Menurut Biro Pusat Statistik 2009, produksi tanaman ubi kayu di Indonesia pada tahun 2008 sebesar 20.834.241 ton. Melihat kandungan pati pada singkong
sebesar 90, maka pada tahun tersebut dapat menghasilkan 18.750.816,9 ton pati singkong. Produksi pati yang tinggi, penanamannya yang mudah, dan mudah
didapatkan di Indonesia menjadikan singkong sangat potensial dijadikan sebagai bahan dasar edible film.
2.4. Edible film
Edible film merupakan jenis bahan untuk pelapis dan pembungkus berbagai makanan
untuk memperpanjang umur simpan produk, yang mungkin dimakan bersama-sama dengan makanan Embuscado, 2009. Sedangkan menurut Wahyu, 2008: edible film
didefinisikan sebagai lapisan yang dapat dimakan yang ditempatkan di atas atau di antara komponen makanan, dapat memberikan alternatif bahan pengemas yang tidak
berdampak pada pencemaran lingkungan karena menggunakan bahan yang dapat diperbaharui dan harganya murah. Pengembangan edible film pada makanan selain
dapat memberikan kualitas produk yang lebih baik dan memperpanjang daya tahan, juga merupakan bahan pengemas yang ramah lingkungan Bourtoom, 2007.
Komponen penyusun edible film dapat dibagi menjadi tiga macam yaitu hidrokoloid, lipida dan komposit Wahyu, 2008.
2.4.1 Hidrokoloid
Hidrokoloid yang digunakan dalam pembuatan edible film adalah protein atau karbohidrat. Film yang dibentuk dari karbohidrat dapat berupa pati, gum seperti
contoh alginat, dan pektin, dan pati yang dimodifikasi secara kimia. Pembentukan film berbahan dasar protein antara lain dapat menggunakan gelatin, kasein, protein
Universitas Sumatera Utara
kedelai, protein whey, gluten gandum, dan protein jagung. Film yang terbuat dari hidrokoloid sangat baik sebagai penghambat perpindahan oksigen, karbondioksida,
dan lemak, serta memiliki karakteristik mekanik yang sangat baik, sehinggga sangat baik digunakan untuk memperbaiki struktur film agar tidak mudah hancur Wahyu,
2008.
Polisakarida sebagai bahan dasar edible film dapat dimanfaatkan untuk mengatur udara sekitarnya dan memberikan ketebalan atau kekentalan pada larutan
edible film. Pemanfaatan dari senyawa yang berantai panjang ini sangat penting karena tersedia dalam jumlah yang banyak, harganya murah, dan bersifat nontoksik
Wahyu, 2008.
Beberapa jenis protein yang berasal dari protein tanaman dan hewan dapat membentuk film seperti zein jagung, gluten gandum, protein kedelai, protein kacang,
keratin, kolagen, gelatin, kasein, dan protein dari whey susu, karena sifat dari protein tersebut yang mudah membentuk film. Albumin telur dapat digunakan sebagai bahan
pembetuk film yang baik yang dikombinasikan dengan gluten gandum, dan protein kedelai Wahyu, 2008.
2.4.2 Lipida
Film yang berasal dari lipida sering digunakan sebagai penghambat uap air, atau bahan pelapis untuk meningkatkan kilap pada produk-produk kembang gula.Film
yang terbuat dari lemak murni sangat terbatas dikarenakan menghasilkan kekuatan struktur film yang kurang baik Wahyu, 2008. Karakteristik film yang dibentuk oleh
lemak tergantung pada berat molekul dari fase hidrofilik dan fase hidrofobik, rantai cabang, dan polaritas. Lipida yang sering digunakan sebagai edible film antara lain
lilin wax seperti parafin dan carnauba, kemudian asam lemak, monogliserida, dan resin Hui, 2006. Jenis lilin yang masih digunakan hingga sekarang yaitu carnauba.
Universitas Sumatera Utara
Alasan mengapa lipida ditambahkan dalam edible film adalah untuk memberi sifat hidrofobik Wahyu, 2008.
2.4.3 Komposit