Dari Qualified Prospect ke First Time Buyer Dari Fisrt Time Buyers ke Repeat Customers

BAB II Tinjauan Pustaka - Mempunyai dan keinginan untuk membeli produkjasa untuk memenuhi kebutuhan tersebut - Memiliki kekuasaan untuk mengambil keputusan pada saat tertentu.

2.4.3.2. Dari Qualified Prospect ke First Time Buyer

Sebuah survey yang dilakukan oleh Sales dan Marketing Management menyatakan bahwa seorang sales rata-rata membutuhkan tujuh kali kontak sampai seorang prospek melakukan pembelian yang pertama. Namun Griffin 1995 : 89 menyatakan yang terpenting untuk diingat adalah seorang prospek atau calon pembeli membutuhkan seorang sales yang jujur dan dapat dipercaya, yang mampu mendiagnosa masalah yang ia hadapi dan menawarkan pemecahan untuk masalah tersebut. Memang dibutuhkan waktu dan kesabaran untuk membangun kepercayaan, akan tetapi setelah kepercayaan itu tumbuh, akan membawa keuntungan jangka panjang bagi perusahaan. Selain itu, yang tak kalah pentingnya adalah belajar dari kegagalan masa lalu, karena hal tersebut merupakan pelajaran yang sangat berharga dalam meningkatkan cara-cara menjual pada konsumen serta membangun loyalitas konsumen. Singkatnya, empat langkah yang perlu diperhatikan untuk mendorong prospek untuk menjadi First time buyer, yaitu : 1. Mendengarkan segala keluhan mereka 2. Mendiagnosa permasalahan mereka 53 BAB II Tinjauan Pustaka 3. Menawarkan solusi bagi permasalahan tersebut 4. Belajar dari kegagalan masa lalu.

2.4.3.3. Dari Fisrt Time Buyers ke Repeat Customers

Tidak sedikit dari first time buyers yang tidak kembali untuk melakukan pembelian kedua. Griffin 1995:108 menyatakan empat hal yang membuat mereka tidak kembali, yaitu 1. Mengalami masalah. Bila first time buyers mengalami masalah pada 3-6 bulan setelah pembelian pertama ia akan berpikir bahwa situasi tersebut akan terjadi setiap saat. Adanya masalah akan memperburuk hubungan dan juga kesempatan penjualan dimasa yang akan datang. 2. Tidak ada sistem pelayanan formal. Sebuah perusahaan yang telah menghabiskan waktu berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun untuk menarik konsumen baru, seringkali mengalami kegagalan dalam mempertahankan konsumen, karena belum adanya sistem pelayanan yang formal kepastian akan pesanan seseorang telah diproses dapat membawa ketidakpuasan bagi mereka. 3. Hilangnya komunikasi dengan pengambilan keputusan. Organisasi atau perusahaan sering berkomunikasi dengan para pengambilan keputrsan pada konsumen bisnis. Mereka biasanya tidak berkomunikasi dengan pemakai atau pembeli teknis. Maka bila 54 BAB II Tinjauan Pustaka berkomunikasi dengan pengambil keputusan tersebut tidak berlanjut. Perusahaan akan menghadapi resiko kehilangan konsumen. 4. Mudah untuk kembali pada perusahaan lama. Bila si konsumen masih melakukan pembelian dari perusahaan lama, ia akan mudah kembali keperusahaan itu apabila mengalami masalah dengan perusahaan kita. Setiap pembelian menimbulkan konsekuensi bagi seorang pembeli. Konsekuensi ini terjadi akibat dari perilaku konsumen yang disebut sebagai pengevaluasian kembali setelah pembelian. Setiap pembeli mempunyai sejumlah harapan. Setelah melakukan pembelian, pembeli membandingkan apa yang mereka terima dengan apa yang mereka harapkan terjadinya kesesuaian antara Expectacy dengan realityexperience. Jika perbandingan tersebut menguntungkan,si pembeli dapat dikatakan puas. Tapi jika tidak, maka dikatakan tidak puas. First time buyers dapat dikatakan sebagai “trier” atau pencoba. Mereka mencoba jasa baru. Akan terjadi persepsi tentang kualitas dimana tingkat kepuasan mereka akan mempengaruhi keputusan mereka untuk pembelian ulang. Perasaan puas dari first time buyers memperbesar kemungkinan bahwa seseorang akan membeli kembali. Pembelian ke dua menjadi penting sebab menunjukan perubahan dari pembelian pertama. Pada pembelian kedua ini, pembeli mebuat keputusan bahwa, pembelian mereka berdasarkan perilaku membeli non-acak atau non-random. Artinya pembeli melangkah ke proses pembelian ulang dengan menunjukan 55 BAB II Tinjauan Pustaka referensi mengenai apa dan siapa pembelinya. Preferensi ini diperoleh dari pengalaman pembelian pertama yang positif. Pada sisi lain ketika harapan tidak terpenuhi akan menimbulkan ketidak puasan. Ketidakpuasan menurut Griffin 1995:116 didefinisikan sebagai derajat perbedaan antara hubungan dengan kenyataan yang diterima. Ketika terjadi kesenjangan tersebut pembeli akan mengalami dengan apa yang disebut ketidakkonsistenan atau dissonance. Derajat disonansi dtentukan oleh beberapa faktor, yaitu: 1. Semakin penting suatu keputusan, semakin besar disonansi. 2. Semakin banyak pertimbangan alternatif sebelum membeli, semakin besar dissonansi. 3. Semakin besar kemungkinan ditolak, semakin besar disonansi. 4. Semakin sering membeli produk atau merek tersebut, semakin kecil disonansi. 5. Semakin sulit diubah keputusannya, semakin besar disonansi. Kemudian Griffin 1995:121 menyatakan empat belas hal yang harus diperhatikan agar first time buyers melakukan pembelian ulang : 1. Tidak lupa mengucapkan terima kasih setelah transaksi terjadi 2. Meminta umpan balik dari mereka dan memberikan respon dengan segera. 3. Gunakan surat yang tidak mendoktrin. Maksudnya, surat yang berisi tentang cara-cara menggunakan produkjasa tanpa sifat menggurui. 4. Tingkatkan nilai secara terus menerus 56 BAB II Tinjauan Pustaka 5. Menyusun data base konsumen 6. Komunikasi secara terus menerus 7. Memberikan gambaran tentang kepemilikan 8. Mengubah pembelian ulang menjadi pelayanan 9. Memperlakukan biaya pelayanan untuk konsumen sebagai investasi bernilai 10.Menjamin komunikasi dengan pengambilan keputusan 11.Mengembangkan komunikasi dengan pengambilan keputusan 12.Mengembangkan promosi untuk konsumen baru 13.Menawarkan garansi produk 14.Mengembangkan promosi nilai tambah produk.

2.4.3.4. Dari Repeat Customers ke Loyal Client