Jenis-Jenis Upacara Selametan

a. Jenis-Jenis Upacara Selametan

Upacara selametan di lakukan untuk merayakan hampir semua kejadian, termasuk kelahiran, kematian, pernikahan, pindah rumah, dan sebagainya. Geertz mengkategorikan mereka ke dalam empat jenis utama:

(1) Yang berkaitan dengan kehidupan: kelahiran, khitanan, pernikahan, dan kematian. (2) Yang terkait dengan peristiwa perayaan Islam, misalnya Maulid Nabi. (3) Bersih desa (“pembersihan desa”), berkaitan dengan integrasi sosial

desa. (4) Kejadian yang tidak biasa misalnya berangkat untuk perjalanan panjang, pindah rumah, mengubah nama, kesembuhan penyakit, kesembuhan akan pengaruh sihir, dan sebagainya.

Perkembangan ilmu pengetahuan, kemajuan teknologi dan pengaruh luar/asing

dalam upacara tradisional/selametan. Adapun selametan yang masih dilakukan yaitu:

selalu

membawa

perubahan termasuk

a. Upacara tingkeban atau mitoni. Pada acara tingkeban atau mitoni biasanya di adakan selamatan untuk usia kandungan tujuh bulan. Tujuan mitoni atau tingkeban agar ibu dan janin selalu dijaga dalam kesejahteraan dan keselamatan (wilujeng, santosa, jatmika, rahayu )

b. Babaran, dekat menjelang kelahiran, beberapa orang mengadakan slamatan kecil dengan anggota keluarga saja, yang hidangannya terdiri b. Babaran, dekat menjelang kelahiran, beberapa orang mengadakan slamatan kecil dengan anggota keluarga saja, yang hidangannya terdiri

c. Sepasaran, lima hari sesudah selamatan pertama untuk bayi diselenggarakan, sebuah selamatan yang agak lebih besar, pasaran dan pemberian nama si bayi.

d. Selapan, saat bayi berumur 35 hari, di adakan upacara selapanan. Acara ini biasanya juga diadakan acara selamatan. Pada upacara ini, untuk pertama kali bayi di potong rambutnya. Biasanya yang memotong adalah nenek si bayi.

e. Tedhak siten, selametan pada acara tedhak siten ini di lakukan saat bayi berumur 6 bulan atau pitung weton. Sarana pada slametan ini adalah beras kuning yang dicampur dengan uang anggris (ringgit), wukon (uang setengan rupiah, sekarang Rp 500), talen salaka (uang 25 sen yang terbuat dari logam berwarna putih, sekarang uang logam berapa saja, padi satu genggam, dan kapas satu dhompol (untai).

f. Sunat, upacara selamatan pada acara sunatan biasanya di lakukan saat anak laki-laki berusia 16 tahun atau sesudah tamat sekolah dasar (SD). Sunat merupakan kewajiban bagi para pemeluk agama Islam.

g. Weton atau wetonan adalah peringatan hari lahir setiap 35-tiga puluh lima hari sekali. Pada waktu-waktu tertentu, orang melakukan peringatan weton dengan cara mengadakan selamatan dengan mengundang beberapa kerabat atau kenalan baiknya. Pada saat seperti itu, biasanya sesaji lebih komplit, termasuk nasi tumpeng dan lauk pauknya dan lain g. Weton atau wetonan adalah peringatan hari lahir setiap 35-tiga puluh lima hari sekali. Pada waktu-waktu tertentu, orang melakukan peringatan weton dengan cara mengadakan selamatan dengan mengundang beberapa kerabat atau kenalan baiknya. Pada saat seperti itu, biasanya sesaji lebih komplit, termasuk nasi tumpeng dan lauk pauknya dan lain

h. Perkawinan, di dalam Islam, selamatan perkawinan disebut juga midadareni , di selenggarakan pada malam hari menjelang upacara yang sebenarnaya.

i. Kematian, selametan ini untuk menyelamatkan jiwa orang yang sudah meninggal. Perjalanan selamatan ini mendapat pengaruh ajaran Hindu dan Budha. Akan tetapi, yang di ganti itu hanyalah mantranya atau doanya. Prinsip dari selamatan itu sendiri masih tetap. Setelah agama Islam masuk, berbagai tata cara dan mantranya diubah disesuaikan dengan prinsip- prinsip ajaran Islam.

Di samping upacara yang telah di uraikan di atas, keluarga Jawa juga mengenal pula berbagai upacara selamatan lain yang di sebabkan oleh kasus tertentu. Misalnya selametan dalam rangka lingkaran hidup seseorang, selametan yang bertalian dengan bersih desa, penggarapan tanah pertanian dan setelah panen, dan selametan pada saat-saat tidak tertentu atau yang berkenaan dengan kejadian-kejadian seperti mengadakan perjalanan jauh, menempati rumah kediaman baru, menolak bahaya (ngruwat), janji kalau sembuh dari sakit (kaul), dan lain-lain. Tujuannya tidak lain untuk memperoleh keselamatan bagi orang yang bersangkutan khususnya dan bagi keluarga pada umumnya. Tujuan pokok dari upacara ini tidak lain adalah untuk mencari keselamatan. Kegiatan selametan menjadi tradisi hampir seluruh kehidupan di padusunan Jawa. Ada bahkan yang meyakini bahwa selametan adalah syarat spiritual yang wajib dan jika di langgar akan mendapatkan ketidakberkahan atau kecelakaan.

Selametan adalah konsep universal yang di setiap tempat pasti ada dengan nama yang berbeda-beda. Nama-nama yang berbeda-beda tersebut anara lain adalah:

(1) Bancaan adalah upacara sedekah makanan karena suatu hajat leluhur, yaitu yang berkaitan dengan problem dum-duman (pembagian) terhadap kenikmatan, kekuasaan, dan kekayaan. Maksudnya agar terhindar dari konflik yang disebabkan oleh pembagian yang tidak adil.

(2) Kenduren/Kenduri adalah upacara sedekah makanan karena seseorang telah memperoleh anugrah atau kesuksesan sesuai dengan apa yag dicita- citakan. Dalam hal ini kenduren mirip dengan acara tasyakuran. Acara kenduren bersifat porsonal. Undangan biasanya terdiri dari kerabat, kawan sejawat, dan tetangga.

b. Perkembangan Upacara Selametan Pada Masa Sekarang Upacara-upacara selametan sebagai salah satu wujud budaya, selalu mengalami perubahan-perubahan dan perkembangan-perkembangan. Hal ini di sebabkan adanya perubahan pola pikir dari masyarakat pemangku budaya, teknologi dan agama. Perubahan pola pikir, teknologi, dan agama ini akan berpengaruh secara langsung terhadap sarana dan prosesi dalam upacara selametan . Meskipun demikian namun ternyata masih ada sebagian masyarakat Jawa yang masih mempertahankan nilai-nilai tradisional. Hal tersebut terlihat dengan adanya pelaksanaan berbagai macam upacara, misalnya kematian, pendirian rumah, dan lain-lain, termasuk upacara panggih. Sebagian masyarakat tradisional ini, takut meninggalkan kebiasaan yang telah mengakar dalam segi- b. Perkembangan Upacara Selametan Pada Masa Sekarang Upacara-upacara selametan sebagai salah satu wujud budaya, selalu mengalami perubahan-perubahan dan perkembangan-perkembangan. Hal ini di sebabkan adanya perubahan pola pikir dari masyarakat pemangku budaya, teknologi dan agama. Perubahan pola pikir, teknologi, dan agama ini akan berpengaruh secara langsung terhadap sarana dan prosesi dalam upacara selametan . Meskipun demikian namun ternyata masih ada sebagian masyarakat Jawa yang masih mempertahankan nilai-nilai tradisional. Hal tersebut terlihat dengan adanya pelaksanaan berbagai macam upacara, misalnya kematian, pendirian rumah, dan lain-lain, termasuk upacara panggih. Sebagian masyarakat tradisional ini, takut meninggalkan kebiasaan yang telah mengakar dalam segi-

Pada awalnya upacara selametan di pengaruhi unsur Animisme- Dinamisme yang paling menonjol pada pelaksanaan selamatan, terutama selamatan yang di laksanakan oleh orang Islam Kejawen. Dalam pola umum selametan yang mereka lakukan, yang terdiri dari peserta selamatan, doa dan hidangan atau sajian, di dalamnya nampak unsur-unsur Animisme-Dinamisme yang

yang berasal dari kepercayaan Indonesia asli (Animisme-Dinamisme), setelah mendapat pengaruh dari Hindu-Budha, pada perkembangan berikutnya juga mendapat pengaruh dari Islam. Unsur Islam memang tidak begitu menonjol, akan tetapi dalam beberapa hal, Islam cukup besar peranannya dalam memodifikasi selametan. Dalam beberapa jenis selamatan ada yang mengesankan bahwa selametan itu seolah-olah dari budaya Islam semata. Lebih-lebih jika yang menyelenggarakan selametan itu dari kalangan Islam santri. Biasanya dari kalangan santri, praktik selamatan tersebut tidak sepenuhnya dapat di terima, kecuali dengan membuang unsur-unsur syirik yang menyolok seperti sebutan dewa-dewa, roh-roh, dan sesaji. Namun pada masa sekarang, hal tersebut tidak hanya di lakukan oleh para santri saja namun juga hampir seluruh masyarakat Jawa tidak mengadakan sesaji pada upacara selamatan.

cukup menonjol.

Upacara

selamatan