berjuang menghadapi berbagai macam hal yang akan terus menerjang, baik itu dapat berupa masalah, tantangan, hambatan, serta hal - hal lain
yang terus dapat setiap harinya. Kelompok ini memilih untuk terus berjuang tanpa mempedulikan latar belakang serta kemampuan yang
mereka miliki, mereka terus mendaki dan mendaki.
C. Adversity Quotient sebagai prediktor bagi intensi berwirausaha
Adversity Quotient AQ berlaku untuk individu, tim dan perusahaan. Adversity Quotient menentukan kemampuan untuk bertahan dan mendaki
kesulitan, serta meraih kesuksesan. Seorang wirausaha haruslah memiliki kemampuan yang tidak hanya menjawab tantangan yang muncul tetapi yang lebih
utama adalah mampu menjawab tantangan yang mungkin timbul di masa mendatang. Untuk mampu menghadapi tantangan, menurut Stoltz 2000 sangat
diperlukan Adversity Quotient. Adversity Quotient merupakan konsep yang dapat untuk melihat seberapa jauh seseorang itu bertahan menghadapi kesulitan dan
kemampuan untuk menghadapi kesulitan itu, siapa yang mampu mengatasi kemampuan dan siapa yang akan hancur. Adversity Quotient juga meramalkan
siapa yang akan melampaui harapan dan potensi serta siapa yang akan gagal, serta meramalkan siapa yang akan menyerah dan siapa yang akan bertahan.
Kecerdasan dalam menghadapi tantangan juga mempengaruhi pengetahuan, kreativitas, produktivitas, kinerja, usia, motivasi, pengambilan
resiko, perbaikan, energi, vitalitas, stamina, kesehatan, dan kesuksesan dalam pekerjaan yang dihadapi Stoltz, 2000.
Universitas Sumatera Utara
Besarnya hambatan dalam berwirausaha dengan resiko gagal akan berdampak pada intensi seseorang untuk berwirausaha. Tanpa adanya Adversity
Quotient yang tinggi maka dikhawatirkan seseorang akan mengalami frustasi dan kegamangan dalam menjalani proses menjadi seorang wirausahawan nantinya
Stoltz, 2000. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian dari Afrila 2010, yang menunjukan bahwa semakin tinggi Adversity Quotient yang dimiliki oleh
mahasiswa maka semakin tinggi pula intensi berwirausaha mahasiswa tersebut begitu juga sebaliknya semakin rendah Adversity Quotient yang dimiliki oleh
mahasiswa maka semakin rendah pula intensi berwirausaha pada mahasiswa. Stoltz 2000 mengemukakan bahwa AQ memiliki beberapa dimensi yaitu
Control atau kendali, Origin dan Ownership asal usul dan pengakuan, Reach jangkauan dan Endurance daya tahan membentuk dorongan bagi individu
dalam menghadapi masalah yang dikenal dengan dimensi CO
2
Apabila individu yang memandang penyebab asal usul kesalahan bukan berasal dari diri individu melainkan berasal dari luar atau masalah itu sendiri
Stoltz, 2000, maka akan timbul intensi untuk melakukan sesuatu yang mampu menyelesaikan masalah tersebut. Barker dalam Stoltz, 2000 Individu yang
RE. Control atau kendali merupakan tingkat rasa percaya diri dan optimisme individu mengenai
situasi yang dihadapi, apabila situasi berada dalam kendali individu maka dalam diri individu akan membentuk intensi menyelesaikan masalah. Individu yang
memiliki kendali yang tinggi akan berinisiatif menangkap peluang yang ada, yakni mampu melihat dan memanfaatkan peluang untuk melakukan wirausaha
Stoltz 2000.
Universitas Sumatera Utara
menganggap wirausaha bagian dari masalah dalam diri individu akan memiliki inisiatif, kreativitas, kemandirian berwirausaha.
Stoltz 2000 mengemukakan bahwa sejauh mana kesulitan yang dihadapi individu, semakin besar kesulitan-kesulitan yang dihadapi individu maka semakin
rendah intensi individu dalam menyelesaikan masalah yang dihadapi. Individu yang merasa peluang yang ada dapat dijangkau Reach akan memiliki niat atau
dorongan melakukan wirausaha. Sedangkan jangka waktu masalah yang dihadapi, apabila lama masalah yang dihadapi maka intensi yang ada dalam diri individu
menjadi rendah Endurance. Individu yang menganggap peluang wirausaha bukan suatu masalah yang menghabiskan waktu dan sabar melakukan kegiatan
untuk mencapai tujuan, akan berupaya melakukan wirausaha Stoltz, 2000. Seorang individu yang memiliki kecerdasan menghadapi rintangan
Adversity Quotient diduga akan lebih mudah menjalani profesi sebagai seorang wirausahawan karena memiliki kemampuan untuk mengubah hambatan menjadi
peluang Stoltz, 2000. Individu yang memiliki kecerdasan menghadapi rintangan akan memiliki kemampuan untuk menangkap peluang usaha wirausaha karena
memiliki kemampuan menanggung resiko, orientasi pada peluang inisiatif, kreativitas, kemandirian dan pengerahan sumber daya, sehingga Adversity
Quotient dalam diri individu memiliki pengaruh terhadap keinginan untuk berwirausaha.
Pernyataan diatas didukung oleh pendapat Riyanti 2003, yaitu konsep Adversity Quotient terkait erat dengan keberhasilan wirausaha dalam melakukan
proses kewirausahaan karena menjalankan usaha pribadi memerlukan keberanian
Universitas Sumatera Utara
untuk menghadapi kegagalan dan kemauan untuk mencoba terus menerus sampai berhasil.
Berdasarkan uraian di atas dapat diperoleh bahwa Adversity Quotient dapat meningkatkan intensi kewirausahaan pada mahasiswa apabila adverity
quotient nya tinggi. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa Adverity Quotient salah satu prediktor positif terhadap intensi berwirausaha pada mahasiswa.
D. Hipotesa Penelitian