1
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Persoalan klise, tetapi krusial di bidang pendidikan di sekolah adalah upaya-upaya peningkatan mutu pendidikan. Upaya tersebut telah banyak di
lakukan, tetapi masih sedikit yang dihasilkan. Salah satu kendala utama peningkatan mutu tersebut terletak pada proses pengelolaan sekolah dan
pengelolaan pembelajaran yang tidak berkembang secara profesional. Guru pendidik merupakan tenaga profesional yang bertugas
merencanakan dan melaksanakan proses pembelajaran, menilai hasil pembelajaran, melakukan pembimbingan dan pelatihan Anonim, 2003.
Proses mengajar di kelas tidak hanya merupakan proses mentransfer ilmu pengetahuan dan ketrampilan kepada siswa, lebih dari itu adalah proses
memotivasi siswa untuk belajar. Dalam kerangka demikian maka penumbuhan minat siswa menjadi kegiatan kunci untuk mengantarkan siswa pada aktivitas
belajar. Pendidikan Nasional bertujuan untuk mengembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang
Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggungjawab Anonim, 2003.
Kegiatan belajar mengajar sebagai sebuah proses yang di dalamnya berinteraksi masukan mentah raw input, masukan instrumental instrumental
input dan masukan lingkungan environmental input akan menghasilkan output
2
yang bermutu apabila dikelola oleh guru-guru yang prosfesional. Tilaar 1998:35 memberikan empat ciri utama guru yang profesional: 1 memiliki
kepribadian yang matang dan berkembang mature and developing personality, 2 mempunyai keterampilan membangkitkan minat peserta didik, 3 memiliki
penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi yang kuat, dan 4 sikap profesionalnya berkembang secara berkesinambungan.
Masih terkait dengan harapan yang digayutkan di pundak setiap guru, Surya 2002:15 sebagai Ketua Umum Pengurus Besar PGRI mengemukakan
sembilan karakteristik citra guru yang diidealkan. Guru yang ideal hendaknya: 1 memiliki semangat juang yang tinggi disertai kualitas keimanan dan
ketaqwaan yang mantap, 2 mampu mewujudkan dirinya dalam keterkaitan dan padanan dengan tuntutan lingkungan dan perkembangan iptek, 3 mampu belajar
dan bekerja sama dengan profesi lain, 4 memiliki etos kerja yang kuat, 5 memiliki kejelasan dan kepastian pengembangan jenjang karir, 6 berjiwa
profesional tinggi, 7 memiliki kesejahteraan lahir dan batin, material dan non material, 8 memiliki wawasan masa depan, dan 9 mampu melaksanakan
fungsi dan peranannya secara terpadu. Pada masa sekarang setiap sekolah seharusnya didukung oleh para guru
yang kompeten dan memiliki jiwa kader yang senantiasa bergairah dalam melaksanakan tugas profesionalnya. Sebaliknya, saat ini banyak kesan seakan
akan guru semakin kehilangan kreativitas, kurang profesional dan memiliki penguasaan bahan yang relatif kurang memuaskan Efendi 2000:5. Selanjutnya
Efendi 2000:6 dalam penelitiannya menyimpulkan tiga hal penting: 1 guru
3
cenderung hanya memindahkan pengetahuan saja. Dimensi pengembangan kemampuan berfikir logis, kritis dan kreatif kurang diperhatikan, 2 guru enggan
beralih dari model mengajar yang diyakininya tepat, meskipun tidak selamanya benar, 3 guru cenderung hanya memenuhi target minimal dari keseluruhan
capaian yang diharapkan dalam proses belajar mengajar, sebatas siswa mampu menjawab tes dengan baik.
Noor 2004:25 mengatakan “Pendidikan itu bukan hanya amanat UUD 1945, tetapi juga amanat kemanusiaan. Guru adalah orang yang ditugasi
mengurus pendidikan. Jika kualitas pendidikan masih belum memuaskan, ini dimungkinkan guru belum melaksanakan amanat tersebut dengan baik, atau
melaksanakan tetapi mengatakan hanya inilah yang bisa dilaksanakan. Mereka sudah merasa puas dengan hasil yang dicapai saat ini. Juga karena merasa dirinya
sudah bekerja keras. Sayangnya tak ada hasilnya “. Guru melaksanakan kegiatan pembelajaran di kelas sangat dipengaruhi
oleh kepuasan terpenuhinya kebutuhan yang dapat memotivasi untuk melaksanakan pekerjaannya. Tumbuhnya rasa kepuasan akan memunculkan
motivasi dan kreativitas guru, sebagaimana diungkapkan Strauss dan Sayles dalam Handoko 1998:196 bahwa karyawan termasuk di dalamnya guru yang
tidak memperoleh kepuasan kerja atau kepuasan kerjanya rendah cenderung bersemangat kerja rendah, pasif, merasa bosan terhadap pekerjaannya, sering
absen dan melaksanakan kesibukan yang tidak ada kaitannya dengan pekerjaan yang harus dilakukan.
4
Biasanya orang akan merasa puas atas kerja yang telah atau sedang dijalankan apabila yang dikerjakan dianggap telah memenuhi harapannya, sesuai
dengan tujuannya bekerja Anoraga 2001:15. Pengamatan awal peneliti tentang kondisi kerja guru SMP Negeri di
Kabupaten Batang ditemukan: 1 kurang efektifnya pelaksannan kegiatan Musyawarah Guru Mata Pelajaran MGMP di tingkat sekolah, di tingkat Sub
Rayon, maupun di tingkat Rayon Kabupaten, 2 kurang tertibnya manajemen kegiatan pembelajaran di sekolah, 3 masih lemahnya kesadaran guru akan tugas
dan kewajibannya, 4 hasil Ujian Nasional tahun 2006 Kabupaten Batang menduduki peringkat 33 dari KabupatenKota yang ada di Propinsi Jawa Tengah.
Telah terjadi pula gejolak di beberapa SMP di Kabupaten Batang antara lain: 1 adanya pengaduan para guru pada beberapa SMP kepada Pengawas dan
Kepala Dinas Pendidikan tentang kepala sekolahnya karena dianggap otoriter, memaksakan setiap kehendak pada guru dan karyawan, 2 adanya demo yang
dilakukan para guru kepada kepala sekolahnya karena kurang baik dalam mengelola manajemen khususnya manajeman keuangan.
Hasil pengamatan awal ini dimungkinkan karena tidak terpenuhinya kepuasan kerja guru yang diakibatkan oleh faktor luar yakni yang berasal dari
kepala sekolah berupa lemahnya gaya kepemimpinan dan kecerdasan emosional kepala sekolah.
Sekolah sebagai organisasi yang memiliki kepemimpinan yang baik akan mudah untuk meletakkan dasar kepercayaan terhadap anggota- anggotanya, dan
mendorong cepat tercapainya tujuan organisasi. Pemimpin yang baik adalah yang
5
berkualitas. Danim 2004:65 menyatakan terdapat lima karakteristik pemimpin yang berkualitas, yaitu: 1 mempunyai tujuan yang jelas dan konsisten, 2
memiliki rencana yang baik dan dapat dijangkau, 3 selalu menginformasikan kemajuan perusahaan atau organisasi, 4 memperlakukan bawahan tidak seperti
robot, 5 mampu membawa kemajuan organisasi. Melembagakan budaya yang berpusat pada kepemimpinan merupakan
tindakan yang terpenting dari kepemimpinan Kotter 2001:55. Manajemen mengendalikan orang dengan mendorong mereka ke arah yang benar,
kepemimpinan memotivasi dengan memenuhi kebutuhan dasar manusiawi Kotter 2001:51.
Dalam hal diperlukan Intelegence Quotient IQ di tempat kerja, penelitian menunjukkan bahwa IQ dapat dipergunakan untuk memperkirakan
keberhasilan dalam pekerjaan tertentu, sekitar 1–20 rata-rata 6. Di sisi lain, Emotional Quotient EQ ternyata 27–45 berperan langsung dalam
keberhasilan pekerjaan, bergantung pada jenis pekerjaan yang diteliti Stein dan Book 2002:34.
Dalam buku The Millionaire karya Thomas Stanley dalam Stein dan Book 2002:35 menyajikan beberapa faktor yang dianggap paling berperan
dalam keberhasilan para multi-miliuner dari seluruh Amerika Serikat, lima faktor teratas adalah: 1 jujur pada semua orang, 2 menerapkan disiplin, 3 bergaul
baik dengan orang lain, 4 memiliki suamiistri yang mendukung, dan 5 bekerja lebih giat dari kebanyakan orang. Kelima faktor tersebut merupakan
6
cerminan dari kecerdasan emosional. Kecerdasan kognitif atau IQ berada pada urutan ke-21 dari daftar tersebut dan hanya 20 responden yang memilihnya.
Perbedaan utama lainnya antara kecerdasan kognitif dan kecerdasan emosional adalah bahwa IQ sudah terpatok. IQ cenderung mencapai puncaknya
pada usia 17 tahun, tetap konstan sepanjang masa dewasa dan menurun di usia tua. Sebaliknya nilai EQ tidak tetap, meningkat sedikit demi sedikit dari rata-
rata 95,3 pada usia di penghujung belasan tahun hingga rata-rata 102,7 tetap sampai usia 40–an. Ketika melampaui usia 50 tahun EQ menyusut sedikit
hingga ke rata-rata 101,5. Hal ini berlaku baik untuk pria maupun wanita Stein dan Book 2002:36.
Seseorang menjadi kepala sekolah memiliki usia diatas 30 tahun, korelasi hal ini dengan kecerdasan emosionalnya seharusnya seorang kepala sekolah
memiliki kecerdasan emosional yang tinggi. Bukanlah suatu yang mengherankan apabila semakin tua, kita semakin bijaksana. Seperti ditunjukkan pada gambar 1.
Penelitian ini bukan merupakan replikasi atau penelitian yang sama, yang telah dilakukan sebelumnya. Namun demikian penelitian-penelitian sejenis yang
mengungkapkan hubungan antara variabel: kepemimpinan kepala sekolah, kecerdasan emosional kepala sekolah, dan kepuasan kerja guru sudah pernah
dilakukan.
7
95,3 96,8
101,5 100
101,8 102,7
SKOR EQ
104
102
100
98
96
94
92
90
16 – 19 20 – 29
EQ
Rata rata
Rata-
30 – 39 40 – 49
50 +
USIA Gambar 1 EQ Menurut Rentang Usia
Sumber: Stein dan Book 2002:36
Beberapa hasil penelitian sebelumnya yang memiliki relevansi dengan gaya kepemimpinan kepala sekolah, kecerdasan emosional kepala sekolah, dan
kepuasan kerja guru berhasil peneliti rangkum sebagai berikut: 1.
Maryono 2003 dalam tesisnya yang berjudul “Pengaruh Kepemimpinan Kepala Sekolah dan Iklim Sekolah Terhadap Kepuasan Kerja Guru Sekolah
8
Dasar Negeri di Kecamatan Gajah Mungkur Kota Semarang“. Hasil penelitiannya menunjukkan adanya pengaruh positif signifikan dari
kepemimpinan kepala sekolah terhadap kepuasan kerja guru di Kecamatan Gajah Mungkur kota Semarang, sebesar 48,8 kepuasan kerja guru dapat
dijelaskan oleh variabel kepemimpinan kepala sekolah. 2.
Yusqon 2003 dalam tesisnya yang berjudul “Pengaruh Persepsi Perilaku Kepemimpinan Kepala Sekolah, Motivasi Kerja Guru Terhadap Kepuasan
Kerja Guru SMK Swasta Bisnis dan Manajemen di Kota Tegal“. Menunjukkan ada pengaruh positif dan berarti perilaku kepemimpinan kepala
sekolah terhadap kepuasan kerja guru sebesar 33,2. 3.
Ali 2005 dalam tesisnya yang berjudul “Persepsi Kepala Sekolah Dasar Tentang Pengaruh Kecerdasan Emosional dan Kecerdasan Spiritual Terhadap
Kinerja Kepala Sekolah Dasar di Kecamatan Mranggen Kabupaten Demak Tahun Pelajaran 20042005“. Secara parsial faktor kecerdasan emosional dan
faktor kecerdasan spiritiual berpengaruh terhadap kinerja Kepala Sekolah Dasar di Kecamatan Mranggen Kabupaten Demak. Besarnya pengaruh
kecerdasan emosional adalah 30,4 dengan t
hitung
4,523 dengan taraf signifikansi 0,000, dan faktor kecerdasan spiritual 13,7 dengan t
hitung
2,732 dengan taraf signifikansi sebesar 0,009.
1.2 Identifikasi Masalah