227
dan dengan begitu membangkitkan kerjasama yang efektif ke arah pencapaian tujuan – tujuan pendidikan.
Depdiknas 2000 : 10 menegaskan bahwa kepemimpinan kepala sekolah adalah cara atau usaha kepala sekolah dalam mempengaruhi, mendorong,
membimbing , mengarahkan, dan menggerakkan guru, staf , siswa , orang tua siswa, dan fihak lain yang terkait, untuk bekerja atau berperan serta guna
mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
2.2.2 Teori Kepemimpinan
Konsep tradisional tentang kepemimpinan menempatkan intuitif dan kecakapan praktis dianggap cukup bagi seseorang untuk memegang posisi
pemimpin. Pemikiran tentang kepemimpinan modern berangkat dari konsep bahwa kepemimpinan adalah suatu seni leadership is an art . Pemimpin
professional adalah seorang “ seniman “ dalam memimpin. Teori – teori kepemimpinan lahir dari berbagai penelitian dengan sudut
pandang atau pendekatan sesuai dengan tujuan dari penelitian . Beberapa teori yang mendasari penelitian ini meliputi teori sifat, pendekatan perilaku
behavior , model kontinuum otokratik – demokratik, teori situasional dan model kontingensi.
Teori sifat pendekatan sifat oleh Admodiwirio 1991 : 9 dinyatakan bahwa seorang pemimpin itu dikenal melalui sifat – sifat atau karakteristik
pribadinya. Dengan demikian secara umum keberhasilan seorang pemimpin ditentukan oleh sifat – sifat jasmani dan rohaninya.
228
Marbun 1980 : 46 menyatakan bahwa sifat – sifat pribadi seseorang merupakan persyaratan khusus bagi seseorang pemimpin, masih banyak dijumpai
sebagai suatu ukuran tentang bagaimana sebaiknya pemimpin itu. Berdasarkan pendekatan pada sifat – sifat kepemimpinan, para ahli telah
meneliti dan mengemukakan pendapatnya mengenai sifat – sifat makakah yang diperlukan seorang pemimpin agar berhasil dalam kepemimpinannya. Keith
Davis dalam Toha 1992 : 280 merumuskan empat sifat umum yang nampaknya mempengaruhi tehadap keberhasilam kepemimpinan organisasi ,
yaitu : 1 Kecerdasan, pemimpin mempunyai tingkat kecerdasan yang lebih tinggi dibandingkan dengan yang dipimpin, 2 Kedewasaan dan keluasan
hubungan sosial, pemimpin cenderung menjadi matang dan mempunyai emosi yang stabil, serta mempunyai perhatian yang luas terhadap aktivitas sosial.
Mempunyai keinginan untuk dihargai dan menghargai, 3 Motivasi diri dan dorongan berprestasi, para pemimpin secara relatif mempunyai dorongan
motivasi yang kuat untuk berprestasi. Mereka bekerja berusaha mendapatkan penghargaan yang intrisik dibandingkan ekstrisik , dan 4 Sikap – sikap
hubungan kemanusiaan, pemimpin – peminmpin yang berhasil mau mengakui harga diri dan kehormatan para pengikutnya, dan mampu berpihak kepadanya.
Thierauf dalam Purwanto 1987 : 34 mengemukakan enam belas sifat kepemimpinan yang baik , yaitu : 1 kecerdasan , 2 inisiatif, 3 daya khayal ,
4 bersemangat, 5 optimisme, 6 induvidualisme, 7 keberanian , 8 keaslian, 9 kesediaan menerima , 10 kemampuan berkomunikasi, 11 rasa perlakuan
229
yang wajar terhadap sesama,12 kepribadian , 13 keuletan, 14 manusiawi , 15 kemampuan mengawasi, dan 16 ketenangan diri.
Rodman L. Drake dalam Timpe 1991 : 4 - 8 menyatakan pemimpin organisasi yang ulung idealnya memiliki suatu kombinasi dari kebanyakan sifat
berikut : 9.
Kemampuan untuk memusatkan perhatian. 10.
Penekanan pada nilai yang sederhana . 11.
Selalu bergaul dengan orang. 12.
Menghindari profesionalisme tiruan. 13.
Mengelola perubahan. 14.
Mampu memilih orang. 15.
Hindari “ mengerjakan semua sendiri “. 16.
Mampu menghadapai kegagalan. Sifat kepemimpinan pendidikan yang dicetuskan oleh Ki Hajar
Dewantoro dalam Atmodiwirio 1991 : 13 yang masih tetap relevan sampai saat ini , yaitu bahwa seorang pemimpin itu harus :
5 Ing ngarso sung tulodo , yang berarti bahwa seorang pemimpin harus mampu
lewat sikap dan tindakannya menjadikan dirinya pola anutan dan ikutan orang – orang yang dipipinmnya.
6 Ing madyo mangun karso, yang berarti bahwa seorang pemimpin harus
mampu membangkitkan semangat berswakarya dan berkreasi pada orang – orang yang dibimbingnya.
7 Tut wuri handayani, yang berarti bahwa seorang pemimpin harus mampu
230
mendorong orang – orang yang diasuhnya agar berani berjalan di depan dan sanggup bertanggungjawab.
Pendekatan perilaku behavior bermaksud mengidentifikasikan perilaku – perilaku pribadi yang berhubungan dengan kepemimpinan efektif.
Pendekatan sifat dan perilaku mempunyai anggapan bahwa seorang induvidu yang memiliki sifat – sifat tertentu atau memperagakan perilaku – perilaku
tertentu akan muncul sebagai pemimpin dalam situasi kelompok apapun dimana ia berada Handoko , 1999 .
Greene dalam Miftah Thoha 1992 : 283 menyatakan ketika para bawahan tidak melaksanakan pekerjaan secara baik, maka pemimpin cenderung
menekankan pada struktur pengambilan inisiatif perilaku tugas . Tetapi ketika para bawahan dapat melaksanakan pekerjaan dengan baik, maka pemimpin
menaikkan penekanannya pada pemberian perhatian perilaku tata hubungan . Hal ini sejalan dengan teori kelompok yang beranggapan bahwa supaya
kelompok bisa mencapai tujuan – tujuannya, maka harus terdapat suatu pertukaran positif diantara pemimpin dan pengikut – pengikutnya, terutama
dimensi perilaku tugas dan dan perilaku tat hubungan. Model kontinuum otokratik – demokratik , andai di dunia ini hanya
terdapat dua model kepemimpinan, yaitu otokratik di satu fihak dan demokratik di fihak lain maka pendekatan yang diperlukan untuk menganalisis efektifitas
kepemimpinan barangkali cukup dengan dengan pendekatan keperilakuan saja. Ternyata pada model kepemimpinan otokratik di satu fihak dan
demokratik di lain fihak tidak selalu berlaku ekstrim , sehingga perlu
231
diperhatikan berbagai gaya dan perilaku lain karena kedua kutub tersebut lebih tepat dipandang sebagai permulaan dan akhir suatu kontinuum yang didalamnya
terdapat berbagai gaya dan perilaku kepemimpinan. Gaya dan perilaku tertentu bukan hanya dikaitkan dengan situasi dan kondisi yang dihadapai, akan tetapi
juga dengan fungsi kepemimpinan tertentu yang harus diselenggarakan. Dikaitkan dengan pengambilan keputusan, kontinuum dimaksud dapat
digambarkan sebagaimana gambar 3.
Gambar 3 Gaya Kepemimpinan Otokratik- Demokratik
Sumber : Siagian , 1999 : 131
Teori situasional dan model kontingensi, teori situasional yang dikembangkan oleh Paul Hersey dan Ken Blanchard cukup menarik untuk
didalami karena paling sedikit tiga alasan , yaitu : penggunaannya yang meluas,
Gaya Otokratik Gaya Demokratik
Beritahu Penyajian Penyajian Kebebasan ide masalah bawahan
bertindak Jual Penyajian Keputusan
keputusan oleh sementara bawahan
Penggunaan wewenang Oleh pimpinan
Tingkat partisipasi bawahan
232
Gaya Kepemimpinan
daya tariknya secara intuitif dan karena tampaknya didukung oleh pengalaman di dunia kenyataan.
Teori ini menekankan bahwa efektifitas kepemimpinan seseorang tergantung pada dua hal, yaitu : pemilihan gaya kepemimpinan yang tepat
untuk menghadapi situasi tertentu dan tingkat kematangan jiwa kedewasaan bawahan yang dipimpin. Dua dimensi kepemimpinan yang digunakan dalam
teori ini adalah perilaku seorang pemimpin yang berkaitan dengan tugas kepemimpinannya dan hubungan atasan – bawahan. Tergantung pada orientasi
tugas kepemimpinan dan sifat hubungan atasan – bawahan yang digunakan menimbulkan gaya kepemimpinan.
Model kepemimpinan kontingensi Fiedler berisi tentang hubungan antara gaya kepemimpinan dengan situasi yang menyenangkan, kombinasi antara situasi
yang menyenangkan dan gaya kepemimpiann akan menentukan efektifitas kerja. Fiedler menyatakan bahwa dalam situasi yang sangat menyenangkan
dan sangat tidak menyenangkan, maka gaya kepemimpinan yang berorientasi pada tugas adalah sangat efektif. Ketika situasinya di tengah – tengah atau
moderat antara menyenangkan dan tidak menyenangkan, maka gaya kepemimpinan yang menekankan pada hubungan kemanusiaan atau yang lunak
sangat efektif. Model kepemimpinan Fiedler digambarkan seperti gambar 4.
233
Berorientasi Tugas
Hubungan Kemanusian
Sangat tidak menyenang
kan Sangat
menyenang kan
Tidak menyenang
kan Menyenang
kan
Gambar 4 Model Kepemimpinan Fiedler
Sumber : Miftah Thoha , 1992 : 285 Berbagai macam pendekatan atau teori kepemimpinan menimbulkan
berbagai gaya kepemimpinan. Dalam hubungannya dengan kepemimpinan pendidikan, ketiga macam pendekatan yaitu pendekatan sifat, pendekatan
perilaku , dan pendekatan sirtuasional , semuanya sangat diperlukan. Ketiganya merupakan variable pokok yang dapat mempengaruhi keberhasilan
kepemimpinan pendidikan. Danin 2004 : 11 menyatakan kemampuan seorang pemimpin diukur dari kapasitasnya membuat keputusan.
Implikasi bagi perilaku pemimpin atau organisasi adalah : 1 perlu memperhatikan kebutuhan setiap induvidu sesuai dengan hak dan kewajibannya,
2 menciptakan iklim kerja yang menyenangkan, 3 memberikan kesempatan kepada karyawan untuk berprestasi dan aktualisasi diri, 4 mengadakan
pengawasan terhadap perilaku siswa, 5 memberikan peluang besar bagi munculnya motivasi dan membuang jauh hal – hal yang bersifat negatif, 6
234
perlu tampil secara profesional, dan 7 dapat membuat keputusan yang bermutu. Danim 2004 : 12
Fred E. Fiedler dalam Wahjosumidjo 2003 : 20 menyatakan bahwa kepemimpinan dapat dikelompokkan ke dalam empat macam pendekatan, yaitu :
5. Pendekatan pengaruh kewibawaan power influence approach .
6. Pendekatan sifat trait approach .
7. Pendekatan perilaku behavior approach
8. pendekatan situasional situational approach
Dari keempat model tersebut , penting kiranya untuk dikembangkan model “ Kepemimpinan Situasi “. Model kepemimpinan situasi timbul karena
model kepemimpinan sebelumnya tidak dapat memberikan jawaban terhadap persoalan – persoalan yang muncul dalam kepemimpinan.
Siagian 1999 : 129 menyatakan bahwa efektifitas kepemimpinan seseorang pada tingkat yang sangat dominan ditentukan oleh kemampuannya
“ membaca “ situasi yang dihadapi dan menyesuaikan gaya kepemimpinannya sedemikan rupa agar cocok dan mampu memenuhi tuntutan situasi yang dihadapi.
Dua hal yang menjadi inti teori ini , yaitu pemilihan gaya kepemimpinan yang tepat untuk menghadapi situasi tertentu dan tingkat kematangan jiwa
kedewasaan para bawahan yang dipimpin. Wahjosumidjo 2003 : 30 menyampaikan bahwa model kepemimpinan
situasi mengandung pokok – pokok pikiran : 6.
Dimana pemimpin itu berada melaksanakan tugasnya dipengaruhi oleh faktor –faktor situasional, yaitu : jenis pekerjaan., lingkungan organisasi,
235
karakteristik induvidu yang terlibat dalam organisasi. 7.
Perilaku kepemimpinan yang paling efektif, ialah perilaku kepemimpinan yang disesuaikan dengan tingkat kematangan bawahan.
8. Pemimpin yang efektif ialah pemimpin yang selalu membantu bawahan
dalam pengembangan dirinya dari tidak matang menjadi matang. Terdapat tujuh tingkat proses pematangan , yaitu :
1 Pasif menjadi aktif.
2 Tergantung menjadi tidak tergantung.
3 Mampu melakukan sedikit cara menjadi mampu melakukan banyak
cara. 4
Minat yang dangkal menjadi minat yang dalam. 5
Pandangan jangka pendek menjadi pandangan luas. 6
Jabatan bawahan menjadi jabatan atas. 7
Kurang percaya diri menjadi percaya diri. 9.
Perilaku kepemimpinan cenderung berbeda – beda dari satu situasi ke situasi lain. Oleh sebab itu dalam kepemimpinan situasi penting bagi
setiap pemimpin untuk mengadakan diagnosa dengan baik terhadap situasi. Pemimpin yang baik menurut teori ini , adalah pemimpin yang
mampu : 1
Mengubah – ubah perilakunya sesuai dengan situasi. 2
Memperlakukan bawahan sesuai dengan kematangan yang berbeda beda.
10. Pola perilaku kepemimpinan berbeda - beda sesuai dengan situasi yang ada.
236
2.2.3 Gaya Kepemimpinan