang menggabungkan sentuhan dangdut juga didalamnya. Campursari sebenarnyapun merupakan penyesuaian atas makin berkembangnya pukulan dengan budaya populernya dan tinggal masyarakat sendiri yang menyikapinya ditengah arus modernisasi yang sebenarnya semakin mengarah pada Amerikanisasi saat ini.

3.2. Tokoh Campursari

Berbicara tentang musik Campursari, tentu tidak terlepas dari para tokoh yang mempopulerkan sehingga dapat berkembang dan diterima oleh masyarakat pada saat ini. Pada pembahasan kali ini, penulis lebih memfokuskan kepada ke dua orang tokoh yang berjasa besar dalam mempopulerkan musik Campursari di Indonesia bahkan sampai ke mancanegara. Memang banyak pemusik yang dapat disebut sebagi pemusik, komposer, penyanyi dan pencipta lagu-lagu untuk musik Campursari, tetapi yang penulis angkat adalah pelopor musik Campursari di Indonesia yaitu Manthous serta Didi Kempot yang membawa dan mempopulerkan musik Campursari hingga ke mancanegara seperti ke Suriname, Belanda, Hongkong, Malaysia dan negara lainnya.

7 Bambang Priantono : (Sekilas Tentang Musik) : Musik Campursari . 2007. Ebook. Wikipedia

Negara yang disebutkan diatas umumnya dihuni oleh masyarakat Jawa yang merantau, bekerja sebagai tenaga kerja ataupun sebagai penduduk yang sudah lama menetap di Negara tersebut.

1. Manthous

Gambar 2 : Manthous