Pengaruh Gaya Kepemimpinan Kepala Sekolah Terhadap Kepuasan Kerja Guru Di Smk Yadika 5

(1)

Skripsi

Diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan

Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Mencapai Gelar Sarjana

Pendidikan

Oleh :

Devi Rusmaningtyas

NIM 109018200060

JURUSAN MANAJEMEN PENDIDIKAN

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) SYARIF

HIDAYATULLAH

JAKARTA

4


(2)

(3)

(4)

(5)

(6)

i ABSTRAK

Devi Rusmaningtyas (NIM : 109018200060). Pengaruh Gaya Kepemimpinan Kepala Sekolah Terhadap Kepuasan Kerja Guru Di SMK Yadika 5 Pondok Aren.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh antara gaya kepemimpinan kepala sekolah terhadap kepuasan kerja guru, dan signifikansi kontribusi yang diberikan. Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan oktober 2013 - februari 2014 di SMK Yadika 5 Pondok Aren. Metode penelitian ini menggunakan metode survey dengan pendekatan kuantitatif. Teknik pengambilan sampel yaitu dengan random sampling. Instrumen penelitian yang digunakan adalah angket dengan bentuk pilihan yang menggunakan skor skala likert dengan 5 alternatif jawaban. Sedangkan teknik regresi yang digunakan adalah hipotesis dengan uji t. Hasil yang ditemukan dalam penelitian ini bahwa terdapat pengaruh yang signifikan antara gaya kepemimpinan terhadap kepuasan kerja. Hasil penelitian menunjukkan bahwa rhitung sebesar 0,762 dan termasuk kategori yang kuat (nilai rhitung pada rentang 0,60-0,80) dengan nilai KD sebesar 58%.

Dengan demikian terdapat pengaruh yang signifikan dan kuat antara gaya kepemimpinan kepala sekolah terhadap kepuasan kerja para guru di SMK Yadika 5 Pondok Aren dan gaya kepemimpinan memberikan kontribusi sebesar 58% terhadap kepuasan kerja guru di SMK Yadika 5 Pondok Aren. Sehingga sebaiknya kepala sekolah lebih meningkatkan gaya kepemimpinannya, misalnya dengan memberikan informasi yang up to date kepada guru, rutin mengadakan evaluasi kinerja, bersikap lebih terbuka terhadap keluhan para guru, dan kepala sekolah perlu memberikan penghargaan dan mempromosikan para guru yang memiliki prestasi tinggi agar kepuasan kerja para guru meningkat.


(7)

ii

This research aims to know the effect between the caracteristics of headmaster`s leadership with the satisfaction of teacher`s job, and the significance of their contibutions that given. This research was conducted in oktober 2013-februari 2014 at SMK Yadika 5 Pondok Aren. The method of this research is using survey method with a quantitative approach. The sampling technique is taken by random sampling. The reseacrh instrument used a questionnaire with a choice from that using a likert scale with a score of 5 alternative answers. While the correlation technique that used is the uji t. This study found some result that there is a significant effect between headmaster`s leadership characteristic and job satisfaction. The result showed that rhitung of 0,762 and it is strong category (the score of rhitung in the range of 0,60-0,80) with KD score of 58%.

Thus there is a strong effect between headmaster`s leadership characteristic of teacher`s job statisfaction at SMK Yadika 5 Pondok Aren and the leadership characteristic gave 58% contributions to the teacher`s job statisfaction at SMK Yadika 5 Pondok Aren. So that the headmaster should more increase his leadership characteristic, such as giving some up to date informations, making a performance evalutions routinely, be more open to the teachers complaints, and the headmaster need to give an appreciation and promoting the teachers who have a good achievement, in order to increase the satisfaction of teachers job.


(8)

iii

KATA PENGANTAR

Segala puja dan puji syukur penulis haturkan kepada Allah SWT Sang Pemilik Kehidupan atas limpahan nikmat dan hidayah-Nya, menciptakan manusia dengan segala kesempurnaan akal fikiran sehat untuk selalu menjalankan perintah dan menjauhi segala larangan sesuai dengan tuntutan ajaran agama yang benar, dan dengan selalu mengucapkan syukur akhirnya penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini tepat pada waktunya. Shalawat beriring salam tak lupa penulis junjungkan kehadirat sang perubah peradaban dunia Nabi Muhammad SAW yang selalu memberikan tauladan yang baik bagi seluruh umat manusia sehingga sampai saat ini kita masih dapat merasakan indahnya Islam dan nikmatnya iman.

Penulis sadar bahwa terselesainya penulisan skripsi ini tidak terlepas dari segala kekurangan karena keterbatasan kami sebagai mahkluk yang jauh dari kesempurnaan, maka segala masukan, kritik, dan saran mengenai penulisan maupun hasil penelitian skripsi ini sangat penulis harapkan demi mencapai kesempurnaan yang lebih baik.

Terselesainya penulisan skripsi ini tidak terlepas dari kebaikan hati berbagai pihak yang selalu memberikan bimbingan, arahan, dan motivasi kepada penulis sehingga kami selalu beristiqamah menyelesaikan penulisan skripsi sebagai tugas akhir di jenjang perguruan tinggi. Oleh karena itu dengan segala kerendahan hati, penulis ingin mempersembahkan doa dan ucapan terimasih kepada :

1. Dra. Nurlena Rifa’i, MA. Ph.D, Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, yang telah mengizinkan penulis untuk menuntut ilmu di Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan di Universitas Islan Negeri UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Dr. Hasyim Asy’ari, M.Pd, selaku Ketua Program Studi Manajemen Pendidikan dan selaku Dosen Pembimbing yang telah membantu kemudahan administrasi, pembuatan skripsi dan selalu meluangkan waktu


(9)

iv

meluangkan waktu untuk memberikan bimbingan dan nasehat kepada penulis selama menjalani kehidupan di kampus UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

4. Ibu Iffah Zahriyani, S.Pd.I, selaku Staf Jurusan Manajemen Pendidikan yang selalu memberikan informasi mengenai perkembangan proses akademik di kampus.

5. Seluruh staff Perpustakaan Utama UIN Syarif Hidayatullah dan Perpustakaan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, yang telah bertugas dan membantu penulis menemukan berbagai sumber refrensi skripsi. 6. Caskam Cahyadi, MM. M.Pd selaku Kepala Sekolah SMK Yadika 5

Pondok Aren beserta seluruh guru SMK Yadika 5 Pondok Aren yang telah banyak memberikan informasi kepada penulis dalam penelitian skripsi. 7. Kepada Bapak dan Mama tercinta Sutriyatna dan Dwi Suyamtini yang

selalu menjadi kebanggaan anak-anaknya, untuk semua do’a, tenaga, biaya dan kasih sayang yang tak terhitung banyaknya, yang tidak pernah absen untuk memberikan motivasi hingga skripsi ini dapat terselesaikan, terima kasih.

8. Teruntuk adikku tercinta Rizky Anggara Putra. Terima kasih selama ini telah memberikan doa, motivasi dan semangatnya.

9. Teruntuk mas bro Muhammad Rizki Ramadhan. Terima kasih selama ini telah banyak memberikan pengalaman hidup yang berharga, memberikan doa dan motivasinya hingga skripsi ini dapat terselesaikan.

10. Sahabat-sahabat terbaikku Kinanti Tikha Apriliani, Chusnul Rahmawati, Annisa Ayu Fitria, Irsyad Zulfahmi, Irmalia Septiana, Mitsny Choiry, Meifrida Ayunani terima kasih untuk setiap doa dan motivasinya hingga skripsi ini dapat terselesaikan.

11. Teman seperjuangan skripsi, Dewi Alfiana. Terima kasih selalu memberikan semangat dalam setiap penulisan skripsi ini.


(10)

v

12. Teman-teman terbaik di Program Studi Manajemen Pendidikan angkatan 2009, khususnya Eha, Pipit, Nida, Nitta, Welvy, Uyuy, Bunga, Yona, Dinda, Arya dan kawan-kawan MP lainnya yang tidak bisa disebutkan satu-persatu. Terima kasih telah menjadi teman terbaik selama bersama-sama menjadi mahasiswa di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

13. Serta kepada segenap pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu-persatu. Terimakasih atas motivasi dan bimbingan yang sangat bermanfaat kepada penulis dalam penyusunan skripsi ini.

Semoga segala kebaikan yang telah dilakukan selama ini mendapat balasan yang setimpal dari Allah SWT. Semoga kemudahan, rezeki, dan keberkahan hidup selalu dilimpahkan pada kita semua. Amin yarabbal alamien... Penulis berharap semoga skripsi ini menjadi sumbangan ilmu pengetahuan dan masukan yang positif dan bermanfaat bagi penulis sendiri, pelaku pendidikan, serta bagi para pembaca pada umumnya.

Jakarta, 26 Maret 2014 Penulis


(11)

vi

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL ... x

DAFTAR GAMBAR ... xi

DAFAR LAMPIRAN ... xii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Identifikasi Masalah ... 7

C. Batasan Masalah ... 8

D. Rumusan Masalah ... 8

E. Tujuan Penelitian ... 8

F. Manfaat Penelitian ... 8

BAB II KAJIAN TEORI DAN PENGAJUAN HIPOTESIS ... 10

A. Gaya Kepemimpinan ... 10

1. Konsep Pemimpin dan Kepemimpinan ... 10

2. Pengertian Gaya Kepemimpinan... 14

3. Macam-macam Gaya Kepemimpinan ... 16

B. Kepuasan Kerja ... 34

1. Pengertian dan Hakikat Kepuasan Kerja... 34

2. Faktor-faktor Kepuasan Kerja ... 39

C. Kerangka Berpikir ... 48


(12)

vii

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 50

A. Waktu Dan Tempat Penelitian ... 50

B. Metode Penelitian ... 50

C. Populasi Dan Sampel ... 51

D. Variabel Penelitian ... 51

E. Teknik Pengumpulan Data ... 51

F. Instrumen ... 52

G. Teknik Analisa Data ... 56

H. Pengujian Hipotesis ... 59

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 61

A. Gambaran Umum Objek Penelitian ... 61

B. Deskripsi Data ... 64

C. Uji Coba Instrumen ... 70

D. Pengujian Hipotesis ... 70

E. Pembahasan Hasil Penelitian ... 71

F. Keterbatasan Penelitian ... 72

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 74

A. Kesimpulan ... 74

B. Saran ... 75 DAFTAR PUSTAKA


(13)

viii

Tabel 3.2 Skor Pilihan Jawaban Gaya Keepemimpinan Kepala Sekolah ... 54

Tabel 3.3 Kisi-kisi Instrumen Variabel Kepuasan Keja Guru (Y) ... 55

Tabel 3.4 Skor Pilihan Jawaban Kepuasan Kerja Guru ... 56

Tabel 3.5 Interpretasi Koefisien Korelasi ... 59

Tabel 4.1 Keadaan Siswa di SMK Yadika 5 Pondok Aren... 62

Tabel 4.2 Distribusi Frekuensi Variabel X ... 64

Tabel 4.3 Nilai Butir Soal Variabel X ... 66

Tabel 4.4 Distribusi Frekuensi Variabel Y ... 67


(14)

ix

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Kombinasi Variabel Situasional ... 21 Gambar 2.2 Model Kepemimpinan Situasional Hersey-Blanchard ... 23 Gambar 2.3 Beberapa Model Dari Hubungan Kausal Antara Motivasi Kerja,

Unjuk Kerja, Dan Sikap Kerja ... 36 Gambar 4.1 Grafik Distribusi Frekuensi X ... 65 Gambar 5.1 Grafik Distribusi Frekuensi Y ... 68


(15)

x

Lampiran 1 Surat Bimbingan ... 76

Lampiran 2 Kisi-Kisi dan Angket Penelitian Uji Coba ... 77

Lampiran 3 Kisi-Kisi dan Angket Penelitian Setelah Uji Coba ... 81

Lampiran 4 Uji Validitas Dan Reliabilitas Variabel X ... 84

Lampiran 5 Uji Validitas Dan Reliabilitas Variabel Y ... 88

Lampiran 6 Contoh Perhitungan Validitas Variabel X ... 91

Lampiran 7 Contoh Perhitungan Validitas Variabel Y ... 92

Lampiran 8 Contoh Perhitungan Reliabel Variabel X ... 93

Lampiran 9 Contoh Perhitungan Reliabel Validitas Y ... 94

Lampiran 10 Nilai Skor Variabel X ... 95

Lampiran 11 Nilai Skor Variabel Y ... 97

Lampiran 12 Perhitungan Distribusi Frekuensi Variabel X ... 98

Lampiran 13 Perhitungan Distribusi Frekuensi Variabel Y ... 100

Lampiran 14 Perhitungan Rata-Rata Dan Simpangan Baku Variabel X ... 102

Lampiran 15 Perhitungan Rata-Rata Dan Simpangan Baku Variabel Y ... 103

Lampiran 16 Uji Normalitas Variabel X ... 104

Lampiran 17 Uji Normalitas Variabel Y ... 105

Lampiran 18 Contoh Perhitungan Uji Normalitas ... 106

Lampiran 19 Perhitungan Uji Linieritas ... 107

Lampiran 20 Uji Hipotesis X Dan Y... 112

Lampiran 21 Tabel Z ... 114

Lampiran 22 Tabel L Skritis Untuk Uji Liliefors ... 115

Lampiran 23 Disribusi F ... 116


(16)

xi

Lampiran 25 Surat Keterangan Telah Melakukan Penelitian ... 118

Lampiran 26 Data Guru SMK ... 119

Lampiran 27 Lembar Uji Refrensi ... 122


(17)

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Pendidikan merupakan kunci utama bagi bangsa yang ingin maju dan unggul dalam persaingan global. Sumber manusia yang berkualitas adalah prasyarat dasar bagi terbentuknya peradaban yang lebih baik, dan sebaliknya sumber manusia yang buruk akan menghasilkan peradaban yang buruk. Melihat realitas pendidikan di negeri ini masih banyak hal-hal yang harus diperbaiki dan jauh dari harapan, bahkan jauh tertinggal dari Negara-negara lain. Faktor yang berperan penting dalam sebuah pendidikan adalah guru. Karena guru adalah ujung tombak dalam suatu pendidikan, maka baik dan buruknya kualitas pendidikan ditentukan oleh baik dan buruknya kualitas guru. Guru bertanggungjawab atas kualitas pendidikan Negara. Jika kualitas guru dalam suatu Negara baik, maka pendidikan dalam Negara tersebut baik, dan begitu pula sebaliknya. Karena sebuah pendidikan adalah sebuah sistem yang formal dan dilindungi oleh Negara, maka pendidikan diatur dalam Undang-Undang RI. Disebutkan dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20


(18)

2

Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional dalam pasal 1 bab 1

bahwa : “Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.“1 Aturan dalam Undang-Undang RI bahwa sebuah pendidikan harus menciptakan dan mencetak generasi penerus bangsa yang berakhlak mulia, cerdas, dan bermanfaat untuk dirinya, juga orang lain. Sebuah pendidikan tidak akan berjalan jika tidak ada seorang guru. Guru yang bertanggungjawab memberikan pelajaran kepada para siswa, guru pula yang bertanggungjawab atas kecerdasan anak bangsa, maka tugas-tugas guru sudah diatur dalam Undang RI. Disebutkan dalam Undang-Undang Republik Indonesia nomor 14 tahun 2005 Pasal 1 bahwa : “Guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan

dasar, dan pendidikan menengah.”2

Dalam hal ini guru adalah seorang pendidik yang bertugas tidak hanya mendidik, tetapi juga membimbing, mengarahkan, melatih, para peserta didik agar menjadi manusia yang cerdas, berakhlak mulia untuk dirinya, masyarakat, bangsa dan negara, serta dapat unggul dalam persaingan global. Guru sangat bertanggungjawab atas keberhasilan para siswa di sekolah. Guru juga bertanggungjawab atas pembentukan karakter para siswa.

Profesionalisme seorang guru sangat berpengaruh terhadap ketercapaian pendidikan yang baik. Guru yang memiliki sifat malas bekerja, banyak mengeluh, minimnya prestasi dan kualitas pengajaran, ketidak disiplinan guru dan gejala negatif lainnya sudah pasti ia tidak puas atau kepuasan kerjanya rendah. Dalam sebuah sekolah, jika guru merasa

1

Undang-Undang RI nomor 20 tahun 2003 pasal 1 2


(19)

kurang puas terhadap pekerjaannya, maka harus dicari solusi yang tepat untuk memperbaikinya agar kepuasaan kerja tinggi sehingga akhirnya kualitas pekerjaannya meningkat. Karena kepuasan kerja adalah perasaan seseorang terhadap sebuah pekerjaan, jadi baik dan buruknya kualitas seorang guru dapat dipengaruhi oleh puas dan tidak puasnya seorang guru dalam bekerja. Di dalam ketidakpuasan seseorang terhadap pekerjaannya, sebenarnya terdapat harapan-harapan agar terciptanya kepuasan dalam dirinya sehingga akan meningkat pula kualitas pekerjaan mereka.

Kepuasan kerja pada dasarnya sulit untuk dianalisis karena tingkat kepuasan kerja seseorang berbeda-beda, dan banyak hal-hal yang membuat seseorang puas dan tidak dalam pekerjaan mereka. Karena setiap orang mempunyai tingkat dan faktor kepuasan yang berbeda-beda, maka setiap orang pasti dapat menilai faktor apa yang sangat mempengaruhi mereka sehingga mereka merasa puas ataupun tidak puas dalam pekerjaannya. Karena kepuasan kerja tidak sederhana, maka perlu diadakan analisis mengenai faktor apakah yang mendominasi kepuasan kerja para guru. Berbagai macam faktor yang dapat mempengaruhi kepuasan kerja seseorang akan sangat berpengaruh terhadap kualitas pekerjaannya, dan tingkat kepuasan kerja yang tinggi menandakan bahwa sebuah organisasi telah dikelola dengan baik dengan manajemen yang efektif dan memiliki kepala sekolah yang berkualitas.

Salah satu dari sekian banyak faktor yang mempengaruhi kepuasan kerja guru adalah faktor seorang pemimpin. Pemimpin bertugas untuk membimbing dan mengarahkan bawahan agar bekerja sesuai tujuan sekolah. Oleh karena itu, kepala sekolah dituntut memiliki kemampuan untuk mempengaruhi para guru agar arahan dan instruksinya didengar dan dilaksanakan. Seorang kepala sekolah yang baik harus dapat mempengaruhi bawahannya. Ia harus dapat meningkatkan kualitas sumber daya yang dimiliki, harus dapat menciptakan rasa kesaudaraan antara kepala sekolah, dan para bawahannya. Seorang pemimpin yang baik adalah pemimpin yang dapat mempengaruhi bawahannya sehingga tujuan


(20)

4

yang telah dijalankan dapat tercapai sebagaimana mestinya. Jika kepala sekolah tidak mampu mempengaruhi para bawahannya, maka sekolah yang ia pimpin tidak akan berkembang dan tidak akan mencetak penerus bangsa yang unggul dalam persaingan global.

Kepala sekolah sebagai pemimpin harus bertanggungjawab terhadap keberhasilan sebuah sekolah yang ia pimpin. Kepala sekolah dan guru adalah personil yang sangat berperan dalam menentukan keberhasilan pendidikan di sekolah. Menurut Wahjosumidjo “keberhasilan suatu sekolah pada hakikatnya terletak pada efisiensi dan efektivitas pemimpin sebagai seseorang yang diberi tugas untuk memimpin sekolah.”3 Kerjasama yang baik antara kepala sekolah dengan guru akan menciptakan pendidikan yang baik pula. Jika kualitas guru kurang baik, maka yang terlebih dahulu harus diperbaiki adalah kualitas kepala sekolah, karena kualitas dalam sebuah organisasi ditentukan oleh mutu kepemimpinanya, dan manajemen yang baik. Kualitas guru yang baik akan mengikuti kualitas kepala sekolah yang baik. Jika kepala sekolahnya berkualitas, maka manajemen, serta guru dan seluruh staff di sekolah tersebut berkualitas. Data yang saya dapatkan bahwa : “Dari total 337.724 kepala sekolah di jenjang TK, SD, SMP, dan SMA/SMK, baru 10.132 orang atau 3 persen yang sudah bersertifikasi sebagai kepala sekolah profesional. Kondisi ini sangat berpengaruh terhadap upaya meningkatkan kualitas pendidikan.”4 Dari data diatas dapat digambarkan bahwa sangat banyak kepala sekolah yang belum memiliki sertifikat sebagai kepala sekolah yang profesional. Hal ini menggambarkan kondisi pendidikan di Negara kita saat ini, masih terlalu sedikit kepala sekolah yang berkualitas. Padahal kepala sekolah adalah seorang pemimpin dalam sebuah sekolah yang

3

Rulam, Pengaruh Kepemimpinan Kepala Sekolah Dan Sikap Para Guru Terhadap Kepuasan Kerja Guru, diakses pada tanggal 4 september 2013,

( http://www.infodiknas.com/pengaruh-kepemimpinan-kepala-sekolah-dan-sikap-para-guru-terhadap-kepuasan-kerja.html)

4

Ichwan Chasani, Mayoritas Kepala Sekolah Belum Profesional, diakses pada tanggal 28 september 2013, ( http://wartakota.tribunnews.com/detil/berita/164615/Mayoritas-Kepala-Sekolah-Belum-Profesional)


(21)

harusnya memiliki kualitas baik agar guru-guru di sekolahnya berkualitas pula. Seorang pemimpin yang baik dengan gaya kepemimpinan yang baik pasti akan dapat mempengaruhi bawahannya dengan baik, sehingga akan menciptakan kepuasan kerja yang baik untuk para karyawan.

Karena gaya adalah cara, maka gaya kepemimpinan adalah cara kepala sekolah untuk mempengaruhi para bawahannya. Kepala sekolah harus dapat memberikan pengaruh positif terhadap bawahannya. Seorang pemimpin harus dapat meciptakan iklim organisasi yang baik dilingkungannya. Kepala sekolah yang baik, yaitu kepala sekolah yang dapat menjadi contoh bagi para bawahannya, dan dapat membimbing para bawahannya dalam bekerja sehingga tujuannya tercapai dengan efektif dan efisien. Gaya kepemimpinan yang baik akan sangat berpengaruh terhadap keberhasilan sekolah. Kepala sekolah dengan gaya kepemimpinan yang baik dan sesuai akan sangat membantu para guru dalam bekerja. Kepala sekolah dengan gaya kepemimpinan yang seimbang antara orientasi tugas dengan orientasi hubungan dengan para guru, akan sangat menunjang keberhasilan tujuan sekolah dengan baik dan akan meningkatkan kinerja para guru disekolah.

Dari hasil studi yang dilakukan Bambang Budi Wiyono (2000)

“terhadap 64 kepala sekolah dan 256 guru Sekolah Dasar di Bantul terungkap bahwa etos kerja guru lebih tinggi ketika dipimpin oleh kepala sekolah dengan gaya kepemimpinan yang berorientasi pada manusia. Kepemimpinan seseorang sangat berkaitan dengan kepribadian.”5 Dalam penelitian lain dinyatakan bahwa “terdapat hubungan antara kepemimpinan kepala sekolah dengan kepuasan kerja para guru di SDIT

“x”. Korelasi ini bernilai 0.410 pada taraf signifikansi 95%, Artinya adalah

apabila kepemimpinan kepala sekolah meningkat maka kepuasan kerja

5

Akhmad Sudrajat, Kompetensi Guru Dan Peran Kepala Sekolah 02 agustus 2008 diakses pada tanggal 13 april 2013,


(22)

6

guru akan meningkat yang berlaku demikian juga untuk sebaliknya.”6 Dari beberapa hasil penelitian diatas menjelaskan bahwa, adanya pengaruh yang signifikan antara gaya kepemimpinan yang diterapkan oleh kepala sekolah dengan kepuasan guru di sekolah tersebut. Hasil penelitian tersebut menjelaskan bahwa kepala sekolah mempunyai gaya kepemimpinan berorientasi pada hubungan manusia akan meningkatkan kinerja para guru. Para guru merasa diperhatikan, dibimbing, dibina, dan mempunyai hubungan yang baik dengan pemimpinnya sehingga mereka dapat dengan leluasa menyampaikan keluhan-keluhannya dan mendapat motivasi yang baik untuk maju. Kepuasan kerja yang tinggi dipicu oleh kepuasan kerja mereka terhadap gaya kepemimpinan seorang kepala sekolah yang sesuai.

Dengan menggunakan gaya kepemimpinan yang baik maka akan berdampak kepada kepuasan kerja yang tinggi dan tinggi pula kualitas sekolah. Pemimpin yang baik adalah yang memahami kebutuhan para bawahannya, pemimpin yang tidak hanya memperhatikan tugas-tugas, tetapi juga memperdulikan hubungannya dengan para bawahan sehingga ia mengerti bagaimana cara menangani kinerja setiap bawahannya dan mengetahui keinginan mereka, serta memberikan kebebasan kepada para guru untuk mengeluarkan pendapat dan membimbing para bawahannya agar pekerjaannya lebih baik.

Berdasarkan hasil pengamatan awal, Di SMK Yadika 5 Pondok Aren, ada beberapa permasalahan yang timbul diantara guru dan kepala sekolah terkait kepuasan kerja para guru di sekolah. Kepuasan kerja para guru sudah cukup baik. Gaya kepemimpinan yang dimiliki oleh kepala sekolah sudah baik, tetapi masih belum sepenuhnya memberikan rasa nyaman kepada para guru, sehingga masih timbul ketidak puasan yang dirasakan oleh para guru terhadap pekerjaannya. Kepala sekolah kurang

6

Rulam, Pengaruh Kepemimpinan Kepala Sekolah Dan Sikap Para Guru Terhadap Kepuasan Kerja Guru, diakses pada tanggal 4 september 2013,

( http://www.infodiknas.com/pengaruh-kepemimpinan-kepala-sekolah-dan-sikap-para-guru-terhadap-kepuasan-kerja.html)


(23)

membimbing para guru dalam hal peningkatan kualitas mengajar. Mereka hanya ditumtut umtuk bagaimana materi ajar diajarkan, tetapi kepala sekolah kurang memberikan arahan mengenai bagaimana cara mengajar yang baik dan kurang memberikan motivasi kepada para guru, sehingga ada guru yang mengajar hanya sebatas menyampaikan materi ajar tanpa ia tau bagaimana cara mengajar yang baik agar para peserta didik dapat memahami seluruh pelajaran yang diajarkan. Kepala sekolah kurang memiliki kedekatan emosional kepada para guru, tetapi jika dalam forum rapat dan acara-acara lain, beliau sangat menghargai seluruh masukan dan pendapat para guru demi ketercapaian tujuan pendidikan yang baik dan tujuan dari sekolah tersebut dapat berjalan dengan efektif. Padahal, bukan hanya menerima masukan saja yang diinginkan oleh para guru, kedekatan emosional, bahkan motivasi dari kepala sekolah sangat mereka butuhkan, cara seorang kepala sekolah memimpin para guru sangat berpengaruh besar terhadap kepuasan kerjanya yang nantinya akan berpengaruh terhadap kualitas peserta didik dan kualitas pendidikan di sekolah tersebut. Berdasarkan latar belakang yang telah dijelaskan diatas maka penulis

bermaksud mengadakan penelitian tentang “Pengaruh Gaya Kepemimpinan Kepala Sekolah Terhadap Kepuasan Kerja Guru di SMK

Yadika 5 Pondok Aren”.

B. Identifikasi Masalah

Dari uraian latar belakang di atas maka dapat diidentifikasi beberapa masalah yang muncul terkait dengan hubungan gaya kepemimpinan kepala sekolah dengan kepuasan kerja guru adalah sebagai berikut :

1. Belum optimalnya gaya Kepemimpinan kepala sekolah. 2. Belum maksimalnya kepuasan kerja guru.

3. Kepala sekolah kurang memiliki kedekatan emosional kepada para guru.


(24)

8

5. Belum maksimalnya hubungan kepala sekolah dengan para guru masih kurang baik.

C. Batasan Masalah

Tiap masalah hakikatnya kompleks, sehingga tidak dapat diselidiki segala aspek secara tuntas, karena itu peneliti harus membatasi permasalahannya. Mengingat luasnya permasalahan dari topik penelitian ini serta adanya keterbatasan yang ada dalam diri penulis, maka dipandang

perlu untuk membatasi permasalahan tentang “Pengaruh Gaya

Kepemimpinan Kepala Sekolah Terhadap Kepuasan Kerja Guru di SMK Yadik 5”. Gaya kepemimpinan yang meliputi : gaya kepemimpinan berorientasi pada tugas dan gaya kepemimpinan berorientasi dengan hubungan manusia, dan kepuasan kerja yang meliputi : tipe kerja, rekan kerja, tunjangan, diperlakukan dengan hormat dan adil, keamanan kerja, peluang menyumbangkan gagasan, upah, pengakuan terhadap kinerja, kesempatan untuk maju

D. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah dan batasan masalah yang telah dijelaskan di atas maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah :

Adakah Pengaruh Antara Gaya Kepemimpinan Kepala Sekolah Terhadap Kepuasan Kerja Guru di SMK Yadika 5?

E. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian merupakan keinginan peneliti berupa jawaban yang hendak dicari melalui proses penelitian. Tujuan penelitian berkaitan erat dengan rumusan masalah yang diajukan. Berdasarkan rumusan masalah yang diajukan, tujuan pada penelitian ini adalah sebagai berikut :

Penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan “Pengaruh Gaya Kepemimpinan Kepala Sekolah Terhadap Kepuasan Kerja Guru di SMK


(25)

F. Manfaat Penelitian

Penelitian ini bermanfaat untuk :

1. Bagi pihak SMK Yadika 5 Pondok Aren memberi informasi dan kontribusi sebagai masukan dalam meningkatkan dan mengembangkan profesionalisme guru dan kepala sekolah serta untuk membantu memecahkan dan mengantisipasi masalah yang ada sebagai bahan acuan menentukan langkah-langkah dan kebijakan yang perlu dilakukan dalam rangka meningkatkan kepuasan kerja guru. Serta dapat menjadi acuan bagi kepala sekolah untuk lebih meningkatan kinerjanya agar tujuan sekolah dapat tercapai dan berjalan efektif.

2. Bagi peneliti, berharap dapat memberikan manfaat dan dapat menerapkan ilmu manjemen pendidikan yang telah dipelajari. Lebih memperdalam ilmu, serta menjadi bekal di masa depan dan dapat diterapkan dalam masyarakat.

3. Bagi pembaca, diharapkan sebagai bahan kajian lebih lanjut untuk meneliti dan membahas aspek yang sama.


(26)

10 BAB II KAJIAN TEORI

A. Gaya Kepemimpinan

1. Konsep Pemimpin dan Kepemimpinan

Dalam sebuah organisasi pasti membutuhkan seorang pemimpin. Pemimpin adalah seseorang yang dipercaya untuk memimpin sebuah organisasi agar organisasi tersebut dapat berjalan sesuai tujuannya. Pemimpin yang baik adalah pemimpin yang mampu membina para bawahannya agar pekerjaan para bawahan dapat berjalan dengan baik, dan mengembangkan kinerja para bawahan menjadi lebih baik, sehingga tujuan dari organisasi tersebut dapat berjalan dengan efektif dan efisien. Dari kata pemimpin itulah nantinya muncul istilah kepemimpinan. Menurut Hendiyat Soetopo dan Wasty Soemanto kepemimpinan adalah

“suatu kegiatan dalam membimbing suatu kelompok sedemikian

rupa sehingga tercapai tujuan dari kelompok itu, yaitu tujuan

bersama.”1

Goerge R. Terry dalam buku Miftah Toha mengatakan bahwa

“kepemimpinan adalah aktivitas untuk mempengaruhi orang-orang

1 Hendiyat Soetopo, Wasty Soemanto,

Kepemimpinan Dan Supervisi Pendidikan,


(27)

agar diarahkan mencapai tujuan organisasi.”2 Jadi menurutnya, kepemimpinan itu berarti aktivitas untuk mempengaruhi orang lain agar pekerjaannya berjalan dengan baik dan tujuan dari organisasi tersebut berjalan dengan baik.

Setiap pemimpin, pada tingkat apa pun ia bekerja selalu memerlukan dua macam keterampilan (skills), yaitu : Technikal skills, dan Managerial skills. Kualitas kepemimpinan yang dimiliki oleh kelompok pimpinan dalam suatu organisasi sangat menentukan berhasil tidaknya organisasi itu mencapai tujuan yang telah ditentukan dengan efiensi dan ekonomis.3

Menurut Sondang. P. Siagian “seorang pemimpin tidak seyogyanya hanya mampu berperan selaku atasan yang keinginan dan kemauannya harus diikuti oleh orang lain.”4 Walaupun seorang pemimpin adalah seorang kepala dalam sebuah organisasi, tetapi ia tidak boleh memaksakan kehendak. Seharusnya ia mau menerima semua masukan dari para bawahannya. Seorang pemimpin harus dengan terbuka mau menerima kritikan dan saran dari para bawahannya, ia harus menampung seluruh masukan dari bawahannya, dan seorang pemimpin harus dapat membina para bawahannya agar mereka dapat mengeluarkan seluruh ide dan pendapat yang mereka punya demi kebaikan organisasi. Seperti yang dijelaskan oleh Veithzal Rivai bahwa, “praktik kepemimpinan berkaitan dengan mempengaruhi tingkah laku dan perasaan orang lain baik secara individual maupun kelompok dalam arahan tertentu, sehingga melalui kepemimpinan merujuk pada proses untuk membantu mengarahkan dan memobilisasi orang atau ide-idenya.”5 Cara berpikir dan bertindak seorang pemimpin sangat berpengaruh terhadap keberhasilan sebuah

2

Miftah toha, Perilaku Organisasi, (Jakarta: PT Raja Grafindo Utama, 2007), h. 259

3

Sondang P. Siagian, Filsafat Administrasi, (Jakarta: Bumi Aksara, 2008), h. 31 4

Sondang P. Siagian, Organisasi, Kepemimpinan Dan Perilaku Administrasi, (Jakarta: PT Inti Idayu Press, 1988), h. 20

5Veithzal Rivai,

Kepemimpinan Dan Perilaku Organisasi, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2003), h. 6


(28)

12

organisasi. Jadi seorang pemimpin tidak hanya mampu memimpin, tetapi harus dapat memecahkan permasalahan dengan ide-ide dan otoritas kepemimpinan yang ia punya. Seperti yang di jelaskan

oleh Sondang. P. Siagian “Efektifitas kepemimpinan seseorang sangat ditentukan oleh kemampuannya mengenali secara tepat sifat

kondisi yang dihadapinya.”6

Menurut Wahyosumidjo, bahwa yang dimaksud pemimpin adalah “semua orang yang bertanggungjawab dalam proses perbaikan yang berada pada semua level kelembagaan pendidikan.” Menurutnya, pemimpin adalah motor penggerak untuk keberhasilan sebuah sekolah. Jika dalam proses kegiatan disekolah ada yang tidak sesuai, maka seorang kepala sekolah harus mampu memperbaiki semuanya. Semua kegiatan sekolah tergantung bagaimana cara memimpin seorang kepala sekolah. Karena fungsi dari kepemimpinan pendidikan adalah menyangkut semua hal yang ada disekolah, seperti yang dijelaskan oleh

Wahyosumidjo dalam bukunya, yaitu “fungsi dari kepemimpinan pendidikan haruslah tertuju pada mutu belajar serta semua staf lain

yang mendukungnya”7

. Jika kepala sekolah tidak dapat memberikan contoh yang baik, dan tidak dapat memperbaiki hal-hal yang kurang baik dalam sekolah, maka sekolah tersebut tidak akan berhasil, dan sebaliknya, seorang kepala sekolah yang profesional, akan menghasilkan sekolah yang baik dan seluruh tujuan dari sekolah tersebut berjalan dengan baik.

Karena organisasi dalam pendidikan unik, maka dalam pendidikan, kepemimpinan adalah semua orang yang bertanggungjawab atas keberhasilan pendidikan. Orangtua harus bertanggungjawab atas pendidikan anak dirumah, dan tugas guru

6

Sondang P. Siagian, Teori dan praktek kepemimpinan, (Jakarta: Rineka Cipta, 1991), h. 20

7

Wahyosumidjo, Kepemimpinan Kepala Sekolah, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2007), h. 105


(29)

disekolah bertanggungjawab untuk mengontrol dan memberikan pendidikan yang baik disekolah, pemerintah juga bertanggungjawab dalam hal mendukung pendidikan, baik dalam hal sarana-prasarana, dana kegiatan sekolah dan hal-hal yang lainnya untuk menunjang keberhasilan pendidikan. Dalam dunia pendidikan, semua orang harus bertanggungjawab atas keberhasilan pendidikan, tetapi didalam sekolah yang berperan penting demi ketercapaian pendidikan yang baik adalah seorang kepala sekolah.

Pernyataan Gibb dan Halpin menjelaskan bahwa

“kepemimpinan kepala sekolah ditentukan oleh kualitas peranan yang dimainkan di sekolah. Ada dua macam fungsi yang dilakukan oleh kepala sekolah sebagai pemimpin pendidikan, yaitu : penciptaan struktur dan melaksanakan pertimbangan. Dengan kata lain, pemimpin dapat menekankan pada struktur atau tugas, bisa juga menekankan hubungan atau pertimbangan manusiawi. Dua orientasi inilah yang menjadi titik pandang pokok kepemimpinan kepala sekolah.”8

Seorang kepala sekolah harus memiliki dua kualitas peran yang baik, ia harus dapat memperhatikan struktur dan tugas dan harus pula memperhatikan kondisi dan hubungan manusiawi antar atasan-bawahan. Bukan hanya tugas yang harus ia perhatikan dan tingkatkan, hubungan antar atasan-bawahan juga harus pula ia perhatikan, agar ia mengetahui sifat dan sikap para bawahannya sehingga dengan mudah ia dapat mempengaruhi para bawahannya. Keseimbangan antara perhatian terhadap tugas dan hubungan antar manusia akan sangat berpengaruh terhadap keberhasilan sekolah. Jadi setiap kegiatan pasti membutuhkan seorang pemimpin,

karena pemimpin adalah “kepala” dari sebuah organisasi, maka

seorang pemimpin harus dapat menciptakan iklim organisasi yang baik, ia harus dapat mempengaruhi para bahwahannya agar tujuan dari organisasi tersebut dapat tepat sasaran. Seorang pemimpin

8


(30)

14

atau dalam hal ini seorang kepala sekolah harus mempunyai kedekatan emosional kepada para bahwannya agar ia mengetahui apa yang diinginkan oleh para bawahannya yang nantinya sangat berpengaruh terhadap ketercapaian tujuan organisasi yang baik. Pemimpin tidak hanya melulu harus memperhatikan tugas yang diberikan, tetapi hubungan yang baik antara atasan-bawahan harus pula ia perhatikan.

2. Pengertian Gaya Kepemimpinan

Karena kepemimpinan adalah seseorang yang mampu mengarahkan, membimbing para bawahannya, maka seorang pemimpin harus memiliki gaya yang digunakan untuk mempengaruhi seseorang atau sekelompok orang agar mau bekerja dan agar tujuan dari organisasi yang dipimpinnya berjalan dengan efektif dan efisien. Allan Tucker berpendapat bahwa kepemimpinan ialah “kemampuan untuk mempengaruhi atau mendorong seseorang atau sekelompok orang agar bekerja secara sukerela untuk mencapai tujuan tertentu atau sasaran dalam situasi tertentu.”9 Gaya adalah cara, jadi maksud dari gaya kepemimpinan adalah gaya yang digunakan seorang pemimpin untuk mempengaruhi orang lain. Ada beberapa pengertian mengenai gaya kepemimpinan. Menurut Miftah Toha, “istilah gaya secara kasar adalah sama dengan cara yang dipergunakan pemimpin di dalam

mempengaruhi para pengikutnya.”10

Dan Pandji Anoragan berpendapat bahwa gaya kepemimpinan adalah “ciri seorang pimpinan melakukan kegiatannya dalam membimbing, mengarahkan, mempengaruhi, menggerakkan para pengikutnya

dalam rangka mencapai tujuan.”11

9

Kartini Kartono, Pemimpin Dan Kepemimpinan, (Jakarta: PT Raja Grafindo, 1993), h. 2

10Miftah Toha,

Perilaku Organisasi, (Jakarta: PT Raja Grafindo Utama, 2007), h. 302

11


(31)

Gaya kepemimpin digunakan seorang pemimpin untuk mempengaruhi orang lain. Dengan gaya yang digunakan, seorang pemimpin dengan mudah dapat mempengaruhi orang lain. Akibat dari pengaruh seorang pemimpin kepada bawahannya adalah kualitas pekerjaan yang meningkat dan ketercapaian tujuan organisasi tersebut. Seorang pemimpin harus memikirkan dengan baik gaya apa yang akan ia gunakan untuk memimpin, karena jika salah penerapan gaya, maka tidak akan terjadi pengaruh apapun kepada para anggotanya. Dan seorang pemimpin perlu memikirkan dengan baik gaya apa yang akan ia gunakan untuk memimpin agar para staf menjadi berkembang, dan dapat membangun iklim motivasi yang baik agar tingkat produktivitas tinggi.

Menurut Miftah Toha “gaya kepemimpinan merupakan norma perilaku yang digunakan oleh seseorang pada saat orang tersebut mencoba mempengaruhi perilaku orang lain seperti yang ia lihat.”12 Gaya kepemimpinan digunakan untuk mempengaruhi kegiatan para bawahannya dalam bekerja. Jika seorang pemimpin dapat mempengaruhi bawahannya dengan baik, dan tujuan dari organisasi tersebut berjalan dengan baik, maka gaya kepemimpinan yang ia gunakan sesuai dengan karakter para bawahan. Pemimpin mempengaruhi performasi kelompok dengan alat verbal atau gestural yang dikomunikasikan melalui pengarahan, evaluasi, dan sikap pemimpin terhadap anggota kelompok. Hal ini berkaitan dengan perilaku pemimpin dalam mempengaruhi performansi kelompok. Seperti yang dikatakan oleh Fiedler ia berpendapat bahwa “gaya kepemimpinan mengacu pada struktur kebutuhan

12


(32)

16

pemimpin yang memotivasi perilaku dalam berbagai situasi antar pribadi.”13

Pentingnya gaya kepemimpinan adalah untuk mempengaruhi para bawahan. Karena gaya kepemimpinan adalah cara yang dilakukan oleh seorang pemimpin untuk memimpin dan mempengaruhi orang lain agar mau melakukan pekerjaan dengan sukarela. Gaya kepemimpinan yang baik akan menciptakan kepuasan kerja bawahan yang baik pula, dan sebaliknya gaya kepemimpinan yang buruk akan mempengaruhi kinerja dan ketidak puasan para bawahan. Seorang pemimpin harus menggunkan gaya kepemimpinan yang baik dan efektif agar organisasinya berjalan dengan efektif pula.

3. Macam-Macam Gaya Kepemimpinan

Karena gaya adalah sebuah cara, dan gaya adalah karakteristik seseorang, maka gaya kepemimpinan adalah cara/karakteristik yang digunakan oleh seorang pemimpin untuk mempengaruhi orang lain. Gaya kepemimpinan yang diterapkan oleh seorang pemimpin sangat beraneka ragam, tergantung cara seorang pemimpin dalam mempengaruhi orang lain. Menurut Pandji Anoraga, “untuk memilih gaya yang akan digunakan, perlu dipertimbangkan berbagai faktor yang mempengaruhinya, yaitu : faktor dalam organisasi, faktor pimpinan, faktor bawahan, dan faktor situasi.”14 Semua faktor tersebut yang harus diperhatikan dalam memilih gaya kepemimpin yang akan digunakan dalam memimpin sebuah sekolah. Faktor-faktor tersebut yang nantinya akan menciptakan gaya kepemimpinan apa yang akan digunakan

13

Hendayat Soetopo, Perilaku Organisasi, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2010), h. 232-233

14


(33)

untuk mempengaruhi para bawahannya agar mereka bersedia mengikuti semua arahannya.

Dalam buku T. Hani Handoko disebutkan bahwa “terdapat dua gaya kepemimpinan : gaya dengan orientasi tugas dan gaya dengan orientasi karyawan. Manajer berorientasi tugas mengarahkan dan mengawasi bawahan secara tertutup untuk menjamin bahwa tugas dilaksanakan sesuai yang diinginkannya.”15 Pemimpin yang berorientasi pada tugas lebih memperhatikan tugas yang dikerjakan. Pemimpin tersebut mengawasi dan mengarahkan para bawahannya untuk bekerja sesuai dengan pekerjaannya tujuannya berjalan dengan efektif dan efisien. Pemimpin ini kurang memperhatikan hubungannya dengan para bahwahan, ia lebih mementingkan tugas yang dilaksanakan para bawahan. Ia hanya teruju pada tugas yang dikerjakan oleh para pegawai. Biasanya pemimpin ini sangat tegas dan serius dalam bekerja, ia menganggap keberhasilan sebuah organisasi yang ia pimpin adalah terletak pada tugas-tugas yang dikerjakan oleh bawahannya. Lain halnya dengan pemimpin yang berorientasi pada hubungan manusia atau orientasi pada karyawan.

Akhmad Sudrajat menyebutkan bahwa “dua gaya kepemimpinan yaitu kepemimpinan yang berorientasi pada tugas dan kepemimpinan yang berorientasi pada manusia.16 Menurutnya terdapat dua gaya kepemimpinan yang digunakan oleh kepala sekolah, yaitu gaya kepemimpinan yang berorientasi pada tugas, dan hubungannya dengan para bawahan, dan dijelaskan pula oleh T. Hani Handoko bahwa “manajer berorientasi karyawan mencoba untuk lebih memotivasi bawahan dibanding mengawasi mereka.”17 Pemimpin mendorong para anggota kelompok untuk melaksanakan

15

T. Hani Handoko, Manajemen, (Yogyakarta: BPFE, 1999), h. 299

16

Akhmad Sudrajat, Kompetensi Guru Dan Peran Kepala Sekolah, diakses pada tanggal 13 april 2013, (http://makalah-pendidikan.blogspot.com/search?q=kepuasan+kerja+guru)

17


(34)

18

tugas-tugas dengan memberikan motivasi, dan kesempatan bawahan untuk berpartisipasi dalam pembuatan keputusan, menciptakan suasana persahabatan serta hubungan-hubungan saling mempercayai dan menghormati dengan para anggota kelompok. Pemimpin ini lebih mementingkan hubungannya dengan para bawahan. Menurutnya, kesuksesan sebuah organisasi tergantung dengan hubungan yang baik antara atasan-bawahan dan antar rekan kerja. Pemimpin membangun hubungan yang baik terhadap semua anggotanya, dan menurutnya dengan memiliki hubungan yang baik akan dengan mudah dapat mempengaruhi bawahannya.

Menurut Hendayat Soetopo “Gaya kepemimpinan yang berorientasi kepada tugas, yaitu kepemimpinan yang lebih menaruh perhatian pada perilaku pemimpin yang mengarah pada penyusunan rencana kerja, penetapan pola organisasi, adanya saluran komunikasi, metode kerja, dan prosedur pencapaian tujuan yang jelas. Dan gaya kepemimpinan yang berorientasi pada hubungan antar manusia, yaitu kepemimpinan yang lebih menaruh perhatian pada perilaku pemimpin yang mengarah pada hubungan kesejawatan, saling mempercayai, saling menghargai, dan penuh kehangatan hubungan antara pemimpin dengan stafnya.”18

Pemimpin yang berorientasi pada tugas lebih mementingkan tugas yang dikerjakannya. Menurutnya, organisasi akan berjalan dengan efektif dan efisien tergantung bagaimana tugas dikerjakan. Jadi menurut pemimpin ini, struktur organisasi yang jelas, dan metode kerja yang baik akan sangat berpengaruh terhadap ketercapaian tujuan organisasi. Penyusunan program kerja yang baik dan mendapat arahan dari kepala sekolah dapat menjadi program tersebut baik dan sesuai dengan tujuan sekolah. Pemimpin yang berorientasi pada tugas, akan lebih mengutamakan tugas-tugas yang dikerjakan oleh para bawahan. Penetapan pola

18Hendayat Soetopo,

Perilaku Organisasi, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2010), h. 232


(35)

organisasi sangat berpengaruh terhadap ketercapaian tujuan sebuah organisasi.

Pemimpin memberikan tugas kepada bawahannya sesuai dengan jabatan yang dipegang dalam organisasi. Pelaksanaan tugas yang sesuai dengan jabatan seseorang akan memudahkan ketercapaian tujuan. Tugas-tugas yang diberikan harus sesuai dengan keahlian dan sesuai dengan jabatan yang diduduki oleh seseorang dalam sebuah organisasi, dan dalam organisasi harus tercipta saluran organisasi yang baik. Komunikasi yang baik antar atasan-bawahan atau antar sesama rekan memudahkan seseorang dalam bekerja. Dengan saluran komunikasi yang baik, para anggota dapat dengan leluasa mengeluarkan keluhan-keluhan yang selama ini ia rasakan. Metode kerja atau cara kerja yang ditunjukan dan dengan bimbingan pemimpin akan menghasilkan hasil kerja yang maksimal. Pemimpin dalam hal ini mengutamakan kinerja para pegawainya oleh sebab itu metode kerja harus sesuai dengan arahan pemimpin. Arahan mengenai cara kerja yang baik dari pemimpin bertujuan agar organisasi semakin baik dan tujuan dari organisasi tersebut berjalan dengan efektif dan efisien.

Dan pemimpin yang berorientasi pada hubungan antar manusia adalah pemimpin yang lebih mementingkan hubungan antar manusia. Ia menganggap bahwa dengan memiliki hubungan yang baik antara atasan dan bawahan, maka ia akan dengan mudah mempengaruhi para bawahannya dan akan lebih mudah mengontrol, mengawasi dan mengevaluasi para bawahannya. Menurutnya dengan mempunyai hubungan yang baik antara atasan dengan bawahan, maka tugas-tugas dapat berjalan dengan efektif dan efisien sehingga tujuan dapat berjalan dengan baik. Pemimpin dalam hal ini mempercayai bahwa para pekerjanya mampu menjalankan pekerjaan tanpa bantuan dan arahan yang keras darinya, dalam memimpin ia tidak memaksakan kehendaknya dan


(36)

20

ia menghargai setiap pendapat dan gagasan dari para bawahannya untuk kebaikan organisasi.

Pemimpin yang berorientasi pada hubungan juga dengan leluasa memberikan kesempatan kepada para pegawai untuk menyumbangkan ide-ide dan mengajak pegawainya untuk ikut andil dalam menentukan jawaban dari setiap permasalahan yang ada disekolah. Pemimpin dalam hal ini mengutamakan hubungan yang baik antara atasan-bawahan dan antar sesama rekan kerja. Pemimpin ini mengutamakan kenyamanan para bawahan dalam bekerja.

Pada dimensi struktur tugas, Fiedler berpendapat bahwa apabila tugas-tugas tersebut telah jelas, mutu daripada penyelenggaraan kerja akan lebih mudah dikendalikan dan anggota-anggota kelompok dapat lebih jelas pertanggungjawabannya dalam pelaksanaan kerja, daripada apabila tugas-tugas itu tidak jelas/kabur.19

Tugas yang diberikan oleh pemimpin harus jelas karena ketepatan pekerjaan yang dilakukan oleh para pegawai akan berpengaruh terhadap ketercapaian tujuan organisasi. Tugas-tugas yang jelas, arahan dan pengontrolan yang baik dari pemimpin akan sangat membantu memaksimalkan kinerja para pegawai.

Gaya kepemimpinan berorientasi tugas dan gaya kepemimpinan yang berorientasi hubungan digunakan secara efektif apabila hubungan pemimpin dengan anggotanya, struktur tugas dan posisi kekuasaan sebagai berikut :

19Soewarno Hendayaningrat,

Pengantar Studi Ilmu Administrasi Dan Manajemen, (Jakarta: PT Dharma Karsa Utama, 1990), h. 79


(37)

Hubungan pemimpin dengan anggotanya + Struktur tugas + Posisi kekuasaan Gaya kepemimpinan Yang efektif

:

Gaya yang berorientasi pada tugas

: Gaya yang berorientasi pada hubungan

Gambar 2.1 Kombinasi Variabel Situasional

Pemimpin yang berorientasi pada tugas berhasil dengan efektif menyelesaikan tugas-tugasnya dalam situasi yang menguntungkan (kolom 1, 2, 3) dan dalam situasi yang paling tidak menyenangkan (kolom 8). Pada kolom situasi 1, 2, dan 3; situasi sangat menyenangkan, suasana kelompok baik, dan tuigas-tugas terstruktur; pemimpin dihormati, pelaksanaan tugas

1 2 3 4 5 6 7 8

Baik Tinggi Kuat Baik Tinggi Lemah Baik Rendah Kuat Baik Rendah Lemah Buruk Tinggi Kuat Buruk Tinggi Lemah Buruk Rendah Kuat Buruk Rendah Lemah

T T T H H H H T

Menu ju

T


(38)

22

yang ada memungkinkan kebebasan untuk memberi hadiah dan hukuman kepada bawahan tertata dengan jelas dan spesifik.20 Pada situasi yang tidak menyenangkan (kolom 8), posisi kekuasaan pemimpin rendah. Gaya kepemimpinan yang berorientasi pada tugas akan berjalan dengan baik jika pemimpinnya memiliki profesionalisme tinggi.

Gaya yang berorientasi pada hubungan akan efektif digunakan dalam situasi yang relatif menyenangkan (kolom 4, 5, 6, dan 7). Kolom 5, pemimpin tidak disukai oleh anggota kelompok karena kondisi tugas yang terstruktur. Kolom 4, pemimpin disukai oleh anggota kelompoknya tetapi tugas-tugas tidak terstruktur. Pemimpin yang berorientasi pada hubungan dapat bekerja dengan efektif apabila mendapat dukungan dari kelompoknya. Tugas seorang pemimpin yang berorientasi pada hubungan adalah dengan menjaga hubungan baik antar kelompok.

Menurut Hersey dan Blanchard, hubungan antara pimpinan dan anggotanya mempunyai empat tahap/fase yang diperlukan bagi pimpinan untuk mengubah gaya kepemimpinan, yaitu :

a. Pada kesiapan awal perhatian pimpinan pada tugas sangat tinggi, anggota diberi instruksi yang jelas dan dibiasakan dengan peraturan, struktur dan prosedur kerja.

b. Tahap selanjutnya adalah dimana anggota sudah mampu menangani tugasnya, perhatian pada tugasnya sangat penting karena bawahan belum dapat bekerja tanpa struktur. Kepercayaan pimpinan pada bawahan semakin meningkat.

c. Tahap ketiga dimana anggota mempunyai kemampuan lebih besar dan motivasi berprestasi mulai tampak dan mereka secara aktif mencari tanggung jawab yang lebih besar, pemimpin masih harus mendukung dan memberikan perhatian, tetapi tidak perlu lagi memberikan pengarahan. d. Tahap yang terakhir adalah tahap dimana anggota mulai

percaya diri, dapat mengarahkan diri dan berpengalaman,

20Abi Sujak,


(39)

pemimpin dapat mengurangi jumlah perhatian dan pengarahan.21

Tinggi Tingkah laku hubungan

(memberikan tingkah laku untuk mendukung)

Rendah

Tingkah laku tugas

(Memberikan pedoman/pengarahan)

Gambar 2.2 Model Kepemimpinan Situasional Hersey-Blanchard22

Pada model 1 pemimpin memberikan pengarahan yang baik terhadap tugas para bawahannya agar mereka maksimal dalam mengerjakan pekerjaannya, ia memotivasi para bawahannya dengan baik sehingga pekerjaan menjadi lebih baik. Tetapi dalam model ini, antara pemimpin dengan bawahannya tidak memiliki hubungan yang baik, ia lebih mementingkan pekerjaannya daripada hubungannya dengan para bawahan.

Pada model 2 pemimpin memberikan pengarahan yang baik terhadap tugas-tugas yang ia berikan, pemimpin memotivasi para bawahan dengan baik agar pekerjaannya lebih baik, anggota diberikan instruksi yang baik oleh pemimpin, dan dalam model ini antara pemimpin dengan para bawahannya memiliki hubungan yang baik, ia menaruh kepercayaan kepada para bawahannya

21

Veithzal Rivai, Deddy Mulyadi, Kepemimpinan Dan Perilaku Organisasi, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2011), h. 16

22Ibid Hubungan tinggi dan tugas rendah (3) Tugas tinggi dan hubungan tinggi (2) Hubungan rendah dan tugas rendah (4) Tugas tinggi dan hubungan rendah (1)


(40)

24

dengan baik, dan percaya terhadap para bawahannya bahwa mereka mampu dan bisa mengerjakan semua pekerjaannya.

Pada model 3 hubungan antara pemimpin dengan anggotanya berjalan dengan baik, pemimpin memotivasi para bawahan dengan baik, pemimpin memberikan kesempatan kepada para bawahan untuk ikut andil dalam mengeluarkan pendapat yang positif untuk kemajuan organisasi. Tetapi dalam model ini pemimpin kurang memberikan pengarahan yang baik terhadap para bawahannya mengenai tugas yang diberikan.

Pada model 4 hubungan antara pemimpin dengan para anggotanya rendah, dan dalam model ini pemimpin tidak memberikan pengarahan yang baik terhadap para bawahan. Pemimpin dalam model ini tidak memperdulikan hubungannya dengan para bawahan, dan tidak memperdulikan bagaimana kinerja para pegawai.

Pada dimensi hubungan pemimpin dan anggota kelompok, fiedler menganggap sangat penting dari sudut pandangan seorang pemimpin, apabila kekuasaan atas dasar kedudukan/jabatan dan struktur tugas dapat dikendalikan secara lebih luas dalam suatu badan usaha/organisasi dan selama anggota kelompok suka melakukan dan penuh kepercayaan terhadap pemimpinnya dan suka mengikuti kepemimpinannya.23 Fiedler memberikan perhatian mengenai pengukuran orientasi kepemimpinan dari seorang individu. Ia mengembangkan Least-Preferred Co-Worker (LPC) Scale untuk mengukur dua gaya kepemimpinan :

a. Gaya berorientasi tugas, yang mementingkan tugas atau otoritatif.

b. Gaya berorientasi hubungan, yang mementingkan hubungan kemanusiaan.

Sedangkan kondisi situasi terdiri dari dua faktor utama, yaitu :

23Soewarno Hendayaningrat,

Pengantar Studi Ilmu Administrasi Dan Manajemen,


(41)

a. Hubungan pemimpin-anggota, yaitu derajat baik/buruknya hubungan antara pemimpin dan bawahan.

b. Struktur tugas, yaitu derajat tinggi/rendahnya strukturisasi, standardisasi dan rincian tugas pekerjaan.24

Hubungan antar manusia yang baik adalah landasan penting untuk terciptanya sebuah organisasi yang baik. Hubungan yang baik antara kepala sekolah dengan guru akan memperbaiki tugas dan kualitas pekerjaan para guru. Guru tidak sungkan mengeluarkan pendapatnya dalam berbagai forum sebagai usaha untuk meningkatkan kualitas sekolah dan memberikan pendapatnya agar kualitas sekolah semakin meningkat. Jika tidak ada hubungan yang baik antara guru dengan kepala sekolah, para guru takut untuk mengeluarkan pendapat mereka dan pikiran mereka tidak berkembang karena pemimpin tidak memberikan kebebasan kepada para guru untuk mengeluarkan pendapat mereka. hubungan antara kepala sekolah dengan guru yang baik, menjadikan kualitas sekolah lebih baik.

Kepala sekolah yang memiliki kedekatan dan memiliki hubungan yang baik dengan para guru, ia akan dengan gampang mempengaruhi kinerja para guru, mengontrol setiap pekerjaan para guru dengan efektif. Salah satu hal yang dapat mempengaruhi kepuasan kerja guru adalah hubungan yang baik antara kepala sekolah dengan guru, karena dengan hubungan yang baik maka akan tercipta iklim organisasi yang baik. Guru yang memiliki kedekatan hubungan yang baik dengan kepala sekolah akan merasa senang bekerja, karena kepala sekolah memberikan motivasi agar pekerjaannya lebih baik, kepala sekolah mendorong para guru untuk bekerja lebih baik dari sebelumnya.

24Veithzal Rivai, Deddy Mulyadi,

Kepemimpinan Dan Perilaku Organisasi, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2011), h. 12


(42)

26

Telaah kepemimpinan yang dilakukan pada pusat riset Universitas of Michigan, melalui penelitian ini mengidentifikasikan dua gaya kepemimpinan yang berbeda, disebut sebagai job-centered yang berorientasi pada pekerjaan dan employee-centered yang berorientasi pada karyawan.

a. Pemimpin yang job-centered

Pemimpin yang berorientasi pada tugas menerapkan pengawasan ketat, sehingga bawahan melakukan tugasnya dengan menggunakan prosedur yang telah ditentukan. b. Pemimpin yang berpusat pada bawahan

Mendelegasikan pengambilan keputusan pada bawahan dan membantu pengikutnya dalam memuaskan kebutuhannya dengan cara menciptakan lingkungan kerja yang suportif.25 Sama halnya dengan pendapat-pendapat yang sebelumnya bahwa pemimpin yang berorientasi pada tugas sangat memperhatikan tugas-tugas para bawahannya. Pemimpin ini menerapkan pengawasan yang ketat, mengandalkan hukuman kepada para pekerja yang tidak melaksanakan tugasnya sesuai dengan prosedur. Menurutnya perhatian terhadap para pekerja adalah sesuatu yang mewah. Jika pemimpin yang berorientasi terhadap hubungan manusia, ia lebih memperhatikan hubungan yang baik dan lingkungan atau iklim organisasi yang baik, karena menurutnya dengan mempunyai hubungan kerja yang baik dengan para bawahan, maka akan sangat mudah untuk mempengaruhi dan mengevaluasi pekerjaan para bawahan. Ia mendelegasikan pengambilan keputusan kepada bawahannya, karena ia ingin para anggotanya ikut andil dalam mengeluarkan pendapat demi ketercapaian tujuan organisasi yang efektif dan efisien.

Sondang. P. Siagian dalam bukunya, dari sudut gaya manajerialnya, para pemimpin dalam berbagai bentuk organisasi dapat digolongkan dalam :

a. Tipe paternalistik b. Tipe Demokratik26

25


(43)

Terdapat beberapa macam tipe pemimpin menurut Sondang. P. Siagian dari sudut pandang gaya manajerialnya, yaitu tipe paternalistik yaitu tipe pemimpin yang terlalu melindungi karena ia menganggap bawahannya adalah makhluk yang tidak dewasa, dan tipe pemimpin ini, ia tidak memberikan kesempatan kepada para bawahannya untuk mengambil keputusan karena ia menganggap dirinyalah yang paling tahu. Pemimpin ini jarang memberikan kesempatan kepada bawahannya untuk mengembangkan daya kreasi mereka, jarang memberikan kesempatan para bawahannya untuk mengeluarkan pendapat bahkan ia tidak mengajak para bawahannya untuk ikut andil dalam memutuskan jawaban dari setiap persoalan dalam organisasi. ia juga tidak memberikan kesempatan kepada bawahannya untuk mengembangkan potensi dirinya dalam organisasi. Ia menganggap dirinyalah yang paling tahu, maka dari itu ia tidak memberikan kesempatan kepada bawahannya untuk maju.

Lain halnya dengan tipe demokratis, pada tipe ini ia senang menerima pendapat dari para bawahannya, ia dengan bebas memberikan kesempatan kepada para bawahannya untuk mengeluarkan pendapatnya untuk kebaikan dan kemajuan organisasi. Ia selalu berusaha untuk menjadikan bawahannya lebih sukses darinya. Ia mengarahkan para bawahannya untuk berani bertindak walaupun mungkin berakibat pada kesalahan agar para bawahannya tidak melakukan kesalahan yang sama. Pemimpin ini memberikan kesempatan maju untuk para bawahannya. Ia juga berusaha mengembangkan dirinya menjadi lebih baik. Dalam hal ini, pemimpin tidak memaksakan kehendaknya, ia selalu mensinkronisasikan kepentingan dan tujuan organisasi dengan tujuan pribadi para bawahannya, dan ia selalu memberikan

26


(44)

28

masukan-masukan atas keluhan-keluhan yang dialami oleh bawahannya. ia senang menerima pendapat bahkan kritikan dari bawahannya, ia menganggap dengan kritikan dan pendapat ia dapat menjadi lebih baik dan organisasi juga dapat berjalan dengan baik bahkan dapat lebih berkembang.

Graves di Stanford University memberikan laporan “Group Processes In Training Administrations” laporannya dalah

mengenai 4 tipe kepemimpinan yang antara lain terdiri dari : a. Tipe Autorian

b. Tipe Laizzes-faire c. Tipe demokratis

d. Tipe pseudo demokratis27

Dalam bukunya, Hendiyat Soetopo dan Wasty Soemanto berpendapat bahwa ada 4 tipe kepemimpinan berdasarkan laporan

“Group Process in Training Administration yaitu tipe autorian,

yaitu seorang pemimpin yang bersifat ingin berkuasa, dan tidak memberikan kesempatan kepada para anggota untuk ikut andil dalam memutuskan persoalan. Lain halnya dengan tipe laizzes faire, tipe ini segala peraturan, kebijaksanaan suatu institusi berada di tangan anggota. Jika tipe demokratis, pemimpin dalam tipe ini menghargai seluruh masukan dari para anggotanya, tetapi keputusan tetap berada di tangan seorang pemimpin. Jika tipe pseudo demokratis, pemimpin ini adalah pemimpin demokrasi yang semu, pemimpin ini memberikan kesempatan kepada para bawahan untuk ikut serta dalam mengambil keputusan, tetapi sebenarnya hal ini memanipulasi agar pendapatnya yang disetujui.

27 Hendiyat Soetopo, Wasty Soemanto,

Kepemimpinan Dan Supervisi Pendidikan,


(45)

Tannenbaum dan Schmidt dalam artikel mereka yang dimuat dalam majalah Havard Bussiness Review : “How To Choose a

Leadership Pattern”, berargumen bahwa gaya kepemimpinan otokratis dan demokratis, keduanya merupakan gaya kepemimpinan, dan oleh karenanya dapat didudukkan dalam suatu kontinum dari perilaku pemimpin yang sangat otokratis pada suatu ujung sampai pada perilaku pemimpin yang sangat demokratik pada ujung yang lain :

a. Gaya kepemimpinan kontinum

Menurut Robert Tannenbaum dan Warren Schmidt ada dua bidang pengaruh yang ekstrem. Pertama, bidang pengaruh pimpinan dan kedua, bidang pengaruh kebebasan bawahan.

b. Gaya managerial Grid

Dalam pendekatan ini manager berhubungan dengan dua hal, yakni produksi disatu pihak dan orang-orang dipihak lain. Dalam hal ini ada gaya yang efektif dan tidak efektif, yaitu :

1) Gaya efektif a) Eksekutif

b) Pencinta pengembangan c) Otokratis yang baik hati d) Birokrat

2) Gaya tidak efektif

a) Pencinta kompromi b) Missionari

c) Otokrat

d) Lari dari tugas (Deserter).28

Dalam bukunya terdapat dua gaya kepemimpinan, yaitu gaya kepemimpinan kontinum dan gaya kepemimpinan managerial grid. Gaya kepemimpinan kontinum yang pertama adalah bidang pengaruh pimpinan dalam hal ini pemimpin menggunakan otoritasnya dalam memimpin, dengan kata lain pada gaya yang pertama adalah gaya kepemimpinan yang bersifat otoriter, ia menggunakan otoritasnya untuk memimpin, seluruh anggotanya harus melaksanakan apa yang ia perintahkan, dan dalam pengambilan keputusan ia bersikap otoriter, keputusan berada

28


(46)

30

ditangannya, dan tidak memberikan kesempatan kepada para bawahan untuk memberikan pendapatnya. Lain halnya dengan yang kedua, yaitu bidang pengaruh kebebasan bawahan. Dalam hal ini pemimpin bersikap demokratis, ia mau menerima pendapat dari para bawahannya, ia memberikan kebebasan kepada para bawahan untuk mengeluarkan pendapatnya. Pemimpin mengarahkan para bawahan untuk mengeluarkan pendapatnya.

Gaya yang kedua adalah gaya managerial grid dalam pendekatan ini ada dua hal yaitu bagaimana seorang pemimpin memikirkan mengenai produksi dan hubungan antar personal. Dalam gaya ini ia harus mempertimbangkan berapa banyak produksi yang harus dihasilkan dengan tidak mengurangi hubungannya dengan para bawahan. Ia harus benar-benar mempertimbangkan keputusan yang akan ia ambil, memahami prosedur, melakukan penelitian dan harus memiliki pemikiran yang kreatif, dengan tidak lupa memperhatikan kualitas pelayanan para bawahan, dan menjadikan pekerjaannya berjalan dengan efektif dan efisien.

Dalam gaya manajerial grid terbagi menjadi dua gaya kepemimpinan, yaitu gaya kepemimpinan efektif dan tidak. Gaya kepemimpinan yang tergolong efektif yang pertama adalah gaya eksekutif yaitu gaya yang banyak memberikan perhatian kepada tugas dan hubungan kerja. Ada pula gaya pecinta pengembangan, yaitu gaya yang memberikan banyak perhatian terhadap hubungan kerja tetapi minim terhadap tugas-tugas pekerjaan. Gaya otokratis yang baik hati, yaitu kebalikan dari gaya pencinta pengembangan, gaya ini lebih banyak memperhatikan pekerjaan dan tugas-tugas yang dilaksanakan, daripada hubungan kerja. Dan yang terakhir adalah gaya birokrat, yaitu gaya ini mempunyai perhatian yang minim kepada tugas yang dikerjakan, maupun hubungan kerja.


(47)

Ada pula gaya yang tidak efektif. Yang pertama adalah gaya pencinta kompromi, yaitu gaya ini memberikan perhatian yang besar terhadap tugas yang dikerjakan dan hubungan kerja yang menekankan pada kompromi, apapun yang dilakukan harus berdasarkan kompromi. Gaya yang kedua adalah gaya missionari yaitu memberikan perhatian yang besar terhadap hubungan kerja, tetapi kurang memberikan perhatian terhadap tugas dengan perilaku yang tidak sesuai. Ada pula gaya otokrat, yaitu ia memiliki perhatian yang besar terhadap pekerjaan tetapi minim dalam hubungan kerja. Jika gaya kepemimpinan yang lari dari tugas, yaitu gaya ini sama sekali tidak memberikan perhatian baik pada tugas maupun pada hubungan kerja.

Robert House mengemukakan ada empat gaya kepemimpinan yang menjadi perilaku seorang pemimpin, yakni :

a. Kepemimpinan yang berorientasi pada prestasi b. Kepemimpinan direktif

c. Kepemimpinan partisipatif d. Kepemimpinan suportif.29

Menurut Robert House pemimpin yang efektif adalah pemimpin yang dapat menyesuaikan dirinya dengan situasi dalam sebuah organisasi. Ia mengemukakan ada 4 gaya kepemimpinan, yaitu : kepemimpinan yang berorientasi pada prestasi, dalam gaya ini pemimpin menaruh rasa percaya yang besar kepada para bawahannya bahwa mereka mampu menyelesaikan seluruh tugas dengan baik. Pemimpin hanya berpusat pada prestasi para pegawainya, pemimpin memberikan tantangan kepada para pegawai dan ia mengharapkan agar para bawahan berusaha mencapai tujuan seoptimal mungkin. Gaya yang ke 2 adalah gaya kepemimpinan direktif, yaitu pemimpin yang berorientasi pada hasil. Ia memberikan kesempatan kepada bawahannya untuk

29


(48)

32

mengentahui apa yang menjadi harapannya untuk organisasi yang dipimpinnya. Pemimpin dengan gaya ini memberikan pengarahan tentang tugas yang akan dilaksanakan oleh para bawahannya. Gaya kepemimpinan yang ke 3 yang dikemukakan oleh Robert Housen adalah gaya kepemimpinan partisipatif, yaitu pemimpin yang mau meminta saran kepada para bawahannya dan meminta para bawahannya untuk ikut andil dalam menberikan masukan-masukan positif dan ikut andil dalam menyelesaikan permasalahan dalam orgsanisasi. Dan gaya kepemimpinan yang ke 4 adalah gaya kepemimpinan suportif, yaitu seorang pemimpin yang berorientasi pada hubungan manusia. Ia berusaha mendekatkan diri dan menyenangkan perasaan para bawahannya, ia menganggap bawahannya adalah kawan, menurutnya, sebuah organisasi dapat berjalan dengan baik jika seluruh anggota dalam organisasi tersebut memiliki hubungan yang baik. Dengan memiliki hubungan yang baik antara atasan dan bawahan, maka akan dengan sangat mudah ia mengontrol, membimbing para bawahannya.

Gaya kepemimpinan yang utama terbagi menjadi dua yaitu gaya kepemimpinan yang berorientasi kepada tugas dan gaya kepemimpinan yang berorientasi pada hubungan manusia. Gaya kepemimpinan yang berorientasi pada tugas lebih mengutamakan tugas yang dikerjakan, ia mengarahkan, mengontrol pekerjaan para pegawainya dengan sangat teliti, tidak jarang pemimpin dalam hal ini memiliki sikap yang otoriter dan memaksakan kehendaknya. Yang ia perdulikan hanya pekerjaan, semua pekerjaan harus sesuai dengan yang ia inginkan, pemimpin membantu para pekerjanya untuk menyusun rencana kerja, memberi arahan kepada para pekerja agar pekerjaannya berjalan sesuai dengan yang ia inginkan. Pemimpin dengan tegas memberi tahu aturan-aturan yang terdapat dalam organisasi, dan para pegawainya harus melaksanakan tugas


(49)

sesuai dengan aturan-aturan yang ia buat. Pemimpin memberikan tugas sesuai dengan jabatan dan keahlian para pekerjanya. Pemimpin dalam hal ini harus menciptakan saluran komunikasi yang baik dalam organisasi. Setiap informasi ia bagikan kepada seluruh anggotanya sesuai dengan struktur yang terdapat dalam organisasi. pemimpin mengarahkan seluruh pegawainya untuk mengikuti aturannya dan mengarahkan pegawainya agar tujuan dari organisasi tercapai. Ia menganggap keberhasilan sebuah organisasi tergantung dari kualitas pekerjaan yang dilakukan. Pemimpin yang berorientasi pada hubungan adalah pemimpin yang lebih mementingkan hubungannya dengan para bawahan. Pemimpin ini lebih mengutamakan hubungannya dengan para bawahan. Ia mengganggap dengan memiliki hubungan yang baik, maka akan dengan mudah ia dapat mempengaruhi bawahannya. Ia menaruh rasa percaya yang besar kepada para pegawainya bahwa mereka mampu melaksanakan tugas dengan baik tanpa harus memaksakan kehendak. ia menampung seluruh keluhan-keluhan yang dialami setiap pegawainya dan berusaha memberikan solusi yang terbaik dari setiap keluhan dan permasalahan yang dialami. Pemimpin menghargai setiap pekerjaan para bawahannya, ia membiarkan para pekerjanya untuk mengembangkan potensi dirinya.

Pemimpin yang berorientasi pada hubungan membiarkan para pegawai untuk mengembangkan dirinya, agak kualitas pekerjaannya semakin baik. Pemimpin memberikan kebebasan para pegawai untuk mengeluarkan pendapatnya, dan mengajak berdiskusi untuk memecahkan persoalan yang dihadapi oleh organisasi. Pemimpin ini harus dapat menciptakan hubungan yang baik dalam organisasi, karena hubungan yang baik akan memberikan kenyamanan seseorang dalam bekerja. Motivasi dan


(50)

34

perhatian yang baik dari pemimpin akan sangat berpengaruh terhadap ketercapaian pekerjaan, dengan memberikan motivasi maka para pegawai merasa diperhatikan dan dihargai, bahkan dipercaya oleh pemimpinnya untuk mengerjakan tugas dengan baik. Motivasi dan arahan yang baik sangat menunjang ketercapaian pekerjaan yang baik yang annatinya akan berpengaruh terhadap kualitas organisasi.

B. Kepuasan Kerja

1. Pengertian Dan Hakikat Kepuasan Kerja

Kepuasan kerja seseorang adalah merupakan suatu perasaan yang bersifat individual, setiap orang akan mempunyai tingkat kepuasan yang berbeda-beda tergantung dari cara penilaian oleh diri individu yang bersangkutan.30 Dalam sebuah organisasi kepuasan kerja pegawai sangat penting, karena kepuasan kerja adalah perasan puas/tidak puasnya seseorang dalam bekerja. Dalam bukunya, Sondang. P. Siagian mengartikan kepuasan kerja sebagai suatu cara pandang seseorang baik yang bersifat positif maupun

negatif tentang pekerjaanya.”31

Menurut Stephen P. Robbins dan Timithy A. Judge kepuasan kerja adalah “suatu perasaan positif tentang pekerjaan seseorang yang merupakan hasil dari sebuah evaluasi karakteristiknya.”32 Jika pegawai merasa puas dengan apa yang ia kerjakan, maka akan berpengaruh positif terhadap kinerjanya, dan akan menjadikan kualitasnya lebih baik.

Jika menurut Adam Ibrahim Indrawijaya, pengertian kepuasan kerja mencakup berbagai hal, seperti kognisi, emosi dan kecenderungan perilaku seseorang. Kepuasan itu tidak nampak

30

Try bubu, Kepuasan Kerja, diakses pada tanggal 4 september 2013 ( http://ruined-info4u.blogspot.com/2011/03/kepuasan-kerja.html)

31

Sondang P. Siagian, Manajemen Sumber Daya Manusia, (Jakarta: Bumi Aksara, 2011), h. 295

32 Stephen P. Robbins, Timoty A. Judge,

Perilaku Organisasi, (Jakarta: Salemba empat, 2008), h. 107


(51)

secara nyata, tetapi dapat berwujud dalam sutu hasil pekerjaan.33 Menurut Ibrahim Indrawijaja, seseorang yang merasa puas atau tidak puas dalam pekerjaannya tidak nampak secara nyata, tetapi hasil dari pekerjaannyalah yang memperlihatkan bahwa ia puas atau tidak puas dalam bekerja. Menurutnya, perilaku seseorang dan hasil pekerjaanlah yang menunjukkan seorang pegawai tersebut puas atau tidak. Dengan kata lain, hasillah yang menentukan puas dan tidaknya seseorang dalam bekerja.

Pendapat lain dikemukakan oleh Newstrom bahwa “job satisfaction is the favorableness or unfavorableness with employes

view their work”. Kepuasan kerja berarti perasaan mendukung atau tidak mendukung yang dialami (pegawai) dalam bekerja.34 Jadi menurut Newstrom puas dan tidaknya seseorang dalam bekerja adalah sebuah perasaan yang diungkapkan oleh pegawai. Perasaan tersebut dapat mendukung atau tidak mendukung seseorang dalam pekerjaannya. Jika ia merasa tidak puas maka dukungan untuk bekerja rendah sehingga hasil yang dikerjakan oleh pegawaipun tidak maksimal. Seorang pegawai yang kepuasan kerjanya tinggi, maka otomatis dirinya akan mendukung dirinya sendiri untuk bekerja lebih baik lagi, dan menghasilkan pekerjaan yang baik pula.

Robbins mengartikan kepuasan kerja sebagai sikap umum individu terhadap pekerjaannya. Sikap individu bisa menyangkut puas dan tidak puas pada seluruh dimensi pekerjaannya.35 Menurutnya kepuasan kerja kerja adalah sebuah perasaan yang timbul akibat pekerjaannya, jika ia tidak merasa nyaman dengan

33 Adam Ibrahim Indrawijaya,

Perilaku Organisasi, (Bandung: Sinar Baru, 1989), h. 72

34

Anan Nur, Kepuasan Kerja, diakses pada tanggal 6 februari 2013, ( http://anan-nur.blogspot.com/2011/02/kepuasan-kerja.html)

35

Husaini Usman, Manajemen Teori Praktik Dan Riset Pendidikan, (Jakarta: Bumi Aksara, 2010), h. 498


(52)

36

pekerjaannya, maka otomatis kepuasan kerja pegawai tersebut juga buruk. Sikap yang ditimbulkan oleh pegawai mencerminkan perasaan ia terhadap pekerjaannya. Pekerjaan yang tidak sesuai dengan kemampuannya, akan berakibat pada ketidak puasan kerja pegawai tersebut, yang nantinya akan berakibat pula kepada hasil dr pekerjaan tersebut. Lain halnya dengan yang diungkapkan Yulk, ia menjelaskan bahwa kepuasan kerja adalah sikap seseorang terhadap pekerjaannya yang mencerminkan pengalaman yang menyenangkan dan tidak menyenangkan dalam pekerjaannya serta harapan-harapannya terhadap pengalaman masa depan.36

Howell dan Dipboye memandang kepuasan kerja sebagai hasil keseluruhan dari derajat rasa suka atau tidak sukanya tenaga kerja terhadap berbagai aspek dari pekerjaannya.

Model A

Kondisi Sikap Motivasi Unjuk

Kerja Kerja Kerja Kerja

Model B

Kondisi Motivasi Unjuk Sikap Kerja Kerja Kerja Kerja

Model C

Kondisi Motivasi Sikap Kerja 1 Kerja 1 Kerja

Kondisi Motivasi Unjuk Kerja 2 Kerja 2 Kerja

Gambar 2.3 Beberapa Model Dari Hubungan Kausal Antara Motivasi Kerja, Unjuk Kerja, Dan Sikap Kerja37

36

Ibid., h. 464

37 Ashar Sunyoto Munandar,

Psikologi Industri dan Organisasi, (Jakarta: UI Press, 2006), h. 350-353


(53)

Pada model A, kondisi kerja mempengaruhi sikap tenaga kerja terhadap pekerjaan dan organisasi, dan sikap ini mempengaruhi usaha untuk melakukan pekerjaan. Berdasarkan model A, manajemen perlu menciptakan kondisi kerja yang baik dan positif terhadap pekerjaan, karena sikap kerja yang positif akan membuat para pekerja lebih efektif dalam bekerja.

Dalam model B, para pekerja yang bekerja dengan baik dan giat akan merasa bangga terhadap pekerjaannya dan secara langsung akan lebih mengembangkan pekerjaan mereka dan akan berpengaruh terhadap organisasi. Manajemen tidak perlu secara langsung memperhatikan kepuasan kerja para pekerjanya, manajemen hanya perlu menunjukkan tindakan yang menyatakan bahwa mereka dapat bekerja dengan baik dan profesional dan mendapat umpan balikan tentang hasil unjuk kerjanya.

Model C bahwa tidak ada hubungan langsung antara sikap kerja dan unjuk kerja. Sikap kerja tidak menyebabkan timbulnya unjuk kerja tertentu, begitu juga sebalikya. Implikasi dari model ini ialah manajemen perlu melakukan tindakan positif jika menginginkan sikap kerja yang positif dan melakukan tindakan lain jika ingin memotivasi para pekerja, sehingga akan menimbulkan unjuk kerja yang tinggi.

Sikap kerja dalam model A, B, C mengungkapkan kepuasan kerja. Dalam model ini semakin positif sikap kerjanya, maka akan semakin besar kepuasan kerjanya.

Salah satu diantara persoalan paling banyak menimbulkan perdebatan dan menimbulkan kontroversi pendapat yaitu studi tentang kepuasan jabatan. Ada tiga macam pandangan sehubungan dengannya, yaitu :


(54)

38

a. Kepuasan menyebabkan timbulnya unjuk kerja b. Unjuk kerja menyebabkan timbulnya kepuasan

c. Imbalan-imbalan menimbulkan pengaruh, tetapi tidak adanya hubungan yang bersifat inheren.38

Jika seorang pegawai merasa puas dengan pekerjaannya maka unjuk kerja yang ditunjukkan akan baik, dan sebaliknya unjuk kerja yang baik menyebabkan kepuasan kerja yang baik. Jika seorang pegawai bekerja dengan penuh semangat, dan pekerjaannya sesuai dengan yang ia harapkan maka ia akan merasa puas dengan pekerjaannya karena hasil pekerjaan yang baik berarti kepuasan kerjanya tinggi, begitu pula sebaliknya. imbalan yang diterima pegawai menimbulkan pengaruh terhadap kepuasan kerja dan hasilnya, tetapi imbalan bukan faktor yang utama atau satu-satunya faktor yang menunjang kepuasan kerja pegawai.

Kepuasan kerja adalah seperangkat perasaan karyawan yang menyenangkan atau tidak menyenangkan berdasarkan imbalan material dan imbalan psikologis. Kepuasan kerja memiliki banyak dimensi, antara lain :

a. Kepuasan kerja dapat mewakili sikap secara menyeluruh atau mengacu pada bagian pekerjaan misalnya pada isi pekerjaan dan pada konteks pekerjaan.

b. Kepuasan kerja merupakan seperangkat perasaan.

c. Kepuasan kerja bersifat dinamik, ia dapat naik dan turun dengan cepat sehingga perasaan pekerja terhadap organisasi perlu diperhatikan secara berkesinambungan.39

Kepuasan kerja adalah perasaan menyenangkan dan tidak menyenangkan seseorang terhadap pekerjaannya. Kepuasan kerja dapat mewakili sikap para pekerjanya. Karena kepuasan kerja adalah sebuah perasaan, maka jika ia merasa puas, pekerjaannya akan berjalan dengan baik, jika tidak maka pekerjaan tersebut akan

38

J. Winardi, Manajemen Perilaku Organisasi, (Jakarta: Kencana Prenada Media Grup, 2007), h. 218

39


(55)

terbengkalai. Kepuasan kerja dapat naik dan turun tergantung bagaimana kondisi dan lingkungan kerjanya. Jika seorang pekerja merasa bosan dengan pekerjaanya, maka dapat dikatakan bahwa kepuasaannya sedang menurun, begitupun sebaliknya. Seorang pemimpin secara berkesinambungan harus memperhatikan sikap para bawahannya, mereka merasa puas atau tidak, dan faktor apa yang membuat kepuasan mereka meningkat dan menurun.

Menurut Darsono dan Tjatjuk Siswandoko, “lingkungan eksternal diluar pekerjaan mempengaruhi perasaan pekerja. Oleh sebab itu kepuasan kerja merupakan bagian dari kepuasan hidup pekerja. Jika pekerja hidupnya merasa puas, artinya terjadi kepuasan kerja, karena kerja adalah basis kehidupan.”40 Faktor dari puas dan tidaknya seseorang dalam bekerja tidak hanya dari dalam organisasi. Faktor eksternal juga berpengaruh dalam kepuasan dan ketidak puasan seorang pegawai. Jika seorang pekerja merasa puas dengan pekerjaannya, maka akan berpengaruh terhadap kenyamanan hidup pegawai. Bukan hanya hasil kerjaan yang akan meningkat dan maksimal, kehidupan diluar pekerjaan juga akan meningkat. Maka dari itu kepuasan kerja sangat berpengaruh terhadap hidup dan kehidupan seseorang.

2. Faktor-Faktor Kepuasan Kerja

Faktor kepuasan kerja adalah hal-hal yang membuat pegawai merasa puas terhadap pekerjaannya. Kepuasan kerja tidak hanya dipicu oleh besarnya gaji/upah yang ia terima, banyak faktor lain yang mempengaruhinya, contohnya adalah hubungan antara atasan dan bawahan, tempat kerja yang nyaman, dan masih banyak lagi. Setiap orang merasa puas dengan pekerjaanya karena berbagai faktor. Si A merasa puas dengan faktor gaji/upah yang ia terima,

40 Darsono, Tjatjuk Siswandoko,

Manajemen Sumber Daya Manusia Abad 21, (Jakarta: Nusantara Consulting, 2011), h. 214


(56)

40

lain lagi dengan pegawai B, belum tentu ia merasa puas dengan gaji yang ia terima. Faktor dari kepuasan kerja bermacam-macam tergantung tingkat kenyamanan seseorang. Maka akan dibahas beberapa faktor kepuasan kerja dengan beberapa pendapat para ahli.

Dalam buku Ashar Sunyoto, banyak faktor yang telah diteliti sebagai faktor yang mungkin menentukan kepuasan kerja, yaitu:

a. Ciri-ciri intrinsik pekerjaan

b. Gaji penghasilan, imbalan, yang dirasakan adil c. Penyelia.

d. Rekan-rekan sejawat yang menunjang e. Kondisi kerja yang menunjang41

Dalam buku Ashar Sunyoto, terdapat beberapa faktor penentu kepuasan kerja pegawai, yaitu ciri-ciri intrinsik pekerjaan adalah faktor-faktor internal organisasi penentu kepuasan kerja, seperti jumlah pekerjaan, otonomi pemimpin, metode kerja yang diterapkan oleh pemimpin, kreativitas, keragaman, kesulitan. Faktor intrinsik tersebut mempengaruhi keefektifan kinerja para pegawai dalam sebuah organisasi. Terdapat pula lima ciri intrinsik yang kaitannya dengan kepuasan, yaitu keragaman keterampilan, hal ini berkaitan dengan kreatifitas para pegawai dalam bekerja, semakin banyak ragam keterampilan yang digunakan, maka pekerjaan menjadi tidak membosankan. Dalam hal ini kreatifitas pegawai dibutuhkan dalam menjalankan pekerjaannya. Faktor intrinsik yang kedua adalah jati diri tugas, yaitu kesesuaian antara tugas yang diberikan dengan kemampuan seseorang. Seseorang yang mendapatkan tugas lebih dari kemampuannya, kepuasan kerjanya akan minim, karena ia merasa tugas yang diberikan tidak sesuai dengan kemampuannya. Yang ketiga adalah tugas yang penting, yaitu jika menurutnya tugas yang diberikan penting, maka

41Ashar Sunyoto Munandar,

Psikologi Industri dan Organisasi, (Jakarta: UI Press, 2006), h. 354-363


(57)

ia akan memaksimalkan pekerjaannya dan hasilnya juga akan maksimal. Jika tugas tersebut dirasakan penting, maka ia cenderung mempunyai kepuasan kerja. Yang keempat adalah otonomi, yaitu pemimpin yang memberikan kebebasan kepada bawahannya untuk ikut andil dalam memberikan masukan dan memberi peluang untuk mengambil keputusan, maka akan cepat menimbulkan kepuasan kerja. Dan yang kelima adalah pemberian balikan kepada pegawai, yaitu seorang pemimpin yang menghargai pekerjaan para bawahannya, dan memberikan penghargaan atau balikan yang seimbang dengan pekerjaan yang telah mereka kerjakan.

Faktor yang menentukan kepuasan kerja menurut Ashar Sunyoto yang kedua adalah gaji penghasilan, imbalan yang dirasakan adil. Gaji juga menjadi salah satu faktor yang menyebabkan seseorang merasa puas dan tidak, karena gaji dan imbalan adalah sebagai tolok ukur sebuah organisasi menghargai kinerja para pegawai. Jika pekerjaan yang ia kerjakan sulit, tetapi gaji atau imbalan yang ia terima tidak sesuai, maka kepuasan kerjanya akan minim. Seseorang yang mendapatkan gaji atau imbalan yang sesuai dengan apa yang telah dikerjakan, akan merasa puas, begitupun sebaliknya. karena gaji dapat memenuhi harapan-harapan dan kebutuhan tenaga kerja.

Faktor ketiga adalah faktor penyelia (pemimpin). Pemimpin yang memberikan rasa nyaman dan aman untuk para pegawainya, akan menimbulkan kepuasan kerja yang tinggi. Ada satu gaya kepemimpinan yang konsisten memberikan kepuasan kerja pegawai yaitu penenggangan rasa. Pemimpin yang mempunyai tenggang rasa kepada pegawainya, ia akan memberikan kebebasan kepada para pegawai untuk menyalurkan masukan-masukan positif untuk perusahaan, ia akan membimbing seluruh pegawainya untuk


(58)

42

mengeluarkan pendapatnya demi ketercapaian tujuan organisasi dengan efektif dan efisien, dan ia akan mengajak para pegawainya untuk ikut andil dalam memutuskan sesuatu hal. Menurut Locke, tingkat kepuasan kerja yang paling besar adalah jika hubungan antar atasan-bawahan berjalan dengan baik, dan hasil pekerjaan bahkan tujuan organisasi dapat berjalan dengan efektif dan efisien.

Faktor yang keempat adalah rekan sejawat yang menunjang. Setiap pekerjaan dalam organisasi memiliki kaitan dengan pekerjaan lain. Mereka berada dalam satu perusahaan yang sama dan tujuan yang sama, seharusnya antar rekan sejawat saling membantu dan memberi masukan positif agar tujuan tercapai dengan efektif dan efisien. Rekan sejawat juga menentukan puas dan tidaknya seseorang, karena setiap orang pasti membutuhkan orang lain dalam hidupnya, jika rekan sejawat tidak sepaham dan tidak membuat nyaman, maka ia tidak akan merasa puas dalam bekerja.

Faktor yang terakhir menurut Ashar Sunyoto adalah kondisi kerja yang mendukung. Lingkungan kerja yang nyaman, akan sangat berpengaruh terhadap kenyamanan seseorang dalam bekerja, bukan hanya rekan kerja yang membuat nyaman, faktor lingkungan pekerjaan juga menjadi faktor kepuasan kerja. Jika seseorang bekerja didalam ruangan yang sempit, panas, cahaya lampunya redup atau bahkan menyilaukan mata, makan ia tidak akan bekerja secara maksimal, berbeda dengan seorang yang bekerja diruangan yang nyaman. Begitupun dengan sarana prasarana, jika bekerja disuatu tempat dengan sarana dan prasarana yang lengkap, maka hasilnya akan lebih baik daripada seseorang yang bekerja dengan sarana prasarana yang kurang lengkap.


(1)

(2)

(3)

(4)

(5)

(6)